41
Senada dengan itu Yukl 2001 mengemukakan bahwa orang-orang yang cerdas secara emosional dapat menyesuaikan diri
dengan lebih baik, tidak mengalami gangguan psikologis, lebih menyadari kekuatan dan kelemahan pribadi, lebih berorientasi pada
pertumbuhan orang, mampu mengendalikan diri dan tidak egois. Pernyataan semakin ditegaskan oleh Chen, Jacobs, dan Spencer
1998 yang menyatakan bahwa hampir 90 persen dari keberhasilan dalam posisi kepemimpinan disebabkan oleh kecerdasan emosional.
Uraian ini menjadi dasar pijakan peneliti mengambil kecerdasan emosional sebagai prediktor terhadap servant leadership.
2.3. KECERDASAN SPIRITUAL
2.3.1. Pengertian Kecerdasan Spiritual
Konsep kecerdasan spiritual pertama kali diperkenalkan oleh Zohar dan Marshall pada akhir abad kedua puluh. Gagasan ini
muncul ketika Zohar dan Marshall mengamati pengalaman Mats Lederhausen; seorang profesional muda yang meraih puncak
kesuksesan pada usia 30-an. Namun demikian Chief Executif Mc Donald’s Swedia ini menghadapi dilema karier. Mats tidak
merasakan bahagia kendati keluarganya harmonis dan kelimpahan uang. Mats prihatin dengan krisis lingkungan hidup dan runtuhnya
masyarakat yang marak di berbagai belahan dunia. Perusahaan tempatnya bekerja tidak mampu melakukan sesuatu untuk
memperbaiki keadaan, Mats merasa bekerja hanya mencari uang selama 13 jam perhari, namun Mats tidak mengabdikan hidupnya
untuk hal-hal yang sangat penting karena itu Mats ingin hidup memiliki arti dengan menjadi bagian dari solusi bukan masalah.
Pengalaman Mats menurut Zohar dan Marshall sebagai bentuk sosok
42
pekerja yang memiliki kercerdasan hati nurani, kecerdasan tersebut memberikan kesadaran bahwa hidup punya dimensi lebih dalam,
dari pada sekedar menghabiskan waktu untuk menumpuk modal material Widyawan, dalam Jauhari, 2007.
Menurut Zohar dan Marshall 2000 kecerdasan spritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya,
kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan yang lain. Kecerdasan spiritual
merupakan fondasi mendasar untuk memanfaatkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Busan 2003 menyatakan
bahwa kecerdasan spiritual terkait dengan cara menumbuhkan dan mengembangkan kualitas-kualitas vital seperti energi, semangat,
keberanian dan tekat. Menurut Sinetar 2000 kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan untuk mendapatkan inspirasi, dorongan, dan
efektivitas yang terinspirasi, theis-ness atau penghayatan ketuhanan. Sedangkan Eckersley 2000 memberikan pengertian yang lain
mengenai kecerdasan spiritual. Menurutnya Kecerdasan spiritual adalah perasaan intuisi yang dalam terhadap keterhubungan dengan
dunia luas di dalam hidup manusia. Berman 2001 menyatakan bahwa kecerdasan spiritual
dapat memfasilitasi dialog antara pikiran dan emosi, antara jiwa dan tubuh. Lebih lanjut Berman menyatakan bahwa kecerdasan spiritual
juga dapat membantu sesorang untuk dapat melakukan transedensi diri. Senada dengan itu, Sukidi 2004 menyatakan bahwa
kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa yaitu kecerdasan yang
43
membuat seseorang utuh, sehingga dapat mengintegrasikan fragmen kehidupan, aktivitas dan keberadaannya. Sementara King 2008
menyatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah sekumpulan kapasitas mental adaptif yang didasarkan pada aspek-aspek non
material dan transenden dari realitas, secara khusus yang berhubungan dengan critical existential thinking, personal meaning
production, transcendental awareness, conscious state expansion. Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kualitas nilai-nilai spiritual melalui critical
existential thinking, personal meaning production, transcendental awareness, conscious state expansion.
2.3.2. Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual