ISU PROPERTI DI KAWASAN ASIA PASIFIK

BAB I PENDAHULUAN

1.1 ISU PROPERTI DI KAWASAN ASIA PASIFIK

Pricewaterhouse Coopers PwC dan Urban Land Institute UIl dari Amerika Serikat pada tahun 2007 merilis survey mengenai kota paling prospektif untuk investasi properti di Asia Pasifik. Diuraikan dalam survey tersebut bahwa Shanghai, Singapura, dan Tokyo secara berurutan menduduki tempat teratas sebagai kota paling menjanjikan dalam investasi industri properti di antara 20 kota yang ada di Asia Pasifik. Jakarta yang ikut disurvey berada pada urutan paling akhir www.vibiznews.com , Oktober 2007. Sentimen para investor untuk membeli atau mempertahankan kepemilikan propertinya di Shanghai, Singapura, dan Tokyo berada pada kondisi lebih kuat dibanding sentimen untuk jual, demikian diberitakan dalam www. earthtimes.org . Shanghai menempati urutan teratas sebagai kota paling prospektif untuk investasi properti pada 2008, naik dibanding tahun 2007 yang berada pada peringkat kedua. Singapura melompat dari peringkat empat ke posisi dua dan posisi Tokyo sama dengan posisi sebelumnya, yakni di urutan tiga. Pada urutan keempat, survei PwC tersebut menetapkan Osaka yang kemudian disusul Hong Kong 5, Beijing 6, Seoul 7, Ho Chi Minh City 8, Guangzhou 9, dan MumbaiBombay 10. Kuala Lumpur berada di posisi 11 sebagai kota paling prospektif untuk investasi industri properti di Asia Pasifik, disusul Bangalore, New Delhi, Auckland, dan Sydney pada posisi 12, 13, 14, dan 15. Selanjutnya lima posisi juru kunci secara berurutan ditempati oleh Taipei 16, Melbourne 17, Bangkok 18, Manila 19, dan Jakarta, menempati urutan paling akhir dari 20 kota yang terjaring oleh survei yang dilakukan PwC. Gambar 1. Salah satu sudut Kota Shanghai. Kota Shanghai menempati urutan teratas sebagai kota paling prospektif untuk investasi properti pada 2008, naik dibanding tahun 2007 yang ‘hanya’ berada pada peringkat kedua. Meskipun secara prospek Jakarta relatif rendah di kawasan Asia Pasifik, terutama dilihat dari pergerakan harga propertinya, namun di sisi lain Jakarta termasuk unggul dari sisi hasil sewa, demikian menurut hasil riset lainnya dari Global Property Guide. Riset menunjukkan bahwa pada akhir semester I tahun 2007, tingkat hasil return sewa apartemen dan hunian di Jakarta adalah sebesar 10,5896 per tahun, yang tertinggi kedua setelah Phnom Penh 11,2596. Angka return tersebut, bahkan, mengalahkan kota‐kota besar dunia seperti New York, London, dan Singapura. Namun demikian, Global Property Guide menyebutkan bahwa yield yang diberikan oleh properti Indonesia itu masih dalam status gross kotor. Untuk mendapatkan yield bersih, investor atau pemilik properti masih harus memperhitungkan sejumlah hal yang dianggap Universitas Sumatera Utara sebagai faktor negatif industri properti di Indonesia. Riset tersebut menyatakan ada empat faktor negatif yang harus diperhitungkan, yaitu pembatasan kepemilikan properti yang sangat ketat, pajak pendapatan sewa yang tinggi, biaya transaksi yang besar, serta ancaman terorisme dan bencana alam.

1.2 ISU PROPERTI DAN PERKEMBANGAN SUPERBLOK DI KOTA JAKARTA