Perkembangan Superblok Dalam Perspektif Investasi Bidang Properti Di Kawasan Asia Pasifik
PERKEMBANGAN SUPERBLOK
DALAM PERSPEKTIF INVESTASI BIDANG PROPERTI
DI KAWASAN ASIA PASIFIK
Penulis :
HAJAR SUWANTORO, ST., MT. NIP. 19790203 200501 1 001
DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011
(2)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat ridhoNya, maka karya tulis ini dapat diselesaikan. Terima kasih yang setulusnya disampaikan kepada berbagai pihak yang telah ikut membantu dan mendukung dengan penuh dedikasi, baik secara moril dan materil.
Dalam konsep superblok, suatu lingkungan binaan dalam upaya menciptakan kualitas kota yang lebih baik dapat diwujudkan melalui suatu proses perencanaan yang terintegrasi dimana semua fungsi dan pengelolaan dari kawasan yang direncanakan dijadikan sebagai sebuah kesatuan yang besar dan tunggal. Dalam sudut pandang ini, suatu superblok mempunyai peran yang penting dalam meningkatkan mutu lingkungan perkotaan di dalam kawasannya, juga lingkungan lain di sekitar kawasannya. Akan tetapi, muncul beberapa persoalan yaitu keterbatasan lahan juga nvestasi yang sangat besar, di antaranya untuk membeli tanah, membangun bangunan, dan infrastruktur yang baik. Permasalahan tersebut layak untuk dikaji dan diteliti, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan properti, maka pembangunan superblok‐superblok lain nantinya akan lebih baik dan bukan justru menambah beban bagi kualitas kehidupan di perkotaan.
Karya tulis ini tentu masih belum sempurna, oleh sebab itu penulis akan sangat menghargai kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan selanjutnya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Februari 2011
Penulis
(3)
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I Pendahuluan 1
BAB II Tinjauan Teori 5
BAB III Studi Kasus 8
BAB IV Analisis dan Evaluasi 17
Daftar Pustaka
(4)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 ISU PROPERTI DI KAWASAN ASIA PASIFIK
Pricewaterhouse Coopers (PwC) dan Urban Land Institute (UIl) dari Amerika Serikat pada
tahun 2007 merilis survey mengenai kota paling prospektif untuk investasi properti di Asia Pasifik. Diuraikan dalam survey tersebut bahwa Shanghai, Singapura, dan Tokyo secara berurutan menduduki tempat teratas sebagai kota paling menjanjikan dalam investasi industri properti di antara 20 kota yang ada di Asia Pasifik. Jakarta yang ikut disurvey berada pada urutan paling akhir (www.vibiznews.com, Oktober 2007).
Sentimen para investor untuk membeli atau mempertahankan kepemilikan propertinya di Shanghai, Singapura, dan Tokyo berada pada kondisi lebih kuat dibanding sentimen untuk jual, demikian diberitakan dalam www. earthtimes.org. Shanghai menempati urutan teratas sebagai kota paling prospektif untuk investasi properti pada 2008, naik dibanding tahun 2007 yang berada pada peringkat kedua. Singapura melompat dari peringkat empat ke posisi dua dan posisi Tokyo sama dengan posisi sebelumnya, yakni di urutan tiga.
Pada urutan keempat, survei PwC tersebut menetapkan Osaka yang kemudian disusul Hong Kong (5), Beijing (6), Seoul (7), Ho Chi Minh City (8), Guangzhou (9), dan Mumbai/Bombay (10). Kuala Lumpur berada di posisi 11 sebagai kota paling prospektif untuk investasi industri properti di Asia Pasifik, disusul Bangalore, New Delhi, Auckland, dan Sydney pada posisi 12, 13, 14, dan 15. Selanjutnya lima posisi juru kunci secara berurutan ditempati oleh Taipei (16), Melbourne (17), Bangkok (18), Manila (19), dan Jakarta, menempati urutan paling akhir dari 20 kota yang terjaring oleh survei yang dilakukan PwC.
Gambar 1. Salah satu sudut Kota Shanghai. Kota
Shanghai menempati urutan teratas sebagai kota paling prospektif untuk investasi properti pada 2008, naik dibanding tahun 2007 yang ‘hanya’ berada pada peringkat kedua.
Meskipun secara prospek Jakarta relatif rendah di kawasan Asia Pasifik, terutama dilihat dari pergerakan harga propertinya, namun di sisi lain Jakarta termasuk unggul dari sisi hasil sewa, demikian menurut hasil riset lainnya dari Global Property Guide. Riset menunjukkan bahwa pada akhir semester I tahun 2007, tingkat hasil (return) sewa apartemen dan hunian di Jakarta adalah sebesar 10,5896 per tahun, yang tertinggi kedua setelah Phnom Penh (11,2596). Angka return tersebut, bahkan, mengalahkan kota‐kota besar dunia seperti New York, London, dan Singapura.
Namun demikian, Global Property Guide menyebutkan bahwa yield yang diberikan oleh properti Indonesia itu masih dalam status gross (kotor). Untuk mendapatkan yield bersih, investor atau pemilik properti masih harus memperhitungkan sejumlah hal yang dianggap
(5)
sebagai faktor negatif industri properti di Indonesia. Riset tersebut menyatakan ada empat faktor negatif yang harus diperhitungkan, yaitu pembatasan kepemilikan properti yang sangat ketat, pajak pendapatan sewa yang tinggi, biaya transaksi yang besar, serta ancaman terorisme dan bencana alam.
1.2 ISU PROPERTI DAN PERKEMBANGAN SUPERBLOK DI KOTA JAKARTA
Pembangunan properti di pinggiran Kota Jakarta dalam beberapa tahun ini sudah dianggap
tidak seksi lagi. Bila dulu daerah Bekasi, Depok dan Tangerang menjadi incaran para
pengembang properti, kini sudah dianggap ketinggalan jaman. Fenomena ini memang benar
adanya. Sejumlah pengembang ternama mulai melirik kembali lokasi‐lokasi strategis di
jantung Kota Jakarta dengan berlomba membangun kawasan terpadu atau superblok. Grup
Bakrie, Grup Pakuwon, Grup Djarum, dan Grup Lippo adalah sebagian dari para taipan yang
paling menonjol dalam mengembangkan kawasan superblok seperti Rasuna Epicentrum,
Gandaria City, Grand Indonesia serta Kemang Village. Konsepnya, mengintegrasi hotel,
apartemen, pusat belanja, hingga perkantoran menjadi mixed‐use development.
Untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi kota metropolitan Jakarta, superblok bisa menjadi solusi jitu. Kemacetan lalulintas telah melumpuhkan mobilitas masyarakat yang bekerja di Jakarta. Persoalan tidak berhenti di sini, karena kemacetan juga memboroskan bahan bakar minyak, uang, waktu, memperburuk kualitas udara kota, serta melelahkan fisik setiba di lokasi kerja.
M. Ridwan Kamil, Urban Designer dari PT. Urbane Indonesia menegaskan bahwa persoalan yang dihadapi Jakarta sudah begitu kompleks, sehingga memerlukan terobosan baru di bidang tata ruang kota dengan menciptakan kawasan‐kawasan terpadu mandiri. Sarana transportasi publik di Ibukota yang tidak kunjung beres, menjadikan hidup tidak nyaman. Kemacetan semakin memperlebar ruang dan waktu. Energi pun banyak terbuang. Inilah beberapa permasalahan Kota Jakarta yang memicu para pengembang membangun kawasan terpadu atau superblok yang mandiri di sebuah pusat kota. (www.realestat.wordpress.com,
Februari 2008).
Gambar 2. Konsep Sudirman CBD dengan Signature
Tower yang dirancang sebelum krisis, tahun 1997. Setelah sempat terhenti selama tujuh tahun, kini proyek tersebut mulai dikerjakan kembali dan akan membuat tower pengganti sebagai bagian dari pembangunan Pacific Place tahap II.
Superblok bakal menjadi kawasan masa depan perkotaan yang warganya menghendaki kemudahan fasilitas, aktivitas yang menyatu, lepas dari kepadatan dan kemacetan kota. Superblok adalah kawasan yang menggabungkan pusat hunian (apartemen), perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan, sekolah, pusat kesehatan, tempat olahraga, bahkan juga tempat rekreasi. Pendeknya, segala fasilitas yang dibutuhkan menyatu dalam satu kawasan. Penghuni superblok tidak akan kerepotan karena bisa melakukan aktivitas keseharian hanya dalam satu kawasan. Cukup berjalan kaki tanpa berkendaraan, seluruh kegiatan bisa
(6)
dilakukan di superblok. Tidak salah jika dikatakan konsep superblok ini bisa menjadi salah satu solusi mengatasi kemacetan yang luar biasa di Jakarta. Guru Besar Arsitektur, Institut Teknologi Bandung, Prof. M. Danisworo menilai kawasan properti berkonsep superblok perlu dikembangkan di Jakarta, karena bisa mengendalikan pola pertumbuhan properti yang lebih sesuai dengan rancangan tata ruang. Superblok mulai diperkenalkan di Jakarta tahun 1990 yang awalnya Sudirman Central Business District (SCBD), Mega Kuningan, Kuningan Persada, Kemayoran. Namun, superblok yang paling berkembang saat ini baru Mega Kuningan yang kemudian diikuti Sudirman CBD.
Seiring dengan perkembangannya yang sangat pesat, ternyata superblok yang mulai berkembang di Jakarta belum didukung dengan infrastruktur yang memadai. Padahal konsep superblok sebenarnya mampu mengurangi kemacetan di Jakarta akibat tata ruang yang sifatnya linear seperti di kawasan Thamrin dan Sudirman. “Kota yang kaya dimulai dengan membangun infrastruktur, tetapi di Indonesia kurang menghargai infrastruktur. Jadi di Indonesia diberi beban dulu baru menyadari pentingnya infrastruktur,” demikian menurut Prof. Danisworo. Beliau juga menilai jika kawasan Sudirman dan Thamrin dapat dikembangkan dengan konsep superblok untuk masing‐masing areanya, tentu akan menjadikan kawasan itu lebih dinamis dan hidup secara ekonomi. Mirip kawasan superblok
Orchard Road di Singapura.
Di kawasan Sudirman dan Thamrin sendiri saat ini tengah giat dikembangkan beberapa proyek properti berkonsep superblok. Salah satunya di Bundaran Hotel Indonesia, yaitu
Grand Indonesia yang akan menghadirkan apartemen, perkantoran, pusat perbelanjaan
kelas atas. Megaproyek ini dikembangkan oleh Grup Djarum dan Grup Wings. Kawasan lain di Sudirman yang akan diarahkan menjadi superblok adalah kawasan senayan. Di kawasan ini sudah hadir Senayan City yang dikembangkan oleh Agung Podomoro Group.
Gambar 3. Senayan City adalah salah satu superblok berkonsep mixed-use yang berlokasi di kawasan
Senayan, Jakarta Pusat. Kompleks ini menyediakan fasilitas tujuh lantai shopping mall, office tower, apartment tower, dan hotel berbintang lima yang dioperasikan oleh Sofitel.
Senayan City menggabungkan pusat perkantoran, apartemen, hotel berbintang lima dan
pusat perbelanjaan dalam satu kawasan terpadu. Superblok lain juga bakal hadir di kawasan Rasuna Said. Adalah Bakrieland Development yang mulai mengembangkan mega superblok
(7)
Rasuna Epicentrum. Dengan investasi Rp 3,5 triliun, Rasuna Epicentrum diperkirakan akan selesai akhir tahun 2008 mendatang.
Pakuwon Group juga tengah menyiapkan proyek superblok yang berlokasi di Gandaria dan
Casablanca. Di dua lokasi itu, nantinya selain ada apartemen, hotel, menara perkantoran, pusat perbelanjaan dan tempat pertemuan (meeting point) yang jauh lebih besar dari yang sudah ada di Jakarta. Untuk Gandaria, proses desainnya memakan waktu kurang lebih tiga tahun dengan tiga arsitek yang berbeda. Proyek ini dibangun di atas lahan seluas 8,5 hektar. Akan ada penambahan empat terowongan (underpass) yang diproyeksikan selesai pada tahun 2007, sedangkan proyek itu sendiri bakal rampung tahun 2008. Di Casablanca, nantinya pada lantai dua bangunan akan menyatu dengan stasiun kereta monorel. Begitulah, kawasan superblok akan lebih banyak hadir di Jakarta dalam beberapa tahun ke depan, mengikuti Mega Kuningan dan Sudirman CBD yang sudah berkembang lebih dulu. Tentu perlu dikaji juga, bagaimana superblok‐superblok ini nantinya agar bisa terpadu dengan disain tata ruang kota, sehingga justru tidak menambah keruwetan kota.
(8)
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 TEORI SUPERBLOK
Konsep Superblok sudah sangat populer sejak awal hingga pertengahan abad ke‐20, yang muncul dari ide para peloper gerakan arsitektur dan urban planning modern. Sebuah superblok tentu lebih besar daripada blok biasa pada sebuah kota. Konsep superblok pada waktu itu memiliki karakter sempadan yang lebih lebar untuk bangunan, dan secara tipikal dikelilingi oleh jalan raya yang lebar dan secara umum melayani sirkulasi kenderaan yang berkecepatan tinggi.
Seorang urban planner pada awal abad ke‐20, Clarence Perry meragukan konsep superblok ini dan mencetuskan konsep yang lebih humanis, yaitu ‘neighborhood unit’, dengan tujuan mengorganisasikan ruang sehingga lebih ramah terhadap pejalan kaki, dan menyediakan ruang terbuka (open plaza) serta ruang terbuka lainnya agar penduduk dapat berinteraksi dan bersosialisasi (Keating, 2000). Pada 1930, konsep superblok sering digunakan untuk proyek urban renewal bagi hunian publik di kota‐kota Amerika Serikat. Konsep ini banyak diterapkan pada proyek perumahan publik untuk menghilangkan lorong pada bagian belakang, yang sering memicu timbulnya area kumuh (Ben‐Joseph, 2005).
Secara definisi, Integrated Urban development, atau yang biasa disebut dengan superblok adalah sebuah kawasan mixed‐use yang terintegrasi dalam satu tatanan, minimal kedua sisinya dibatasi oleh dua jalan kolektor (atau sebuah jalan kolektor dan jalan lain yang kira‐ kira memiliki hirarki yang sama), selaras dengan masterplan kota dan menetapkan salah satu atau peruntukan lahan yang lebih dominan dengan minimum luas sekitar 3 hektar. Kualitas urban yang rendah di Kota Jakarta sekarang lebih banyak disebabkan oleh pengembangan yang berorientasi pada parsel‐parsel kawasan. Di dalam konsep superblok, suatu lingkungan binaan dalam upaya menciptakan kualitas kota yang lebih baik dapat diwujudkan melalui suatu proses perencanaan yang terintegrasi dimana semua fungsi dan pengelolaan dari kawasan yang direncanakan dijadikan sebagai sebuah kesatuan yang besar dan tunggal. Dalam sudut pandang ini, suatu superblok mempunyai peran yang penting dalam meningkatkan mutu lingkungan perkotaan di dalam kawasannya, juga lingkungan lain di sekitar kawasannya. Superblok dapat bertindak sebagai katalisator untuk memicu perkembangan kawasan‐kawasan tersebut (Poerbo, 2001).
(9)
wo
antara lain adalah :
6. Mengakomodasi 2.2 TEORI MIXED‐USE
‐industri yang mengganggu, oleh sebab itu orang cenderung menjauhi kawasan industri.
Gambar 4. Minato Mirai 21 (MM21) adalah sebuah mega proyek yang ditujukan untuk
erubah secara dramatis wajah metropolitan Yokohama . Area yang tadinya dipenuhi fasilitas docking kapal dan fasilitas pelabuhan, dirubah menjadi ruang terbuka. Lahan adi mixed-use superblock, terdiri dari m
reklamasi digabungkan dan dikembangkan menj
perkantoran, hotel dan pusat hiburan.
Menurut Heru Wibo Poerbo (2001), keunggulan pembangunan dengan konsep superblok
ixed‐use
berkepadatan tinggi pilihan yang beragam terhadap moda sirkulasi di dalam kawasan 1. Memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dalam konsep spatial
2. Mendorong pengembahan lahan dengan konsep m 3. Memperkuat konsep arsitektural yang lebih serasi
4. Meningkatkan kemampuan lahan dalam konsep pembangunan 5. Memiliki efisiensi yang tinggi terhadap jaringan utilitas umum
Pembangunan mixed‐use dalam konteks zoning berarti mengkombinasikan beberapa fungsi berupa hunian, komersial, industri, perkantoran, institusi atau fungsi‐fungsi lain. Konsep pembangunan ini memiliki tujuan untuk memberi kenyamanan dan kemananan misalnya dengan medekatkan antara fungsi hunian dengan fungsi lain seperti kantor dan komersial. Namun konsep mixed‐use mengalami kemunduran selama masa industri karena timbulnya polusi dari industri
Hal lain yang berpengaruh adalah lahirnya pembangunan gedung pencakar langit, yang memunculkan kekhawatiran akan adanya blocking bangunan tinggi terhadap kualitas pencahayaan sehingga mendorong pembangunan dengan konsep zoning, hal ini tidak hanya menyangkut pembatasan tinggi tetapi dapat juga menyangkut pemisahan fungsi. Pada akhir abad ke‐20 konsep pembangunan mixed use mulai ditinjau kembali, karena konsep zoning sendiri tidak dapat memecahkan masalah kepadatan yang semakin tinggi terutama di
(10)
daerah urban. Jane Jacobs berpendapat bahwa pencampuran fungsi‐fungsi (mixed‐use) secara horizontal maupun vertikal adalah sangat penting untuk menciptakan kualitas urban yang sehat dan nyaman, sekaligus salah satu solusi untuk konsep high density living.
beberapa keuntungan dari konsep pembangunan mixed‐use (Llewelyn‐ Davies, 2000) :
isasi. uk berinteraksi sosial.
unan dengan jarak yang dekat.
lebih beragam untuk gaya hidup, baik lokasi atau jenis
kelangsungannya dipengaruhi ol
diterapkan al
ekatan dengan kantor, convention center dan lain‐lain.
an tersebut dapat menciptakan konsep “eyes on
street”.
Berikut adalah
1. Akses yang lebih nyaman ke berbagai fasilitas.
2. Kemacetan dalam perjalanan ke kantor dapat diminimal 3. Kesempatan yang lebih besar unt
4. Komunitas sosial yang beragam. 5. Stimulasi visual dari perbedaan bang 6. Rasa aman dengan “eyes on street”
7. Efrisiensi energi, penggunaan ruang dan bangunan. 8. Pilihan yang
1. bangunan.
9. Vitalitas kota dan kehidupan di jalan.
10.Meningkatkan kelangsungan hidup fasilitas kota dan pendukung untuk bisnis kecil Karena konsep mixed‐use berhubungan dengan kedekatan jarak, maka kesuksesan dan
eh jarak orang untuk berjalan ke fasilitas‐fasilitas yang digunakan. Penempatan pusat dari pembangunan mixed‐ use dapat pada persimpangan j an dan sepanjang sirkulasi pergerakan utama. Dengan memasukkan fungsi perumahan kedalam fungsi mixed‐use akan dapat memperpanjang aktivitas dari kantor dan toko. Dalam skala makro, pembangunan mixed‐use berorientasi kepada penataan blok‐blok bangunan yang berbeda fungsi dalam satu kawasan, misalnya penempatan shopping mall yang berd
Pembangunan mixed use, tidak hanya membahas tentang pencampuran fungsi secara horizontal, tapi juga secara vertikal. Flat atau kantor dapat diletakkan di atas toko, restoran atau fungsi hiburan. Pengaturan seperti ini dapat menghidupkan suasana kehidupan kota, misalnya bila lantai dasar digunakan sebagai retail, akan memunculkan transparansi dinding‐dinding pembatas. Fungsi retail yang transpar
Gambar 5. The Oxo Tower Wharf
telah berhasil mencampurkan fungsi hunian, komersial, workshop dan perkantoran dalam satu bangunan di
awasan London South Bank. k
(11)
BAB III STUDI KASUS
3.1 STUDI KASUS : KAWASAN SUDIRMAN CENTRAL BUSINESS DISTRICT (SCBD) JAKARTA Jalan Sudirman telah menjadi bagian dari area emas untuk perkembangan bisnis di Jakarta. Dengan segala kelengkapan yang terintegrasi, pelaku/pengguna dapat melakukan bisnis dengan mobilitas tinggi, didukung oleh fasilitas untuk membantu menghadapi persaingan global. Seperti kawasan bisnis di berbagai belahan dunia, infrastruktur yang ada selalu dituntut untuk berkembang pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 1992, PT Danayasa Arthatama Tbk, sebagai salah satu developer terkemuka di Indonesia mulai mengembangkan sebuah kawasan bisnis terintegrasi, dengan visi mengantar Jakarta menuju kota masa depan, dengan menghadirkan sebuah kawasan terpadu dan bangunan kelas dunia serta fasilitas penunjang dengan fungsi‐fungsi hunian, bisnis, serta gaya hidup
(lifestyle). Pengembangan SCBD diharapkan dapat menjadi salah satu jawaban bagi
persoalan lalu lintas dan peningkatan permintaan akan fasilitas publik. SCBD dikembangkan di jantung bisnis Jakarta, dengan keunggulan lokasi, dipadukan dengan bangunan dan infrastruktur yang dirancang dengan baik.
3.1.1 VISI SUDIRMAN CBD
Setiap kota besar dipastikan akan menjadi magnet bagi manusia progresif dan ingin selalu berkembang. Kesenjangan antara realita akan sibuknya kehidupan metropolitan dan mimpi manusia akan meningkatkan kreativitas dan memotivasi kota untuk menciptakan lingkungan yang direncanakan dan dirancang dengan baik, untuk mendukung berbagai macam aktivitas. Untuk itu dibutuhkan tempat yang spacious dan liberated yang tumbuh di lingkungan yang berkembang dengan pesat. Pada 1991, PT Danayasa Arthatama Tbk memulai mengembangkan masterplan SCBD (Sudirman Central Business District) dengan bantuan dua konsultan masterplan, CESMA International serta Philip Cox dari Australia. Pada tahun 1992, pembangunan superblok ini dimulai, dan pada 1994‐1995 sebagian besar infrastruktur telah diselesaikan.
SCBD menyuguhkan konsep mengintegrasikan ruang publik, kompleks apartemen highrise, hotel, kondominium, pusat perbelanjaan, serta fasilitas rekreasi. Kawasan ini terbagi dalam 24 lot, sembilan lot didesain untuk apartemen, tujuh lot untuk perkantoran, serta satu lot untuk rumah sakit. Tiga lot lainnya akan diisi oleh hotel berbintang 5. Sisa lot lainnya akan digunakan untuk pengembangan commercial mixed‐use yang menggabungkan perkantoran, hotel, serta retail dalam satu area terintegrasi.
Lokasi adalah faktor yang signifikan dalam kesuksesan sebuah pengembangan property. SCBD terletak diantara dua jalan utama (Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Jenderal Gatot
(12)
Subroto) pada bagian selatan dari segitiga emas Jakarta. Akses masuk dan keluar SCBD relatif mudah, dengan total tujuh akses. Dalam SCBD sendiri, 13 hektar lahan disediakan bagi pengembangan jaringan jalan dan lansekap. Untuk menangani masalah lalu lintas, jaringan jalan internal di kawasan SCBD dikerjakan oleh konsultan internasional.
Saat ini, infrastruktur SCBD telah diselesaikan, menjadikannya pelopor superblok di Indonesia yang menghadirkan pusat perkantoran, retail, hotel, rumah sakit, serta fasilitas
lifestyle berkelas dunia. SCBD memiliki variasi kegunaan lahan, mendukung aktivitas sosial
dan budaya, serta kebutuhan bisnis dan hiburan, dalam satu kawasan.
3.1.2 SARANA DAN FASILITAS
Kawasan yang dibangun dan dikelola oleh PT. Danayasa Arthatama Tbk., meliputi kawasan seluas 45 hektar dan dikenal dengan nama Sudirman Central Business District (SCBD) ini menyediakan 24 lot lahan yang merepresentasikan sebuah integrated mixed‐use
development, terdiri dari fasilitas komersial, hunian, rumah sakit, entertainment and fasilitas
publik, dalam sebuah kawasan terpadu. Seluruh fasilitas di SCBD menerapkan standar dunia untuk bangunan berteknologi tinggi, dilengkapi dengan sistem telekomunikasi yang terpadu. Secara keseluruhan dirancang untuk memberikan kenyamanan dalam lingkungaan hunian dan perkantoran modern. Sistem telekomunikasi didukung oleh Arthatel, sebuah anak perusahaan PT. Danayasa Arthatama yang bergerak khusus di bidang teknologi komunikasi. 3.1.3 FASILITAS YANG TELAH SELESAI DIBANGUN
Jakarta Stock Exchange Building Terletak di lot 2, terdiri dua tower dengan masing‐masing tower
terdiri dari 32 lantai, berfungsi sebagai ruang perkantoran.
Artha Graha Building Terletak di lot 25, terdiri dari 30 lantai, Artha Graha Building
menjadi pusat pergerakan bisnis di kawasan ini.
Gambar 6. SCBD menyuguhkan konsep mengintegrasikan ruang publik, kompleks apartemen highrise,
hotel, kondominium, pusat perbelanjaan, serta fasilitas rekreasi. PT Danayasa Arthatama Tbk memulai mengembangkan masterplan SCBD (Sudirman Central Business District) pada tahun 1991, dengan bantuan dua konsultan masterplan, CESMA International serta Philip Cox dari Australia.
(13)
Kusuma Candra Apartments
Apartemen dengan tiga menara ini telah memenuhi standar internasional untuk fasilitas hunian. Menara A memiliki 6 lantai, Menara B memiliki 17 lantai, dan menara tertinggi adalah C dengan 23 lantai. Setiap menara teah dirancang dengan baik untuk memenuhi standar kenyamanan dan keamanan di SCBD.
3.1.4 FASILITAS YANG SEDANG DIBANGUN
Pacific Place Berlokasi di pusat SCBD, Pacific Place
dicanangkan sebagai benchmark bagi keberhasilan pembangunan Sudirman Superblok. Menyuguhkan arsitektur modern dengan akses yang baik, Pacific Place akan menjadi tempat tujuan untuk belanja dan lifestyle. Pacific Place menawarkan shopping center berskala besar, apartemen mewah, menara perkantoran, hotel butik bintang 5. Juga, sebuah gedung multifungsi yang dapat menampung kegiatan konser musik, opera, live performance, dan kegiatan sosial.
The Capital Residence The Capital Residence adalah sebuah
hunian berkonsep modern di SCBD. Sebagai sebuah ikon yang elegan, The Capital Residence menerapkan konsep hunian yang sesungguhnya, bagi orang‐orang yang dinamis dengan selera modern. Konsep arsitektural bangunan ini mengambil inspirasi dari bentuk tradisional, yaitu Candi Prambanan. Melalui penerapan teknologi dan pemanfaatan material terkini, simbol kekuatan tradisional jawa hadir dalam sebuah ikon Jakarta.
SCBD Suites
SCBD Suites adalah kondominium berbintang 5 yang menawarkan standar premium untuk sebuah hunian modern. Setiap unit dirancang untuk menekspresikan arsitektur lokal yang bernuansa heritage.
(14)
3.1.5 FASILITAS TEMPORER
SHOPPING CENTER Auto Mall, Electronic City, Club Store, Millennia, Fashion outlet, dan
Butik Ponsel
RESTAURANTS Sari Kuring, Kafe Taman Semanggi
SPORT & ENTERTAINMENT Prestasi Golf Driving Range, Bengkel Night Park
3.2 STUDI KASUS : LUJIAZUI FINANCE & TRADE ZONE, SHANGHAI
LUJIAZUI Finance & Trade Zone adalah satu‐satunya pembangunan pada tingkat negara yang
diberi label finance & trade di china saat ini, sehingga kawasan ini memiliki keunikan dan keistimewaan dalam hal kebijakan. Sebagai kawasan utama pembangunan di distrik Pudong, wilayah ini akan menjadi salah satu zona dengan pusat konsentrasi tertinggi bagi institusi finansial, stock markets, factors transaction markets dan pusat bagi beberapa perusahaan multinasional. LUJIAZUI Finance & Trade Zone merupakan salah satu central business district
(CBD) yang sangat ‘hidup’ di sekitar distrik Pudong, dan saat ini sedang gencar‐gencarnya
berkembang menjadi sebuah world‐class business district. Lujiazui Finance & Trade Zone mencakup luas wilayah 28 kilometer persegi di bagian barat Pudong, dan diproyeksikan akan menjadi pusat finansial penting bagi Shanghai dan China secara keseluruhan. Lokasinya sering disebut sebagai ‘golden section’ bagi 'Pudong New Area,' tepat berseberangan dengan jembatan di Sungai Huangpu.
Gambar 7. Lujiazui Finance & Trade Zone mencakup luas wilayah 28 km² di barat Pudong, diproyeksikan
sebagai pusat finansial penting bagi Shanghai dan China secara keseluruhan. Lokasinya disebut sebagai ‘golden section’ bagi 'Pudong New Area,' berseberangan dengan jembatan Sungai Huangpu
(15)
Jones Lang LaSalle, konsultan real estate yang terkenal secara global mengungkapkan bahwa, pasar real estate di kawasan ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2007 hingga 2008. Konsultan tersebut juga menunjuk dua faktor penting yang mendorong bertambahnya permintaan real estate lokal, yaitu : adanya offshoring dan juga pertumbuhan sektor financial yang sangat pesat di Pudong.
Pada tahun 2004, agensi tersebut mengamankan lebih dari 20,000 m² area perkantoran di Lujiazui, dari total luas area yang mencapai 1.7 km² , dimana beberapa perusahaan besar dunia memiliki cabang atau kantor regional disana.
‘The improved infrastructure and established business environment in Lujiazui have
inevitably attracted many company headquarters on the heels of banks and insurance
companies, Lujiazui is set to compete in the international arena’, demikian dikatakan oleh
Remy Chan, commercial head dari Jones Lang LaSalle Shanghai (Shanghai Star, Desember
2004).
3.2.1 VISI LUJIAZUI FINANCE &TRADE ZONE
Lujiazui telah berkembang secara progresif sejak tahun 1993. Dan sejak tahun 2002, 121 institusi finansial telah mulai berinvestasi di beberapa zona, termasuk 56 institusi finansial asing dan 43 bank asing. Tingginya tingkat ekspansi agresif di China yang dipelopori oleh organisasi dan institusi finansial asing, disebabkan oleh terbukanya sektor finansial mengikuti berakhirnya rencana pembangunan pemerintah 5 tahun ke‐10 (2001‐2005), yang akan mendorong perebutan kembali ruang‐ruang perkantoran, hal ini diramalkan oleh para pakar ekonomi sebagai kekuatan baru yang dapat mendongkrak harga properti.
Gambar 8. Suasana taman yang dirancang dengan cermat dengan latar belakang gedung pencakar langit.
Lujiazui telah berkembang secara progresif sejak tahun 1993. Dan sejak tahun 2002, 121 institusi finansial telah mulai berinvestasi di beberapa zona, termasuk 56 institusi finansial asing dan 43 bank asing
(16)
Para tenant yang berasal dari institusi‐institusi banking dan sektor finansial terkemuka dan sedang berkembang pesat akan membuat Lujiazui di Pudong menjadi distrik bisnis terbesar di Shanghai hingga 2010. Ruang perkantoran grade‐A di Pudong, yang semuanya ada di Lujiazui, berkisar antara 1.1 juta m² atau meliputi 43 persen dari semua ruang perkantoran grade‐A di seluruh Shanghai saat ini. Lujiazui segera akan memiliki 50 persen dari total seluruh luas ruang perkantoran grade‐A yang ada di kota Shanghai pada tahun 2010, dengan adanya beberapa proyek yang akan dimulai beberapa tahun kedepan, demikian menurut laporan oleh Jones Lang LaSalle (Shanghai Daily, September
2006).
Secara umum, penyerapan ruang kantor grade‐A di Lujiazui telah menjual rata‐rata 165,000 m² sejak 10 tahun terakhir, dan sepertinya akan mencapai rata‐rata 277,000 m² untuk lima tahun berikutnya. Ini berarti
bahwa pertumbuhan pertahun sebesar 7.7 persen sejak tanggal dimulainya penjualan pada tahun 2000, akan tumbuh sebesar 27 persen untuk dua tahun berikutnya, mengikuti permintaan yang sangat kuat, demikian menurut LaSalle.
3.2.2 LUJIAZUI MASA DEPAN : EXTENSION TO FINANCIAL DISTRICT
(17)
Gregotti Associati, bersama dengan rekanan lokal Thape, telah dipercaya untuk membuat rencana pengembangan bagian timur Lujiazui Financial District (lebih dikenal sebagai Pudong). Proyek besar ini, dikerjakan melalui proses konsultasi international yang ketat oleh Pemerintah Shanghai yang meliputi area sekitar 850,000m² ditengah pusat kota Shanghai, dimana telah berkembang puluhan
skyscrappers, termasuk Menara Jin Mao.
Dimulai dengan konteks arsitektural dari kompleks ini dengan melibatkan proses formasinya, proyek ini berkonsentrasi pada integrasi zona finansial timur yang baru dengan distrik finansial Shanghai yang telah ada, dengan mengedepankan konsep konfigurasi urban yang compact dan dapat selaras dengan rancangan kota secara keseluruhan.
3.3 STUDI KASUS : SUNTEC CITY, SINGAPORE Istilah ‘Suntec’ diambil dari karakter china ‘xin da’, yang berarti "new achievement".
Suntec City adalah sinergi yang mempesona
antara teknologi state‐of‐the‐art dan simbol
meta‐physical. Diinspirasi oleh konsep
mandala, sebuah representasi filosofi kuno
alam semesta, tidak ketinggalan juga filosofi fengshui, sehingga bangunan‐bangunan dan fasilitasnya ditata untuk menciptakan harmoni dan menarik kemakmuran.
3.3.1 VISI SUNTEC CITY
Tsao dan McKown sebagai design architect, bekerja secara gotong royong dengan arsitek lokal, DP Architects Pte Ltd dalam mengerjakan gambar‐gambar dan persetujuan dari otorita. Bersama dengan konsultan internasional dan lokal yang telah ternama, mereka menciptakan lebih dari sekedar pencapaian kualitas arsitektur tertinggi, tetapi juga sebuah fasilitas publik yang terpadu dan nyaman untuk bekerja, tinggal dan menikmati hidup.
(18)
Lokasi yang akan dikerjakan adalah sebuah lahan hijau yang luas hasil dari reklamasi pantai dan perimeternya dikelilingi oleh jalan raya. Ketika perusahaan mengambil alih lahan, satu‐satunya lingkungan yang berdekatan hanyalah sebuah kompleks CBD besar yang mengorientasikan sebagian besar aktivitasnya ke dalam ruangan
(indoor). Menurut TOR yang diberikan oleh
URA yaitu menciptakan kawasan bisnis yang dilengkapi dengan pusat konvensi dan eksibisi kelas dunia dengan berbagai aktivitas pendukungnya, sang arsitek menawarkan sedikit konteks urban sehingga muncul ide sedemikian rupa. Konsep yang disuguhkan para arsitek sangat bermakna dan orisinil. Suntec City diumpamakan sebagai bagian dari tangan kiri dalam posisi menengadah, sementara Raffles Place (salah satu pengembangan lahan yang lebih dahulu dan menjadi pusat finansial nasional) diumpamakan sebagai tangan kanan.
Suntec City ingin mewujudkan sebuah pertukaran kemakmuran yang open‐handed dengan
Singapura secara umum melalui hubungan gesture yang saling terbuka dan menguntungkan.
Gambar 9. Suntec City Singapore terletak bersebelahan dengan Singapore Central Business District (CBD)
dan dapat dicapai hanya 20 menit dari Changi International Airport . Pertama dibuka pada 1995, Suntec City menyediakan semua fasilitas perkotaan dalam sebuah superblok “city-within-a-city”, mulai dari fasilitas bisnis, hotel, retail, entertainment dan infrastruktur dengan pelayanan dan teknologi terbaik
(19)
Dari gambar tersebut dapat dilihat 5 menara perkantoran di Suntec City yang diibaratkan seperti telapak tangan manusia, sementara The Fountain Terrace yang berbentuk seperti cincin emas menjadi pusat/tengah‐tengah dari telapak tangan. The central plaza menjadi pusat pengembangan sirkulasi antara pedestrian dan jalur kendaraan. Promenades (shops &
restaurants) dengan radius 5 meter dari The Fountain Terrace menghubungkan setiap
fungsi‐fungsi bangunan dalam kawasan Suntec City yaitu City Link dan City Hall MRT Station. Gedung kompleks konvensi terdiri dari gedung pertemuan dengan fasilitas pendukungnya seperti retail mall. Setiap fungsi bangunan memiliki pedestrian dimana hampir sebagian besar aktivitas dari pengunjung terjadi di pedestrian. Integrasi dari aktivitas retail dan aktivitas publik pada gedung konvensi menciptakan suasana urban street life.
Suntec city menawarkan akses langsung menuju 5,200 kamar hotel mewah, 1,200 toko retail modern, 500 restoran dengan berbagai pilihan makanan dan menyediakan akses yang sangat dekat ke pusat hiburan terbesar di kawasan ini, yaitu Esplanade – Theatres on the Bay. Seluruh fasilitas saling terhubung dan dapat mudah diakses lewat terowongan yang ber‐AC, serta pedestrian yang nyaman.
(20)
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI
4.1 Analisis Tren Industri Properti Nasional
Industri properti nasional semestinya punya momentum untuk tumbuh pesat sepanjang 2007. Sebagai bagian dari kawasan Asia‐Pasifik, harusnya kita bisa menggunakan momentum itu untuk meraihnya menjadi keuntungan domestik. Industri properti di Asia‐ Pasifik sepanjang 2007 meraih kesuksesan bersama yang ditunjukkan oleh statistik tren pertumbuhan harga rumah dan perkantoran yang tinggi.
Gambar 10. Perbandingan antara supply, take up, dan vacancy rate untuk ruang perkantoran di beberapa
kota di Asia Pasifik sejak tahun 2005, dan proyeksinya hingga tahun 2009. (sumber : Colliers International, Asia Pacific Office Market Review, Regional research, January 2008).
(21)
Menurut riset dari Global Property Guide, lembaga riset dan publikasi kajian properti global, Asia Pasifik berkibar dengan mencapai pertumbuhan harga properti hingga di atas 20%. Singapura, Shanghai, dan Filipina masuk dalam deretan negara Asia yang paling bersinar dengan pertumbuhan harga properti 13%‐28%. Indonesia dan Malaysia pun menikmati sukses bersama kawasan itu, tapi sayang pencapaian keduanya hanya tumbuh 5,24% dan 3,20%. Bahkan kalau diukur dengan perhitungan inflasi, perkembangan harga properti Indonesia minus 1,18%. Kenapa Indonesia tidak bisa maksimal memanfaatkan momentum kebangkitan industri properti di kawasannya? Agaknya hal itu bisa dicarikan simpul persoalannya, sehingga persoalan itu menjadi relevan dengan apa yang ada di balik industri properti ketika hal itu terjadi. Beberapa persoalan tesebut antara lain :
Tabel 1. Transaksi terbesar terhadap kebutuhan ruang perkantoran di Jakarta. (sumber : Colliers
International, Asia Pacific Office Market Review, Regional research, January 2008).
1. Pertama, industri properti Indonesia masih miskin instrumen investasi yang menyebabkan investor dan pasar tidak punya banyak media sebagai alternatif untuk masuk ke industri ini. Sebenarnya, property trust atau real estate investment trust
(REIT), instrumen investasi paling populer di dunia properti internasional saat ini dan
diharapkan sudah bisa beroperasi di Indonesia. Tapi nyatanya, regulasi REIT tidak kunjung keluar hingga Departemen Keuangan baru memberi jaminan akan keluar awal 2008.
2. Kedua, belum adanya akses langsung bagi asing memiliki properti di Indonesia. Padahal ada ratusan ribu ekspatriat mapan yang bisa jadi objek pasar produk properti tertentu. Belum lagi potensi pasar properti dari sektor pariwisata, seperti di Bali dan sejumlah kota tujuan wisata dunia lain. Produk properti di Indonesia yang masih murah termasuk di kawasan paling potensial dibeli asing sekalipun, seperti Jakarta, Surabaya, Balikpapan, dan Bali.
4.2 Evaluasi Potensi Superblok Terhadap Industri Properti Nasional
Mengikuti tren yang tengah berkembang di kawasan Asia Pasifik, Jakarta saat ini sangat gencar melakukan pembangunan superblok. Para pengembang besar berusaha keras membangun kawasan bisnis‐hunian terpadu itu. Bisa dipahami kalau para pengembang berlomba naik ke pentas superblok. Isu yang paling keras bertiup selama empat tahun terakhir ini adalah ajakan agar warga kembali ke kota. Penduduk yang bekerja di DKI Jakarta digugah pelbagai kalangan untuk berdiam di jantung kota, tidak lagi di kota‐kota di luar Jakarta. Secara teoretis, proyek superblok sangat bagus dikembangkan karena akan
(22)
memperpendek jarak tempuh perjalanan warga, menghemat energi, mengurangi kemacetan dan kebisingan. Akan tetapi, muncul beberapa kendala antara lain :
1. Tidak mudah mendapatkan satu lokasi yang mencapai enam sampai sepuluh hektar di pusat kota dan di dalam satu hamparan.
2. Investasi yang sangat besar, di antaranya untuk membeli tanah, membangun bangunan, dan infrastruktur yang baik.
3. Tidak mudah mengajak orang‐orang yang berkantor di superblok mendiami kawasan di superblok juga.
4. Penentuan lokasi superblok hendaknya dilakukan oleh pemerintah melalui perangkat hukum, jadi bukan sekedar menjadi kebijakan pengusaha saja.
Permasalahan tersebut layak untuk dikaji dan diteliti, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan properti, maka pembangunan superblok‐superblok lain nantinya akan lebih baik dan bukan justru menambah beban bagi kualitas kehidupan di kota.
(23)
Tabel 2. Perbandingan harga sewa ruang perkantoran di beberapa kota besar Asia Pasifik tahun 2007.
(sumber : Colliers International, Asia Pacific Office Market Review, Regional research, January 2008).
Bagi industri properti indonesia secara umum, perjalanan tahun 2007 tidak hanya bergelimang cerita kekurangan atau iklim buruk. Terlepas dari berbagai permasalahan, perkembangan properti di Indonesia tahun 2007 tidaklah terlalu jelek bagi industri properti. Akan tetapi, kalau mengacu pada prestasi se‐kawasan di asia Pasifik yang bisa menikmati pertumbuhan industri sedemikian besar, jelas industri properti di Indonesia belum berjalan sesuai dengan potensinya.
(24)
DAFTAR PUSTAKA
1. Frey, Hildebrand Frey (1999). Designing the City: Towards a More Sustainable Urban Form. E & FN Spon.
2. Keating, W. Dennis, Norman Krumholz (2000). "Neighborhood Planning". Journal of
Planning Education and Research 20(1): p. 111‐114.
3. Ben‐Joseph, Eran, Terry S. Szold (2005). Regulating Place: Standards and the Shaping
of Urban America. Routledge.
4. Marshall, Richard (2003). Emerging Urbanity : Global Urban Projects in the Asia
Pasific Rim. Spon Press, New York.
5. Llewlyn‐Davies (2000). Urban Design Compendium. English Partnerships, The Housing corporation, London.
6. Silver, Christopher (2008). Planning the Megacity : Jakarta in the Twentieth Century. Routledge, London.
(1)
Dari gambar tersebut dapat dilihat 5 menara perkantoran di Suntec City yang diibaratkan seperti telapak tangan manusia, sementara The Fountain Terrace yang berbentuk seperti cincin emas menjadi pusat/tengah‐tengah dari telapak tangan. The central plaza menjadi pusat pengembangan sirkulasi antara pedestrian dan jalur kendaraan. Promenades (shops & restaurants) dengan radius 5 meter dari The Fountain Terrace menghubungkan setiap fungsi‐fungsi bangunan dalam kawasan Suntec City yaitu City Link dan City Hall MRT Station. Gedung kompleks konvensi terdiri dari gedung pertemuan dengan fasilitas pendukungnya seperti retail mall. Setiap fungsi bangunan memiliki pedestrian dimana hampir sebagian besar aktivitas dari pengunjung terjadi di pedestrian. Integrasi dari aktivitas retail dan aktivitas publik pada gedung konvensi menciptakan suasana urban street life.
Suntec city menawarkan akses langsung menuju 5,200 kamar hotel mewah, 1,200 toko retail modern, 500 restoran dengan berbagai pilihan makanan dan menyediakan akses yang sangat dekat ke pusat hiburan terbesar di kawasan ini, yaitu Esplanade – Theatres on the Bay. Seluruh fasilitas saling terhubung dan dapat mudah diakses lewat terowongan yang ber‐AC, serta pedestrian yang nyaman.
(2)
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI
4.1 Analisis Tren Industri Properti Nasional
Industri properti nasional semestinya punya momentum untuk tumbuh pesat sepanjang 2007. Sebagai bagian dari kawasan Asia‐Pasifik, harusnya kita bisa menggunakan momentum itu untuk meraihnya menjadi keuntungan domestik. Industri properti di Asia‐ Pasifik sepanjang 2007 meraih kesuksesan bersama yang ditunjukkan oleh statistik tren pertumbuhan harga rumah dan perkantoran yang tinggi.
Gambar 10. Perbandingan antara supply, take up, dan vacancy rate untuk ruang perkantoran di beberapa kota di Asia Pasifik sejak tahun 2005, dan proyeksinya hingga tahun 2009. (sumber : Colliers International, Asia Pacific Office Market Review, Regional research, January 2008).
(3)
Menurut riset dari Global Property Guide, lembaga riset dan publikasi kajian properti global, Asia Pasifik berkibar dengan mencapai pertumbuhan harga properti hingga di atas 20%. Singapura, Shanghai, dan Filipina masuk dalam deretan negara Asia yang paling bersinar dengan pertumbuhan harga properti 13%‐28%. Indonesia dan Malaysia pun menikmati sukses bersama kawasan itu, tapi sayang pencapaian keduanya hanya tumbuh 5,24% dan 3,20%. Bahkan kalau diukur dengan perhitungan inflasi, perkembangan harga properti Indonesia minus 1,18%. Kenapa Indonesia tidak bisa maksimal memanfaatkan momentum kebangkitan industri properti di kawasannya? Agaknya hal itu bisa dicarikan simpul persoalannya, sehingga persoalan itu menjadi relevan dengan apa yang ada di balik industri properti ketika hal itu terjadi. Beberapa persoalan tesebut antara lain :
Tabel 1. Transaksi terbesar terhadap kebutuhan ruang perkantoran di Jakarta. (sumber : Colliers International, Asia Pacific Office Market Review, Regional research, January 2008).
1. Pertama, industri properti Indonesia masih miskin instrumen investasi yang menyebabkan investor dan pasar tidak punya banyak media sebagai alternatif untuk masuk ke industri ini. Sebenarnya, property trust atau real estate investment trust (REIT), instrumen investasi paling populer di dunia properti internasional saat ini dan diharapkan sudah bisa beroperasi di Indonesia. Tapi nyatanya, regulasi REIT tidak kunjung keluar hingga Departemen Keuangan baru memberi jaminan akan keluar awal 2008.
2. Kedua, belum adanya akses langsung bagi asing memiliki properti di Indonesia. Padahal ada ratusan ribu ekspatriat mapan yang bisa jadi objek pasar produk properti tertentu. Belum lagi potensi pasar properti dari sektor pariwisata, seperti di Bali dan sejumlah kota tujuan wisata dunia lain. Produk properti di Indonesia yang masih murah termasuk di kawasan paling potensial dibeli asing sekalipun, seperti Jakarta, Surabaya, Balikpapan, dan Bali.
4.2 Evaluasi Potensi Superblok Terhadap Industri Properti Nasional
Mengikuti tren yang tengah berkembang di kawasan Asia Pasifik, Jakarta saat ini sangat gencar melakukan pembangunan superblok. Para pengembang besar berusaha keras membangun kawasan bisnis‐hunian terpadu itu. Bisa dipahami kalau para pengembang
(4)
memperpendek jarak tempuh perjalanan warga, menghemat energi, mengurangi kemacetan dan kebisingan. Akan tetapi, muncul beberapa kendala antara lain :
1. Tidak mudah mendapatkan satu lokasi yang mencapai enam sampai sepuluh hektar di pusat kota dan di dalam satu hamparan.
2. Investasi yang sangat besar, di antaranya untuk membeli tanah, membangun bangunan, dan infrastruktur yang baik.
3. Tidak mudah mengajak orang‐orang yang berkantor di superblok mendiami kawasan di superblok juga.
4. Penentuan lokasi superblok hendaknya dilakukan oleh pemerintah melalui perangkat hukum, jadi bukan sekedar menjadi kebijakan pengusaha saja.
Permasalahan tersebut layak untuk dikaji dan diteliti, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan properti, maka pembangunan superblok‐superblok lain nantinya akan lebih baik dan bukan justru menambah beban bagi kualitas kehidupan di kota.
(5)
Tabel 2. Perbandingan harga sewa ruang perkantoran di beberapa kota besar Asia Pasifik tahun 2007. (sumber : Colliers International, Asia Pacific Office Market Review, Regional research, January 2008).
(6)
DAFTAR PUSTAKA
1. Frey, Hildebrand Frey (1999). Designing the City: Towards a More Sustainable Urban Form. E & FN Spon.
2. Keating, W. Dennis, Norman Krumholz (2000). "Neighborhood Planning". Journal of Planning Education and Research 20(1): p. 111‐114.
3. Ben‐Joseph, Eran, Terry S. Szold (2005). Regulating Place: Standards and the Shaping of Urban America. Routledge.
4. Marshall, Richard (2003). Emerging Urbanity : Global Urban Projects in the Asia Pasific Rim. Spon Press, New York.
5. Llewlyn‐Davies (2000). Urban Design Compendium. English Partnerships, The Housing corporation, London.
6. Silver, Christopher (2008). Planning the Megacity : Jakarta in the Twentieth Century. Routledge, London.