commit to user
13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Hasil Belajar Matematika. Keberhasilan seseorang dalam kegiatan pembelajaran dapat dilihat dari hasil
belajarnya. Siswa dapat dikatakan berhasil dalam belajar jika prestasi yang diraih sesuai dengan target yang ditetapkan dalam tujuan pembelajaran. Hasil belajar dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia 2005: 700 adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes
atau angka yang diberikan oleh guru. Slameto berpendapat prestasi belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka huruf maupun hal yang dapat mencerminkan
hasil yang sudah dicapai oleh anak pada periode tertentu. Sedangkan menurut Muhibbin Syah 2008:45 hasil belajar adalah taraf keberhasilan siswa dalam mempelajari materi
pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.
Dari uraian di atas, hasil belajar matematika adalah hasil yang dicapai dari usaha yang telah dilakukan untuk menambah pengetahuan, pemahaman di bidang matematika,
mengembangkan keterampilan berkaitan dengan matematika yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat.
Berdasarkan teori taksonomi Bloom, hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah yaitu 1 ranah kognitif cognitive domain, 2ranah afektif
affective domain, dan 3 psikomotor psykomotor domain. Ranah kognitif berkenaan
13
commit to user
14 dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yaitu kemampuan menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan
karakterisasi dengan suatu nilai. Ranah psikomotor meliputi keterampilan motorik, keterampilan pada gerakan-gerakan dasar, gerakan refleks dan lain-lain. Ranah kognitif
lebih dominan daripada afektif dan psikomotor. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu
penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil
yang lebih baik lagi sehingga akan mengubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku yang lebih baik. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria
dalam mencapai tujuan pendidikan. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentu saja dipengaruhi oleh banyak
faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari
dalam diri siswa meliputi faktor usia, kematangan, pengalaman, minat, motivasi, kepercayaan diri dan kebiasaan belajar. Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber
dari lingkungan sekitar siswa meliputi lingkungan sekolah, masyarakat, bahan pengajaran, sarana dan media.
Untuk belajar dengan baik siswa sangat memerlukan kondisi yang memungkinkan ia dapat melihat, mendengar dan melakukan proses belajar dengan baik
karena akan mempengaruhi tingkat kedalaman konsep siswa pada saat proses
commit to user
15 pembelajaran berlangsung. Tingkat kedalaman konsep yang diberikan kepada siswa
pada saat mengajarkan matematika harus sesuai dengan tingkat kemampuannya. Oleh karena itu, pendidik harus mengetahui tingkat perkembangan mental siswa dan
bagaimana proses pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan tahap perkembangan mental siswa sehingga siswa tidak mengalami kesulitan dan dapat dengan mudah
menyerap materi yang diberikan. Pemilihan model pembelajaran yang tepat berkenaan dengan materi SPLDV
menjadi sangat penting dalam mempengaruhi hasil belajar matematika siswa yaitu diantaranya dengan pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together NHT dan
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hasil belajar siswa dapat diketahui dengan melakukan penilaian atau evaluasi
belajar. Penilaian dalam hal ini bukan hanya dimaksudkan untuk mengukur keberhasilan belajar tetapi juga untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman dan penguasaan
terhadap materi yang telah dipelajari oleh siswa. Jadi, hasil belajar matematika siswa dalam penelitian ini adalah penguasaan
yang dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika yang diukur dengan tes pada kompetensi dasar sistem persamaan linear dua variabel.
2. Pembelajaran Kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran berdasarkan
faham konstruktivisme. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.
commit to user
16 Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap siswa anggota kelompok harus saling
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Ada beberapa definisi pembelajaran kooperatif. Salah satunya yang
diungkapkan oleh Slavin 1995:2 merujuk pada berbagai metode pembelajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk membantu siswa yang lain belajar.
Effandi Zakaria dan Zanaton Iksan 2006 juga mengungkapkan “Essentially then cooperative learning represents a shift in educational paradigm from
teacher-centered approach to a more student-centered learning in small group. It creates excellent opportunities for students to engage in problem solving with the
help of their group members”.
Pada dasarnya pembelajaran kooperatif merupakan pergeseran paradigma pendidikan dari pendekatan berpusat pada guru untuk lebih berpusat pada siswa dalam kelompok
kecil. Ini menciptakan peluang bagus bagi siswa untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah dengan bantuan anggota kelompoknya.
Menurut Slavin 1995:5 ada tiga konsep utama dalam pembelajaran kooperatif yaitu 1 penghargaan kelompok, 2 tanggung jawab individu, dan 3 kesempatan yang
sama untuk sukses. Kelompok akan memperoleh penghargaan jika mencapai kriteria tertentu. Tanggung jawab individu mempunyai makna bahwa kesuksesan kelompok
tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota
kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan orang lain. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara
meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan
commit to user
17 tinggi, sedang dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan
bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai. Beberapa catatan untuk definisi yang diungkapkan oleh Slavin adalah sebagai
berikut yang berbeda-beda tapi tetap memiliki unsur-unsur yang sama, dimana unsur- unsur tersebut diperlukan agar setiap siswa dapat bekerja sama dalam kelompok.
Pertama, setiap anggota kelompok harus menerima bahwa mereka adalah bagian dari kelompok dan mereka mempunyai tujuan yang sama. Kedua, anggota kelompok harus
menyadari bahwa masalah yang akan mereka selesaikan adalah masalah kelompok dan semua anggota kelompok memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompoknya.
Ketiga, untuk mencapai tujuan bersama, semua anggota kelompok harus berbicara dengan anggota lainnya untuk mendiskusikan masalah. Terakhir, setiap anggota
kelompok harus menyadari bahwa kerja individu anggota kelompok memberikan pengaruh langsung terhadap kesuksesan kelompok.
Komponen-komponen kunci dalam pembelajaran kooperatif adalah 1 ketergantungan positif, 2 tanggung jawab individu, 3 kemampuan bekerjasama, 4
pengelolaan interaksi kelompok, 5 pengelompokkan heterogen, dan 6 aturan guru ketika siswa dalam kelompok Jacobs, 1996:17-21. Dalam melaksanakan pembelajaran
kooperatif, guru harus memperhatikan komponen-komponen kunci dalam pembelajaran kooperatif. Sehingga suatu pembelajaran kooperatif dapat dikatakan berhasil jika dalam
pelaksanaannya di ruang kelas komponen-komponen tersebut muncul. Jacobs, 1996:26-27.
commit to user
18 1. Menekankan pada penghargaan. Penghargaan ini merupakan kunci untuk mendorong
ketergantungan positif. 2. Penghargaan yang diungkapkan Slavin tidak diberi tingkatan nilai. Tingkatan nilai
diperoleh secara individual. Jadi, sementara kelompok memperoleh penghargaan yang sama, setiap anggota kelompok mungkin memperoleh nilai yang berbeda-beda,
misalnya satu anggota kelompok memperoleh nilai A, anggota yang lain mungkin memperoleh nilai C.
3. Kemampuan bekerjasama tidak secara eksplisit dilatih. 4. Keheterogenan kelompok didasarkan pada pencapaian skor sebelumnya.
5. Tanggung jawab individu ditekankan pada kuis individual Menurut Artzt dan Newman 1997:2, pembelajaran kooperatif melibatkan suatu
kelompok belajar kecil yang bekerja bersama-sama sebagai tim untuk menyelesaikan masalah, melengkapi tugas, atau mencapai tujuan bersama. Ada beberapa model
pembelajaran kooperatif yang berbeda-beda tapi tetap memiliki unsur-unsur yang sama, dimana unsur-unsur tersebut diperlukan agar setiap siswa dapat bekerja sama dalam
kelompok. Pertama, setiap anggota kelompok harus menerima bahwa mereka adalah bagian dari kelompok dan mereka mempunyai tujuan yang sama. Kedua, anggota
kelompok harus menyadari bahwa masalah yang akan mereka selesaikan adalah masalah kelompok dan semua anggota kelompok memberikan kontribusi terhadap keberhasilan
kelompoknya. Ketiga, untuk mencapai tujuan bersama, semua anggota kelompok harus berbicara dengan anggota lainnya untuk mendiskusikan masalah. Terakhir, setiap
commit to user
19 anggota kelompok harus menyadari bahwa kerja individu anggota kelompok
memberikan pengaruh langsung terhadap kesuksesan kelompok. Pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivistik menurut Nickson
dalam Hudojo, 2005 adalah membantu siswa untuk membangun konsep- konsepprinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses
internalisasi sehingga konsepprinsip itu terbangun kembali, dimana terjadi transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsepprinsip baru. Transformasi tersebut mudah
terjadi bila pemahaman siswa terjadi karena terbentuknya skemata dalam benak siswa. Sehingga menurut Hudojo 2005:33-34 pembelajaran matematika adalah membangun
pemahaman. Dalam proses pembelajaran, perolehan informasi tidak berlangsung satu arah dari sumber informasi ke penerima informasi, tetapi pemberian makna oleh siswa
kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi sehingga skemata jaringan konsepnya menjadi mutakhir. Ini berarti proses pembelajaran tidak semata-
mata pengelolaan siswa, lingkungan dan fasilitas belajarnya. Pengetahuan harus dibangun oleh siswa sendiri berdasarkan pengalaman pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan sejumlah siswa
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja
sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pelajaran. Pada pembelajaran kooperatif, siswa percaya bahwa
commit to user
20 keberhasilan mereka akan tercapai jika dan hanya jika setiap anggota kelompoknya
berhasil. Hal yang penting dalam model pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa dapat belajar dengan cara bekerja sama dengan teman, teman yang lebih mampu
membantu teman yang lemah, dan setiap anggota kelompok tetap memberikan sumbangan pada prestasi kelompok dan para siswa juga mendapat kesempatan untuk
bersosialisasi. Peklaj Cirila 2006 mengemukakan: A learning situation can be structured in different ways, as an individual, competitive, or cooperative activity. Each
of these structures can be used for different learning outcomes Situasi belajar dapat dibentuk dengan cara yang berbeda, baik dengan sendiri, kompetisi atau kerjasama. Hal
ini dapat diungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat memperbaiki hubungan sosial dan meningkatkan hasil pembelajaran siswa. Dari penelitian yang dilakukan oleh
Babatunde A.Adeyemi, tahun 2008 yang dipublikasikan pada Journal Internasional yang
berjudul “Effects of cooperative Learning and Problem Solving Strategies on Jonior
Secondary School Students Achievment in Sosial Studies”, menyatakan bahwa “the results showed that student exposed to cooperative learning strategy performed better
than their counterparts in the other groups” yang berarti pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan
dengan strategi pemecahan masalah pada siswa setara SMP pada kelas sosial. Agar lebih spesifik, ciri-ciri pembelajaran matematika menurut pandangan
konstruktivistik Hudojo, 2005:34 antara lain sebagai berikut. 1. Siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa belajar materi matematika secara
bermakna dengan bekerja dan berpikir. Siswa belajar bagaimana belajar itu.
commit to user
21 2. Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi lain sehingga menyatu dengan
skemata yang dimiliki siswa agar pemahaman terhadap informasi materi terjadi. 3. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya
adalah pemecahan masalah. Banyak
model pembelajaran
matematika yang
didasari oleh
teori konstruktivistik, seperti pembelajaran yang menekankan peranan siswa dalam
membentuk pengetahuannya, sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator yang membantu keaktifan siswa dalam proses pembentukan pengetahuannya
itu Suparno, 1997:65-66. Salah satunya adalah pembelajaran kooperatif. Siswa belajar matematika secara kooperatif, antara siswa dengan siswa aktif berdiskusi, dimana
diskusi merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif dalam kelompok kecil dapat memperlancar komunikasi
matematik secara efektif baik itu metode pemahaman konsepprinsip maupun alasan- alasan logik Hudojo, 2005:47. Pembelajaran kooperatif yang dilakukan tidak sekedar
belajar bersama kolaboratif, tapi konsepprinsip yang dipelajari itu menjadi tanggung jawab bersama sekaligus menjadi tanggung jawab individu. Antara siswa dapat saling
bertanya, mendiskusikan ide, belajar mendengarkan orang lain, memberikan kritik membangun, menyimpulkan penemuan mereka dalam bentuk tulisan. Menurut Hudojo
2005:48 ciri usaha investigasi, menemukan atau menyelesaikan masalah sangat cocok digunakan dalam bentuk pembelajaran kooperatif. Apabila pembelajaran kooperatif ini
dilaksanakan akan melibatkan siswa secara emosional dan sosial selama pembelajaran berlangsung sehingga matematika menjadi lebih menarik dan siswa mau belajar.
commit to user
22 Tujuan pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim 2000: 7-10 terdapat tiga
tujuan instruksional penting yang dapat dicapai dengan pembelajaran kooperatif yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, pengembangan keterampilan
sosial. 3. Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together NHT
Model pembelajaran kooperatif terdiri dari berbagai macam tipe, salah satunya adalah tipe Numbered Head Together NHT. Pembelajaran kooperatif tipe NHT
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur – struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola – pola interaksi siswa dalam
memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik. Tipe ini melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Numbered Head Together sebagai tipe dari model pembelajaran kooperatif pada
dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok. Pembelajaran kooperatif Kepala Bernomor Numbered Heads dikembangkan oleh Spencer Kagan Anita Lie 2010: 59.
Pada pembelajaran ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Adapun ciri khas dari Numbered Head Together adalah guru hanya menunjuk
seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menunjuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut. Cara
tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.
commit to user
23 Selain itu model pembelajaran Numbered Head Together memberi kesempatan kepada
siswa untuk membagikan ide–ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Tahapan dalam pembelajaran Numbered Head Together antara lain yaitu
penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir bersama, dan menjawab Ibrahim, 2000: 28.
Tahap 1: Penomoran.
Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan 3-5 orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1-5.
Tahap 2: Mengajukan pertanyaan.
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya
atau bentuk arahan. Tahap 3:
Berpikir bersama. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan
meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. Tahap 4:
Menjawab. Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang
nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Langkah – langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi enam langkah sesuai kebutuhan pelaksanaan penelitian ini. Keenam langkah tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut.
commit to user
24 Tabel 2.1 Langkah – langkah pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT
Guru merancang model pembelajaran ini disesuaikan dengan kemampuan siswa dan kebutuhan siswa agar berkembang optimal. Dengan demikian proses pembelajaran
berlangsung efektif. Sehingga setelah selesai pembelajaran diharapkan ada perubahan tingkah laku yang diperoleh siswa berkaitan dengan pengetahuan matematika.
No. Langkah – langkah
Keterangan
1. Persiapan
Guru mempersiapkan RPP dan soal – soal 2.
Pembentukan kelompok dan Penomoran
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang
dengan jenis kelamin dan kemampuan yang berbeda. Setelah itu memberikan nomor
pada setiap siswa berdasarkan banyaknya siswa.
3. Diskusi masalah
Guru memberi soal pada siswa dalam kelompok, kemudian siswa berpikir bersama
untuk menyelesaikan soal dan meyakinkan anggota dalam kelompoknya mengetahui
jawaban soal tersebut. 4.
Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Guru memanggil beberapa nomor untuk menyelesaikan setiap soal dan para siswa
memberikan jawaban di depan kelas . 5.
Memberikan kesimpulan Guru memberikan kesimpulan atau jawaban
akhir dari semua soal yang ada. 6.
Memberi penghargaan Guru memberi penghargaan berupa kata –
kata pujian pada siswa dalam kelompok yang menjawab benar.
commit to user
25 Dari uraian di atas, langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe numbered
heads together yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor.
2 Masing-masing siswa dalam kelompok diberikan tugas untuk dikerjakan. 3 Siswa mendiskusikan hasil kerjanya dengan teman satu kelompok.
4 Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling tepat dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
5 Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
6 Siswa dari kelompok lain yang berbeda pendapat mengemukakan pendapatnya. 7 Guru dan siswa mengadakan evaluasi.
8 Memberikan tugas rumah. 9 Menutup pelajaran.
4. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Divisions STAD Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions STAD
dikembangkan oleh Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins. Ide dasar STAD adalah bagaimana memotivasi siswa dalam kelompok agar saling membantu
untuk menguasai materi yang diberikan. Newman and Thompson dalam Armstrong mengemukakan bahwa:” STAD was the most successful cooperative learning technique
at increasing student academic achievement, ...” STAD adalah tehnik pembelajaran
commit to user
26 kooperatif yang sukses untuk meningkatkan prestasi akademik, ...... Artinya STAD
baik digunakan dalam pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar. Slavin 1995:71-73 menguraikan STAD menjadi lima komponen utama, yaitu
penyajian kelas, belajar dalam kelompok, kuis, skor perkembangan individual, dan pengakuan atau penghargaan kelompok. Komponen-komponen tersebut dijabarkan
lebih lanjut ke dalam tahap-tahap pembelajaran model STAD sebagai berikut Jacobs, 1996:94.
Tahap 1. Guru mempresentasikan materi pembelajaran melalui demonstrasi, buku teks, dan lain-lain. Pada presentasi kelas ini siswa harus menyadari bahwa
mereka harus memberikan perhatian penuh pada presentasi materi oleh guru, karena dengan fokus pada presentasi tersebut akan membantu mereka dalam
mengerjakan tugas kelompok. Tahap 2. Kelompok heterogen yang terdiri dari 4 atau 5 orang mempelajari bersama-
sama materi yang telah dipresentasikan oleh guru melalui lembar kerja siswa, buku teks atau sumber lainnya. Tujuan utama kelompok adalah untuk
meyakinkan bahwa semua anggota kelompok belajar, atau lebih khusus, untuk mempersiapkan setiap anggota kelompok menghadapi kuis individual
dengan baik Tahap 3. Siswa menjawab kuis secara individual. Pada tahap ini siswa tidak
diperbolehkan untuk membantu siswa yang lain dalam menjawab kuis. Jadi, setiap orang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri untuk menjawab
kuis.
commit to user
27 Tahap 4. Setiap skor siswa pada kuis dan rata-rata mereka pada kuis sebelumnya
digunakan untuk menghitung berapa banyak poin yang diberikan seorang anggota kelompok kepada kelompoknya. Poin sumbangan tersebut oleh
Slavin disebut sebagai poin perkembangan individual. Kemudian, setiap poin perkembangan individual anggota kelompok dirata-ratakan untuk
menentukan skor kelompok. Berdasarkan skor ini setiap kelompok diberi penghargaan berupa sertifikat Good Team, Great Team dan Super Team.
Tabel 2.2 Poin Perkembangan Individual Slavin, 1995:80 Skor Kuis Siswa
Poin untuk Kelompok Lebih dari 10 poin dibawah rata-rata sebelumnya
10 poin hingga 1 poin dibawah rata-rata sebelumnya Rata-rata sebelumnya sampai 10 poin di atas rata-rata
sebelumnya Lebih dari 10 poin diatas rata-rata sebelumnya
Pekerjaaan sempurna tidak berdasarkan rata-rata sebelumnya
5 10
20 30
30
Rata-rata sebelumnya merujuk pada skor rata-rata pada kuis-kuis sebelumnya.
Tabel Penghargaan Kelompok Rata-rata Poin Perkembangan
Penghargaan 0 x
≤ 10 10 x
≤ 20 20 x
≤ 30 Good Team
Great Team Super Team
commit to user
28 5. Pengertian Sikap Percaya Diri
Secara keseluruhan proses pendidikan di sekolah mengandung arti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan. Hal ini tergantung dari proses belajar yang
dialami siswa. Untuk dapat membentuk cara belajar yang baik diperlukan sikap mental yang baik. Siswa yang memiliki sikap mental yang sehat akan mampu mengatasi
kesukaran yang mungkin terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Di samping itu dengan memiliki sikap mental yang sehat, siswa akan mampu menyesuaikan diri
dengan penuh kepuasan dan kegembiraan serta memiliki rasa percaya diri. Percaya diri adalah suatu keyakinan terhadap diri di mana keyakinan tersebut
merupakan keyakinan akan akan kemampuan dan kesangupan diri sendiri dalam beraktivitas serta menghadapi bebagai situasi dan keadaan lingkungan sekitarnya. Dalam
hal ini dengan adanya suatu percaya diri, seorang siswa akan memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu melakukan segala aktivitas belajar serta mampu menghadapi masalah
yang ada di dalamnya. Para orang tua, guru, dan pemimpin pasti setuju bahwa sikap percaya diri
adalah penting untuk ditumbuhkan dalam usaha membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Sikap percaya diri ini dapat membuat seseorang menjadi bersemangat untuk
melakukan sesuatu yang ia merasa bisa, dan dapat membuatnya berprestasi dalam bidang yang ditekuninya. Kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instan, melainkan
melalui proses yang berlangsung semenjak usia dini, dalam kehidupan bersama orang tua. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, namun
faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan faktor yang amat mendasar bagi
commit to user
29 pembentukan rasa percaya diri. Sikap orang tua akan diterima oleh anak sesuai dengan
persepsinya pada saat itu. Orangtua yang menunjukkan perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kelekatan
emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan rasa percaya diri pada anak tersebut. M. Junaidi 2004 : 2 berpendapat bahwa manusia
sebagai makhluk sosial yang memiliki potensi untuk bisa berinteraksi dengan orang lain agar menjadi manusia yang utuh. Sikap percaya diri tidak hanya ditentukan keadaan,
yang dihadapi saat ini namun juga dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman di masa lalu, situasi sekarang dan diharapkan di masa yang akan datang. Samsi Haryanto 1994 :
2 berpendapat kepribadian seseorang dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan faktor lingkungan. Jose R. Goris 2007 : 738 contingency model berniat untuk menanggapi
situasi tertentu dan individu tertentu. Mereka juga berusaha untuk meningkatkan efektivitas organisasi dan kualitas kehidupan kerja.
Pendapat Sheenah Hankin 2005 : 1 seseorang bisa percaya diri harus menempuh jalan menuju kebebasan hingga sampai ke suatu tempat yang disebut
kematangan emosi. Selanjutnya Gerungan berpendapat sikap-sikap otoriter, sikap over protection dan sikap penolakan anak-anaknya dari pada orang tua dapat menjadi
handicamp bagi perkembangan sosial anak-anak. Sedangkan Secrd Backman dalam Saifudin Azwar 2000 : 5 mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal
perasaan afeksi, pemikiran kognisi dan prendisposisi tindakan kognisi seseorang terhadap aspek lingkungan di sekitarnya.
Untuk dapat memberikan perhatian rasa ingin tahu perlu dirangsang karena perhatian tersebut akan selalu terpelihara selama pembelajaran berlangsung dan bahkan
commit to user
30 akan dapat melekat lebih lama lagi. Rasa ingin tahu dapat dipancing atau dirangsang
dengan elemen-elemen yang baru, unik, kontradiktif dan kompleks. Misalnya siswa bersikap percaya diri mempelajari Matematika berarti di dalam dirinya muncul suatu
perasaan percaya dengan senang sehingga perasaan tersebut akan menentukan tindakannya untuk memahami objek mata pelajaran Matematika. Menurut Muhammad
Asrori 2008 : 199 respon penyesuai diri, baik atau buruk secara sederhana dapat dipandang sebagai upaya organisme untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan
untuk memelihara keseimbangan yang lebih wajar. Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan
dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungansituasi yang dihadapinya, hal ini bukan berarti bahwa individu
tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri. Menurut Slavin 2008 : 36 beberapa kajian telah menemukan
bahwa ketika para siswa bekerja bersama- sama untuk meraih sebuah tujuan kelompok membuat mereka
mengekspresikan norma- norma yang baik dalam melakukan apapun yang diperlukan untuk keberhasilan
kelompok. Martin dalam Windy Asmiana 2003 : 1 melakukan penelitian tentang sikap percaya diri pada 144 pelajar Indian pada BIA Boarding School yang berada di
Oklahoma. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pelajar yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi akan lebih cepat untuk menyelesaikan studinya dibandingkan dengan
pelajar yang memiliki rasa percaya diri yang rendah. Markku S. Hannula 2004: 1 mengemukakan, ..... indicates that the learning of mathematics is influenced by a pupil’s
mathematics-related beliefsw, especially self-confidence. Pernyataan menunjukkan
commit to user
31 bahwa pembelajaran matematika dipengaruhi oleh keyakinan seorang murid yang
terkait matematika, terutama rasa percaya diri. Berdasarkan batasan-batasan tersebut di atas disimpulkan setiap percaya diri
adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan situasi yang
dihadapinya. Rasa percaya diri yang tinggi merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan
percaya bahwa dia bisa karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.
Ada beberapa Karakteristik Sikap, menurut Magnis Suseno dalam Herman J. Waluyo 2002 : 96 ada tujuh sikap keutamaan yang mendasari kepribadian yang
mantap bagi seorang ilmuwan, yaitu kejujuran, menghargai nilai otentik, kesediaan untuk bertanggung jawab, kemandirian moral, memiliki keberanian moral, memiliki
kerendahan hati, serta bersikap realistis dan kritis terhadap berbagai fenomena duniawi manusiawi. Menurut Sax dalam Saifudin Azwar 2000 : 25 menunjukkan beberapa
karakteristik sikap yaitu: a. Sikap memiliki arah, maksudnya sikap dapat dibagi menjadi dua bagian yang
sangat jelas, yaitu bagian setuju atau tidak setuju, bagian memihak atau tidak memihak terhadap suatu objek sikap. Orang yang setuju; memihak terhadap
suatu objek sikap yang arahnya positif, sedangkan orang yang tidak setuju memihak terhadap suatu objek yang arahnya negatif.
commit to user
32 b. Sikap memiliki intensitas, maksudnya kekeuatan sikap terhadap suatu objek
belum tentu sama, walaupun arahnya sama. Dua orang sama-sama tidak suka terhadap suatu objek dan sama-sama memiliki sikap yang arahnya negative,
namun belum tentu memiliki intensitas yang sama. c. Sikap memiliki keleluasaan, maksudnya sikap kesetujuan atau ketidaksetujuan
terhadap suatu objek hanya dapat mengenai aspek yang sangat spesifik, tetapi dapat pula mencakup banyak aspek yang ada pada suatu objek.
d. Sikap memiliki konsistensi, maksudnya adanya kesesuaian antara pernyataan sikap dengan respon terhadap suatu obyek. Sikap tersebut diperlihatkan oleh
kesesuaian sikap antar waktu dan dipertahankan dalam waktu yang relatif lama. e. Sikap bersifat spontanitas, maksudnya menyangkut sejauh mana kesiapan
individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan,. Sikap spontanitas yang tinggi terjadi apabila dinyatakan secara terbuka tanpa adanya desakan terhadap
individu terlebih dahulu. Pengukuran dan pemahaman terhadap sikap seharusnya mencakup kelima
dimensi sikap tersebut, namun hal itu sangat sulit dilakukan, kebanyakan hanya mengungkapkan dimensi arah dan intensitas dari sikap saja, dengan hanya menunjukkan
kecenderungan sikap positif atau negatif dan memberikan tafsiran mengenai derajat kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap respon individu.
Sikap percaya diri dalam penelitian ini adalah 1 kemampuan mengingat kembali fakta dan informasi meliputi: a dorongan menghafal simbol-simbol, gambar-gambar
maupun rumus-rumus, b kemampuan untuk meniru langkah-langkah yang dirasa perlu,
commit to user
33 c kemampuan menjelaskan suatu permasalahan d kelengkapan membuat ringkasan.
2 kesungguhan menjelaskan kembali materi ke dalam pola baru berbeda meliputi: a melatih berfikir kritis, b keberanian untuk bertanya, c dapat mempertimbangkan
kegiatan yang dilakukan, d keberanian menyatakan pendapat. 3 kemampuan untuk mengemukakan pengetahuan baru, yaitu a dorongan untuk mengutarakan
kemungkinan alternatif penyelesaian masalah dan penjelasan baru b keberanian berspekulasi dan menyatakan hipotesis.
Yang dimaksud dengan sikap percaya diri dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang siswa dalam mengatasi permasalahan berkaitan dengan belajar
matematika dengan langkah yang tepat, kreatif, agresif meliputi kemampuan mengingat kembali fakta dan informasi, kesungguhan menjelaskan kembali materi ke dalam pola
baru berbeda, kemampuan untuk mengemukakan pengetahuan baru tetapi tetap mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
B. Penelitian yang Relevan