Bising kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas: Efek auditori Glorig 1961 dan stafnya sehubungan dengan ambang temporer dan Landasan Teori Berbagai studi epidemiologi yang telah banyak dilakukan, diantaranya adalah

2.1.2. Jenis bising:

a. Bising kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas:

Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk perode 0,5 detik berturut-turut,misalnya mesin, kipas angin, dapur pijar. b. Bising kontinyu dengan spektrum frekuansi yang sempit: Bising ini juga relatif tetap, tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu sajapada 500,1000,4000Hz, misalnya gergaji serkuler, katup gas.

c. Bising terputus-putus intermitten:

Bising tidak terjadi secara terusmenerus, melainkan ada periode relatif tenang Adnan, A., 2008

2.1.3. Peraturan tentang nilai ambang batas bising

Peraturan yang berlaku di Indonesia tentang bising ditempat kerja yang diperbolehkan adalah : Tabel 2.1. Peraturan Pemerintah Indonesia mengenai kebisingan tercantum dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-51MEN1999 Duration Hour per day Noise Intensitas dBA 8 Jam 85 4 88 2 1 91 94 30 Menit 97 15 100 7,5 103 3,75 106 1,88 109 0,94 112 28,12 Detik 115 Universitas Sumatera Utara Tabel. 2.1. Lanjutan Duration Hour per day Noise Intensitas dBA 14,06 118 7,03 121 3,52 124 1,76 127 0,88 130 0,44 133 0,22 136 0,11 139

2.1.4. Efek bising a. Efek nonauditori

Telah dilaporkan berbagai penelitian yang menguraikan berbagai penelitian yang menguraikan berbagai efek bising terhadap kesehatan Organisasi Kesehatan Sedunia WHO mendefinisikan kesehatan sebagai suatu tingkat kesehatan fisik,mental,dan sosial. Dianggap bahwa bising dapat menimbulkan tekanan darah tinggi,penyakit vaskuler dan gastrointestinal. 2. Efek fisiologis dan psikologis kebisingan terhadap kesehatan manusia dapat dibedakan dalam efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Namun perlu diingat, bahwa keadaan bising di lingkungan seringkali disertai dengan faktor lainnya, seperti faktor fisika lain berupa panas, getaran, dan sebagainya; tidak jarang disertai juga dengan adanya faktor kimia dan biologis; mustahil untuk mengisolasi kebisingan sebagai satu-satunya faktor risiko. Efek jangka pendek yang terjadi dapat berupa refleks otot-otot berupa kontraksi otot-otot, refleks Universitas Sumatera Utara pernapasan berupa takipneu, dan respon sistim kardiovaskuler berupa takikardia, meningkatnya tekanan darah, dan sebagainya. Namun dapat pula terjadi respon pupil mata berupa miosis, respon gastrointestinal yang dapat berupa gangguan dismotilitas sampai timbulnya keluhan dispepsia, serta dapat terjadi pecahnya organ-organ tubuh selain gendang telinga yang paling rentan adalah paru-paru. Efek jangka panjang terjadi akibat adanya pengaruh hormonal. Efek ini dapat berupa gangguan homeostasis tubuh karena hilangnya keseimbangan simpatis dan parasimpatis yang secara klinis dapat berupa keluhan psikosomatik akibat gangguan saraf otonom, serta aktivasi hormon kelenjar adrenal seperti hipertensi, disritmia jantung, dan sebagainya Arifiani, 2004 2. Gangguan komunikasi Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang. 3. Gangguan Keseimbangan Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing vertigo Meyer, S.F., 2002 Universitas Sumatera Utara

b. Efek auditori Glorig 1961 dan stafnya sehubungan dengan ambang temporer dan

permanen , Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas kategori yaitu : 1. Noise Induced Temporary Threshold Shift TTS Pada keadaan ini terjadi kenaikan nilai ambang pendengaran secara sementara setelah adanya pajanan terhadap suara dan bersifat reversibel. Untuk menghindari kelelahan auditorik, maka ambang pendengaran diukur kembali 2 menit setelah pajanan suara. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pergeseran nilai ambang pendengaran ini adalah level suara, durasi pajanan, frekuensi yang diuji, spekrum suara, dan faktor-faktor lain seperti usia, jenis kelamin, status kesehatan, obat- obatan beberapa obat dapat bersifat ototoksik sehingga menimbulkan kerusakan permanen, dan keadaan pendengaran sebelum pajanan. 2. Noise Induced Permanent Threshold Shift NIPTS Biasanya akibat waktu paparan yang lama kronis. Berbeda dengan TTS, maka NIPTS mempunyai alat othologis dan menetap. Ketulian disini disebut sebagai tuli perseptif atau tuli sensorial Meyer, S.F.,2002 Menurut dr. Hadjar ahli THT kebisingan pabrik akan aman selama masih di bawah 80 dB. Namun kalau naik 3 dB saja, seseorang sebaiknya beristirahat sejenak Universitas Sumatera Utara setelah bekerja 4 jam, apalagi kalau suara mesinnya kasar dan membosankan. Atau, bila perlu mengenakan penutup telinga.Depkes, 2004 2.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi penggunaan APP 2.2.1. KebijakanPeraturan Kebijakan dalam bentuk peraturan-peraturan yang merupakan suatu perangkat yang penting dalam pelaksanaan K3. Kepastian hukum yang kuat akan memberikan kemantapan dalam pengawasan. Karena bila diberi teguran dan peringatan tidak dihiraukan maka perangkat peraturanlah yang akan berperan dalam hal pemberian sangsi. Maka peraturan yang berkaitan dengan situasi kerja merupakan upaya yang dilakukan dalam meningkatkan K3 ILO, 1989. Adanya kebijakan dalam bentuk sanksi dan pemberian penghargaanhadiah ternyata mempunyai makna dalam meningkatkan motivasi pekerja dalam menggunakan APP, dalam hal ini sesuai dengan pendapat martomulyono 2000, yang menyatakan dengan memberikan penghargaan setiap jangka waktu tertentu kepada pekerja yang patuh memakai APP adalah upaya memberikan motivasi berperilaku dalam jangka yang panjang permanen. Biasanya merupakan tanggung jawab para majikan untuk melengkapi karyawannya dengan pelindung telinga dan juga menganjurkan penggunaannya. Pengabaian karyawan untuk menerima dan memakai pelindung telinga mengakibatkan terkena sanksi tatatertib Meyer, S.F., 2002 Universitas Sumatera Utara Para pemimpin perusahaan sebaiknya menaruh perhatian besar terhadap kelompok karyawan dengan intensitas yang tinggi, Mardi 2007 misalnya dalam bentuk peraturan menggunakan alat pelindung pendengaran.

2.2.2. Pengawasan

Pengawasan merupakan kegiatan rutin dalam bentuk observasi harian terhadap penggunaan APP yang dilakukan oleh pengawas yang ditunjuk dan umumnya dirancang sendiri untuk melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan kerja bawahannya. Tenaga kerja harus diawasi pada waktu mereka bekerja untuk memastikan bahwa mereka terus menerus menggunakan secara benar Olishifski, 1988 Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan Slamet, S.S., 2007 Keharusan majikan menyediakan alat pelindung pendengaran dan mengawasi bahwa karyawan benar menggunakannya Meyer, S.F., 2002. Dan menurut Suhartanto 2009 menyatakan ada yang mengawasi pemakaian alat pelindung telinga agar semua tenaga kerja selalu memakai alat pelindung telinga selama jam kerja. Tana 2001 juga berpendapat pemberian APP kepada semua tenaga kerja yang bekerja ditempat bising serta melakukan pegawasan secara teratur pemakaian APP saat bekerja di tempat bising. Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Alat pelindung telinga

Syarat-syarat alat pelindung telinga : 1. Kecocokan; alat pelindung telinga tidak akan memberikan perlindungan bila tidak dapat menutupi liang telinga rapat-rapat. 2. Nyaman dipakai; tenaga kerja tidak akan menggunakan APD ini bila tidak nyaman dipakai. Jenis-jenis alat pelindung telinga :

1. Sumbat telinga earplugsinsert deviceaural insertprotector

Dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat sehingga suara tidak mencapai membran timpani. Beberapa tipe sumbat telinga : a. formable type b. custom-molded type c. premolded type Sumbat telinga bisa mengurangi bising sd 30 dB.

2. Tutup telinga earmuffprotective capscircumauralprotectors

Menutupi seluruh telinga eksternal dan dipergunakan untuk mengurangi bising sd 40- 50 dB frekuensi 100 – 8000 Hz. Universitas Sumatera Utara

3. Helmet enclosure

Menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi maksimum 35 dBA pada 250 Hz sampai 50 dB pada frekuensi tinggi Pemilihan alat pelindung telinga : 1. Earplug bila bising antara 85 – 200 dBA 2. Earmuff bila di atas 100 dBA 3. Kemudahan pemakaian, biaya, kemudahan membersihkan dan kenyamanan Roestam, 2004 Merawat dan memelihara Ear PlugEar Muff: 1. Agar tetap dalam kondisi bagus, maka selalu bersihkan ear plug jika kotor dengan air hangat bila perlu dicampur dengan larutan pembunuh kuman atau jamur. 2. Jika ear muff ear plug tidak dipakai, simpan di dalam tempat penyimpanan yang kering atau tidak lembab atau tempat yang telah disediakan. 3. Jangan sekali-kali memodifikasi ukuran dan bentuk ear plug atau ear muff yang telah disediakan Achmadi, R.,dkk, 2008 Pedoman penggunaan APD yang sering digunakan adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2. Kriteria Penggunaan APD dBA Pemakaian APD Pemilihan APD 85 Tidak wajibperlu Bebas memilih 85 – 89 Optional Bebas memilih 90 – 94 Wajib Bebas memilih 95 – 99 Wajib Pilihan terbatas 100 Wajib Pilihan sangat terbatas Sumber: Roestam, 2004 APD ini harus tersedia di tempat kerja tanpa harus membebani pekerja dari segi biaya, perusahaan harus menyediakan APD ini. Cara terbaik sebenarnya bukan penggunaan APD tetapi pengendalian secara teknis pada sumber suara. Roestam, 2004

2.2.4. Pelatihan dan pendidikan

Bising adalah masalah yang sudah lama terjadi di negaran industri dan pegawai menyadari bahaya pendengaran yang berhubungan dengan hal ini. Namun, hal ini mungkin tidak terjadi dinegara berkembang. Pemberitahuan kepada pekerja mengenai kelainan pendengaran yang dapat timbul akibat pajanan terhadap bising penting untuk membantu keberhasilan program perlindungan pendengaran Rampal, 2010. Universitas Sumatera Utara Pelatihan dilakukan terutama tentang cara memakai dan merawat APD tersebut. Training pelatihan ini mencakup: a. tujuan alat pelindung telinga, b. Macam tipe alat pelindung telinga, c. Pemilihan, penggunaan serta perawatan alat pelindung telinga, d. Pemecahan permasalah yang timbul seputar penggunaan alat pelindung Adnan, 2008 Para pemimpin perusahaan menurut Mardi 2007 sebaiknya melakukan pelatihan keselamatan kerja menggunakan alat pelindung pendengaran terhadap karyawan yang bekerja pada intensitas yang tinggi untuk mencegah naiknya ambang pendengaran.

2.3. Landasan Teori Berbagai studi epidemiologi yang telah banyak dilakukan, diantaranya adalah

sebagai berikut : 1. Penelitian Adikusumo 1990, bahwa kebisingan 1ingkungan kerja berpengaruh terhadap gangguan pendengaran, masa kerja berpengaruh terhadap terjadinya gangguan pendengaran karena kebisingan lingkungan kerja, pemakaian alat pelindung telinga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan pendengaran karena kebisingan lingkungan kerja. Dengan demikian untuk menanggulangi bahaya kebisingan di lingkungan kerja, perlu Universitas Sumatera Utara digalakkan penggunaan alat pelindung telinga. Selain itu sebaiknya dilakukan pemeriksaan audiometri secara berkala,sehingga dapat segera diketahui adanya gangguan pendengaran secara dini. Bedakan untuk penerimaan pekerja baru juga perlu diadakan pemeriksaan audiometri untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut layak bekerja di lingkungan kerja yang bising. 2. Penelitian Indra 2004 , 54,5 pekerja yang berprilaku tidak baik dalam penggunaan APD telinga dan 45,5 pekerja yang berprilaku baik. Terdapat hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan tentang APD telinga,kebijakan,dan pelatihan terhadap penggunaan APD telinga. 3. Penelitian Mardi 2004 , 1 ada perbedaan signifikan p 0,05 umur, pendidikan, pelatihan terhadap ambang pendengaran namun pengalaman tidak ada perbedaan yang bermakna, 2 ada interaksi yang signifikan p 0,05 antara tingkat umur, pendidikan formal, pengalaman dengan pelathan keselamatan kerja terhadap ambang pendengaran, 3 ada interaksi yang signifikan p 0,05 antara tingkat faktor individu dengan mekanisme peradaman, 4 efektifitas pelatihan keselatan kerja pencegahan meningkatnya ambang pendengaran cenderung naik seiring dengan kenaikan waktu perlakuan pelatihan keselamatan kerja, artinya semakin lama rentang wktu perlakuan pelatihan keselamatan kerja semakin turun ambang pendengaran, kecuali yang terjadi pada tingkat umur 40-60 tahun tidak menunjukkan efektifitas yang berarti. Universitas Sumatera Utara 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Petugas yang selalu menggunakan alat pelindung telinga sebanyak 7 orang 33,3 mengalami penurunan tajam dengar dan petugas yang tidak menggunakan alat pelindung telinga 16 orang 94,1 mengalami penurunan tajam dengar. I W Putra Yadnya , N Adi Putra dan I W Redi Aryanta, 2008. 5. Penelitian Mulyadi 2003, hubungan antara durasipajanan dengan keluhan gangguan pendengaran dengan nilai p=0,054 dan OR=7,955 demikian juga intensitas kebisingan didapatkan hubungan dengan keluhan gangguan pendengaran dengan nilai p=0,011. 6. Penelitian Perihatna H 2009, Dengan hasil skor tingkat pengetahuan kategori baik tidak ada, cukup 17 orang, kurang 49 orang. Ketaatan pemakaian alat pelindung telinga kategori selalu memakai 28 orang, sering 9 orang, kadang 12orang, tidak pernah 17 orang. Hasil korelasi dengan uji Spearman didapatkan hasil p= 0,587 p0,05. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang bahaya kebisingan dengan ketaatan pemakaian alat pelindung telinga. 7. Penelitian Rambe 2003, 1, bising dengan frekuensi dan intensitas tertententu dapat menyebabkan ketulian berupa tuli saraf dan sifatnya permanen, 2, pemeriksaan dan pengujian audimetrik mutlak dibutuhkan untuk setiap pekerja yang dilakukan sebelum mulai bekerja dan secara berkala selama bekerja dengan tujuan untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran akibat bising terutama bising industri. Universitas Sumatera Utara 2.4.Variabel Penelitian a. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi terhadap segala sesuatu gejala. Variabel bebas X adalah KebijakanPeraturan APP, Pengawasan penggunaan APP dan Pelatihan APP. b. Variabel terikat : Variabel terikat adalah variabel yang akan dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat Y adalah gangguan pendengaran c. Variabel confounder Variabel confounder adalah umur, masa kerja, area proses

2.5. Kerangka Konsep