Gambaran Pemberian ASI pada Bayi dengan Ibu Post Sectio Caesarea Di RSU Kabupaten Tangerang dan RS Swasta di Depok

(1)

i

GAMBARAN PEMBERIAN ASI PADA BAYI DENGAN

IBU POST SECTIO CAESAREA DI RSU KABUPATEN

TANGERANG DAN RS SWASTA DI DEPOK

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)

OLEH:

CLARA DINDY

NIM: 1112104000021

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/ 2016 M


(2)

(3)

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM

ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Undergraduate Thesis, 15 June 2016 CLARA DINDY, NIM: 1112104000021

Overview of Breastfeeding Baby with Post Sectio Caesarea Mother In Hospital common Tangerang district and a private Hospital in Depok

xvii + 86 Page + 25 table + 3 chart + 3 attachment

ABSTRACT

High number of Sectio Caesarea and the low practice of breastfeeding of the mother leads to various problems of breastfeeding and it can give negative effects for the baby and for the mother. No studies have explored yet about breastfeeding patterns. The purpose of this study is to explore the practice of breastfeeding of mother with Sectio Caesarea. Descriptive quantitative was used in this study, using

65 patientsPost Sectio Caesarea. The results showed that 73.8% of babies didn‟t have

the IMD, 32.2% of mothers did the first breastfeed in < 3 hours after childbirth, 84.6% of mother considered that the surgery pain does not interfere in the process of breastfeeding, 50.8% stated that breast milk production was much more occurred on the first day, 95.4% mother has a spinal anesthetic, 98.5% of babies were born in good condition, 91.3% of mothers said that rooming incould help them in breastfeed

than that of mothers who didn‟t got the rooming in. Suggestions for the hospital is to improve the quality of services, especially in the Initiation of Early Breastfeeding program and to consider rooming in policy application..

Reference: 49 (years 2003-2015)


(4)

iv

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, 15 Juni 2016

Clara Dindy, NIM: 1112104000021

Gambaran Pemberian ASI pada Bayi dengan Ibu Post Sectio Caesarea Di RSU Kabupaten Tangerang dan RS Swasta di Depok

xvii+ 86 halaman + 25 tabel + 3 bagan + 3 lampiran

ABSTRAK

Tingginya angkasectio caesareadan rendahnya praktek pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada ibu dengan persalinan operasi dapat menimbulkan berbagai gangguan menyusui dan dapat memberikan efek negatif bagi bayi maupun bagi ibu. Belum ada penelitian yang mengeksplor tentang pola menyusui.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemberian ASI pada bayi dengan ibu post Sectio caesarea. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 65 orang pasien post sectio caesarea.Hasil penelitian menunjukan 73,8% bayi tidak melakukan IMD, 32,2% ibu pertama kali menyusui pada < 3 jam setelah persalinan, 84,6% menganggap bahwa nyeri operasi tidak mengganggu dalam proses menyusui, 50,8% mengatakan pengeluaran ASI lebih banyak terjadi pada hari pertama, 95,4% obat bius yang dipakai oleh ibu adalah bius spinal, 98,5% bayi lebih banyak lahir dalam kondisi baik, 91,3% ibu mengatakan rawat gabung lebih banyak memberikan efek menyusui dibandingkan dengan yang tidak. Saran bagi rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan khususnya dalam program Inisiasi Menyusui Dini dan semoga dapat menjadi pertimbangan rumah sakit dalam membuat kebijakan rooming in bagi ibu dan bayi.

Referensi: 49 (tahun 2003-2015)


(5)

(6)

(7)

(8)

viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : CLARA DINDY

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 10 September 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Juanda Gang Anggrek No 89 Rt 03/Rw 026 Sukmajaya Depok

Email : claradindy@gmail.com

Fakultas/ Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/ Program Studi Ilmu Keperawatan

PENDIDIKAN

1. TKIT Cut Mutia 1998 - 2000

2. SDN Mekar Jaya 31 Depok 2000 - 2006

3. SMPN 8 Depok 2006 - 2009

4. SMAIT Baitussalam 2009 – 2012


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayat. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Gambaran Pemberian ASI pada Bayi dengan Ibu Post Sectio Caesarea di RSU Kabupaten Tangerang dan RS Swasta di Depok” Dalam penelitian skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Maulida Handayani, S.Kp., MSc dan ibu Ernawati, S.Kp., M.Kep., Sp. KMB,

selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Karyadi S,Kp M.kep PhD dan Ibu Ita Yuanita, S.Kp ,M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah sabar dan ikhlas untuk meluangkan waktu, tenaga serta fikirannya selama membimbing peneliti.

4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar, pada lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan ikhlas dan tulus


(10)

x

memberikan ilmu pengetahuaan kepada peneliti selama menjalankan perkuliahan.

5. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik dan Perpustakaan Fakultas yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi buku ataupun skripsi sebagai bahan rujukan skripsi.

6. Kedua orang tua peneliti, sujud hormat atas semua pengorbanan Ibunda Tanti Karyanti dan Ayahanda Antonius Dahlan yang senantiasa memberikan dukungan dan kekuatan kepada peneliti baik berupa material maupun doa yang selalu mereka panjatkan untuk mengiringi setiap langkah sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan 2012 yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Terimakasih atas dukungan, semangat, kebersamaan, kenangan, inspirasi yang telah diberikan serta kekompakan yang selama ini tidak akan terlupakan.

Akhir kata, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga peneliti dapat menyempurnakan skripsi ini. Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang menggunakannya, terutama dalam hal kemajuan pendidikan selanjutnya.

Jakarta, Januari 2016


(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….i

SURAT PERNYATAAN……….ii

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN……….v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP……….viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Pertanyaan penelitian ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan Umum ... 6

2. Tujuan Khusus ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

1. Bagi Ilmu keperawatan ... 7

2. Bagi Peneliti ... 7

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 7

4. Bagi Instansi Terkait ... 7

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Air Susu Ibu (ASI) ... 9

1. Definisi ... 9

2. Manfaat ASI ... 10

B. Fisiologi Laktasi ... 14

C. Refleks Menyusui pada Ibu ... 16

D. Komposisi Gizi ASI ... 19

E. Lama dan Frekuensi Menyusui ... 21

F. Tanda kecukupan ASI ... 22

G. Cara menyusui yang benar ... 22

H. Posisi dalam menyusui ... 23

I. Masalah Dalam Menyusui ... 24

J. Faktor bayi ... 26

K. Masalah menyusui pada ibu Sectio Caesarea ... 27

L. Syarat Rawat gabung ... 28


(12)

xii

1. Definisi ... 29

2. Indikasi ... 29

3. Dampak dari persalinan Sectio Caesarea ... 30

N. Kerangka Teori ... 33

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 34

A. Kerangka Konsep ... 34

B. Definisi Operasional ... 36

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A. Desain Penelitian... 39

B. Tempat dan waktu penelitian ... 39

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 39

D. Teknik pengambilan sampel ... 40

E. Teknik pengumpulan data ... 41

F. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 42

G. Pengolahan data ... 43

H. Teknik Analisis Data ... 44

I. Etika penelitian ... 44

BAB V HASIL PENELITIAN ... 48

A. Gambaran Tempat Penelitian ... 48

1. Gambaran Umum ... 48

B. Analisa Univariat ... 49

BAB VI PEMBAHASAN ... 66

A. Gambaran pelaksanaan IMD pada ibu sectio caesarea ... 66

B. Gambaran waktu pertama kali ibu memberikan ASI nya ... 67

C. Gambaran nyeri paska operasi yang dirasakan ibu terhadap pemberian ASI ... 70

D. Gambaran pengeluaran ASI pertama kali setelah melahirkan pada ibu sectio caesarea ... 72

E. Gambaran jenis obat bius yang dipakai saat operasi terhadap pemberian ASI ... 73

F. Gambaran kondisi bayi yang lahir terhadap pemberian ASI ... 75

G. Gambaran pemberian ASI pada ibu rawat gabung: waktu dan cara pemberian ASI ... 76

H. Keterbatasan Penelitian ... 78

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

xiii

DAFTAR SINGKATAN

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

WHO :World Health Organitation

SC : Sectio Caesarea

IMD : Inisiasi Menyusui Dini

ASI : Air Susu Ibu

MPASI : Makanan Pendamping Air Susu Ibu

BBLR : Berat Badan Lahir Rendah

DEPKES : Departemen Kesehatan

KEMENKES : Kementrian Kesehatan


(14)

xiv

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 Kerangka Teori 36

Bagan 3.1 Kerangka Konsep 39


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah kelahiran 51

5.2 Distribusi Frekuensi Usia Ibu 52

5.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Terakhir 52

5.4 Distribusi Frekuensi Kali Keberapa Persalinan dengan Operasi 53 5.5 Distribusi Frekuensi alasan persalinan dengan operasi 54 5.6 Distribusi Frekuensi Inisiasi menyusui dini 54 5.7 Distribusi Frekuensi anastesi yang digunakan 55

5.8 Distribusi Frekuensi kondisi bayi 55

5.9 Distribusi Frekuensi waktu pertama kali ibu menyusui bayinya 56 5.10 Distribusi Frekuensi hari keberapa ASI mulai keluar 56 5.11 Distribusi Frekuensi makanan pertama bayi 57 5.12 Distribusi Frekuensi pengaruh nyeri operasi dalam proses pemberian

ASI 57

5.13 Distribusi Frekuensi Skala nyeri hari pertama 58 5.14 Distribusi Frekuensi Skala nyeri hari kedua 58 5.15 Distribusi Frekuensi Skala nyeri hari ketiga 59 5.16 Distribusi Frekuensi Rooming In Ibu dan Bayi 59 5.17 Distribusi Frekuensi pemberian ASI pada bayi berdasarkan perlakuan


(16)

xvi

5.18 Distribusi Frekuensi waktu pemberian ASI berdasarkan perlakuan

Rooming In 60

5.19 Distribusi Frekuensi Rooming In terhadap cara pemberian ASI 61 5.20 Distribusi Frekuensi waktu pertama kali menyusui terhadap nyeri post

Operasi 62

5.21 Distribusi Frekuensi skala nyeri hari pertama terhadap waktu pengeluaran

ASI 63

5.22 Distribusi Frekuensi skala nyeri hari kedua terhadap waktu pengeluaran ASI 64 5.23 Distribusi Frekuensi skala nyeri hari ketiga terhadap waktu pengeluaran ASI 65 5.24 Distribusi Frekuensi waktu pertama kali menyusui terhadap waktu

pengeluaran ASI 66

5.25 Distribusi Frekuensi Efek anastesi yang digunakan terhadap pemberian ASI 67 5.26 Distribusi Frekuensi kondisi bayi dengan waktu pemberian ASI 67


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Izin penelitian dan pengambilan data Lampiran 2.Kuesioner penelitian


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Menyusui menurut World Health Organitation (WHO) adalah cara alami untuk memberikan bayi nutrisi yang mereka butuhkan yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangannya di masa awal kehidupan. ASI eksklusif yang dianjurkan adalah dari bayi lahir sampai usia 6 bulan, setelah itu bayi diberikan ASI (Air Susu Ibu) dan makanan pendamping setelah berumur lebih dari 6 bulan, ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Namun pada kenyataannya pemberian ASI pada bayi rata-rata di dunia hanya sebesar 38%. Hal ini mempengaruhi angka kematian bayi di negara berkembang yang masih cukup tinggi yaitu sekitar 10 juta orang, yang 60% dari kematian tersebut seharusnya dapat dicegah dengan pemberian ASI, yang sudah terbukti dapat meningkatkan angka kesehatan bayi hingga 1,3 juta bayi dapat diselamatkan (Isnaini, 2013).

Pada tahun 2013 cakupan bayi yang menerima ASI ekslusif kurang dari 40% hampir sebagian besar sudah diberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI) sebelum berusia 6 bulan hal ini sangat jauh dari target pemerintah yang ingin pemberian ASI mencapai sebanyak 75% pada tahun 2013 (KEMENKES, 2014).

Dari data Riskesdas tahun 2013 masih sedikit dari ibu post partum yang ingin segera menyusui anaknya. Hanya 34,5% yang melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) kurang dari 1 jam setelah persalinan dan 13% ibu yang menyusui kurang dari 48 jam. Padahal IMD sangat penting bagi kedekatan ibu dan bayi, IMD dengan


(19)

kontak kulit merupakan salah satu faktor yang meningkatkan keberhasilan menyusui dimasa datang (Nia, 2014). Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI pada ibu setelah melahirkan, namun pemberian ASI di jam pertama kelahiran tidak dapat dilakukan oleh ibu yang memiliki masalah pada persalinannya, misalnya untuk ibu Sectio Caesarea (Eko, 2011). Keberhasilan pemberian ASI juga terbukti memiliki hubungan dengan jenis persalinan dimana jenis persalinan pervagina memiliki kemungkinan 2,53 kali lebih besar untuk bisa berhasil dibandingkan dengan persalinan operasi Sectio Caesarea (Warsini, 2015).

Penelitian yang dilakukan Bayu (2013) menyatakan bahwa cara persalinan dapat mempengaruhi jumlah pemberian ASI ekslusif pada bayi ditemukan untuk jumlah pasien sectio caesarea lebih sedikit memberikan ASI ekslusif dibandingkan dengan pasien yang mengalami persalinan normal untuk jumlah persalinan Sectio Caesarea yang memberikan ASI sebanyak 14 ibu dan yang tidak memberikan ASI ada 25 ibu, sedangkan untuk persalinan normal yang memberikan ASI sebanyak 21 ibu dan yang tidak memberikan ASI sebanyak 39 ibu. Hal ini bisa terjadi akibat waktu pengeluaran ASI pada pasien dengan Sectio Caesarea lebih lambat dibanding ibu yang melahirkan normal. Dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya posisi menyusui yang kurang tepat, nyeri pasca operasi, mobilisasi yang kurang dan adanya rawat pisah ibu-anak (Desmawati, 2013). Dan juga dapat terjadi akibat psikologis dan kondisi ibu sectio caesarea yang berbeda dengan ibu yang melahirkan normal. Pemberian ASI secara dini yang tidak dilakukan oleh ibu dengan kelahiran sectio caesarea juga dapat diakibatkan oleh kondisi bayi yang tidak memungkinkan,


(20)

3

hal ini yang membuat pengeluaran ASI pada ibu sectio caesarea lebih lambat dibandingkan ibu yang melahirkan normal (Syamsinar, 2013).

Air Susu Ibu (ASI) ada yang sudah keluar pertama namun sebagian ibu Sectio Cesarea tidak setuju untuk memberikannya pada hari pertama, meskipun ibu mengetahui tentang pentingnya pemberian ASI. Alasan ibu tidak melakukan inisiasi hari pertama yaitu bayi yang belum dirawat gabung, ibu yang belum bisa duduk atau mobilisasi dan ASI yang belum keluar (Dwi R, 2012). ASI yang tidak segera diberikan akibat pengeluaran ASI yang lebih lambat akan meningkatkan kemungkinan ibu menderita post partum blues dan membuat bayi diberikan susu formula atau makanan pendamping ASI (MPASI) yang lain (Dewi, 2012). Hal ini tidak baik bagi bayi karena tertundanya pemberian ASI selama 3 hari kehidupan membuat bayi tidak mendapatkan salah satu kandungan ASI yaitu kolostrum yang salah satu manfaatnya dapat membersihkan meconium dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan dating, jika bayi tidak mendapatkan kolostrum maka bayi akan kehilangan banyak manfaat dari kolostrum itu sendiri (Bahiyatun, 2009).

Pemberian MPASI sebelum usia 6 bulan akan meningkatkan kegagalan dalam pemberian ASI ekslusif yang dapat mempengaruhi kesehatan serta tumbuh kembangnya dimasa datang. (Bayu, 2013).

Salah satu RS swasta di Depok dan RSUD Kabupaten Tangerang yang dipilih oleh peneliti merupakan rumah sakit yang mendukung untuk keberhasilan pemberian


(21)

ASI bagi bayi, hal ini dibuktikan dengan kebijakan di rumah sakit untuk selalu melakukan IMD pada bayi yang baru lahir jika kondisi ibu dan bayi memungkinkan.

Data yang diperoleh dari rumah sakit tangerang didapatkan bahwa pada tahun 2014 jumlah pasien yang melahirkan dengan operasi sebanyak 1.750 pasien dari total 6161 kelahiran, hal ini berarti 28% kelahiran di rumah sakit tangerang merupakan kelahiran dengan operasi. Ibu dan bayi akan berada dalam satu ruangan dari hari pertama jika kondisi ibu dan bayi dalam keadaan baik. Sedangkan untuk di rumah sakit swasta di depok terdapat perbedaan kebijakan berdasarkan ruangan kamar rawat inap, untuk pasien kelas satu diperbolehkan untuk berada satu ruangan bersama bayinya sedangkan untuk pasien yang kelas dua dan tiga tidak satu ruangan dengan bayinya. Bayi akan diantar dan disusui oleh ibunya sesuai dengan jadwal yang diberlakukan oleh rumah sakit.

Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengetahui Bagaimana Gambaran Pemberian ASI pada Bayi dengan Ibu Post Sectio Caesarea di RSU Kab Tangerang dan salah satu RS swasta di Depok.

B. Rumusan Masalah

Persalinan dengan operasi sectio caesarea merupakan salah satu penyebab yang dapat menghambat proses pemberian ASI dalam hal ini Inisiasi Menyusui Dini (IMD), hal ini dikarenakan keadaan fisik dan psikologis ibu dengan persalinan operasi berbeda dengan ibu persalinan normal dapat juga diakibatkan oleh bayi Sectio


(22)

5

caesarea yang harus membutuhkan penanganan khusus dibanding bayi dengan persalinan normal.

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan peneliti ingin mencoba merumuskan masalah yaitu bagaimana Gambaran Pemberian ASI pada bayi Ibu Post Sectio Caesarea di RSU Kabupaten Tangerang dan salah satu RS Swasta di daerah Depok.

C. Pertanyaan penelitian

1. Bagaimana gambaran pelaksanaan IMD pada ibu sectio caesarea? 2. Bagaimana gambaran waktu pertama kali ibu menyusui bayinya?

3. Bagaimana gambaran nyeri paska operasi yang dirasakan ibu terhadap pemberian ASI?

4. Bagaimana gambaran pengeluaran ASI pertama kali setelah melahirkan pada ibu sectio caesarea?

5. Bagaimana gambaran jenis obat bius yang dipakai saat operasi terhadap pemberian ASI?

6. Bagaimana gambaran kondisi bayi yang lahir pada ibu dengan sectiocaesarea terhadap pemberian ASI?

7. Bagaimana gambaran pemberian ASI pada ibu rawat gabung: waktu dan cara pemberian?


(23)

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemberian ASI pada bayi dengan ibu post Sectio Caesarea. Dalam hal ini proses pemberian IMD dan faktor apa saja yang menghambat pemberian IMD (Nyeri, Pengeluaran ASI, jenis anastesi, kondisi bayi dan pemberian ASI pada ibu rawat gabung).

2. Tujuan Khusus

1) Diperolehnya gambaran pelaksanaan IMD pada ibu sectio caesarea

2) Diperolehnya gambaran waktu pertama kali ibu menyusui bayinya 3) Diperolehnya gambaran nyeri paska operasi yang dirasakan ibu

terhadap pemberian ASI

4) Diperolehnya gambaran pengeluaran ASI pertama kali setelah melahirkan pada ibu sectio caesarea

5) Diperolehnya gambaran jenis obat bius yang dipakai saat operasi terhadap pemberian ASI

6) Diperolehnya gambaran kondisi bayi yang lahir pada ibu dengan sectio caesarea terhadap pemberian ASI

7) Diperolehnya gambaranpemberian ASI pada ibu rawat gabung: waktu dan cara pemberian ASI


(24)

7

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran pemberian ASI pada ibu dengan sectio caesarea yaitu tentang pemberian IMD, waktu pemberian ASI dan faktor yang mempengaruhi terhambatnya pemberian ASI sehingga diharapkan dapat dilakukan penelitian selanjutnya agar dapat ditemukan intervensi yang sesuai agar pelaksanaan IMD dapat terlaksana dengan baik.

2. Bagi Peneliti

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan untuk peneliti tentang pemberian ASI pada bayi dengan ibu bersalin dengan Sectio Caesarea.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi oleh peneliti lain baik secara teoritis maupun metodologi mengenai penelitian terkait pemberian ASI pada bayi dengan ibu Sectio caesarea.

4. Bagi Instansi Terkait

Hasil penelitian ini diharapkan jadi pertimbangan dan masukan untuk rumah sakit agar dapat memberikan motivasi kepada ibu yang bersalin dengan sectio caesarea dan melakukan intervensi yang sesuai agar dapat


(25)

meningkatkan pemberian ASI pada bayi dengan ibu dengan Sectio Caesarea.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini ingin melihat gambaran pemberian ASI pada ibu post Sectio Caesarea. Populasi penelitian ini adalah pasien dengan sectio caesarea yang dirawat di ruang perawatan dan yang akan menyusui bayinya. Pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling. Penelitian dilakukan dari bulan Februari sampai bulan April 2016. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu menggunakan kuesioner.


(26)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Air Susu Ibu (ASI)

1. Definisi

ASI atau air susu ibu merupakan makanan yang paling cocok diberikan terutama untuk bayi yang baru lahir. Pemberian ASI pada masa awal kehidupan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi di dunia.Karena sangat pentingnya pemberian ASI organisasi kesehatan dunia seperti WHO dan UNICEF menganjurkan agar bayi hanya diberikan ASI ekslusif selama 6 bulan awal kehidupannya. Makanan Pendamping ASI (MPASI) dapat diberikan sesudah bayi berumur lebih dari 6 bulan dan pemberian ASI dapat dilanjutkan sampai bayi berusia 2 tahun.

Depkes mengelompokkan pola menyusui menjadi 3 yaitu menyusui ekslusif, menyusui predominan, menyusui parsial. Menyusui ekslusif menurut Depkes adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain termasuk air putih. Kedua, menyusui predominan adalah menyusui bayi tetapi pernah memberikan sedikit air atau minuman berbasis air misalnya teh, sebagai makanan/ minuman prelakteal sebelum ASI keluar. Terakhir menyusui parsial adalah menyusui bayi serta diberikan makanan buatan selain ASI, baik susu formula, bubur atau makanan lainnya sebelum bayi berumur enam bulan, baik diberikan secara kontinyu maupun sebagai makanan prelakteal (Depkes, 2012).


(27)

2. Manfaat ASI

a. Manfaat bagi bayi

ASI memiliki semua kandungan nutrisi yang diperlukan bayi seperti air, lemak, trigliserida, karbohidrat, laktosa, protein, vitamin, mineral, kalsium dan fosfor yang tidak dapat ditemukan di susu formula ataupun susu lainnya. ASI juga mengandung sel imun, antibodi yang banyak terdapat dalam kolostrum, laktoferin dalam ASI dapat menghambat pertumbuhan bakteri berbahaya didalam usus dan komponen lain dalam ASI dapat mendorong kematangan sistem pencernaan yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit karena beberapa bulan setelah lahir bayi belum dapat membentuk sendiri respon imun tubuhnya dengan sempurna sehingga dengan memberikan ASI dapat membantu bayi untuk terlindung dari berbagai macam penyakit khususnya penyakit saluran pencernaan karena saluran pencernaan bayi masih sangat sensitif, saluran ini lebih siap untuk mengolah susu manusia dibanding susu formula sehingga bayi yang diberikan susu formula cenderung lebih mudah mengalami gangguan pencernaan (Sherwood, 2012).

ASI yang pertama (kolostrum) mengandung beberapa antibodi yang dapat mencegah infeksi pada bayi. ASI diperkirakan dapat mengirimkan limfosit ibu ke dinding usus bayi dan memulai proses imunologik sehingga memberikan imunitas pasif pada bayi terhadap penyakit infeksi tertentu hingga mekanisme itu sepenuhnya berfungsi setelah 3 sampai 4


(28)

11

bulan. Bayi yang meminum ASI terbukti jarang menderita gastroenteritis dan kemungkinan bayi menderita kejang oleh karena hipokalsemia sangat sedikit (Sumarah, 2009).

Pemberian ASI ekslusif terbukti dapat meningkatkan sistem imun bayi.Penelitian Haris (2011) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan status imunitas bayi yang diberikan ASI ekslusif dengan bayi yang tidak diberikan ASI ekslusif. Bayi yang mendapatkan ASI ekslusif menunjukan status imunitas yang lebih baik dan stabil dibandingkan dengan yang tidak diberikan ASI ekslusif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Eka Putri (2013) jika bayi yang diberikan ASI ekslusif lebih banyak maka jumlah bayi yang menderita diare akan lebih sedikit. Dapat disimpulkan ada hubungan antara pemberian ASI ekslusif dengan angka kejadian diare akut pada bayi. Hal ini terjadi karena pada waktu lahir dan selama beberapa bulan sesudahnya semua sekresi saluran cerna bayi yang mengandug enzim, terutama enzim yang diperlukan untuk mencerna susu manusia belum bisa mencerna makanan yang lain karena bayi baru memproduksi sedikit amilase saliva atau pankreas. Dengan demikian, pencernaan bayi tidak siap mencerna karbohidrat kompleks yang diperoleh dalam makanan padat sehingga dapat menimbulkan berbagai macam masalah pencernaan (Bobak, 2005).


(29)

b. Manfaat bagi Ibu

Pemberian ASI ke bayi dapat membantu ibu memulihkan diri dari proses setelah persalinan. Pemberian ASI selama beberapa hari pertama membuat rahim berkontraksi dengan cepat dan memperlambat perdarahan (isapan pada puting susu merangsang dikeluarkannya oksitosin alami yang akan membantu kontraksi rahim). Pemberian ASI adalah cara yang penting bagi ibu untuk mencurahkan kasih sayangnya pada bayi dan membuat bayi merasa nyaman (Bahiyatun, 2009).

Menyusui bagi para ibu muda yang baru pertama melahirkan, sering kali masih menjadi hal yang membingungkan. Seperti bagaimana cara menyusui, waktu pemberian, maupun produksi asi yang lancar. Padahal sebenarnya menyusui adalah proses yang sangat menyenangkan. Saat menyusui ibu melakukan kontak kepada bayi seperti berbicara, mendekap, atau mengelus bayi. Dari sisi kesehatan ibu, menyusui juga terbukti dapat mencegah timbulnya kanker payudara juga mampu mencegah perdarahan setelah persalinan sehingga ibu terhindar dari defisiensi zat besi atau anemia.

Menyusui dapat mengurangi berat badan ibu. Lemak yang tersimpan selama masa kehamilan, digunakan sebagai energi pembentuk ASI, sehingga kadar lemak dalam tubuh ibu berkurang. Menyusui juga dapat mengembalikan kembali bentuk rahim secara cepat. Menyusui dengan ASI sangat praktis, kapan pun dan dimana pun bayi ingin menyusu dapat diberikan. Persiapan penyajian ASI juga tidak memerlukan proses yang


(30)

13

lama seperti menyajikan susu formula. Dari segi kebersihan ASI sangat steril, sehingga tidak perlu dikhawatirkan terdapat kuman yang dapat mengganggu sistem pencernaan bayi. Pada bayi yang diberi ASI secara ekslusif, tingkat stress dan emosional anak saat dewasa lebih stabil. ASI juga mampu meningkatkan hubungan batin yang erat antara ibu dan bayi (Budi, 2010).

Penghisapan oleh bayi dapat menekan siklus haid dengan menghambat sekresi LH dan FSH, mungkin dengan menghambat GnRH. Karena dengan menyusui sesering mungkin dapat meningkatkan produksi hormon prolaktin yang dapat menghambat proses pematangan sel telur, karena itu laktasi cenderung mencegah ovulasi, menurunkan kemungkinan kehamilan berikutnya meskipun bukan cara kontrasepsi yang handal. Mekanisme ini memungkinkan semua sumber daya ibu dicurahkan kepada bayinya dan bukan dibagi dengan mudigah baru (Sherwood, 2012).

c. Manfaat untuk keluarga

Dalam budaya Indonesia kelahiran bayi adalah kebahagiaan bagi seluruh keluarga besar. Jika ibu memberi ASI, keluarga tidak perlu dibuat repot dengan menyediakan susu formula. Jika anak bangun dan ingin minum cukup menyediakan diri. Menyusui adalah pemberian makan minum paling praktis. Pemberian ASI dapat mengurangi biaya rumah tangga karena biaya untuk membeli susu formula lumayan cukup mahal dan dapat mengurangi biaya pengobatan karna bayi yang diberi ASI cenderung lebih jarang sakit (Kun budiasih, 2008).


(31)

d. Manfaat untuk Negara

Semakin banyak ibu yang menyusui, Negara dapat menghemat biaya subsidi untuk perawatan anak sakit dan pemakaian obat-obatan. Angka kematian bayi juga dapat berkurang karena pemberian ASI. Negara juga berhemat dari biaya membeli alias mengimpor susu formula dan perlengkapan menyusui. Menyusui akan mengurangi polusi karena penggunaan susu formula menghasilkan sampah kaleng, plastik, kardus, dan sebagainya. Sedangkan ASI tidak menghasilkan sampah apapun, jika sebagian besar anak Indonesia minum ASI, Negara diuntungkan karena memiliki generasi muda yang sehat dan pintar (Kun budiasih, 2008).

B. Fisiologi Laktasi

Menyusui menurut Bobak (2005) tergantung pada gabungan kerja hormon, refleks, dan perilaku yang dipelajari ibu dan bayi baru lahir dan terdiri dari faktor-faktor berikut ini:

1. Laktogenesis: Laktogenesis (permulaan produksi susu) dimulai pada tahap akhir kehamilan. Kolostrum disekresi akibat stimulasi sel-sel alveolar mamaria oleh laktogen plasenta, suatu substansi yang menyerupai prolaktin. Produksi susu berlanjut setelah bayi lahir sebagai proses otomatis selama susu dikeluarkan dari payudara.

2. Produksi susu: Kelanjutan sekresi susu terutama berkaitan dengan jumlah produksi hormon prolaktin yang cukup di hipofisis anterior dan


(32)

15

pengeluaran susu yang efisien. Nutrisi maternal dan masukan cairan menyerupakan faktor yang mempengaruhi jumlah dan kualitas susu. 3. Ejeksi susu: Pergerakan susu dari alveoli (dimana susu disekresi oleh

suatu proses ekstrusi dari sel) ke mulut bayi merupakan proses yang aktif di dalam payudara. Proses ini tergantung pada refleks let-down atau refleks ejeksi susu. Refleks let-down secara primer merupakan respons terhadap isapan bayi. Isapan menstimulasi kelenjar hipofisis posterior untuk menyekresi oksitosin. Dibawah pengaruh oksitosin, sel-sel di sekitar alveoli berkontraksi, mengeluarkan susu melalui sistem duktus ke dalam mulut bayi.

4. Kolostrum: Kolostrum kuning kental secara unik sesuai untuk kebutuhan bayi baru lahir. Kolostrum mengandung antibodi vital dan nutrisi padat dalam volume kecil, sesuai sekali untuk makanan awal bayi. Menyusui dini yang efisien berkorelasi dengan penurunan kadar bilirubin darah. Kadar protein yang tinggi di dalam kolostrum mempermudah ikatan bilirubin dan kerja laksatif kolostrum untuk mempermudah perjalanan mekonium. Kolostrum secara bertahap berubah menjadi susu ibu antara hari tiga dan kelima masa nifas. 5. Susu ibu: Pada awal setiap pemberian makan, susu pendahulu

mengandung lebih sedikit lemak dan mengalir lebih cepat dari pada susu yang keluar pada bagian akhir menyusui. Menjelang akhir pemberian makan, susu sisa ini lebih putih dan mengandung lebih banyak lemak. Kandungan lemak yang lebih tinggi pada akhir


(33)

pemberian makan memberikan bayi rasa puas. Pemberian makan yang cukup lama, untuk setidaknya membuat satu payudara menjadi lebih lunak, memberi cukup kalori yang di butuhkan untuk meningkatkan berat badan, menjarangkan jarak antar menyusui dan mengurangi pembentukan gas dan kerewelan bayi karena kandungan lemak yang lebih tinggi ini akan dicerna lebih lama (Woolridge, Fisher, 1988). Bayi baru lahir yang cukup bulan dan sehat memiliki tiga refleks yang diperlukan untuk membuat psoses menyusui berhasil: refleks rooting, menghisap dan menelan. Akan tetapi, untuk menyusui secara efisien, beberapa bayi memerlukan latihan untuk mengoordinasi mengisap, menelan dan bernapas.

C. Refleks Menyusui pada Ibu

Tiga refleks maternal utama sewaktu menyusui ialah sekresi prolaktin, ereksi puting susu dan refleks let-down. Prolaktin merupakan hormon laktogenik yang penting untuk memulai dan mempertahankan sekresi susu. Stimulus isapan bayi mengirim pesan ke hipotalamus yang merangsang hipofisis anterior untuk melepas prolaktin, suatu hormon yang meningkatkan produksi susu oleh sel-sel alveolar kelenjar mamaria. Jumlah prolaktin yang disekreksi dan jumlah susu yang diproduksi berkaitan dengan besarnya stimulus isapan yaitu frekuensi, intensitas, dan lama bayi menghisap (Garza, Hopkinson, 1988; Lawrence, 1994; Worthington-Roberts, 1993).


(34)

17

Stimulus puting susu oleh mulut bayi menyebabkan ereksi. Refleks ereksi puting susu ini membantu mendorong susu melalui sinus-sinus laktiferus ke pori-pori puting susu.

Ejeksi susu dari alveoli dan duktus susu terjadi akibat refleks let-down. Akibat stimulus isapan, hipotalamus melepas oksitosin dari hipofisis posterior. Stimulasi oksitosin membuat sel-sel mioepitel di sekitar alveoli di dalam kelenjar mamaria berkontraksi. Kontraksi sel-sel yang menyerupai otot ini menyebabkan susu keluar melalui sistem duktus dan masuk kedalam sinus-sinus laktiferus, dimana susu tersedia untuk bayi (Lawrence, 1994).

Refleks let-down dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau dapat juga ibu tidak merasakan sensasi apa pun. Tanda-tanda lain let-down adalah tetesan susu dari payudara sebelum bayi mulai memperoleh susu dari payudara ibu dan susu menetes dari payudara lain yang tidak sedang dihisap oleh bayi. Kram uterus selama menyusui disebabkan oleh kerja oksitosin terhadap uterus dan peningkatan perdarahan per vagina selama atau sesaat setelah menyusui. Banyak ibu mengalami refleks let-down hanya karena berfikir tentang bayinya atau mendengar bayi lain menangis. Refleks let-down dapat terjadi selama aktivitas seksual karena oksitosin dilepas selama orgasme. Kebanyakan ibu merasa sangat rileks atau mengantuk setelah mereka menyusui. Peningkatan rasa haus juga merupakan tanda bahwa proses menyusui berlangsung baik.


(35)

Walaupun sikap ibu terhadap menyusui dapat merupakan faktor yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan laktasi, tetapi bukti banyak bayi tetap selamat walaupun ibunya berada dalam kondisi yang sangat lelah sekalipun, membuktikan bahwa laktasi tidak membutuhkan tempat yang ideal (Bobak, 2005).


(36)

19

D. Komposisi Gizi ASI

Dalam buku Bahiyatun (2009) Air susu ibu dalam stadium laktasi dibedakan menjadi:

1. Kolostrum

Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah masa puerperium. Disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke-1 sampai hari ke-3 dan komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubahdengan warna kekuning-kuningan dan lebih kuning daripada susu yang matur. Kolostrum juga merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan meconium dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akandating dan lebih banyak mengandung protein daripada ASI yang matur, tetapi berbeda dari ASI yang matur.

Kolostrum lebih banyak mengandung antibody daripada ASI yang matur. Selain itu, dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai umur 6 bulan dan memiliki kadar karbohidrat dan lemak yang lebih rendah daripada ASI yang matur serta mineral (terutama natrium, kalium dan klorida) lebih tinggi daripada susu matur. Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi daripada ASI yang matur, sedangkan vitamin


(37)

yang larut dalam air dpaat lebih tinggi atau lebih rendah. Bila dipanaskan akan menggumpal, sedangkan ASI matur tidak. Terdapat tripsin inhibitor sehingga hidrolisis protein yang ada di dalam usus bayi menjadi kurang sempurna. Hal ini akan lebih banyak menambah kadar antibody pada bayi dan volumenya berkisar 150-300 ml/ 24 jam.

2. Air susu masa peralihan

Merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI yang matur, disekresi dari hari ke-4 sampai dengan hari ke-10 dari masa laktasi. Ada pendapat bahwa ASI matur baru terjadi pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5. Kadar protein makin rendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak serta volume juga semakin meningkat. Komposisi ASI menurut Klein dan Osten adalah satuan gram/100 ml

3. Air susu matur

Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, komposisi relative konstan. Ada pendapat yang menyatakan bahwa komposisi ASI relative konstan mulai minggu 3 sampai minggu ke-5.Merupakan cairan berwarna putih kekuningan yang berasal dari Ca-kasein, riboflafin dan karoten yang terdapat di dalamnya. Terdapat faktor anti microbial didalamnya yaitu antibodi terhadap bakteri dan virus, sel (fagosit granulosit dan makrofag serta limfosit tipe T), enzim (lisozim, laktoperosidase, lipase, katalase, fosfatase, amilase,


(38)

21

fosfodieterase, alkalifosfatase), protein (laktiferin, B12 binding protein), faktor resisten terhadap stafilokokus, Sel penghasil interferon, laktoferin merupakan suatu iron binding protein yang bersifat bakteriostatik kuat terhadap Escherichia coli dan juga menghambat pertumbuhan Candida albicans, Lactobacillus bifidus merupakan koloni kuman yang memetabolisasi laktosa menjadi asam laktat yang menyebabkan rendahnya Ph sehingga pertumbuhan kuman pathogen dapat dihambat

Immunoglobulin memberi mekanisme pertahanan yang efektif terhadap bakteri dan virus (terutama IgA) dan bila bergabung dengan komplemen dan lisozim merupakan suatu antibacterial nonspesifik yang mengatur pertumbuhan flora di usus

Faktor leukosit pada pH ASI mempunyai pengaruh mencegah pertumbuhan kuman pathogen (efek bakteriostatis dicapai pada Ph sekitar 7,2)

(Bahiyatun, 2009)

E. Lama dan Frekuensi Menyusui

Menyusui bayi sebaiknya tanpa dijadwal, karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (misalnya karena buang air) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat


(39)

mengosongkan satu payudara dalam 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Perhatikan tanda-tanda bila bayi sudah cukup ASI. Pada awalnya, bayi akan menyusu dengan jadwal yang tidak teratur, dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1 sampai 2 minggu kemudian. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik. Hal ini disebabkan oleh isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui ASI tanpa jadwal dan sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah banyak masalah yang mungkin timbul (Bahiyatun, 2009).

F. Tanda kecukupan ASI

Bayi berkemih 6 kali dalam 24 jam dan warnanya jernih sampai kuning muda, bayi sering buang air besar berwarna kekuningan dengan

bentuk “berbiji”, bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa lapar, bangun dan tidur cukup, bayi setidaknya menyusu 10-12 kali dalam 24 jam, Payudara ibu terasa lunak dan kosong setiap kali selesai menyusui, Ibu dapat merasakan rasa geli karena aliran ASI, setiap kali bayi mulai menyusu dan berat badan bayi bertambah (Bahiyatun, 2009).

G. Cara menyusui yang benar

Proses menyusui harus santai dan nyaman bagi ibu, ibu dapat duduk dengan bersandar, gunakan bantal untuk mengganjal bokong bayi. Menyusui bisa dimulai dari payudara kanan dengan meletakkan kepala bayi pada siku


(40)

23

kanan bagian dalam dengan posisi badan bayi menghadap badan ibunya. Tangan kanan memegang bokong dan paha bayi. Sangga payudara kanan dengan tangan kiri, tetapi tidak di bagian yang hitam lalu sentuh mulut bayi dengan puting susu anda untuk memberi rangsangan, bila bayi membuka mulut masukkan seluruh puting susu sebanyak mungkin sampai daerah areola tertutupi dan dekap bayi hingga ujung hidung bayi menyentuh payudara anda, ibu jari menekan sedikit payudara sehingga bayi bayi dapat bernafas.

Menyusui dapat terjadi kurang lebih 10-15 menit, lepaskan isapan bayi dengan menekan dagunya atau memasukkan jari kelingking yang bersih ke sudut mulut bayi. Sebelum dilanjutkan dengan menyusu pada payudara lain, sendawakan dahulu bayi agar tidak muntah dengan cara membuat posisi bayi menempel di pundak ibu (Ida ayu, 2009).

H. Posisi dalam menyusui

1. Posisi menggendong atau cradle position

Letakkan kepala bayi di lekuk lengan.Pegang badan dan bokong bayi dengan tangan dan lengan anda. Bayi berbaring menghadap anda. Payudara berada di depan muka bayi. Letakkan tangan bayi yang satu di belakang tubuh anda seperti posisi merangkul.

2. Posisi memegang kepala atau football position

Dengan cara meletakkan (menyelipkan bayi pada lengan bawah seperti memegang bola football dengan kepala bayi berada pada tangan anda.


(41)

Ini adalah posisi yang baik untuk ibu dengan operasi Caesar atau bayi yang kecil. Posisi ini akan mengurangi tekanan pada bagian perut. 3. Posisi miring atau lie on your side

Posisi tubuh ibu miring ke satu sisi dengan bayi menghadap ibu (berhadapan).Anda dapat menggunakan beberapa bantal untuk menyokong kepala dan pundak anda.Posisi ini baik untuk ibu dengan operasi Caesar atau yang masih sulit untuk duduk.

Jadi memberikan ASI yang benar adalah dengan menggerakan badan bayi kearah payudara dengan posisi yang nyaman buat anda berdua bukan dengan menggerakan payudara kearah tubuh bayi sehingga menyebabkan pundak dan punggung anda sakit.

(Suririnah, 2009)

I. Masalah Dalam Menyusui

Menurut Bobak (2005) ada beberapa macam masalah menyusui terkait dengan Ibu yang dapat menghambat dalam pemberian ASI yaitu:

1. Pembengkakan Payudara (ENGORGED)

Pembekakan (engorgement) ialah respons payudara terhadap hormon-hormon laktasi dan adanya air susu. Payudara membengkak dan menekan saluran air susu, sehingga bayi tidak memperoleh air susu. Rasa nyeri dapat menjalar ke aksila. Payudara biasanya terasa keras, tegang, dan panas akibat adanya peningkatan suplai darah dan kulit dapat terlihat tegang dan licin berkilat. Keadaan ini mebuat puting sulit


(42)

25

untuk dihisap oleh bayi. Proses menyusui dapat menimbulkan rasa nyeri pada ibu dan membuat baik ibu maupun bayi, frustasi. Engorgement harus diatasi secara agresif. Air susu mengandung faktor penghambat prolaktin. Setiap kali payudara penuh, kelenjar susu memperoleh pesan untuk menurunkan produksinya.

2. Puting yang terluka

Puting susu dapat terasa nyeri pada beberapa hari pertama. Puting yang terluka dapat di cegah atau dibatasi dengan mengambil posisi yang benar dan dengan menghindari engorgement sebelum hal ini terjadi. Rasa nyeri ialah suatu tanda yang jelas bahwa intervensi perlu dilakukan.

3. Saluran yang tersumbat

Kadang-kadang saluran air susu tersumbat, menimbulkan nyeri di payudara, yang terlihat bengkak dan panas. Saluran yang tersumbat ini dapat disebabkan oleh pengosongan payudara yang tidak baik, Pemakaian bra yang terlalu ketat, posisi menyusui yang tidak benar, atau selalu menggunakan posisi yang sama.

4. Afterpains

Ibu yang menyusui dapat mengalami afterpains. Afterpains lebih sering terjadi pada ibu multipara dari pada ibu primipara. Afterpains ini dapat cukup kuat sehingga ibu merasa tidak nyaman dan ketegangannya dapat mengganggu pemberian makan pada bayi. Ibu dapat menemukan


(43)

adanya peningkatan jumlah aliran lokia jumlah aliran lokia akibat kontraksi rahim yang menimbulkan afterpains.

5. Persepsi tentang jumlah susu

Suplai air susu yang tidak cukup jarang menjadi masalah karena hisapan menstimulasi aliran susu, pemberian susu dalam waktu cukup lama seharusnya dapat memberikan suplai susu dalam jumlah besar. 6. Infeksi pada ibu

Apabila ibu merasakan nyeri tekan pada payudara disertai demam dan perasaan yang umum di alami saat mengalami flu, kemungkinan telah terjadi infeksi pada payudara.

J. Faktor bayi

Faktor bayi juga turut mempengaruhi dalam hal pemberian ASI seperti bayi yang lahir dengan kelainan anatomi (cacat bibir atau palatum), bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), bayi yang tidak mau menyusu dan bayi dengan penyakit tertentu (Gibney, 2008 dalam Enih 2011). Adapun bayi yang dilahirkan dengan section caesarea lebih besar menderita resiko asfiksia dibandingkan dengan bayi yang lahir normal, hal ini dapat terjadi akibat bayi yang dilahirkan dengan section caesarea tidak mendapatkan kompresi dada saat kelahiran sehingga cairan dalam paru-paru yang harusnya terdorong keluar saat persalinan menjadi tidak dapat keluar dari saluran pernafasan (Cunningham, 2006).


(44)

27

K. Masalah menyusui pada ibu Sectio Caesarea

Ada beberapa penyebab ibu menunda untuk memberikan ASI kepada bayinya yaitu adanya luka operasi dan pengaruh obat bius dapat berefek pada penundaan pemberian ASI dan jalinan hubungan emosi ibu-anak. Bayi hasil operasi Caesar biasanya akan langsung ditempatkan diruang observasi (Ewa, 2015).

Waktu pengeluaran ASI pada pasien dengan Sectio Caesarea lebih lambat dibanding ibu yang melahirkan normal.Hal ini Dapat disebabkan oleh posisi menyusui yang kurang tepat, nyeri pasca operasi dan mobilisasi yang kurang (Desmawati, 2013). Mobilisasi adalah menggerakan anggota badan, gerakan ini bertujuan agar sirkulasi darah menjadi lancar, menghindari pembengkakan dan mencegah terjadinya gangguan pembuluh darah. Ibu dengan operasi caesar disarankan untuk mobilisasi setelah 8 jam paska persalinan (Deri, 2013). Dapat terjadi akibat psikologis dan kondisi ibu sectio caesarea yang berbeda dengan ibu yang melahirkan normal. Pemberian ASI secara dini juga dapat diakibatkan oleh kondisi bayi yang tidak memungkinkan (Syamsinar, 2013).

Walaupun terkadang ASI sudah keluar dihari pertama namun sebagian ibu Sectio Cesarea tidak setuju untuk memberikan ASI pada hari pertama, meskipun ibu mengetahui tentang pentingnya pemberian ASI. Alasan ibu tidak melakukan inisiasi hari pertama yaitu bayi yang belum dirawat gabung (Dwi, 2012). Rawat gabung adalah suatu cara perawatan yang menyatukan ibu


(45)

beserta bayinya dalam ruangan, kamar, atau suatu tempat secara bersama-sama dan tidak dipisahkan selama 24 jam penuh dalam sehari.

Tujuan dilakukannya rawat gabung antara lain:

1. Ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin dan setiap saat atau kapan saja saat dibutuhkan.

2. Ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi dengan benar seperti yang dilakukan oleh petugas.

3. Ibu mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam merawat bayinya. 4. Suami dan keluarga dapat dilibatkan secara aktif untuk mendukung dan

membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan benar.

L. Syarat Rawat gabung

Ibu dan bayi yang dirawat gabung harus memenuhi syarat sebagai berikut: bayi tidak asfiksia setelah 5 menit pertama (nilai APGAR bayi minimal 7), berat bayi lahir 2000-2500 gram atau lebih, bayi yang lahir secara sectio caesarea (SC) dengan anastesi umum rawat gabungnya dilakukan setelah ibu dan bayi sadar penuh, dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum (Dwienda, 2014).


(46)

29

M. Persalinan Sectio Caesarea

1. Definisi

Sectio caesarea (SC) adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus. Indikasi sectio caesarea bisa absolut atau relatif (Oxorn, 2010).

Hasil dari data Riskesdas tahun 2013 menunjukan pasien yang melakukan operasi SC di Indonesia rata-rata sebanyak 9,8% dengan angka kelahiran operasi SC tertinggi di provinsi DKI Jakarta sebanyak 19,9% dan terendah di Sulawesi tenggara sebanyak 3,3%.

2. Indikasi

Setiap keadaan yang membuat kelahiran lewat vagina tidak mungkin terlaksana merupakan indikasi yang pasti untuk persalinan dengan operasi. Diantaranya adalah panggul yang sempit dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi relatif, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tapi keadaan adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat sectio caesarea akan lebih aman bagi ibu, anak atau pun keduanya. Bukan saja menjadi aman bagi ibu, tetapi juga jumlah bayi yang cedera akibat partus lama dan pembedahan traumatik vagina menjadi berkurang. Selain itu, perhatian terhadap kualitas kehidupan dan pengembangan intelektual pada bayi telah memperluas indikasi sectio caesarea (Oxorn, 2010).


(47)

3. Dampak dari persalinan Sectio Caesarea

Dampak kesehatan pasca operasi ini cukup berat seperti infeksi, perdarahan, luka pada organ, komplikasi dari obat bius bahkan kematian (Iis, 2008). Persalinan ini juga membutuhkan waktu penyembuhan yang lebih lama karena efek pembiusan epidural pada tubuh bagian bawah. Oleh karena itu, ibu perlu satu-dua hari untuk bisa bangun dan berjalan dengan normal hal ini dapat mempengaruhi waktu pemberian ASI selain itu persalinan dengan operasi juga lebih mahal dibandingkan dengan persalinan normal (Nia, 2011).

Kecenderungan waktu recovery yang lebih lama membuat sebuah permulaan hubungan lekat antara ibu dan bayi tidak maksimal. Hal itu bukanlah sebuah awal yang baik untuk memulai hubungan dengan si kecil. Efek anastesi yang menyebabkan ibu mengantuk dalam waktu yang cukup lama serta rasa sakit pada luka bekas operasi bisa jadi membuat perhatian ibu lebih diarahkan untuk pemulihan diri sendiri ketimbang pada bayi mungilnya. Ada juga yang melaporkan bahwa ASI baru akan keluar setelah tiga atau lima hari karena adanya keterpisahan antara ibu dan bayi (Nia, 2011).

Penelitian sejalan yang dilakukan oleh Desmawati (2013) mengemukakan bahwa ada hubungan antara rooming in dengan kecepatan pengeluaran ASI dimana ibu yang melakukan roomingin kontinu pengeluaran ASI dapat keluar dalam waktu 23 jam dibanding intermiten


(48)

31

yang 48 jam. Luka bekas operasi juga dapat menyebabkan ibu tidak leluasa menggendong dan menyusui bayi meskipun rasa sakitnya berangsur akan hilang, tetapi masih diperlukan obat anti sakit untuk itu. Ibu juga tidak diperbolehkan mengangkat benda-benda yang terlalu berat selama periode waktu tertentu. Semakin tinggi nyeri yang dialami ibu post partum sectio caesarea, semakin lambat pengeluaran ASI.

Bayi yang disusui dengan gerakan menghisap yang berirama akan merangsang saraf yang terdapat di dalam glandula pituitari posterior. Rangsang refleks ini akan mengeluarkan oksitosin dari pituitari posterior yang menyebabkan sel-sel mioepitel di sekitar alveoli akan berkontraksi dan mendorong air susu masuk ke dalam pembuluh darah. Refleks ini dapat dihambat oleh adanya rasa sakit, misalnya nyeri pada jahitan bekas operasi (Nia, 2011).

Efek lainnya pada ibu adalah pada proses kelahiran selanjutnya. Ibu yang pada persalinan pertama melahirkan secara operasi harus membatasi jumlah kelahiran, yaitu maksimum empat anak dan jarak antar anak minimum dua tahun. Selain itu melahirkan secara normal setelah melahirkan secara caesar pada proses persalinan yang pertama dapat berbahaya bagi ibu karena dapat memicu timbulnya kerusakan di otak ibu apabila dilakukan sebelum jangka waktu dua tahun (Nia, 2011).

Efek bagi bayi yang lahir dengan operasi cenderung membuat nafasnya cepat dan tidak teratur, karena bayi tidak mengalami tekanan


(49)

kompresi dada saat kelahiran berbeda dengan bayi yang lahir normal, sehingga cairan dalam paru-parunya tidak keluar. Masalah pernafasan ini dapat terjadi selama beberapa hari setelah lahir, sehingga angka APGAR bayi rata-rata rendah, angka APGAR yang rendah juga dapat disebabkan oleh efek anastesi, kondisi bayi yang stress menjelang kelahiran, bayi yang tidak distimulasi sebagaimana bayi yang lahir normal. Sehingga bayi yang lahir lewat operasi membutuhkan perawatan dan alat bantu pernafasan yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir normal (Ewa, 2015)

Pemberian ASI pada bayiakan terhambat, karena bayi tidak dapat langsung menyusui sehingga waktu pengeluaran ASI juga dapat terhambat. Selain itu bayi dari ibu yang diberi banyak obat ketika proses persalinan menunjukkan pola perilaku yang kurang teratur dan sering tampak mengantuk. Obat-obatan anastesi atau analgesik yang diminum ibu juga berpengaruh kepada cepat atau sulitnya bayi beradaptasi pada lingkungan yang baru. Namun, dari segi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang mengalami proses operasi caesar, tidak terlalu banyak berbeda dengan bayi yang lahir dari persalinan normal. Hal tersebut lebih banyak ditentukan oleh kondisi bayi selama dalam kandungan. Jika saat dalam kandungan kondisi bayi sudah baik, kondisinya tidak akan jauh berbeda pada saat dilahirkan (Nia, 2011).


(50)

33

N. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Bobak (2005), Nia (2011), Ewa (2015), Desmawati (2013), Gobey (2008), Rowe-Murray & Fisher (2002). Chalmers, et al.(2010)

Proses pembentukan ASI terganggu ASI Section Caesarea Normal Jenis Persalinan Faktor internal Bayi Faktor Eksternal

Ibu dan bayi tidak berada di dalam satu ruangan yang sama (rawat pisah) Waktu menyusui

bayi di jadwalkan Bayi langsung

diberikan susu formula

Dukungan petugas

Nyeri

 jenis obat bius

ASI tidak keluar Kenyamanan ibu terganggu Produksi hormon oksitosin terganggu Proses menyusui tertunda Resiko kelainan anatomi, bblr dll

Dibawa Keruang perawatan khusus Tidak dilakukan IMD Refleks sucking bayi tidak terstimulasi Ibu berfokus kepada diri sendiri IBU Faktor yang mempengaruhi


(51)

34

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep mengacu pada tujuan penelitian yaitu memberikan gambaran pemberian ASI pada ibu dengan post sectio caesarea serta faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi terhambatnya pemberian IMD. Definisi operasional berisi pengertian batasan karakteristik hal yang akan diteliti dalam penelitian ini. Faktor internal yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah kondisi ibu (Nyeri setelah operasi, jenis anastesi, Pengeluaran ASI) dan bayi (Berat bayi lahir dan Kondisi anatomi). Untuk faktor eksternal yang akan diteliti meliputi (Aplikasi IMD di Rumah Sakit, Pemberian ASI pada ibu rawat gabung: waktu dan cara pemberian ASI).


(52)

35

Bagan 3.1 Kerangka konsep

FAKTOR INTERNAL IBU

 Nyeri Paska Operasi  Jenis Anastesi  Pengeluaran ASI BAYI

 Kondisi bayi (Berat badan lahir dan Fisik)

FAKTOR EKSTERNAL  Aplikasi IMD di Rumah

Sakit

 pemberian ASI pada ibu rawat gabung: waktu dan cara pemberian ASI

Pemberian ASI Ekslusif pada ibu Post Sectio Caesarea


(53)

B. Definisi Operasional

BAGAN 3.2 DEFINISI OPERASIONAL

No Variabel Subvariabel Definisi Operasional

Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala

1. Faktor internal: Faktor Ibu 1.Waktu pemberian ASI

2. Skala nyeri paska operasi

Faktor dari ibu yang

mempengaruhi proses pemberian ASI

1. Waktu antara operasi sampai menyusui yang pertama

2. Skala nyeri yang dirasakan setelah operasi dan dilakukan

pengukuran pada hari pertama sampai hari ketiga.

Kuesioner B

Kuesioner B

Data Primer (Langsung dari

responden)

Data Primer (Langsung dari

responden)

< 3 jam setelah melahirkan (bernilai 1)

3- 24 jam setelah persalinan (bernilai 2)

Hari kedua setelah persalinan (bernilai 3)

Lebih dari 2 hari (bernilai 4)

Ringan (skala ukur 1-3) (bernilai 1)

Sedang ( skala ukur 4-6) (bernilai 2)

Berat ( skala ukur 7-10) (bernilai 3)


(54)

37

3. Nyeri paska operasi

4. Waktu pengeluara n ASI

5. jenis obat anastesi

3.Nyeri yang dialami ibu yang mempengaruhi ibu untuk menunda memberikan ASI.

4. Waktu ASI mulai keluar untuk pertama kalinya setelah kelahiran

5. Jenis anastesi yang digunakan ibu yang menyebabkan ibu mengantuk dalam waktu yang cukup lama, sehingga tertundanya waktu pemberian ASI Kuesioner B Kuesioner B Kuesioner A

Data Primer (Langsung dari

responden)

Data Primer (Langsung dari responden) Observasi Data Sekunder (Rekam Medis)

Ya mempengaruhi (bernilai 0) Tidak mempengaruhi (bernilai 1)

Hari pertama persalinan (bernilai 1)

Hari kedua persalinan (bernilai 2)

lebih dari 2 hari setelah persalinan (bernilai 3)

Anastesi Spinal (bernilai 1) Anastesi Total (bernilai 0)

2. Faktor bayi

Kondisi bayi Keadaan fisiologis bayi yang tidak memungkinkan untuk diberikan ASI Kuesioner A Observasi Data Sekunder (Rekam Medis)

Bayi dalam keadaan sehat (bernilai 1)

Bayi memiliki sakit berat atau bayi sedang dipuasakan, BBLR, kelainan anatomi (bernilai 0)


(55)

3. Faktor eksternal

1. Aplikasi IMD di rumah sakit

2. Rawat gabung ibu-anak

3. Pemberian ASI pada ibu dengan rawat gabung

1. Aplikasi di rumah sakit tentang pelaksanaan IMD Suatu cara perawatan yang menyatukan ibu beserta bayinya dalam ruangan selama 24 jam penuh dalam sehari.

Waktu dan cara pemberian ASI pada ibu dengan rawat gabung Kuesioner B Kuesioner B Kuesioner B

Data Primer (Langsung dari

responden)

Data Primer (Langsung dari

responden)

Data Primer (Langsung dari

responden)

Bayi diletakkan di perut ibu dan menghisap puting (bernilai 1)

Bayi diletakkan di perut ibu namun tidak menghisap puting (bernilai 0)

Bayi langsung dibawa keruangan lain (bernilai 0)

Ya (jika ya akan bernilai 1) Tidak (jika tidak akan bernilai 0)

Kapanpun ketika dia menangis atau terlihat lapar

Dari jadwal yang sudah ditentukan

Saya memompa ASI lalu memberikannya ke petugas untuk diberikan ke bayi saya Saya tidak memberikan ASI saya


(56)

39

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu dimaksudkan untuk mendeskripsikan secara sistematis dan akurat suatu situasi atau area populasi tertentu yang bersifat faktual. Dengan tujuan mendeskripsikan seperangkat peristiwa atau kondisi populasi saat ini (Sudarwan, 2003).

B. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua rumah sakit yaitu salah satu RS Swasta di Depok dan RSU Kabupaten Tangerang. Berlangsung dari tanggal 11 april sampai 25 april 2016. Alasan pemilihan tempat karena ada perbedaan kebijakan rooming in dari kedua rumah sakit dan juga karena keterbatasan peneliti dalam hal biaya, tenaga dan sedikitnya jumlah responden yang berada di rumah sakit.

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling a. Populasi

Populasi adalah kumpulan dari individu atau objek atau fenomena yang secara potensial dapat diukur sebagai bagian dari penelitian (Mazhindu and scott, 2005 dalam I Ketut, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin post Sectio caesarea di RSU Kabupaten Tangerang dan salah satu RS Swasta di Depok.


(57)

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu sehingga dianggap dapat mewakili populasinya. Metode pada penelitian ini menggunakan accidental sampling.

a) Kriteria sampel 1. Kriteria inklusi

1) Ibu post Sectio Caesarea yang sudah berada di ruang perawatan

2) Anak lahir hidup

3) Bersedia menjadi responden b) Jumlah sampel

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mengalami kelahiran Sectio Caesarea yang ditemui dan memenuhi kriteria inklusi pada tanggal 11 sampai 25 april 2016.

D. Teknik pengambilan sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental samplingalasan peneliti mengambil metode ini adalah karena sedikitnya pasien yang melahirkan dengan section caesarea di rumah sakit maka peneliti mengambil teknik ini karena metode ini lebih mudah dan cepat dalam mengambil responden.


(58)

41

E. Teknik pengumpulan data a. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April 2016. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan bantuan asisten peneliti.

b. Tahap pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti membuat surat perijinan dari kampus dan mendapatkan tanda tangan pembimbing juga dekan fakultas kedoteran dan ilmu kesehatan, setelah mendapat surat perijinan dari pihak fakultas lalu peneliti menghubungi pihak rumah sakit untuk meminta izin melakukan penelitian di tempat tersebut, setelah mendapat persetujuan dari pihak RS untuk melakukan penelitian disana peneliti meminta izin kepada penanggung jawab ruangan dengan menyampaikan maksud dan tujuan penelitian kemudian mengidentifikasi responden yang memenuhi kriteria inklusi.

Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan penelitian untuk meminta kesediaan menjadi responden dengan mengisi inform consent. Jika responden setuju dan mengisi kuesioner peneliti akan memberikan kuesioner kepada ibu dan jika ibu ingin dibacakan saja karena sibuk mengurus bayinya maka peneliti akan membacakan pertanyaan yang dijawab responden lalu menuliskan jawaban responden ke dalam lembar kuesioner. Jika sudah selesai peneliti akan mengecek kelengkapan kuesioner dan meminta


(59)

responden mengisi kembali jika ditemukan data yang tidak lengkap. Setelah selesai peneliti akan melihat rekam medis pasien untuk melihat jenis anastesi dan kondisi bayi setelah kelahiran.

F. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Uji Validitas berguna untuk mengetahui apakah ada pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang harus dibuang/diganti karena dianggap tidak relevan. Pengujiannnya dilakukan secara statistik, yang dapat dilakukan secara manual atau dukungan computer, misalnya melalui bantuan paket computer SPSS (Husein, 2011). Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan uji validitas Pearson Product Moment. Uji validitas dilakukan di rumah sakit dengan 31 responden. Hasil validitas ditemukan dari 12 pertanyaan yang diujikan terdapat 3 pertanyaan yang tidak valid. Akhirnya peneliti mengganti pertanyaan tersebut dengan tidak menghilangkan variabel nya.

2. Reliabilitas

Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrument yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama. Misal, seseorang yang telah mengisi kuesioner dimintakan mengisi lagi karena kuesioner pertama hilang. Isian kuesioner pertama dan kedua haruslah sama atau


(60)

43

dianggap sama (Husein, 2011). Uji Reliabilitas pada penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach yaitu suatu variable dikatakan reliabel jika Alpha Cronbach> 0,6. Hasil alpha cronbach yang didapat 0,641 yang berarti bahwa kuesioner ini dapat dikatakan reliabel.

G. Pengolahan data

Proses pengolahan data penelitian menurut Notoatmojo (2010) menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing

Editing adalah kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan hasil wawancara, kuesioner. Apabila ditemukan jawaban belum lengkap dapat dilakukan pengambilan data ulang jika memungkinkan.Tetapi apabila tidak memungkinkan maka data tersebut tidak dapat diolah. Dalam penelitian

2. Coding

Pengkodean atau coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

3. Entry Data

Entry data yaitu jawaban-jawaban dari masing-masing responden

yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukan kedalam


(61)

4. Cleaning Data

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan terjadi kesalahan kode, ketidak lengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

H. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan peneliti akan menggunakan analisis univariat yang kemudian akan diinterpretasikan dalam bentuk deskriptif. Dalam data yang diolah dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan proses cut of point.

I. Etika penelitian

Etika membantu manusia untuk melihat atau menilai secara kritis moralitas yang dihayati dan dianut oleh masyarakat. Etika juga membantu dalam merumuskan pedoman etis atau norma-norma yang diperlukan dalam kelompok masyarakat, termasuk masyarakat professional.Sedangkan etika dalam penelitian menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan penelitian, dari proposal penelitian sampai dengan publikasi hasil penelitian.


(62)

45

Jenis-jenis etika penelitian menurut Notoatmojo (2010) adalah sebagai berikut:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut.Disampaing itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi atau tidak memberikan informasi (berpatisipasi). Sebagai ungkapan, peneliti menghormati harkat dan martabat subjek penelitian, peneliti seogianya mempersiapkan formulir persetujuan subjek (inform concent) yang mencakup:

a. Penjelasan manfaat penelitian.

b. Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan.

c. Penjelasan manfaat yang didapatkan.

d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subjek berkaitan dengan prosedur penelitian.

e. Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek penelitian kapan saja.

f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi yang diberikan oleh responden.


(63)

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu, peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan identitas subjek. Peneliti seogiianya cukup menggunakan coding sebagai pengganti identitas responden.

3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran, keterbukaan dan keterhati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan jender, agama, etnis dan sebagainya.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

(balancing harms and benefits)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi masyarakat pada umumnya dan subjek penelitian pada khususnya. Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan bagi


(64)

47

subjek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, stress maupun kematian subjek penelitian.

Mengacu pada prinsip-prinsip dasar penelitian tersebut, maka setiap penelitian yang dilakukan oleh siapa saja, termasuk para peneliti kesehatan hendaknya:

a. Memenuhi kaidah keilmuan yang dilakukan berdasarkan hati nurani, moral, kejujuran, kebebasan dan tanggung jawab.

b. Merupakan upaya untuk mewujudkan ilmu pengetahuan, kesejahteraan, martabat dan peradaban manusia serta terhindar dari segala sesuatu yang menimbulkan kerugian atau membahayakan subjek penelititan atau masyarakat pada umumnya.


(65)

48

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Tempat Penelitian

1. Gambaran Umum

a. RSU Kabupaten Tangerang

Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang adalah Rumah Sakit pemerintah tipe B yaitu rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas. Rumah sakit ini didirikan disetiap Ibukota provinsi yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit lain. RSU Kabupaten Tangerang juga merupakan rumah sakit rujukan bagi warga di wilayah Banten khususnya dalam keadaan persalinan yang gawat dan juga merupakan Rumah Sakit pendidikan di kota Tangerang dan sekitarnya. Lokasi Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang berada di tengah wilayah Kota Tangerang tepatnya di Jl Ahmad Yani no 9 di dekat gedung pusat pemerintahan Kota Tangerang.

Rumah sakit ini memiliki visi menjadi rumah sakit modern, unggul dan salah satu misi dari RSU kabupaten Tangerang adalah untuk menekan angka kematian ibu dan bayi.


(66)

49

b. RS Swasta di daerah Depok

RS ini adalah rumah sakit swasta tipe C yaitu rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran subspesialis terbatas. Rumah sakit ini dapat menampung pelayanan rujukan dari puskesmas. Merupakan rumah sakit Ibu-Anak yang berada di wilayah Depok rumah sakit yang mempunyai kebijakan tentang pemberian IMD sesegera mungkin setelah bayi lahir untuk menciptakan kedekatan ibu dan bayi sedini mungkin serta untuk meningkatkan kepercayaan ibu untuk memberikan ASI. Namun memiliki kebijakan lain tentang rawat gabung ibu dan bayi yaitu untuk pasien kelas dua dan kelas tiga bayi hanya menyusui sesuai dengan jadwal yang ditentukan oleh rumah sakit, bayi akan dibawa kembali ke ruang perawatan bayi jika sudah selesai disusui.

B. Analisa Univariat

Analisa univariat menjelaskan atau mendeskripsikan data demografi, IMD, waktu pemberian ASI untuk pertama kalinya, waktu pengeluaran ASI, nyeri paska operasi, posisi menyusui, mobilisasi yang kurang, jenis anastesi, kondisi bayi, Aplikasi IMD di rumah sakit.

1. Data demografi

Data demografi mencakup jumlah kelahiran, usia ibu, pendidikan terakhir, jumlah persalinan dengan operasi, alasan dilakukannya operasi.


(67)

a. Jumlah kelahiran

Tabel 5.1

Distribusi frekuensi jumlah kelahiran di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok

Tahun 2016

Jumlah kelahiran Frekuensi

n=65

(%)

Primipara 20 30,8

Multi para 45 69,2

Total 65 100,0

Tabel 5.1 menunjukan frekuensi jumlah kelahiran ibu di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok lebih banyak terjadi pada ibu multipara yaitu sebanyak 69,2% dan untuk ibu primipara hanya sekitar 30,8%.

b. Usia ibu

Table 5.2

Distribusi frekuensi usia ibu di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok Tahun 2016

Usia Frekuensi

n=65

(%)

< 20 tahun 4 6,2

20-25 tahun 18 27,7

26-30 tahun 17 26,2

> 30 tahun 26 40,0

Total 65 100,0

Table 5.2 menunjukan frekuensi usia ibu terbanyak ketika melahirkan adalah lebih dari 30 tahun (40%) dan hanya sedikit yang kurang dari 20 tahun yaitu 6,2%.


(68)

51

c. Pendidikan terakhir

Table 5.3

Distribusi frekuensi pendidikan terkahir ibu di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok Tahun 2016

Pendidikan Frekuensi

n=65

Presentase (%)

Tidak sekolah 1 1,5

SD 19 29,2

SMP 19 29,2

SMA 21 32,3

Perguruan Tinggi 5 7,7

Total 65 100,0

Tabel 5.3 menunjukan ada 1,5% ibu yang tidak sekolah dan paling banyak responden adalah berlatar belakang pendidikan SMA sebanyak 32,3%.

d. Jumlah persalinan dengan operasi Tabel 5.4

Distribusi frekuensi kali keberapa melakukan persalinan dengan operasi di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok

Tahun 2016

Persalinan Frekuensi

n=65

Presentase (%)

Kali Pertama 45 69,2

Kali Kedua 19 29,2

Lebih dari dua kali 1 1,5

Total 65 100,0

Tabel 5.4 menunjukan sebagian besar responden yaitu 69,2% baru pertama kalinya melakukan persalinan dengan operasi dan hanya 1,5% yang sudah melakukan persalinan dengan operasi lebih dari dua kali.


(69)

e. Alasan dilakukannya operasi Tabel 5.5

Distribusi frekuensi alasan persalinan dengan operasi di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok Tahun 2016

Alasan Frekuensi

n=65

Presentase (%)

Sungsang 10 15,4

Hipertensi gestasional 13 20,0

Bayi besar 9 13,8

Air ketuban habis 13 20,0

Anak sebelumnya lahir SC 9 13,8

Gagal induksi 3 4,6

Panggul sempit 5 7,7

Kelilit ari- ari 1 1,5

Plasenta previa 1 1,5

Hipermio 1 1,5

Total 65 100,0

Dari tabel 5.5 menunjukan bahwa alasan terbanyak yang menyebabkan persalinan dengan Sectio caesarea adalah karena hipertensi gestasional dan air ketuban habis masing-masing sebanyak 20% sedangkan alasan terendah dikarenakan kelilit ari-ari, plasenta previa dan hipermio dengan presentase masing-masing 1,5%.

f. Inisiasi Menyusui Dini

Tabel 5.6

Distribusi frekuensi inisiasi menyusui dini di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok

Tahun 2016

IMD Frekuensi

n=65

Presentase (%)

Tidak melakukan 48 73,8

Melakukan 17 26,2


(70)

53

Tabel 5.6 menunjukan sebagian besar ibu tidak melakukan Inisiasi menyusui dini dengan benar sebanyak 73,8% dan hanya 26,2% saja yang melakukan inisiasi menyusui dini dengan benar.

g. Jenis Anastesi

Tabel 5.7

Distribusi frekuensi jenis anastesi yang digunakan ibu operasi sectio caesarea di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok

Tahun 2016

Anastesi Frekuensi

n=65

Presentase (%)

Anastesi spinal 62 95,4

Anastesi Total 3 4,6

Total 65 100,0

Tabel 5.7 menjelaskan bahwa anastesi spinal lebih banyak digunakan ibu yaitu sebanyak 95,4% dan hanya 4,6% responden yang menggunakan anastesi total.

h. Kondisi bayi

Tabel 5.8

Distribusi frekuensi kondisi bayi dengan ibu sectio caesarea di RSU kab. Tangerang dan RS Swasta Depok

Tahun 2016

Kondisi Frekuensi

n=65

Presentase (%)

BBLR 1 1,5

Baik 64 98,5


(1)

Alasanoperasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Sungsang 10 15,4 15,4 15,4

hipertensi gestasional 13 20,0 20,0 35,4

bayi besar 9 13,8 13,8 49,2

air ketuban habis 13 20,0 20,0 69,2

anak sebelumnya lahir sc 9 13,8 13,8 83,1

gagal induksi 3 4,6 4,6 87,7

panggul sempit 5 7,7 7,7 95,4

kelilit ari-ari 1 1,5 1,5 96,9

plasenta previa 1 1,5 1,5 98,5

Hipermio 1 1,5 1,5 100,0

Total 65 100,0 100,0

B.

Pemberian ASI

imd

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

tidak dilakukan 48 73,8 73,8 73,8

dilakukan 17 26,2 26,2 100,0

Total 65 100,0 100,0

bius

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

biustotal 3 4,6 4,6 4,6

biusspinal 62 95,4 95,4 100,0

Total 65 100,0 100,0

kondisibayi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Bblr 1 1,5 1,5 1,5

Baik 64 98,5 98,5 100,0


(2)

pertamamenyusui

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

kurang dari 3 jam 21 32,3 32,3 32,3

3-24 jam 19 29,2 29,2 61,5

hari kedua 18 27,7 27,7 89,2

lebih dari hari kedua 7 10,8 10,8 100,0

Total 65 100,0 100,0

asikeluar

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

hari pertama 33 50,8 50,8 50,8

hari kedua 19 29,2 29,2 80,0

lebih dari hari kedua 13 20,0 20,0 100,0

Total 65 100,0 100,0

pengaruhnyeri

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

YA 10 15,4 15,4 15,4

TIDAK 55 84,6 84,6 100,0

Total 65 100,0 100,0

skalanyeriharipertama

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Ringan 5 7,7 7,7 7,7

Sedang 26 40,0 40,0 47,7

Berat 34 52,3 52,3 100,0

Total 65 100,0 100,0

skalanyeriharikedua

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

ringan 12 18,5 18,5 18,5

sedang 44 67,7 67,7 86,2

berat 9 13,8 13,8 100,0


(3)

skalanyerihariketiga

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

ringan 30 46,2 46,2 46,2

sedang 34 52,3 52,3 98,5

berat 1 1,5 1,5 100,0

Total 65 100,0 100,0

roomingin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Tidak satu ruangan dari hari pertama 42 64,6 64,6 64,6

satu ruangan dari hari pertama 23 35,4 35,4 100,0

Total 65 100,0 100,0

menyusui * roomingin Crosstabulation

roomingin Total

Tidak satu ruangan dari hari

pertama

satu ruangan dari hari pertama

menyusui

menyusui Count 14 21 35

% within roomingin 33,3% 91,3% 53,8%

tidak menyusui Count 28 2 30

% within roomingin 66,7% 8,7% 46,2%

Total Count 42 23 65

% within roomingin 100,0% 100,0% 100,0%

pertamamenyusui * nyeri Crosstabulation

nyeri Total

YA TIDAK

pertamamenyusui

kurang dari 3 jam Count 2 19 21

% within nyeri 20,0% 34,5% 32,3%

3-24 jam Count 4 15 19

% within nyeri 40,0% 27,3% 29,2%

hari kedua Count 3 15 18

% within nyeri 30,0% 27,3% 27,7%

lebih dari hari kedua Count 1 6 7

% within nyeri 10,0% 10,9% 10,8%

Total Count 10 55 65


(4)

roomingin * carapemberianasi Crosstabulation

carapemberianasi Total

langsung tidak langsung

tidak memberikan

asi

Roomingin

Tidak satu ruangan dari hari pertama

Count 13 1 28 42

% within carapemberianasi

38,2% 100,0% 93,3% 64,6%

satu ruangan dari hari pertama

Count 21 0 2 23

% within carapemberianasi

61,8% 0,0% 6,7% 35,4%

Total

Count 34 1 30 65

% within carapemberianasi

100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

pertamamenyusui * nyeri Crosstabulation

nyeri Total

YA TIDAK

pertamamenyusui

kurang dari 3 jam Count 2 19 21

% within nyeri 20,0% 34,5% 32,3%

3-24 jam Count 4 15 19

% within nyeri 40,0% 27,3% 29,2%

hari kedua Count 3 15 18

% within nyeri 30,0% 27,3% 27,7%

lebih dari hari kedua Count 1 6 7

% within nyeri 10,0% 10,9% 10,8%

Total Count 10 55 65

% within nyeri 100,0% 100,0% 100,0%

roomingin * waktupemberianasi Crosstabulation

waktupemberianasi Total sesuai

keinginan bayi

sesuai jadwal rumah sakit

tidak memberika

n asi

Roomingin

Tidak satu ruangan dari hari pertama

Count 0 14 28 42

% within

waktupemberianasi

0,0% 100,0% 93,3% 64,6%

satu ruangan dari hari pertama

Count 21 0 2 23

% within

waktupemberianasi

100,0% 0,0% 6,7% 35,4%

Total

Count 21 14 30 65

% within

waktupemberianasi


(5)

haripertama * asikeluar Crosstabulation

asikeluar Total

hari pertama hari kedua lebih dari hari kedua

haripertama

ringan Count 2 0 3 5

% within asikeluar 6,1% 0,0% 23,1% 7,7%

sedang Count 14 7 5 26

% within asikeluar 42,4% 36,8% 38,5% 40,0%

berat Count 17 12 5 34

% within asikeluar 51,5% 63,2% 38,5% 52,3%

Total Count 33 19 13 65

% within asikeluar 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

harikedua * asikeluar Crosstabulation

asikeluar Total

hari pertama hari kedua lebih dari hari kedua

harikedua

ringan Count 6 1 5 12

% within asikeluar 18,2% 5,3% 38,5% 18,5%

sedang Count 22 17 5 44

% within asikeluar 66,7% 89,5% 38,5% 67,7%

berat Count 5 1 3 9

% within asikeluar 15,2% 5,3% 23,1% 13,8%

Total Count 33 19 13 65

% within asikeluar 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

hariketiga * asikeluar Crosstabulation

asikeluar Total

hari pertama hari kedua lebih dari hari kedua

hariketiga

ringan Count 14 9 7 30

% within asikeluar 42,4% 47,4% 53,8% 46,2%

sedang Count 18 10 6 34

% within asikeluar 54,5% 52,6% 46,2% 52,3%

berat Count 1 0 0 1

% within asikeluar 3,0% 0,0% 0,0% 1,5%

Total Count 33 19 13 65


(6)

pertamamenyusui * asikeluar Crosstabulation

asikeluar Total

hari pertama hari kedua lebih dari hari kedua

Pertamamenyusui

kurang dari 3 jam

Count 15 3 3 21

% within asikeluar

45,5% 15,8% 23,1% 32,3%

3-24 jam

Count 13 4 2 19

% within asikeluar

39,4% 21,1% 15,4% 29,2%

hari kedua

Count 3 11 4 18

% within asikeluar

9,1% 57,9% 30,8% 27,7%

lebih dari hari kedua

Count 2 1 4 7

% within asikeluar

6,1% 5,3% 30,8% 10,8%

Total

Count 33 19 13 65

% within asikeluar

100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

delay * bius Crosstabulation

bius Total

total spinal

delay

kurang dari 3 jam Count 0 21 21

% within bius 0,0% 33,9% 32,3%

lebih dari 3 jam Count 3 41 44

% within bius 100,0% 66,1% 67,7%

Total Count 3 62 65

% within bius 100,0% 100,0% 100,0%

delay * kondisibayi Crosstabulation

kondisibayi Total

bblr baik

Delay

kurang dari 3 jam Count 0 21 21

% within kondisibayi 0,0% 32,8% 32,3%

lebih dari 3 jam Count 1 43 44

% within kondisibayi 100,0% 67,2% 67,7%

Total Count 1 64 65