BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI
4.1 Analisis Tren Industri Properti Nasional
Industri properti nasional semestinya punya momentum untuk tumbuh pesat sepanjang
2007. Sebagai bagian dari kawasan Asia‐Pasifik, harusnya kita bisa menggunakan
momentum itu untuk meraihnya menjadi keuntungan domestik. Industri properti di Asia‐
Pasifik sepanjang 2007 meraih kesuksesan bersama yang ditunjukkan oleh statistik tren
pertumbuhan harga rumah dan perkantoran yang tinggi.
Gambar 10. Perbandingan antara supply, take up, dan vacancy rate untuk ruang perkantoran di beberapa
kota di Asia Pasifik sejak tahun 2005, dan proyeksinya hingga tahun 2009. sumber : Colliers International, Asia Pacific Office Market Review, Regional research, January 2008.
Universitas Sumatera Utara
Menurut riset dari Global Property Guide, lembaga riset dan publikasi kajian properti global,
Asia Pasifik berkibar dengan mencapai pertumbuhan harga properti hingga di atas 20.
Singapura, Shanghai, dan Filipina masuk dalam deretan negara Asia yang paling bersinar
dengan pertumbuhan harga properti 13‐28. Indonesia dan Malaysia pun menikmati
sukses bersama kawasan itu, tapi sayang pencapaian keduanya hanya tumbuh 5,24 dan
3,20. Bahkan kalau diukur dengan perhitungan inflasi, perkembangan harga properti
Indonesia minus 1,18. Kenapa Indonesia tidak bisa maksimal memanfaatkan momentum
kebangkitan industri properti di kawasannya? Agaknya hal itu bisa dicarikan simpul
persoalannya, sehingga persoalan itu menjadi relevan dengan apa yang ada di balik industri
properti ketika hal itu terjadi. Beberapa persoalan tesebut antara lain :
Tabel 1. Transaksi terbesar terhadap kebutuhan ruang perkantoran di Jakarta. sumber : Colliers
International, Asia Pacific Office Market Review, Regional research, January 2008.
1. Pertama,
industri properti Indonesia masih miskin instrumen investasi yang menyebabkan
investor dan pasar tidak punya banyak media sebagai alternatif untuk masuk
ke industri ini. Sebenarnya, property trust atau real estate investment trust REIT,
instrumen investasi paling populer di dunia properti internasional saat ini dan diharapkan
sudah bisa beroperasi di Indonesia. Tapi nyatanya, regulasi REIT tidak kunjung
keluar hingga Departemen Keuangan baru memberi jaminan akan keluar awal
2008. 2.
Kedua, belum adanya akses langsung bagi asing memiliki properti di Indonesia.
Padahal ada ratusan ribu ekspatriat mapan yang bisa jadi objek pasar produk
properti tertentu. Belum lagi potensi pasar properti dari sektor pariwisata, seperti di
Bali dan sejumlah kota tujuan wisata dunia lain. Produk properti di Indonesia yang
masih murah termasuk di kawasan paling potensial dibeli asing sekalipun, seperti
Jakarta, Surabaya, Balikpapan, dan Bali.
4.2 Evaluasi Potensi Superblok Terhadap Industri Properti Nasional