Perkembangan Superblok Dalam Perspektif Investasi Bidang Properti Di Kawasan Asia Pasifik

(1)

PERKEMBANGAN SUPERBLOK

DALAM PERSPEKTIF INVESTASI BIDANG PROPERTI

DI KAWASAN ASIA PASIFIK

Penulis :

HAJAR SUWANTORO, ST., MT. NIP. 19790203 200501 1 001

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011


(2)

KATA PENGANTAR 

 

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat ridhoNya, maka karya tulis ini dapat  diselesaikan. Terima kasih yang setulusnya disampaikan kepada berbagai pihak yang telah  ikut membantu dan mendukung dengan penuh dedikasi, baik secara moril dan materil. 

 

Dalam  konsep  superblok,  suatu  lingkungan  binaan  dalam  upaya  menciptakan  kualitas kota yang lebih baik dapat diwujudkan melalui suatu proses perencanaan yang  terintegrasi  dimana  semua  fungsi  dan  pengelolaan  dari  kawasan  yang  direncanakan  dijadikan sebagai sebuah kesatuan yang besar dan tunggal. Dalam sudut pandang ini, suatu  superblok mempunyai peran yang penting dalam meningkatkan mutu lingkungan perkotaan  di dalam kawasannya, juga lingkungan lain di sekitar kawasannya. Akan tetapi, muncul  beberapa persoalan yaitu keterbatasan lahan juga nvestasi yang sangat besar, di antaranya  untuk membeli tanah, membangun bangunan, dan infrastruktur yang baik. Permasalahan  tersebut layak untuk dikaji dan diteliti, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan properti,  maka pembangunan superblok‐superblok lain nantinya akan lebih baik dan bukan justru  menambah beban bagi kualitas kehidupan di perkotaan. 

 

Karya tulis ini tentu masih belum sempurna, oleh sebab itu penulis akan sangat  menghargai kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan selanjutnya. Semoga tulisan  ini bermanfaat bagi pembaca. 

 

       

      Medan, Februari 2011 

 

      Penulis 


(3)

DAFTAR ISI 

   

Kata Pengantar      i 

 

Daftar Isi      ii 

 

BAB I Pendahuluan      1 

 

BAB II Tinjauan Teori      5 

    

BAB III Studi Kasus      8 

 

BAB IV Analisis dan Evaluasi      17 

 

Daftar Pustaka 

                   

 

       


(4)

BAB

 

I

 

PENDAHULUAN   

1.1  ISU PROPERTI DI KAWASAN ASIA PASIFIK 

Pricewaterhouse Coopers (PwC) dan Urban Land Institute (UIl) dari Amerika Serikat pada 

tahun 2007 merilis survey mengenai kota paling prospektif untuk investasi properti di Asia  Pasifik. Diuraikan dalam survey tersebut bahwa Shanghai, Singapura, dan Tokyo secara  berurutan menduduki  tempat teratas sebagai kota  paling menjanjikan  dalam investasi  industri properti di antara 20 kota yang ada di Asia Pasifik. Jakarta yang ikut disurvey berada  pada urutan paling akhir (www.vibiznews.com, Oktober 2007). 

Sentimen para investor untuk membeli atau mempertahankan kepemilikan propertinya di  Shanghai, Singapura, dan Tokyo berada pada kondisi lebih kuat dibanding sentimen untuk  jual, demikian diberitakan dalam www. earthtimes.org. Shanghai menempati urutan teratas  sebagai kota paling prospektif untuk investasi properti pada 2008, naik dibanding tahun  2007 yang berada pada peringkat kedua. Singapura melompat dari peringkat empat ke  posisi dua dan posisi Tokyo sama dengan posisi sebelumnya, yakni di urutan tiga. 

Pada urutan keempat, survei PwC tersebut  menetapkan Osaka yang kemudian disusul  Hong Kong (5), Beijing (6), Seoul (7), Ho Chi  Minh  City  (8),  Guangzhou  (9),  dan  Mumbai/Bombay (10). Kuala Lumpur berada  di posisi 11 sebagai kota paling prospektif  untuk  investasi  industri  properti  di  Asia  Pasifik,  disusul  Bangalore,  New  Delhi,  Auckland, dan Sydney pada posisi 12, 13, 14,  dan 15. Selanjutnya lima posisi juru kunci  secara berurutan ditempati oleh Taipei (16),  Melbourne (17), Bangkok (18), Manila (19),  dan Jakarta, menempati urutan paling akhir  dari 20 kota yang terjaring oleh survei yang  dilakukan PwC. 

Gambar 1. Salah satu sudut Kota Shanghai. Kota

Shanghai menempati urutan teratas sebagai kota paling prospektif untuk investasi properti pada 2008, naik dibanding tahun 2007 yang ‘hanya’ berada pada peringkat kedua.

Meskipun secara prospek Jakarta relatif rendah di kawasan Asia Pasifik, terutama dilihat dari  pergerakan harga propertinya, namun di sisi lain Jakarta termasuk unggul dari sisi hasil  sewa, demikian menurut hasil riset lainnya dari Global Property Guide. Riset menunjukkan  bahwa pada akhir semester I tahun 2007, tingkat hasil (return) sewa apartemen dan hunian  di Jakarta adalah sebesar 10,5896 per tahun, yang tertinggi kedua setelah Phnom Penh  (11,2596). Angka return tersebut, bahkan, mengalahkan kota‐kota besar dunia seperti New  York, London, dan Singapura. 

Namun demikian, Global Property Guide menyebutkan bahwa yield yang diberikan oleh  properti Indonesia itu masih dalam status gross (kotor). Untuk mendapatkan yield bersih,  investor atau pemilik properti masih harus memperhitungkan sejumlah hal yang dianggap 


(5)

sebagai faktor negatif industri properti di Indonesia. Riset tersebut menyatakan ada empat  faktor negatif yang harus diperhitungkan, yaitu pembatasan kepemilikan properti yang  sangat ketat, pajak pendapatan sewa yang tinggi, biaya transaksi yang besar, serta ancaman  terorisme dan bencana alam. 

1.2  ISU PROPERTI DAN PERKEMBANGAN SUPERBLOK DI KOTA JAKARTA  

Pembangunan properti di pinggiran Kota Jakarta dalam beberapa tahun ini sudah dianggap 

tidak  seksi  lagi. Bila  dulu  daerah  Bekasi,  Depok dan  Tangerang menjadi incaran  para 

pengembang properti, kini sudah dianggap ketinggalan jaman. Fenomena ini memang benar 

adanya. Sejumlah pengembang ternama mulai melirik kembali lokasi‐lokasi strategis di 

jantung Kota Jakarta dengan berlomba membangun kawasan terpadu atau superblok. Grup 

Bakrie, Grup Pakuwon, Grup Djarum, dan Grup Lippo adalah sebagian dari para taipan yang 

paling menonjol dalam mengembangkan kawasan superblok seperti Rasuna Epicentrum, 

Gandaria City, Grand Indonesia serta Kemang Village. Konsepnya, mengintegrasi hotel, 

apartemen, pusat belanja, hingga perkantoran menjadi mixed‐use development. 

Untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi kota metropolitan Jakarta, superblok bisa  menjadi solusi jitu. Kemacetan lalulintas telah melumpuhkan mobilitas masyarakat yang  bekerja di Jakarta. Persoalan tidak berhenti di sini, karena kemacetan juga memboroskan  bahan bakar minyak, uang, waktu, memperburuk kualitas udara kota, serta melelahkan fisik  setiba di lokasi kerja. 

M. Ridwan Kamil, Urban Designer dari PT.  Urbane  Indonesia  menegaskan  bahwa  persoalan  yang  dihadapi  Jakarta  sudah  begitu  kompleks,  sehingga  memerlukan  terobosan baru di bidang tata ruang kota  dengan  menciptakan  kawasan‐kawasan  terpadu  mandiri.  Sarana  transportasi  publik  di  Ibukota  yang  tidak  kunjung  beres, menjadikan hidup  tidak  nyaman.  Kemacetan semakin memperlebar ruang  dan waktu. Energi pun banyak terbuang.  Inilah  beberapa  permasalahan  Kota  Jakarta yang memicu para pengembang  membangun  kawasan  terpadu  atau  superblok yang mandiri di sebuah pusat  kota.  (www.realestat.wordpress.com, 

Februari 2008). 

Gambar 2. Konsep Sudirman CBD dengan Signature

Tower yang dirancang sebelum krisis, tahun 1997. Setelah sempat terhenti selama tujuh tahun, kini proyek tersebut mulai dikerjakan kembali dan akan membuat tower pengganti sebagai bagian dari pembangunan Pacific Place tahap II.

Superblok bakal menjadi kawasan masa depan perkotaan yang warganya menghendaki  kemudahan fasilitas, aktivitas yang menyatu, lepas dari kepadatan dan kemacetan kota.  Superblok adalah kawasan yang menggabungkan pusat hunian (apartemen), perkantoran,  hotel, pusat perbelanjaan, sekolah, pusat kesehatan, tempat olahraga, bahkan juga tempat  rekreasi.  Pendeknya,  segala  fasilitas  yang  dibutuhkan  menyatu  dalam  satu  kawasan.  Penghuni superblok tidak akan kerepotan karena bisa melakukan aktivitas keseharian hanya  dalam  satu  kawasan.  Cukup  berjalan  kaki  tanpa  berkendaraan,  seluruh  kegiatan  bisa 


(6)

dilakukan di superblok. Tidak salah jika dikatakan konsep superblok ini bisa menjadi salah  satu solusi mengatasi kemacetan yang luar biasa di Jakarta. Guru Besar Arsitektur, Institut  Teknologi Bandung, Prof. M. Danisworo menilai kawasan properti berkonsep superblok  perlu dikembangkan di Jakarta, karena bisa mengendalikan pola pertumbuhan properti yang  lebih sesuai dengan rancangan tata ruang. Superblok mulai diperkenalkan di Jakarta tahun  1990 yang awalnya Sudirman Central Business District (SCBD), Mega Kuningan, Kuningan  Persada,  Kemayoran.  Namun,  superblok  yang  paling  berkembang  saat  ini  baru  Mega  Kuningan yang kemudian diikuti Sudirman CBD. 

Seiring  dengan  perkembangannya  yang  sangat  pesat,  ternyata  superblok  yang  mulai  berkembang  di  Jakarta  belum  didukung  dengan  infrastruktur  yang  memadai.  Padahal  konsep superblok sebenarnya mampu mengurangi kemacetan di Jakarta akibat tata ruang  yang sifatnya linear seperti di kawasan Thamrin dan Sudirman. “Kota yang kaya dimulai  dengan membangun infrastruktur, tetapi di Indonesia kurang menghargai infrastruktur. Jadi  di Indonesia diberi beban dulu baru menyadari pentingnya infrastruktur,” demikian menurut  Prof.  Danisworo.  Beliau  juga  menilai  jika  kawasan  Sudirman  dan  Thamrin  dapat  dikembangkan  dengan  konsep  superblok  untuk  masing‐masing  areanya,  tentu  akan  menjadikan kawasan itu lebih dinamis dan hidup secara ekonomi. Mirip kawasan superblok 

Orchard Road di Singapura.  

Di kawasan Sudirman dan Thamrin sendiri saat ini tengah giat dikembangkan beberapa  proyek properti berkonsep superblok. Salah satunya di Bundaran Hotel Indonesia, yaitu 

Grand Indonesia yang akan menghadirkan apartemen, perkantoran, pusat perbelanjaan 

kelas atas. Megaproyek ini dikembangkan oleh Grup Djarum dan Grup Wings. Kawasan lain  di Sudirman yang akan diarahkan menjadi superblok adalah kawasan senayan. Di kawasan  ini sudah hadir Senayan City yang dikembangkan oleh Agung Podomoro Group.  

   

Gambar 3. Senayan City adalah salah satu superblok berkonsep mixed-use yang berlokasi di kawasan

Senayan, Jakarta Pusat. Kompleks ini menyediakan fasilitas tujuh lantai shopping mall, office tower, apartment tower, dan hotel berbintang lima yang dioperasikan oleh Sofitel.

Senayan City menggabungkan pusat perkantoran, apartemen, hotel berbintang lima dan 

pusat perbelanjaan dalam satu kawasan terpadu. Superblok lain juga bakal hadir di kawasan  Rasuna Said. Adalah Bakrieland Development yang mulai mengembangkan mega superblok 


(7)

Rasuna Epicentrum. Dengan investasi Rp 3,5 triliun, Rasuna Epicentrum diperkirakan akan  selesai akhir tahun 2008 mendatang. 

Pakuwon Group juga tengah menyiapkan proyek superblok yang berlokasi di Gandaria dan 

Casablanca. Di dua lokasi itu, nantinya selain ada apartemen, hotel, menara perkantoran,  pusat perbelanjaan dan tempat pertemuan (meeting point) yang jauh lebih besar dari yang  sudah ada di Jakarta. Untuk Gandaria, proses desainnya memakan waktu kurang lebih tiga  tahun dengan tiga arsitek yang berbeda. Proyek ini dibangun di atas lahan seluas 8,5 hektar.  Akan ada penambahan empat terowongan (underpass) yang diproyeksikan selesai pada  tahun  2007, sedangkan  proyek  itu  sendiri  bakal rampung  tahun  2008.  Di  Casablanca,  nantinya  pada  lantai  dua  bangunan  akan  menyatu  dengan  stasiun  kereta  monorel.  Begitulah, kawasan superblok akan lebih banyak hadir di Jakarta dalam beberapa tahun ke  depan, mengikuti Mega Kuningan dan Sudirman CBD yang sudah berkembang lebih dulu.  Tentu perlu dikaji juga, bagaimana superblok‐superblok ini nantinya agar bisa terpadu  dengan disain tata ruang kota, sehingga justru tidak menambah keruwetan kota. 

                               


(8)

BAB II  TINJAUAN TEORI   

2.1  TEORI SUPERBLOK 

Konsep Superblok sudah sangat populer sejak awal hingga pertengahan abad ke‐20, yang  muncul dari ide para peloper gerakan arsitektur dan urban planning modern. Sebuah  superblok tentu lebih besar daripada blok biasa pada sebuah kota. Konsep superblok pada  waktu itu memiliki karakter sempadan yang lebih lebar untuk bangunan, dan secara tipikal  dikelilingi oleh jalan raya yang lebar dan secara umum melayani sirkulasi kenderaan yang  berkecepatan tinggi. 

Seorang urban planner pada awal abad ke‐20, Clarence Perry meragukan konsep superblok  ini dan mencetuskan konsep yang  lebih humanis, yaitu ‘neighborhood unit’, dengan tujuan  mengorganisasikan ruang   sehingga lebih ramah terhadap pejalan kaki, dan menyediakan  ruang terbuka (open plaza) serta ruang terbuka lainnya agar penduduk dapat berinteraksi  dan bersosialisasi (Keating, 2000). Pada 1930, konsep superblok sering digunakan untuk  proyek urban renewal bagi hunian publik di kota‐kota Amerika Serikat. Konsep ini banyak  diterapkan  pada  proyek  perumahan  publik  untuk  menghilangkan  lorong  pada  bagian  belakang, yang sering memicu timbulnya area kumuh (Ben‐Joseph, 2005). 

Secara definisi, Integrated Urban development, atau yang biasa disebut dengan superblok  adalah sebuah kawasan mixed‐use yang terintegrasi dalam satu tatanan, minimal kedua  sisinya dibatasi oleh dua jalan kolektor (atau sebuah jalan kolektor dan jalan lain yang kira‐ kira memiliki hirarki yang sama), selaras dengan masterplan kota dan menetapkan salah  satu atau peruntukan lahan yang lebih dominan dengan minimum luas sekitar 3 hektar.  Kualitas  urban  yang  rendah  di  Kota  Jakarta  sekarang  lebih  banyak  disebabkan  oleh  pengembangan yang berorientasi pada parsel‐parsel kawasan. Di dalam konsep superblok,  suatu lingkungan binaan dalam upaya menciptakan kualitas kota yang lebih baik dapat  diwujudkan melalui suatu proses perencanaan yang terintegrasi dimana semua fungsi dan  pengelolaan dari kawasan yang direncanakan dijadikan sebagai sebuah kesatuan yang besar  dan tunggal. Dalam sudut pandang ini, suatu superblok mempunyai peran yang penting  dalam meningkatkan mutu lingkungan perkotaan di dalam kawasannya, juga lingkungan lain  di  sekitar  kawasannya.  Superblok  dapat  bertindak  sebagai  katalisator  untuk  memicu  perkembangan kawasan‐kawasan tersebut (Poerbo, 2001). 

       


(9)

 

   

wo   

antara lain adalah : 

6. Mengakomodasi  2.2  TEORI MIXEDUSE 

‐industri yang mengganggu, oleh sebab itu orang cenderung menjauhi  kawasan industri.  

Gambar 4. Minato Mirai 21 (MM21) adalah sebuah mega proyek yang ditujukan untuk

erubah secara dramatis wajah metropolitan Yokohama . Area yang tadinya dipenuhi fasilitas docking kapal dan fasilitas pelabuhan, dirubah menjadi ruang terbuka. Lahan adi mixed-use superblock, terdiri dari m

reklamasi digabungkan dan dikembangkan menj

perkantoran, hotel dan pusat hiburan.

Menurut Heru Wibo Poerbo (2001), keunggulan pembangunan dengan konsep superblok

ixed‐use 

 berkepadatan tinggi  pilihan yang beragam terhadap moda sirkulasi di dalam kawasan  1. Memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dalam konsep spatial 

2. Mendorong pengembahan lahan dengan konsep m 3. Memperkuat konsep arsitektural yang lebih serasi 

4. Meningkatkan kemampuan lahan dalam konsep pembangunan 5. Memiliki efisiensi yang tinggi terhadap jaringan utilitas umum 

Pembangunan mixed‐use dalam konteks zoning berarti mengkombinasikan beberapa fungsi  berupa hunian, komersial, industri, perkantoran, institusi atau fungsi‐fungsi lain. Konsep  pembangunan ini memiliki tujuan untuk memberi kenyamanan dan kemananan misalnya  dengan medekatkan antara fungsi hunian dengan fungsi lain seperti kantor dan komersial.  Namun konsep mixed‐use mengalami kemunduran selama masa industri karena timbulnya  polusi dari industri

Hal lain yang berpengaruh adalah lahirnya pembangunan gedung pencakar langit, yang  memunculkan  kekhawatiran  akan    adanya  blocking  bangunan  tinggi  terhadap  kualitas  pencahayaan sehingga mendorong pembangunan dengan konsep zoning, hal ini tidak hanya  menyangkut pembatasan tinggi tetapi dapat juga menyangkut pemisahan fungsi. Pada akhir  abad ke‐20 konsep pembangunan mixed use mulai ditinjau kembali, karena konsep zoning  sendiri  tidak  dapat memecahkan masalah  kepadatan yang semakin  tinggi  terutama di 


(10)

daerah  urban. Jane Jacobs berpendapat bahwa pencampuran fungsi‐fungsi (mixed‐use)  secara horizontal maupun vertikal adalah sangat penting untuk menciptakan kualitas urban  yang sehat dan nyaman, sekaligus salah satu solusi untuk konsep high density living. 

beberapa  keuntungan  dari  konsep  pembangunan  mixed‐use  (Llewelyn‐ Davies, 2000) : 

isasi.  uk berinteraksi sosial. 

unan dengan jarak yang dekat. 

 lebih beragam untuk gaya hidup, baik lokasi atau jenis 

kelangsungannya dipengaruhi ol

 

diterapkan  al

ekatan dengan kantor, convention center dan  lain‐lain. 

an tersebut dapat menciptakan konsep “eyes on 

street”. 

 

Berikut  adalah 

1. Akses yang lebih nyaman ke berbagai fasilitas. 

2. Kemacetan dalam perjalanan ke kantor dapat diminimal 3. Kesempatan yang lebih besar unt

4. Komunitas sosial yang beragam.  5. Stimulasi visual dari perbedaan bang 6. Rasa aman dengan “eyes on street” 

7. Efrisiensi energi, penggunaan ruang dan bangunan.  8. Pilihan yang

1. bangunan. 

9. Vitalitas kota dan kehidupan di jalan. 

10.Meningkatkan kelangsungan hidup fasilitas kota dan pendukung untuk bisnis kecil  Karena konsep mixed‐use berhubungan dengan kedekatan jarak, maka kesuksesan dan 

eh jarak orang untuk berjalan ke fasilitas‐fasilitas yang  digunakan. Penempatan pusat dari pembangunan mixed‐ use  dapat  pada  persimpangan  j an  dan  sepanjang  sirkulasi  pergerakan  utama.  Dengan  memasukkan fungsi perumahan kedalam fungsi mixed‐use  akan dapat memperpanjang aktivitas dari kantor dan toko.  Dalam skala makro, pembangunan mixed‐use berorientasi  kepada penataan blok‐blok bangunan yang berbeda fungsi  dalam satu kawasan, misalnya penempatan shopping mall  yang berd

Pembangunan mixed use, tidak hanya membahas tentang   pencampuran fungsi secara horizontal, tapi juga secara  vertikal. Flat atau kantor dapat diletakkan di atas toko,  restoran atau fungsi hiburan. Pengaturan seperti ini dapat  menghidupkan  suasana  kehidupan  kota,  misalnya  bila  lantai dasar digunakan sebagai retail, akan memunculkan  transparansi dinding‐dinding pembatas. Fungsi retail yang  transpar

   

Gambar 5. The Oxo Tower Wharf

telah berhasil mencampurkan fungsi hunian, komersial, workshop dan perkantoran dalam satu bangunan di

awasan London South Bank. k


(11)

BAB III  STUDI KASUS   

3.1  STUDI KASUS : KAWASAN SUDIRMAN CENTRAL BUSINESS DISTRICT (SCBD) JAKARTA  Jalan Sudirman telah menjadi bagian dari area emas untuk perkembangan bisnis di Jakarta.  Dengan segala kelengkapan yang terintegrasi, pelaku/pengguna dapat melakukan bisnis  dengan mobilitas tinggi, didukung oleh fasilitas untuk membantu menghadapi persaingan  global. Seperti kawasan bisnis di berbagai belahan dunia, infrastruktur yang ada selalu  dituntut untuk berkembang pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 1992,  PT Danayasa Arthatama Tbk, sebagai salah satu developer terkemuka di Indonesia mulai  mengembangkan sebuah kawasan bisnis terintegrasi, dengan visi mengantar Jakarta menuju  kota masa depan, dengan menghadirkan sebuah kawasan terpadu dan bangunan kelas  dunia  serta  fasilitas  penunjang  dengan  fungsi‐fungsi  hunian,  bisnis,  serta  gaya  hidup 

(lifestyle).  Pengembangan  SCBD  diharapkan  dapat  menjadi  salah  satu  jawaban  bagi 

persoalan lalu lintas dan peningkatan permintaan akan fasilitas publik. SCBD dikembangkan  di jantung bisnis Jakarta, dengan keunggulan lokasi, dipadukan dengan bangunan dan  infrastruktur yang dirancang dengan baik. 

3.1.1  VISI SUDIRMAN CBD 

Setiap kota besar dipastikan akan menjadi magnet bagi manusia progresif dan ingin selalu  berkembang. Kesenjangan antara realita akan sibuknya kehidupan metropolitan dan mimpi  manusia akan meningkatkan kreativitas dan memotivasi kota untuk menciptakan lingkungan  yang direncanakan dan dirancang dengan baik, untuk mendukung berbagai macam aktivitas.  Untuk itu dibutuhkan tempat yang spacious dan liberated yang tumbuh di lingkungan yang  berkembang  dengan  pesat.  Pada  1991,  PT  Danayasa  Arthatama  Tbk  memulai  mengembangkan masterplan SCBD (Sudirman Central Business District) dengan bantuan dua  konsultan masterplan, CESMA International serta Philip Cox dari Australia. Pada tahun 1992,  pembangunan superblok ini dimulai, dan pada 1994‐1995 sebagian besar infrastruktur telah  diselesaikan.   

SCBD menyuguhkan konsep mengintegrasikan ruang publik, kompleks apartemen highrise,  hotel, kondominium, pusat perbelanjaan, serta fasilitas rekreasi. Kawasan ini terbagi dalam  24 lot, sembilan lot didesain untuk apartemen, tujuh lot untuk perkantoran, serta satu lot  untuk rumah sakit. Tiga lot lainnya akan diisi oleh hotel berbintang 5. Sisa lot lainnya akan  digunakan untuk pengembangan commercial mixed‐use yang menggabungkan perkantoran,  hotel, serta retail dalam satu area terintegrasi.  

Lokasi adalah faktor yang signifikan dalam kesuksesan sebuah pengembangan property.  SCBD terletak diantara dua jalan utama (Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Jenderal Gatot 


(12)

Subroto) pada bagian selatan dari segitiga emas Jakarta. Akses masuk dan keluar SCBD  relatif mudah, dengan total tujuh akses. Dalam SCBD sendiri, 13 hektar lahan disediakan  bagi pengembangan jaringan jalan dan lansekap. Untuk menangani masalah lalu lintas,  jaringan jalan internal di kawasan SCBD dikerjakan oleh konsultan internasional. 

Saat  ini,  infrastruktur  SCBD  telah  diselesaikan,  menjadikannya  pelopor  superblok  di  Indonesia yang menghadirkan pusat perkantoran, retail, hotel, rumah sakit, serta fasilitas 

lifestyle berkelas dunia. SCBD memiliki variasi kegunaan lahan, mendukung aktivitas sosial 

dan budaya, serta kebutuhan bisnis dan hiburan, dalam satu kawasan. 

   

   

3.1.2  SARANA DAN FASILITAS  

Kawasan yang dibangun dan dikelola oleh PT. Danayasa Arthatama Tbk., meliputi kawasan  seluas 45 hektar dan dikenal dengan nama Sudirman Central Business District (SCBD) ini  menyediakan  24  lot  lahan  yang  merepresentasikan  sebuah  integrated  mixed‐use 

development, terdiri dari fasilitas komersial, hunian, rumah sakit, entertainment and fasilitas 

publik, dalam sebuah kawasan terpadu. Seluruh fasilitas di SCBD menerapkan standar dunia  untuk bangunan berteknologi tinggi, dilengkapi dengan sistem telekomunikasi yang terpadu.  Secara keseluruhan dirancang untuk memberikan kenyamanan dalam lingkungaan hunian  dan perkantoran modern.  Sistem telekomunikasi didukung  oleh Arthatel, sebuah anak  perusahaan PT. Danayasa Arthatama yang bergerak khusus di bidang teknologi komunikasi.  3.1.3  FASILITAS YANG TELAH SELESAI DIBANGUN 

Jakarta Stock Exchange Building   Terletak di lot 2, terdiri dua tower dengan masing‐masing tower 

terdiri dari 32 lantai, berfungsi sebagai ruang perkantoran.  

Artha Graha Building  Terletak di lot 25, terdiri dari  30  lantai, Artha Graha  Building 

menjadi pusat pergerakan bisnis di kawasan ini. 

Gambar 6. SCBD menyuguhkan konsep mengintegrasikan ruang publik, kompleks apartemen highrise,

hotel, kondominium, pusat perbelanjaan, serta fasilitas rekreasi. PT Danayasa Arthatama Tbk memulai mengembangkan masterplan SCBD (Sudirman Central Business District) pada tahun 1991, dengan bantuan dua konsultan masterplan, CESMA International serta Philip Cox dari Australia.


(13)

Kusuma Candra Apartments 

 

Apartemen  dengan  tiga  menara  ini  telah  memenuhi  standar  internasional untuk fasilitas hunian. Menara A memiliki 6 lantai,  Menara B memiliki 17 lantai, dan menara tertinggi adalah C dengan  23  lantai.  Setiap  menara  teah  dirancang  dengan  baik  untuk  memenuhi standar kenyamanan dan keamanan di SCBD. 

 

3.1.4  FASILITAS YANG SEDANG DIBANGUN 

Pacific Place  Berlokasi di pusat SCBD, Pacific Place 

dicanangkan sebagai benchmark bagi  keberhasilan pembangunan Sudirman  Superblok.  Menyuguhkan  arsitektur  modern  dengan  akses  yang  baik,  Pacific  Place  akan  menjadi  tempat  tujuan  untuk  belanja  dan  lifestyle.  Pacific Place menawarkan  shopping  center  berskala  besar,  apartemen  mewah, menara perkantoran, hotel  butik bintang 5. Juga, sebuah gedung  multifungsi yang dapat menampung  kegiatan  konser  musik,  opera,  live  performance, dan kegiatan sosial. 

The Capital Residence  The Capital Residence adalah sebuah 

hunian berkonsep modern di SCBD.  Sebagai sebuah ikon yang elegan, The  Capital  Residence  menerapkan  konsep  hunian  yang  sesungguhnya,  bagi  orang‐orang  yang  dinamis  dengan  selera  modern.  Konsep  arsitektural bangunan ini mengambil  inspirasi dari bentuk tradisional, yaitu  Candi Prambanan. Melalui penerapan  teknologi dan pemanfaatan material  terkini,  simbol  kekuatan  tradisional  jawa hadir dalam sebuah ikon Jakarta.

SCBD Suites 

 

SCBD  Suites  adalah  kondominium  berbintang  5  yang  menawarkan  standar  premium  untuk  sebuah  hunian modern. Setiap unit dirancang  untuk  menekspresikan  arsitektur  lokal yang bernuansa heritage. 

           


(14)

3.1.5  FASILITAS TEMPORER 

     

SHOPPING CENTER  Auto Mall, Electronic City, Club Store, Millennia, Fashion outlet,  dan 

Butik Ponsel 

RESTAURANTS  Sari Kuring, Kafe Taman Semanggi 

SPORT & ENTERTAINMENT  Prestasi Golf Driving Range, Bengkel Night Park 

 

3.2  STUDI KASUS : LUJIAZUI FINANCE & TRADE ZONE, SHANGHAI 

LUJIAZUI Finance & Trade Zone adalah satu‐satunya pembangunan pada tingkat negara yang 

diberi label finance & trade di china saat ini, sehingga kawasan ini memiliki keunikan dan  keistimewaan dalam hal kebijakan. Sebagai kawasan utama pembangunan di distrik Pudong,  wilayah ini akan menjadi salah satu zona dengan pusat konsentrasi tertinggi bagi institusi  finansial, stock markets, factors transaction markets dan pusat bagi beberapa perusahaan  multinasional. LUJIAZUI Finance & Trade Zone merupakan salah satu central business district 

(CBD) yang sangat ‘hidup’ di sekitar distrik Pudong, dan saat ini sedang gencar‐gencarnya 

berkembang menjadi sebuah world‐class business district. Lujiazui Finance & Trade Zone  mencakup luas wilayah 28 kilometer persegi di bagian barat Pudong, dan diproyeksikan  akan menjadi pusat finansial penting bagi Shanghai dan China secara keseluruhan. Lokasinya  sering disebut sebagai ‘golden section’ bagi   'Pudong New Area,' tepat berseberangan  dengan jembatan di Sungai Huangpu. 

     

   

Gambar 7. Lujiazui Finance & Trade Zone mencakup luas wilayah 28 km² di barat Pudong, diproyeksikan

sebagai pusat finansial penting bagi Shanghai dan China secara keseluruhan. Lokasinya disebut sebagai ‘golden section’ bagi 'Pudong New Area,' berseberangan dengan jembatan Sungai Huangpu


(15)

Jones Lang  LaSalle,  konsultan real  estate  yang  terkenal  secara global  mengungkapkan  bahwa, pasar  real estate di kawasan ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2007 hingga  2008. Konsultan tersebut juga menunjuk dua faktor penting yang mendorong bertambahnya  permintaan real estate lokal, yaitu   : adanya offshoring dan juga pertumbuhan sektor  financial yang sangat pesat di Pudong.  

Pada tahun 2004, agensi tersebut mengamankan lebih dari 20,000 m² area perkantoran di  Lujiazui, dari total luas area yang mencapai 1.7 km² , dimana beberapa perusahaan besar  dunia memiliki cabang atau kantor regional disana.  

‘The  improved  infrastructure  and  established  business  environment  in  Lujiazui  have 

inevitably attracted many company headquarters on the heels of banks and insurance 

companies, Lujiazui is set to compete in the international arena’, demikian dikatakan oleh 

Remy Chan, commercial head dari Jones Lang LaSalle Shanghai (Shanghai Star, Desember 

2004). 

3.2.1  VISI LUJIAZUI FINANCE &TRADE ZONE 

Lujiazui telah berkembang secara progresif sejak tahun 1993. Dan sejak tahun 2002, 121  institusi finansial telah mulai berinvestasi di beberapa zona, termasuk 56 institusi finansial  asing dan 43 bank asing. Tingginya tingkat ekspansi agresif di China yang dipelopori oleh  organisasi  dan  institusi  finansial  asing,  disebabkan  oleh  terbukanya  sektor  finansial  mengikuti berakhirnya rencana pembangunan pemerintah 5 tahun ke‐10 (2001‐2005), yang  akan mendorong perebutan kembali ruang‐ruang perkantoran, hal ini diramalkan oleh para  pakar ekonomi sebagai kekuatan baru yang dapat mendongkrak harga properti.  

   

 

Gambar 8. Suasana taman yang dirancang dengan cermat dengan latar belakang gedung pencakar langit.

Lujiazui telah berkembang secara progresif sejak tahun 1993. Dan sejak tahun 2002, 121 institusi finansial telah mulai berinvestasi di beberapa zona, termasuk 56 institusi finansial asing dan 43 bank asing


(16)

Para tenant yang berasal dari institusi‐institusi banking  dan  sektor  finansial  terkemuka  dan  sedang  berkembang pesat akan membuat Lujiazui di Pudong  menjadi distrik bisnis terbesar di Shanghai hingga 2010.  Ruang perkantoran grade‐A di Pudong, yang semuanya  ada di Lujiazui, berkisar antara 1.1 juta m² atau meliputi  43 persen dari semua ruang perkantoran grade‐A di  seluruh Shanghai saat ini. Lujiazui segera akan memiliki  50 persen dari total seluruh luas ruang perkantoran  grade‐A yang ada di kota Shanghai pada tahun 2010,  dengan  adanya beberapa  proyek  yang akan dimulai  beberapa tahun kedepan, demikian menurut laporan  oleh  Jones  Lang  LaSalle  (Shanghai  Daily,  September 

2006). 

Secara  umum,  penyerapan  ruang  kantor  grade‐A  di  Lujiazui telah menjual rata‐rata 165,000 m² sejak 10  tahun terakhir, dan sepertinya akan mencapai rata‐rata  277,000 m² untuk lima tahun berikutnya. Ini berarti 

bahwa pertumbuhan pertahun sebesar 7.7 persen sejak tanggal dimulainya penjualan pada  tahun  2000, akan  tumbuh  sebesar  27 persen  untuk dua tahun  berikutnya,  mengikuti  permintaan yang sangat kuat, demikian menurut LaSalle. 

3.2.2  LUJIAZUI MASA DEPAN : EXTENSION TO FINANCIAL DISTRICT 


(17)

Gregotti Associati, bersama dengan rekanan  lokal  Thape,  telah  dipercaya  untuk  membuat  rencana  pengembangan  bagian  timur  Lujiazui  Financial  District  (lebih  dikenal sebagai Pudong). Proyek besar ini,  dikerjakan  melalui  proses  konsultasi  international yang  ketat oleh Pemerintah  Shanghai  yang  meliputi  area  sekitar  850,000m² ditengah pusat kota Shanghai,  dimana  telah  berkembang  puluhan 

skyscrappers,  termasuk  Menara  Jin  Mao. 

Dimulai  dengan  konteks  arsitektural  dari  kompleks  ini  dengan  melibatkan  proses  formasinya, proyek ini berkonsentrasi pada  integrasi  zona  finansial  timur  yang  baru  dengan distrik finansial Shanghai yang telah  ada,  dengan  mengedepankan  konsep  konfigurasi urban yang compact dan dapat  selaras  dengan  rancangan  kota  secara  keseluruhan. 

 

3.3  STUDI KASUS : SUNTEC CITY, SINGAPORE  Istilah ‘Suntec’ diambil dari karakter china  ‘xin da’, yang berarti "new achievement". 

Suntec City adalah sinergi yang mempesona 

antara teknologi state‐of‐the‐art dan simbol 

meta‐physical.  Diinspirasi  oleh  konsep 

mandala, sebuah representasi filosofi kuno 

alam semesta, tidak ketinggalan juga filosofi  fengshui, sehingga bangunan‐bangunan dan  fasilitasnya  ditata  untuk  menciptakan  harmoni dan menarik kemakmuran.  

3.3.1  VISI SUNTEC CITY 

Tsao dan McKown sebagai design architect, bekerja secara gotong royong dengan arsitek  lokal,  DP  Architects  Pte Ltd  dalam  mengerjakan  gambar‐gambar  dan  persetujuan  dari  otorita. Bersama dengan konsultan internasional dan lokal yang telah ternama, mereka  menciptakan lebih dari sekedar pencapaian kualitas arsitektur tertinggi, tetapi juga sebuah  fasilitas publik yang terpadu dan nyaman untuk bekerja, tinggal dan menikmati hidup. 


(18)

Lokasi yang akan dikerjakan adalah sebuah   lahan hijau yang luas hasil dari reklamasi  pantai  dan  perimeternya  dikelilingi  oleh  jalan raya. Ketika perusahaan mengambil  alih  lahan,  satu‐satunya  lingkungan  yang  berdekatan hanyalah sebuah kompleks CBD  besar  yang  mengorientasikan  sebagian  besar  aktivitasnya  ke  dalam  ruangan 

(indoor). Menurut TOR yang diberikan oleh 

URA  yaitu  menciptakan  kawasan  bisnis  yang dilengkapi dengan pusat konvensi dan  eksibisi  kelas  dunia  dengan  berbagai  aktivitas  pendukungnya,  sang  arsitek  menawarkan  sedikit  konteks  urban  sehingga muncul ide sedemikian rupa.   Konsep  yang  disuguhkan  para  arsitek  sangat bermakna dan orisinil. Suntec City diumpamakan sebagai bagian dari tangan kiri  dalam posisi menengadah, sementara Raffles Place (salah satu pengembangan lahan yang  lebih dahulu dan menjadi pusat finansial nasional) diumpamakan sebagai tangan kanan. 

Suntec City ingin mewujudkan sebuah pertukaran kemakmuran yang open‐handed dengan 

Singapura secara umum melalui hubungan gesture yang saling terbuka dan menguntungkan. 

Gambar 9. Suntec City Singapore terletak bersebelahan dengan Singapore Central Business District (CBD)

dan dapat dicapai hanya 20 menit dari Changi International Airport . Pertama dibuka pada 1995, Suntec City menyediakan semua fasilitas perkotaan dalam sebuah superblok “city-within-a-city”, mulai dari fasilitas bisnis, hotel, retail, entertainment dan infrastruktur dengan pelayanan dan teknologi terbaik  


(19)

Dari gambar tersebut dapat dilihat 5 menara perkantoran di Suntec City yang diibaratkan  seperti telapak tangan manusia, sementara The Fountain Terrace yang berbentuk seperti  cincin emas menjadi pusat/tengah‐tengah dari telapak tangan. The central plaza menjadi  pusat pengembangan sirkulasi antara pedestrian dan jalur kendaraan. Promenades (shops & 

restaurants)  dengan radius 5 meter  dari The Fountain Terrace menghubungkan setiap 

fungsi‐fungsi bangunan dalam kawasan Suntec City yaitu City Link dan City Hall MRT Station.  Gedung kompleks konvensi terdiri dari gedung pertemuan dengan fasilitas pendukungnya  seperti retail mall. Setiap fungsi bangunan memiliki pedestrian dimana hampir sebagian  besar aktivitas dari pengunjung terjadi di pedestrian. Integrasi dari aktivitas retail dan  aktivitas publik pada gedung konvensi menciptakan suasana urban street life. 

Suntec city menawarkan akses langsung menuju 5,200 kamar hotel mewah, 1,200 toko  retail modern, 500 restoran dengan berbagai pilihan makanan dan menyediakan akses yang  sangat dekat ke pusat hiburan terbesar di kawasan ini, yaitu Esplanade – Theatres on the  Bay. Seluruh fasilitas saling terhubung dan dapat mudah diakses lewat terowongan yang  ber‐AC, serta pedestrian yang nyaman. 

                               


(20)

BAB IV 

ANALISIS DAN EVALUASI   

4.1  Analisis Tren Industri Properti Nasional 

Industri properti nasional semestinya punya momentum untuk tumbuh pesat sepanjang  2007.  Sebagai  bagian  dari  kawasan  Asia‐Pasifik,  harusnya  kita  bisa  menggunakan  momentum itu untuk meraihnya menjadi keuntungan domestik. Industri properti di Asia‐ Pasifik sepanjang 2007 meraih kesuksesan bersama yang ditunjukkan oleh statistik tren  pertumbuhan harga rumah dan perkantoran yang tinggi.  

 

   

 

Gambar 10. Perbandingan antara supply, take up, dan vacancy rate untuk ruang perkantoran di beberapa

kota di Asia Pasifik sejak tahun 2005, dan proyeksinya hingga tahun 2009. (sumber : Colliers International, Asia Pacific Office Market Review, Regional research, January 2008).


(21)

   

Menurut riset dari Global Property Guide, lembaga riset dan publikasi kajian properti global,  Asia Pasifik berkibar dengan mencapai pertumbuhan harga properti hingga di atas 20%.  Singapura, Shanghai, dan Filipina masuk dalam deretan negara Asia yang paling bersinar  dengan pertumbuhan harga properti 13%‐28%. Indonesia dan Malaysia pun menikmati  sukses bersama kawasan itu, tapi sayang pencapaian keduanya hanya tumbuh 5,24% dan  3,20%.  Bahkan kalau diukur  dengan  perhitungan  inflasi, perkembangan harga properti  Indonesia minus 1,18%. Kenapa Indonesia tidak bisa maksimal memanfaatkan momentum  kebangkitan  industri  properti  di  kawasannya?  Agaknya  hal  itu  bisa  dicarikan  simpul  persoalannya, sehingga persoalan itu menjadi relevan dengan apa yang ada di balik industri  properti ketika hal itu terjadi. Beberapa persoalan tesebut antara lain : 

Tabel 1. Transaksi terbesar terhadap kebutuhan ruang perkantoran di Jakarta. (sumber : Colliers

International, Asia Pacific Office Market Review, Regional research, January 2008).

1. Pertama,  industri  properti  Indonesia  masih  miskin  instrumen  investasi  yang  menyebabkan investor dan pasar tidak punya banyak media sebagai alternatif untuk  masuk ke industri ini. Sebenarnya, property trust atau real estate investment trust 

(REIT), instrumen investasi paling populer di dunia properti internasional saat ini dan 

diharapkan sudah bisa beroperasi di Indonesia. Tapi nyatanya, regulasi REIT tidak  kunjung keluar hingga Departemen Keuangan baru memberi jaminan akan keluar  awal 2008.  

2. Kedua, belum adanya akses langsung bagi asing memiliki properti di Indonesia.  Padahal  ada ratusan ribu ekspatriat mapan  yang  bisa  jadi  objek  pasar  produk  properti tertentu. Belum lagi potensi pasar properti dari sektor pariwisata, seperti di  Bali dan sejumlah kota tujuan wisata dunia lain. Produk properti di Indonesia yang  masih murah termasuk di kawasan paling potensial dibeli asing sekalipun, seperti  Jakarta, Surabaya, Balikpapan, dan Bali.  

 

4.2 Evaluasi Potensi Superblok Terhadap Industri Properti Nasional 

Mengikuti tren yang tengah berkembang di kawasan Asia Pasifik, Jakarta saat ini sangat  gencar  melakukan  pembangunan  superblok.  Para  pengembang  besar  berusaha  keras  membangun kawasan bisnis‐hunian terpadu itu. Bisa dipahami kalau para pengembang  berlomba naik ke pentas superblok. Isu yang paling keras bertiup selama empat tahun  terakhir ini adalah ajakan agar warga kembali ke kota. Penduduk yang bekerja di DKI Jakarta  digugah pelbagai kalangan untuk berdiam di jantung kota, tidak lagi di kota‐kota di luar  Jakarta.  Secara  teoretis,  proyek  superblok  sangat  bagus  dikembangkan  karena  akan 


(22)

memperpendek  jarak  tempuh  perjalanan  warga,  menghemat  energi,  mengurangi  kemacetan dan kebisingan. Akan tetapi, muncul beberapa kendala antara lain : 

1. Tidak mudah mendapatkan satu lokasi yang mencapai enam sampai sepuluh hektar  di pusat kota dan di dalam satu hamparan. 

2. Investasi  yang  sangat  besar,  di  antaranya  untuk  membeli  tanah,  membangun  bangunan, dan infrastruktur yang baik. 

3. Tidak mudah mengajak orang‐orang yang berkantor di superblok mendiami kawasan  di superblok juga. 

4. Penentuan lokasi superblok hendaknya dilakukan oleh pemerintah melalui perangkat  hukum, jadi bukan sekedar menjadi kebijakan pengusaha saja. 

Permasalahan  tersebut  layak  untuk  dikaji  dan  diteliti,  seiring  dengan  meningkatnya  pertumbuhan properti, maka pembangunan superblok‐superblok lain nantinya akan lebih  baik dan bukan justru menambah beban bagi kualitas kehidupan di kota.  


(23)

   

Tabel 2. Perbandingan harga sewa ruang perkantoran di beberapa kota besar Asia Pasifik tahun 2007.

(sumber : Colliers International, Asia Pacific Office Market Review, Regional research, January 2008).

Bagi  industri  properti  indonesia  secara  umum,  perjalanan  tahun  2007  tidak  hanya  bergelimang cerita kekurangan atau iklim buruk. Terlepas dari berbagai permasalahan,  perkembangan properti di Indonesia tahun 2007 tidaklah terlalu jelek bagi industri properti.  Akan tetapi, kalau mengacu pada prestasi se‐kawasan di asia Pasifik yang bisa menikmati  pertumbuhan industri sedemikian besar, jelas industri properti di Indonesia belum berjalan  sesuai dengan potensinya. 


(24)

DAFTAR PUSTAKA 

1. Frey, Hildebrand Frey (1999). Designing the City: Towards a More Sustainable Urban  Form. E & FN Spon.  

2. Keating, W. Dennis, Norman Krumholz (2000). "Neighborhood Planning". Journal of 

Planning Education and Research 20(1): p. 111‐114. 

3. Ben‐Joseph, Eran, Terry S. Szold (2005). Regulating Place: Standards and the Shaping 

of Urban America. Routledge. 

4. Marshall, Richard (2003). Emerging Urbanity : Global Urban Projects in the Asia 

Pasific Rim. Spon Press, New York. 

5. Llewlyn‐Davies (2000). Urban Design Compendium. English Partnerships, The  Housing corporation, London. 

6. Silver, Christopher (2008). Planning the Megacity : Jakarta in the Twentieth Century.  Routledge, London. 


(1)

Dari gambar tersebut dapat dilihat 5 menara perkantoran di Suntec City yang diibaratkan  seperti telapak tangan manusia, sementara The Fountain Terrace yang berbentuk seperti  cincin emas menjadi pusat/tengah‐tengah dari telapak tangan. The central plaza menjadi  pusat pengembangan sirkulasi antara pedestrian dan jalur kendaraan. Promenades (shops &  restaurants)  dengan radius 5 meter  dari The Fountain Terrace menghubungkan setiap  fungsi‐fungsi bangunan dalam kawasan Suntec City yaitu City Link dan City Hall MRT Station.  Gedung kompleks konvensi terdiri dari gedung pertemuan dengan fasilitas pendukungnya  seperti retail mall. Setiap fungsi bangunan memiliki pedestrian dimana hampir sebagian  besar aktivitas dari pengunjung terjadi di pedestrian. Integrasi dari aktivitas retail dan  aktivitas publik pada gedung konvensi menciptakan suasana urban street life. 

Suntec city menawarkan akses langsung menuju 5,200 kamar hotel mewah, 1,200 toko  retail modern, 500 restoran dengan berbagai pilihan makanan dan menyediakan akses yang  sangat dekat ke pusat hiburan terbesar di kawasan ini, yaitu Esplanade – Theatres on the  Bay. Seluruh fasilitas saling terhubung dan dapat mudah diakses lewat terowongan yang  ber‐AC, serta pedestrian yang nyaman. 

                         


(2)

BAB IV 

ANALISIS DAN EVALUASI   

4.1  Analisis Tren Industri Properti Nasional 

Industri properti nasional semestinya punya momentum untuk tumbuh pesat sepanjang  2007.  Sebagai  bagian  dari  kawasan  Asia‐Pasifik,  harusnya  kita  bisa  menggunakan  momentum itu untuk meraihnya menjadi keuntungan domestik. Industri properti di Asia‐ Pasifik sepanjang 2007 meraih kesuksesan bersama yang ditunjukkan oleh statistik tren  pertumbuhan harga rumah dan perkantoran yang tinggi.  

 

   

 

Gambar 10. Perbandingan antara supply, take up, dan vacancy rate untuk ruang perkantoran di beberapa kota di Asia Pasifik sejak tahun 2005, dan proyeksinya hingga tahun 2009. (sumber : Colliers International, Asia Pacific Office Market Review, Regional research, January 2008).


(3)

   

Menurut riset dari Global Property Guide, lembaga riset dan publikasi kajian properti global,  Asia Pasifik berkibar dengan mencapai pertumbuhan harga properti hingga di atas 20%.  Singapura, Shanghai, dan Filipina masuk dalam deretan negara Asia yang paling bersinar  dengan pertumbuhan harga properti 13%‐28%. Indonesia dan Malaysia pun menikmati  sukses bersama kawasan itu, tapi sayang pencapaian keduanya hanya tumbuh 5,24% dan  3,20%.  Bahkan kalau diukur  dengan  perhitungan  inflasi, perkembangan harga properti  Indonesia minus 1,18%. Kenapa Indonesia tidak bisa maksimal memanfaatkan momentum  kebangkitan  industri  properti  di  kawasannya?  Agaknya  hal  itu  bisa  dicarikan  simpul  persoalannya, sehingga persoalan itu menjadi relevan dengan apa yang ada di balik industri  properti ketika hal itu terjadi. Beberapa persoalan tesebut antara lain : 

Tabel 1. Transaksi terbesar terhadap kebutuhan ruang perkantoran di Jakarta. (sumber : Colliers International, Asia Pacific Office Market Review, Regional research, January 2008).

1. Pertama,  industri  properti  Indonesia  masih  miskin  instrumen  investasi  yang  menyebabkan investor dan pasar tidak punya banyak media sebagai alternatif untuk  masuk ke industri ini. Sebenarnya, property trust atau real estate investment trust  (REIT), instrumen investasi paling populer di dunia properti internasional saat ini dan  diharapkan sudah bisa beroperasi di Indonesia. Tapi nyatanya, regulasi REIT tidak  kunjung keluar hingga Departemen Keuangan baru memberi jaminan akan keluar  awal 2008.  

2. Kedua, belum adanya akses langsung bagi asing memiliki properti di Indonesia.  Padahal  ada ratusan ribu ekspatriat mapan  yang  bisa  jadi  objek  pasar  produk  properti tertentu. Belum lagi potensi pasar properti dari sektor pariwisata, seperti di  Bali dan sejumlah kota tujuan wisata dunia lain. Produk properti di Indonesia yang  masih murah termasuk di kawasan paling potensial dibeli asing sekalipun, seperti  Jakarta, Surabaya, Balikpapan, dan Bali.  

 

4.2 Evaluasi Potensi Superblok Terhadap Industri Properti Nasional 

Mengikuti tren yang tengah berkembang di kawasan Asia Pasifik, Jakarta saat ini sangat  gencar  melakukan  pembangunan  superblok.  Para  pengembang  besar  berusaha  keras  membangun kawasan bisnis‐hunian terpadu itu. Bisa dipahami kalau para pengembang 


(4)

memperpendek  jarak  tempuh  perjalanan  warga,  menghemat  energi,  mengurangi  kemacetan dan kebisingan. Akan tetapi, muncul beberapa kendala antara lain : 

1. Tidak mudah mendapatkan satu lokasi yang mencapai enam sampai sepuluh hektar  di pusat kota dan di dalam satu hamparan. 

2. Investasi  yang  sangat  besar,  di  antaranya  untuk  membeli  tanah,  membangun  bangunan, dan infrastruktur yang baik. 

3. Tidak mudah mengajak orang‐orang yang berkantor di superblok mendiami kawasan  di superblok juga. 

4. Penentuan lokasi superblok hendaknya dilakukan oleh pemerintah melalui perangkat  hukum, jadi bukan sekedar menjadi kebijakan pengusaha saja. 

Permasalahan  tersebut  layak  untuk  dikaji  dan  diteliti,  seiring  dengan  meningkatnya  pertumbuhan properti, maka pembangunan superblok‐superblok lain nantinya akan lebih  baik dan bukan justru menambah beban bagi kualitas kehidupan di kota.  


(5)

   

Tabel 2. Perbandingan harga sewa ruang perkantoran di beberapa kota besar Asia Pasifik tahun 2007. (sumber : Colliers International, Asia Pacific Office Market Review, Regional research, January 2008).


(6)

DAFTAR PUSTAKA 

1. Frey, Hildebrand Frey (1999). Designing the City: Towards a More Sustainable Urban  Form. E & FN Spon.  

2. Keating, W. Dennis, Norman Krumholz (2000). "Neighborhood Planning". Journal of  Planning Education and Research 20(1): p. 111‐114. 

3. Ben‐Joseph, Eran, Terry S. Szold (2005). Regulating Place: Standards and the Shaping  of Urban America. Routledge. 

4. Marshall, Richard (2003). Emerging Urbanity : Global Urban Projects in the Asia  Pasific Rim. Spon Press, New York. 

5. Llewlyn‐Davies (2000). Urban Design Compendium. English Partnerships, The  Housing corporation, London. 

6. Silver, Christopher (2008). Planning the Megacity : Jakarta in the Twentieth Century.  Routledge, London.