Pengawasan APP Gangguan Pendengaran

materi yang lebih substantif dan lebih spesifik khusus tentang APD telinga dengan harapan pekerja tahu betul resiko yang diterima apabila mereka tidak memakai APD telinga saat melakukan pekerjaan.

5.3. Pengawasan APP

Keharusan majikan menyediakan alat pelindung pendengaran dan mengawasi bahwa karyawan benar menggunakannya Meyer, S.F., 2002. Dan menurut Suhartanto 2009 menyatakan ada yang mengawasi pemakaian alat pelindung telinga agar semua tenaga kerja selalu memakai alat pelindung telinga selama jam kerja. Tana 2001 juga berpendapat pemberian APP kepada semua tenaga kerja yang bekerja ditempat bising serta melakukan pegawasan secara teratur pemakaian APP saat bekerja di tempat bising. Pada penelitian di PT. A.T. terdapat yang paling banyak jumlah sampel yang patuh terhadap pengawasan penggunaan APP sebanyak 20 orang 80 dan paling sedikit pada sampel yang tidak patuh terhadap pengawasan penggunaan APP yaitu 5 orang 20. Jadi besar proporsi pengawasan yaitu 80 pekerja yang menggunakan sumbat telingaearplug selama bekerja di pabrik kelapa sawit PT. A.T. Kabupaten Langkat. Setelah diberikan kuesioner pada kelompok perlakuan maka diperoleh responden yang paling banyak patuh dalam menggunakan sumbat telingaearplug terhadap pengawasan. Alasan kelompok perlakuan bersikap patuh karena responden Universitas Sumatera Utara merasa takut untuk di tegur oleh pengawas dimasing-masing area atau bagian pabrik kelapa sawit PT. A.T Kabupaten Langkat. Hasil penelitian menurut lampiran 6 pada kelompok perlakuan ada beberapa sampel mengalami peningkatan ambang dengar, ini disebabkan karena pemakaian sumbat telinga yang tidak benar dan ada yang karena tidak terus menerus memakainya. Ini merupakan kelalaian dari si pengawas karena lalai mengawasinya. Bentuk operasinal pengawasan penggunaan APP yang efisien dan efektif di PT A.T ini dengan memanfaatkan organisasi berjenjang. Pada lapis bawah terdapat tenaga pimpinan yaitu mandor yang langsung mengawasi pekerja, sebaiknya dilibatkan sebagai agen perubahan. Ditambah tugasnya adalah mengawasi penggunaan APP pekerja.

5.4. Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran yaitu perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal,biasanya dalam hal memahami pembicaraan Buchari, 2007. Bunyi di atas 80 dB kalau terus menerus dan dipaksakan bisa merusak pendengaran karena bisa mematikan fungsi sel-sel rambut dalam sistem pendengaran. Gejala awal seringkali tidak dirasakan kecuali telinga berdengung, kemudian diikuti oleh menurunnya pendengaran Meyer, S.F., 2002. Pada P.T A.T tersebut terdapat bunyi ±97dB sehingga akan menurunkan pendengaran pekerja di PKS tersebut. Universitas Sumatera Utara Ada 7 area bagian pabrik kelapa sawit yang memiliki NAB 85 dB yaitu: Turbin 103 dB, Boiler 100 dB, Maintenance 91 dB, Press 88 dB, Kernel 98 dB, Klarifikasi 92 dB dan Sterilizer 99 dB. Pekerja pada bagian turbin sebelum dilakukan perlakuanpun selama ini sudah memakai APP, alasan pekerja karena mereka merasa bising sekali sehingga terganggu pada waktu bekerja jika tidak menggunakan APP, tetapi kalau memakai APP gangguan tersebut tidak ada. Menurut lampiran 7 tentang area dan intensitas bising maka didaerah turbin yang paling tinggi intensitas bisingnya yaitu 103 dB sedangakan pekerja yang bekerja diarea ini hanya 3 orang maka perlu ditambah pekerjanya dan ditambah shiftnya agar pekerja tidak terlalu lama berada diarea turbin. Sesudah dilakukan audiometri terhadap kelompok perlakuan ditemukan gangguan pendengaran telinga kanan sebelum intervensi paling banyak pada derajat mild yaitu sebesar 60, sedangkan paling sedikit di derajat moderate sebesar 4. Dan sesudah intervensi paling banyak pada derajat normal yaitu sebesar 76 , sedangkan paling sedikit di derajat moderate sebesar 4. Pada telinga kiri sebelum intervensi paling banyak pada derajat mild yaitu 64, paling sedikit pada derajat moderate sebesar 4. Telinga kiri sesudah intervensi paling banyak derajat normal 76 dan paling sedikit pada derajat moderate sebesar 4. Gangguan pendengaran pada kelompok kontrol telinga kanan sebelum intervensi paling banyak pada derajat mild sebesar 80, dan yang paling sedikit pada derajat moderate yaitu 0 . Dan sesudah 3 bulan dilakukan pemeriksaan audometri lagi paling banyak pada derajat normal dan derajat mild yaitu 88 dan paling sedikit Universitas Sumatera Utara pada derajat moderate 0. Pada telinga kiri pemeriksaan sebelum paling banyak pada derajat mild 68, paling sedikit derajat normal dan moderate masing-masing 16, dan sesudah 3 bulan dilakukan pemeriksaan audiometri lagi telinga kiri paling banyak gangguan pendengarn derajat mild 72, paling sedikit pada derajat moderate sebesar 8. Pada PT A.T tersebut terdapat bunyi ± 97dB sehingga akan mmenurunkan pendengaran pekerja di PKS tersebut sesuai dengan Meyer yang mengatakan bahwa bunyi diatas 80 dB secara terus menerus akan menurunkan ketajaman pendengaran. Dari hasil pemeriksaan audiometri maka dapat dilihat bahwa pada kelompok perlakuan kebijakanperaturan APP, pelatihan APP dan pegawasan penggunaan APP baik gangguan pendengaran telinga kanan dan telinga kiri terdapat penurunan derajat gangguan pendengaran. Pada kelompok kontrol terdapat peningkatan derajat gangguan pendengaran karena tidak diberikan perlakuan kebijakanperaturan APP, pelatihan APP dan pengawasan penggunaan APP. Hasil penelitian menurut lampiran 6 pada kelompok perlakuan ada beberapa sampel mengalami peningkatan ambang dengar, ini disebabkan karena pemakaian sumbat telinga yang tidak benar dan ada yang karena tidak terus menerus memakainya. Ini merupakan kelalaian dari si pengawas karena lalai mengawasinya. Pada kelompok kontrol ada sampel yang mengalami perbaikan gangguan pendengaran padahal mereka tidak diberikan kebijakan, pelatihan dan pengawasan penggunaan APP karena adanya iklim kerja pada kelompok perlakuan sehingga mempengaruhi prilaku penggunaan APP. Universitas Sumatera Utara

4.5. Pengaruh Penggunaan APP Terhadap Gangguan Pendengaran