Hubungan Faktor Risiko Hipertensi dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Pesisir Laut Kecamatan Belawan

(1)

ULI ASRI SIHOTANG 100100224

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

2013

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA MASYARAKAT PESISIR LAUT KECAMATAN

BELAWAN

Oleh :

ULI ASRI SIHOTANG 100100224

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Hubungan Faktor Risiko Hipertensi dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Pesisir Laut Kecamatan Belawan

Nama : Uli Asri Sihotang NIM : 100100224

Pembimbing Penguji I

(dr.Ali Nafiah Nasution, Sp.JP ) (Dr. dr.Dharma Lindarto, Sp.PD,KEMD)

NIP: 198104142006041002 NIP: 195512221983021001

Penguji II

(dr. Putri Chairani Eyanoer, MS, Epi,PhD)

NIP: 197209011999032001

Medan, Januari 2014 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KEGH) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

Abstrak

Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia dimana prevalensinya cukup tinggi dan jumlahnya pun cenderung meningkat. Hipertensi bertanggung jawab terhadap kematian yang ditimbulkan akibat komplikasinya. Berbagai faktor risiko mempengaruhi terjadinya hipertensi.

Mengetahui faktor risiko hipertensi dan kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir laut di Kecamatan Belawan Medan.

Jenis Penelitian ini adalah Observasional analitik dengan pendekatan potong lintang.subjek dalam penelitian ini berjumlah 128 responden yang terdiri dari 64 responden hipertensi dan 64 responden non-hipertensi. Sampel diambil secara teknik non-probability sampling dengan cara consecutive sampling Penelitian di lakukan diwilayah kerja Puskesmas Belawan pada bulan Agustus- September 2013. Data diperoleh melalui pengukuran tekanan darah, tinggi badan, berat badan dan daftar pertanyaan. Analisis data dilakukan secara bertahap meliputi analisis univariat, analisis bivariat menggunakan uji chi-square dan analisis multivariat.

Hasil uji statistik analisis univariat suku yang paling banyak menderita hipertensi adalah suku melayu. Analisis bivariat menunjukkan factor risiko yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir laut di Kecamatan Belawan adalah riwayat keluarga (p = 0,001), usia (p = 0,045), Obesitas (p = 0,047), dan konsumsi natrium (p = 0,047). Anaisis multivariat menunjukkan riwayat keluarga (OR = 4,018; 95%CI = 1,813 - 8,906) paling berperan terhadap kejadian hipertensi.

Faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi adalah usia, riwayat keluarga, obesitas, dan konsumsi natrium sedangkan yang tidak berhubungan jenis kelamin dan riwayat merokok.


(5)

Abstract

Hypertension is a non infectious disease which is one of the important health problems in Indonesia, where the prevalence is quite high and the number tends to increase. Hypertension is responsible for death which is caused by its complications. Various risk factors influence the occurrence of hypertension.

To know the risk factors of hypertension and the occurrence of hypertension in coastal communities in District of Belawan Medan.

The type of this research is analytic observational with cross sectional approach. Subject of this research is 128 respondents consisting of 64 respondents with hypertension and 64 respondents with non hypertension. The sample was taken in a non-probability sampling technique by consecutive sampling. This research was done in Puskesmas Belawan on August until September 2013. The data was obtained from measurement of blood preasure, height, weight and list of questions. The data analysis was done step by step consisting of univariate and bivariate analysis by using chi-square test.

The result of tribal univariate analysis statistical test, the most suffering of hypertension is Malay tribe. Bivariate analysis showed the risk factor which is related to hypertension in the coastal communities in District of Belawan is family story. (p= 0,001), age (p= 0,045), obesity (p= 0,047) and sodium consumption (p= 0,047). Multivariate analysis showed, family history (OR = 4,018; 95%CI = 1,813 - 8,906) .

The factors which are related to the occuinrrence of hypertension are age, family history, obesity and sodium consumption, while gender and smoking history are not related.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang Maha Esa, karena berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyusun proposal karya tulis ilmiah dengan judul “Hubungan Faktor Risiko Hipertensi dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Pesisir Laut Kecamatan Belawan” dapat diselesaikan. Penyusunan hasil karya tulis ilmiah Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam hasil karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dan terdapat kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Ali Nafiah Nasution, Sp.JP selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada Dr. dr. Dharma Lindarto, Sp.PD, KEMD, Dr.dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes dan dr. Putri Chairani Eyanoer, MS, Epi, PhD sebagai Dosen Penguji

3. Kepada dr. Zulkarnain Rangkuti, M.Sc selaku dosen penasehat akademik saya selama di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Kepada kedua orangtua saya Robert Sihotang dan Delima Sitorus, kakak dan adik yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada saya dalam mendukung saya dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini

5. Kepada dr. Brando selaku Kepala Puskesmas Kecamatan Belawan yang telah memberikan izin meneliti di Puskesmas yang dipimpin. Juga kepada dr. Edhi dan Ibu Ruli serta kakak dan abang yang bertugas di Puskesmas Belawan yang telah membantu saya dalam mengambil data.


(7)

6. Seluruh teman-teman angkatan 2010 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, terutama Maria Jheny F.P., Maria Monalisa, Nathania Vicki, Ratu Dharojatunnissa A.D., Elisa A.S., Erlina T. Damanik, Sonia Hardianty, Monica Oktariyanthy, dan Ka Tari, Nanda Ladita, teman satu bimbingan serta Yosiana dan Anisa Terima kasih atas bantuannya.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua, dan penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat diterima dan memberikan informasi serta sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak.

Medan, Desember 2013 Penyusun,


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tekanan Darah ... 4

2.1.1 Curah Jantung ... 5

2.1.1.1 Resistensi Vaskular ... 5

2.1.1.2 Viskositas ... 6

2.1.1.3 Panjang Total dan Jari-jari Pembuluh Darah ... 6

2.1.2 Refleks Baroreseptor ... 7

2.1.3 Pengukuran Tekanan Darah ... 8

2.2 Definisi Hipertensi ... 8


(9)

2.4 Faktor-faktor Risiko Hipertensi ... 10

2.4.1 Faktor-faktor yang tidak dapat diubah ... 10

2.4.2 Faktor-faktor yang dapat diubah ... 11

2.5 Klasifikasi Hipertensi ... 13

2.6 Patofisiologi Hipertensi ... 14

2.7 Manifestasi Klinis Hipertensi ... 17

2.8 Diagnosis Hipertensi ... 17

2.9 Penatalaksanaan Hipertensi ... 18

2.9.1 Penatalaksanaan Non-farmakologis ... 18

2.9.2 Penatalaksanaan Farmakologis ... 20

2.10 Komplikasi ... 22

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 25

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 25

3.2 Definisi Operasional ... 25

3.3 Hipotesis... 28

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 30

4.1 Jenis Penelitian ... 30

4.2 Wakru dan Tempat Penelitian ... 30

4.2.1. Waktu ... 30

4.2.2. Tempat ... 30

4.3 Populasi dan Sampel ... 30

4.3.1. Populasi ... 30

4.3.2. Sampel ... 30

4.3.2.1 Kriteria Inklusi ... 30

4.3.2.2 Kriteria Eksklusi ... 30


(10)

4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 31

4.5 Pengolahan dan Analisis Data ... 32

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 33

5.1 Hasil Penelitian ... 33

5.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Medan Belawan ... 33

5.1.2 Deskripsi Data Penelitian ... 33

5.1.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel ... 34

5.1.3 Analisis Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Hipertensi ... 36

5.1.3.1 Hubungan Jenis Kelamin dan Tekanan Darah ... 36

5.1.3.2 Hubungan Kelompok Umur dan Tekanan Darah ... 36

5.1.3.3 Hubungan Riwayat Keluarga dan Tekanan Darah ... 37

5.1.3.4 Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Tekanan Darah ... 38

5.1.3.5 Hubungan Konsumsi Natrium dan Tekanan Darah ... 38

5.1.3.6 Hubungan Riwayat Merokok dan Tekanan Darah ... 39

5.1.4 Analisis Multivariat Faktor Risiko yang Paling Dominan Pada Kejadian Hipertensi ... 40

5.2 Pembahasan ... 41

5.2.1 Jenis Kelamin ... 41


(11)

5.2.3 Suku ... 42

5.2.4 Riwayat Keluarga ... 42

5.2.5 Indeks Massa Tubuh ... 43

5.2.6 Konsumsi Natrium ... 44

5.2.7 Kebiasaan Merokok ... 44

5.2.8 Analisis Multivariat ... 45

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 46

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

6.1 Kesimpulan ... 47

6.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII ... 14

Tabel 2.2 Pilihan Obat Antihipertensi untuk Keadaan Tertentu ... 23

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel ... 34

Tabel 5.2 Hubungan Jenis Kelamin dan Tekanan Darah ... 36

Tabel 5.3 Hubungan Kelompok Umur dan Tekanan Darah ... 37

Tabel 5.4 Hubungan Riwayat Keluarga dan Tekanan Darah ... 37

Tabel 5.5 Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Tekanan Darah ... 38

Tabel 5.6 Hubungan Konsumsi Natrium dan Tekanan Darah ... 39

Tabel 5.7 Hubungan Riwayat Merokok dan Tekanan Darah ... 39


(13)

DAFTAR GAMBAR


(14)

DAFTAR SINGKATAN

ACE-I Angiotensin Converting Enzyme-Inhibitor

ADH Anti Diuretic Hormone

AI Angiotensin I

AII Angiotensin II

BSH British Hypertension Society

CHEP Canadian Hypertension Education Program

Cl Klorida

ESH European Society of Hypertension

INTERSALT International Study of Sodium, Potassium, and Blood Pressure

ISH International Society of Hipertension

JNC VII The Seventh Report of the Joint National Committee mmHg millimeter air raksa

Na Natrium

NaCl Natrium klorida

RAAS Renin- Angiotensin- Aldosterone System Riskesdas Riset Kesehatan Dasar

TGF-β Transforming Growth Factor-β WHO World Health Organization


(15)

Abstrak

Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia dimana prevalensinya cukup tinggi dan jumlahnya pun cenderung meningkat. Hipertensi bertanggung jawab terhadap kematian yang ditimbulkan akibat komplikasinya. Berbagai faktor risiko mempengaruhi terjadinya hipertensi.

Mengetahui faktor risiko hipertensi dan kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir laut di Kecamatan Belawan Medan.

Jenis Penelitian ini adalah Observasional analitik dengan pendekatan potong lintang.subjek dalam penelitian ini berjumlah 128 responden yang terdiri dari 64 responden hipertensi dan 64 responden non-hipertensi. Sampel diambil secara teknik non-probability sampling dengan cara consecutive sampling Penelitian di lakukan diwilayah kerja Puskesmas Belawan pada bulan Agustus- September 2013. Data diperoleh melalui pengukuran tekanan darah, tinggi badan, berat badan dan daftar pertanyaan. Analisis data dilakukan secara bertahap meliputi analisis univariat, analisis bivariat menggunakan uji chi-square dan analisis multivariat.

Hasil uji statistik analisis univariat suku yang paling banyak menderita hipertensi adalah suku melayu. Analisis bivariat menunjukkan factor risiko yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir laut di Kecamatan Belawan adalah riwayat keluarga (p = 0,001), usia (p = 0,045), Obesitas (p = 0,047), dan konsumsi natrium (p = 0,047). Anaisis multivariat menunjukkan riwayat keluarga (OR = 4,018; 95%CI = 1,813 - 8,906) paling berperan terhadap kejadian hipertensi.

Faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi adalah usia, riwayat keluarga, obesitas, dan konsumsi natrium sedangkan yang tidak berhubungan jenis kelamin dan riwayat merokok.


(16)

Abstract

Hypertension is a non infectious disease which is one of the important health problems in Indonesia, where the prevalence is quite high and the number tends to increase. Hypertension is responsible for death which is caused by its complications. Various risk factors influence the occurrence of hypertension.

To know the risk factors of hypertension and the occurrence of hypertension in coastal communities in District of Belawan Medan.

The type of this research is analytic observational with cross sectional approach. Subject of this research is 128 respondents consisting of 64 respondents with hypertension and 64 respondents with non hypertension. The sample was taken in a non-probability sampling technique by consecutive sampling. This research was done in Puskesmas Belawan on August until September 2013. The data was obtained from measurement of blood preasure, height, weight and list of questions. The data analysis was done step by step consisting of univariate and bivariate analysis by using chi-square test.

The result of tribal univariate analysis statistical test, the most suffering of hypertension is Malay tribe. Bivariate analysis showed the risk factor which is related to hypertension in the coastal communities in District of Belawan is family story. (p= 0,001), age (p= 0,045), obesity (p= 0,047) and sodium consumption (p= 0,047). Multivariate analysis showed, family history (OR = 4,018; 95%CI = 1,813 - 8,906) .

The factors which are related to the occuinrrence of hypertension are age, family history, obesity and sodium consumption, while gender and smoking history are not related.


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu masalah kesehatan penting di seluruh dunia karena prevalensinya yang tinggi dan terus meningkat. Hipertensi mengakibatkan kematian dengan jumlah 9,4 juta setiap tahunnya. Hipertensi bertanggung jawab sekitar 45% kematian akibat penyakit jantung iskemik dan 51 % akibat stoke. Pada tahun 2008, 40% di seluruh dunia dari orang dewasa berusia lebih dari 25 yang telah didiagnosa hipertensi (WHO Health Day, 2013).

Prevalensi Hipertensi di Indonesia cukup tinggi dan jumlahnya pun cenderung meningkat. Hasil Survei Rumah Tangga tahun 2001 menunjukkan 8,3% penduduk Indonesia menderita hipertensi, meningkat pada Tahun 2004 menjadi 27,5%. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7% pada dewasa.

Pada Sumatera Utara prevalensi hipertensi (Riskesdas, 2007). Profil Kesehatan Kota Medan 2007, hipertensi menduduki peringkat kedua penyakit terbanyak di Kota Medan dengan jumlah penderita 423.656 atau 11%. Penderita hipertensi di Kecamatan Belawan berada pada peringkat ke empat (Ginting, 2008). Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan, didapati pada periode 2012 penyakit hipertensi berada di urutan 3 dalam 10 penyakit tersering pada Puskesmas Kecamatan Belawan.

Hipertensi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak dapat dikontrol dan dapat dikontrol. Faktor yang tidak dapat dikontrol antara lain umur, jenis kelamin riwayat keluarga, serta yang dapat dikontrol seperti Indeks Massa Tubuh (IMT), kebiasaan merokok, aktivitas sehari-hari dan olahraga, konsumsi garam, stres, dan tidur yang cukup.

Salah satu faktor risiko hipertensi yang lain adalah letak geografis suatu daerah. MN. Bustan (2007) menyatakan bahwa masyarakat yang bertempat


(18)

tinggal di daerah pantai memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan masyarakat yang berada di daerah pegunungan. Salah satu penelitian yang dilakukan di Desa Kabongan Kidul, Kabupaten Rembang Jawa Tengah yang secara geografis juga daerah pantai dihasilkan faktor-faktor yang terbukti sebagai faktor risiko hipertensi adalah usia, riwayat keluarga, merokok, dan obesitas. Sedangkan faktor-faktor yang tidak terbukti sebagai faktor risiko hipertensi adalah jenis kelamin, konsumsi natrium, konsumsi lemak dan aktivitas (Kartikasari ,2012). Penulis ingin mengetahui faktor risiko yang berperan penting pada kejadian hipertensi masyarakat daerah pesisir pada daerah Sumatera Utara khususnya. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai profil tekanan darah dan kejadian hipertensi pada masyarakat yang tinggal di daerah laut di mana penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Belawan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Belawan yang secara geografis merupakan salah satu daerah pantai.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka diperoleh perumusan masalah sebagai berikut:.

Bagaimana hubungan faktor risiko hipertensi dengan kejadian hipertensi pada masyarakat Kecamatan Belawan.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan faktor risiko yang berperan pada kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir laut Kecamatan Belawan, Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisis hubungan usia sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi.

2. Menganalisis hubungan jenis kelamin sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi.


(19)

3. Menganalisis hubungan riwayat keluarga sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi.

4. Menganalisis hubungan kebiasaan mengkonsumsi garam (natrium) sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi.

5. Menganalisis hubungan kebiasaan merokok sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi.

6. Menganalisis hubungan obesitas sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi.

7. Mengetahui ras sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi peneliti

1. Sebagai tambahan pengetahuan mengenai faktor risiko darah dan kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir laut kecamatan Belawan.

2. Sebagai pemenuhan tugas akhir pendidikan di FK USU. 1.4.2 Bagi pembaca dan masyarakat

1. Memberikan informasi pada masyarakat Kecamatan Belawan, Medan tentang faktor risiko hipertensi sebagai masyarakat di daerah pantai, memahami hipertensi dan berupaya melakukan pencegahan.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penelitian selanjutnya atau penelitian sejenis.

1.4.3 Bagi Puskesmas Kecamatan Belawan

1. Memberikan informasi mengenai mengenai profil tekanan darah dan kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir laut kecamatan Belawan.

2. Puskesmas dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dan diagnosa dini pada hipertensi.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan gaya yang ditimbulkan darah terhadap dinding pembuluh, bergantung pada volume darah yang terkandung di dalam pembuluh dan compliance, atau daya regang (distensibility), dinding pembuluh yang bersangkutan. Tekanan maksimum yang ditimbulkan di arteri sewaktu darah disemprotkan masuk kedalam arteri selama kontraksi (sistol) ventrikel disebut tekanan sistolik, rata-rata adalah 120mmHg. Tekanan minimum di dalam arteri sewaktu darah mengalir ke luar pembuluh di hilir selama relaksasi (diastol) ventrikel, yakni tekanan diastolik, rata-rata adalah 80mmHg.

Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang bertanggung jawab mendorong darah ke seluruh jaringan. Tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup, tanpa tekanan ini, otak dan jaringan lain tidak akan menerima aliran yang adekuat seberapapun penyesuaian lokal mengenai resistensi arteriol ke organ-organ tersebut yang dilakukan. Namun tekanan tidak boleh terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh serta kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh halus.

����������� − ���������� =����������������+ 1

3 ���������������

Mekanisme-mekanisme yang melibatkan integrasi berbagai komponen system sirkulasi dan sistem tubuh lain penting untuk mengatur tekanan darah arteri rata-rata ini. Penentu utama tekanan darah arteri rata-rata adalah curah jantung dan resistensi perifer total

�����������ℎ���������� − ����

= ����ℎ�������×����������������������

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung, tahanan perifer pada pembuluh darah, dan volume atau isi darah yang bersirkulasi (Sherwood 2009).


(21)

2.1.1 Curah Jantung

Curah jantung (cardiac output) adalah volume darah yang dipompa oleh tiap-tiap ventikel per menit. Curah jantung dari kedua ventrikel dalam keadaan normal identik, walaupun apabila diperbandingkan denyut demi denyut, dapat terjadi variasi minor. Curah jantung ditentukan oleh volume sekuncup (stroke volume), volume darah yang di dipompa per denyut dan frekuensi jantung (heart rate) yang ditentukan oleh ritmisitas nodus SA. Stoke volume dideterminasi oleh kontraktilitas jantung (cardiac contractility), venous return (preload), dan resistensi ventrikel kiri saat ejeksi darah ke aorta (afterload) (Sherwood, 2009) . Tekanan darah juga bergantung pada total volume darah dalam sistem kardiovaskular. Jumlah darah normal pada orang dewasa adalah 5 liter (Tortora, 2006).

����ℎ������� = �������������� ×����������������

2.1.1.1 Resistensi Vaskular

Resistensi yaitu ukuran tahanan atau oposisi terhadap aliran darah yang melalui suatu pembuluh darah akibat gesekan antara cairan yang bergerak dan dinding vaskular yang diam (Sherwood, 2009).

Resistensi vaskular mempengaruhi tekanan darah. Resistensi vaskuler bergantung pada ukuran lumen pembuluh darah, viskositas darah dan panjang total pembuluh darah Semakin kecil ukuran pembuluh darah semakin besar resistensinya karena resistensi berbanding terbalik dengan jari- jari lumen pangkat empat (Tortora, 2006).

� ∝14

Arteriol adalah pembuluh resistensi utama. Arteriol hanya sedikit mengandung jaringan ikat elastik namun memiliki lapisan otot polos yang tebal dan berjalan sirkuler sehingga jika berkontraksi diameter pembuluh darah mengecil, jika relaksasi diameter pembuluh darah melebar. Jari-jarinya cukup


(22)

kecil untuk menimbulkan resitensi terhadap aliran. Arteriol banyak dipersarafi saraf simpatis dan peka terhadap beberapa hormon dalam sirkulasi.

Resistensi arteriol yang tinggi menyebabkan penurunan mencolok tekanan rata-rata ketika darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh ini. Penurunan tekanan ini membantu membentuk tekanan yang mendorong aliran darah dari jantung ke berbagai organ. Resistensi arteriol juga berperan mengubah pergeseran tekanan sistolik ke diastolik yang fluktuatif mnenjadi tekanan nonfluktuatif dikapiler (Shewood, 2009).

2.1.1.2 Viskositas

Viskositas darah atau kekentalan darah bergantung pada perbandingan sel darah merah pada cairan plasma.Viskositas mengacu kepada friksi yang timbul antara molekul suatu cairan sewaktu mereka bergesekan satu sama lain selama cairan mengalir. Karena darah “bergesekan” dengan lapisan dalam pembuluh sewaktu mengalir maka semakin luas pemukaan pembuluh yang berkontak dengan darah, semakin besar resistensiterhadap aliran. Luas permukaan di tentukan oleh panjang dan jari-jari pembuluh.

Semakin besar viskositas darah misalkan pada keadaan dehidrasi atau polisitemia, semakin besar resistensinya maka tekanan darah akan meningkat. (Sherwood, 2009)

2.1.1.3 Panjang Total dan Jari-jari Pembuluh Darah

Panjang pembuluh darah ditubuh tidak berubah maka hal ini bukan merupakan faktor variabel dalam kontrol resistensi vaskular (Sherwood,2009). Namun padaorang obese tekanan darah meningkat karena penambahan pembuluh darah pada jaringan adiposa meningkatkan panjang total pembuluh darahnya (Tortora, 2006). Panjang total pembuluh darah, semakin panjang pembuluh darah, semakin besar resistensinya.

Penentu uama resistensi utama terhadap aliran adalah jari-jari pembuluh.cairan akan lebih mudah mengalir pada pembuluh yang besar daripada yang kecil. Volume darah tertentu berkontak dengan luas permukaan yang jauh


(23)

lebih besar pada pembuluh berjari-jari kecil daripada yang berjari-jari besar sehingga resistensi menjadi lebih besar (Sherwood, 2009).

2.1.2 Refleks Baroreseptor

Baroreseptor, reseptor sensori yang sensitif terhadap tekanan yang berlokasi di aorta, arteri karotis interna , dan arteri besar lain pada leher serta dada (Tortora, 2006). Refleks baroreseptor merupakan mekanisme terpenting dalam pengaturan tekanan darah jangka pendek. Setiap perubahan pada tekanan darah rata-rata akan mencetuskan refleks baroreseptor yang diperantarai secara otonom dan mempengaruhi jantung serta pembuluh darah untuk menyesuaikan curah jantung dan resistensi perifer total sebagai usaha untuk memulihkan tekanan darah ke normal. Seperti refleks lainnya, refleks baroreseptor mencakup reseptor, jalur aferen, pusat integrasi, jalur eferen, dan organ efektor.

Reseptor terpenting yang berperan dalam pengaturan tekanan darah terus menerus yaitu sistem sinus karotikus dan baroreseptor lengkung aorta. Baroreseptor terletak di tempat yang strategis untuk menyediakan informasi penting mengenai tekanan darah arteri di pembuluh-pembuluh yang mengalir ke otak (baroreseptor sinus karotikus) dan di arteri utama sebelum bercabang-cabang untuk memperdarahi bagian tubuh lain (baroreseptor lengkung aorta).

Baroreseptor secara terus menerus memberikan informasi mengenai tekanan darah dengan menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap tekanan di dalam arteri.

Pusat integrasi yang menerima impuls aferen mengenai status tekanan arteri adalah pusat kontrol kardiovaskular (vasomotor) yang terletak di medula dalam batang otak. Sebagai jalur aferen adalah sistem otonom. Pusat kontrol kardiovaskular mengubah rasio antara aktivitas simpatis dan parasimpatis ke organ-organ efektor yaitu jantung dan pembuluh darah (Sherwood, 2009). Sinyal dari reseptor sinus karotis dibawa oleh N. glosofaringeal (saraf cranial IX) dan dari resptorarkus aorta oleh N. vagus (saraf cranial X) (Lily, 2011).


(24)

Pada regulasi neural juga terdapat reflex kemoreseptor yang terletak dekat dengan carotid bodies dan aortic bodies. Refleks ini memantau perubahan level komposisi kimia seperti level O2, CO2,dan H+ dalam darah (Tortora, 2006).

2.1.3 Pengukuran Tekanan Darah

Tekanan darah dapat secara tidak langsung dapat diukur dengan menggunakan sfigmomanometer, suatu manset yang dapat dikembungkan dipakai secara eksternal dan dihubungkan dengan pengukur tekanan. Tekanan di dalam manset yang dikembungkan dapat di ubah-ubah untuk mencegah atau membiarkan darah mengalir di arteri brakialis di bawahnya. Aliran darah yang turbulen dapat dideteksi dengan menggunakan sebuah stetoskop sedangkan aliran/ arus laminar yang mulus dan darah yang tidak mengalir tidak menimbulkan suara.

Pola bunyi dalam hubungannya dengan tekanan manset dibandingkan dengan tekanan darah. Angka-angka digambar mengacu kepada titik-titik kunci selama penentuan tekanan darah. Tekanan manset melebihi tekanan darah di seluruh siklus jantung tidak terdengar bunyi. Bunyi pertama terdengar pada tekanan sistolik puncak, bunyi intermiten terdengar sewaktu tekanan darah secara siklus melebihi tekanan manset, dan bunyi terakhir terdengar pada tekanan diastolik minimum (Sherwood, 2009).

2.2 Definisi Hipertensi

Penderita dikatakan hipertensi jika tekanan darahnya naik melebihi batas normal. The Seventh Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) mendefinisikan hipertensi dimana tekanan darah sistolik ≥140mmHg atau tekanan darah diastolik ≤ 90mmHg.


(25)

Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII Klasifikasi Tekanan darah sistolik

(mmHg)

Tekanan darah diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi derajat I 140-159 90-99

Hipertensi derajat II ≥ 160 ≥ 100

Sumber: The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

Framingham Heart Study, tekanan darah antara 130–139/85–89 mmHg dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dua kali lipat dibandingkan dengan tekanan darah dibawah 120/80 mmHg ( JNC 7thReport, 2004). Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi seperti penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri,dan stroke yang merupakan pembawa kematian tetingggi.

2.3 Etiologi Hipertensi

Hipertensi adalah kondisi medis yang heterogen. Pada sebagian besar pasien, hipertensi merupakan akibat dari etiologi dengan patofisiologi yang tidak diketahui (hipertensi esensial atau primer). Walaupun bentuk hipertensi ini tidak bisa disembuhkan, tetapi dapat dikontrol. Sejumlah kecil presentasi pasien memiliki penyebab hipertensi yang spesifik (hipertensi sekunder). Terdapat banyak penyebab sekunder yang potensial, baik karena kondisi medis atau diinduksi secara endogen. Jika penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien dapat disembuhkan (Saseen dan Carter, 2005).

Hipertensi primer atau hipertensi esensial sering disebut hipertensi idiopatik mencakup sekitar 90% - 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhi sehingga terjadi hipertensi jenis ini seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam Na, peningkatan Na


(26)

dan Ca intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas dan merokok (Sherwood, 2009).

Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebabnya diketahui dan terjadi sekitar 5-10% kasus dari kasus-kasus hipertensi. Hipertensi sekunder berhubungan dengan gangguan fungsi ginjal atau penyebab lain yang dapat diidentifikasi. Penyebab spesifik hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, Cushing’s Syndrome, feokromositoma, dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan (Kowalak, Welsh, Mayer, 2003).

2.4 Faktor-faktor Risiko Hipertensi

2.4.1 Faktor-faktor yang Tidak Dapat Diubah

1. Usia

Semakin bertambah usia seseorang semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan karena elastisitas pembuluh darah semakin menurun sehingga pembuluh darah menjadi mengeras sebagai akibat adalah meningkat tekanan darah sistolik. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia (Kaplan, 2006).

Sebagian besar hipertensi terjadi pada umur lebih dari 65 tahun. Sebelum umur 55 tahun tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah umur 65 tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. (Gray, et al. 2005). Risiko hipertensi meningkat bermakna sejalan dengan bertambahnya usia dan kelompok usia ≥75 tahun berisiko 11,53 kali (Rahajeng dan Tuminah, 2009)

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting terhadap peningkatan tekanan darah. Pria lebih banyak mengalami kemungkinan hipertensi karena sering dipicu oleh faktor sosial seperti depresi dan status pekerjaan, dan gaya hidup tidak sehat seperti kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol (Rahajeng dan Tuminah, 2009).


(27)

Hormon seks juga mempengaruhi sistem renin-angiotensin. Secara umum laki-laki lebih berisiko terkena hipertensi dibandingkan wanita. Wanita dipengaruhi oleh beberapa hormon termasuk hormon estrogen yang melindungi wanita dari hipertensi dan komplikasinya termasuk penebalan dinding pembuluh darah atau aterosklerosis. Namun pada saat masa menopause wanita lebih berisiko terkena hipertensi.

3. Riwayat Keluarga

Faktor genetik jelas berperan dalam menentukan besar tekanan darah, seperti dibuktikan penelitian yang membandingkan kembar monozigot dan dizigot dan oleh penelitian yang meneliti penyebaran hipertensi dalam keluarga. Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu keluarga. Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada anak dengan orangtua yang tekanan darahnya normal (Kumar dan Clark, 2004).

4. Ras/ Etnis

Orang kulit hitam di Amerika memiliki risiko lebih besar untuk menderita hipertensi primer ketika predisposisi kadar renin plasma yang rendah mengurangi kemampuan ginjal mengekskresi natrium berlebih (Kowalak, Melsh, Mayer, 2003). Di Indonesia, prevalensi hipertensi tertinggi di temukan pada masyarakat di Provinsi Kalimantan Selatan 39,6% dan yang terendah di Papua Barat sebesar 20,1% (Riskesdas,2007)

2.4.2 Faktor-faktor yang Dapat Diubah

1. Konsumsi Garam

Garam dapur atau garam dalam pengertian sehari-hari terdiri dari unsur mineral natrium (Na) dan klorida (Cl) yang bergabung menjadi satu molekul yaitu NaCl. Kandungan natrium dalam garam dapur sekitar 40% dan selebihnya klorida. Garam dapat memperburuk hipertensi pada orang secara genetik sensitif terhadap natrium. Berdasarkan panduan umum Gizi Seimbang 2003 konsumsi garam tidak boleh lebih dari 6 gram (1 sendok teh) dalam satu hari atau sama


(28)

dengan 2300 mg natrium. Menurut INTERSALT peningkatan asupan natrium sebanyak 50mmol per hari dapat meningkatkan tekanan darah rata-rata sistolik 5 mmHg dan diastoliknya 3 mmHg. Dalam penelitian Denton menunjukkan bahwa asupan garam sampai 15 gram per hari dapat meningkatkan tekanan darah sistolik sebesar 33 mmHg dan diastolic sebesar 10 mmHg (Adrogue, Madias, 2007).

Natrium memiliki sifat menarik cairan sehingga mengkonsumsi garam berlebih atau makan-makanan yang diasinkan dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Orang-orang peka natrium akan lebih mudah mengikat natrium sehingga menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan darah. Karena sifatnya yang meretensi air sehingga volume darah menjadi naik dan hal tersebut secara otomatis menaikkan tekanan darah.

2. Kebiasaan Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi. Rokok mengandung nikotin, tembakau, karbonmonoksida dan lain lain yang sangat mempengaruhi tekanan darah. Menghisap rokok menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi. Tembakau memiliki efek cukup besar dalam peningkatan tekanan darah karena dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Kandungan bahan kimia dalam tembakau juga dapat merusak dinding pembuluh darah. Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh lainnya

Penelitian yang di lakukan Martini (2003) jumlah konsumsi rokok yang dikonsumsi lebih dari 10 batang tiap harinya dapat meningkat risiko hipertensi sebanyak 3,02 kali (Nurcahyani, Bustamam, Diandini, 2011)


(29)

3. Obesitas

Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk memompa darah. Berat badan berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah dan luas dan perluasan sistem sirkulasi. Makin besar massa tubuh, makin banyak pula suplai darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh Hal ini mengakibatkan volume darah yang beredar melalui pembuluh darah akan meningkat sehingga tekanan pada dinding arteri menjadi lebih besar.

Obesitas dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit kardiovaskular melalui mekanisme pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron, peningkatkan aktivitas simpatis. Leptin yang disekresikan oleh sel adipose berikatan dengan reseptor pada hipotalamus dan meningkatkan sodium renal dan ekskresi air dan mengubah substansi vasoaktif seperti nitric oxide pada pembuluh darah (Frisoli, Schmieder, Grodzicki, Messerli, 2011)

4. Kurang Aktivitas Fisik dan Olahraga

Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat

5. Letak Geografis

Bustan (2007) letak geografis dimana pada daerah pantai lebih banyak kejadian hipertensi dari pada daerah pegunungan.


(30)

2.5 Klasifikasi Hipertensi

Di Indonesia berdasarkan konsensus yang dihasilkan pertemuan ilmiah nasional pertama perhimpunan hipertensi Indonesia, belum dapat membuat klasifikasi hipertensi untuk orang indonesia. Hal ini dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia berskala nasional sangat jarang.

Menurut The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat I dan II (Tabel 2.1).

Masih ada beberapa klasifikasi dan pedoman penanganan hipertensi lain dari World Health Organization (WHO), International Society of Hipertension (ISH), European Society of Hypertension (ESH bersama European Society of Cardiology), British Hypertension Society (BSH), dan Canadian Hypertension Education Program (CHEP) tetapi umumnya digunakan JNC VII.

2.6 Patofisiologi Hipertensi

Tekanan darah dipengaruhi kecepatan denyut jantung volume sekuncup dan total resistensi perifer. Peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Pada tahap hipertensi lanjut, curah jantung cenderung menurun dan resistensi perifer meningkat (Gray, Dawkins, Simpson, Morgan, 2005). Patofisiologi hipertensi primer terjadi melalui mekanisme :

1. Curah Jantung dan Tahanan Perifer

Peningkatan curah jantung terjadi melalui peningkatan volume cairan atau preload dan rangsangan saraf yang mempengaruhi kontraktilitas jantung. Curah jantung meningkat secara mendadak akibat adanya rangsang saraf adrenergik. Barorefleks menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sehingga tekanan darah kembali normal. Namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak adekuat sehingga terjadi vasokonstriksi perifer (Kaplan, 2006).


(31)

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap normalitas tekanan darah. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang dimediasi oleh angiotensin dan menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible (Gray, 2005).

Jantung harus memompa secara kuat dan menghasilkan tekanan lebih besar untuk mendorong darah melintasi pembuluh darah yang menyempit pada peningkatan Total Periperial Resistence. Keadaan ini disebut peningkatan afterload jantung yang berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Peningkatan afterload yang berlangsung lama, menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertrofi. Terjadinya hipertrofi mengakibatkan kebutuhan oksigen ventrikel semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung mulai menegang melebihi panjang normalnya yang akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup.

2. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem renin-angiotensin merupakan sistem endokrin penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion, penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik.

Mekanisme terjadinya hipertensi melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam pengaturan tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, kemudian oleh hormon renin yang diproduksi ginjal akan diubah menjadi angiotensin I. Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh ACE yang terdapat di paru-paru. Angiotensin II merupakan suatu vasokonstrikor kuat yang utama menyebabkan vasokontriksi


(32)

arteriolhalus sehingga menyebabkan peningkatan resistensi pada aliran darah dan peningkatan tekanan darah

Angiotensin II bersirkulasi menuju kelenjar adrenal dan menyebabkan sel korteks adrenal membentuk hormon lain yaitu aldosteron. Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal untuk mengatur volume cairan ekstraseluler. Aldosteron mengurangi ekskresi NaCl dengan cara reabsorpsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada akhirnya meningkatkan volume dan tekanan darah (Corwin, 2009).

3. Hormon Antidiuretik

Hormon antidiuretik (ADH) atau vasopresin diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas plasma (penurunan konsentrasi air). ADH adalah suatu vasokonstriktor kuat yang berpotensi meningkatkan tekanan darah (Corwin, 2009). Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.

4. Sistem Saraf Simpatis

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medula otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, di mana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Kaplan, 2006).


(33)

Sirkulasi sistem saraf simpatis, norepinefrin berikatan dengan reseptor α menyebabkan vasokonstriksi dan berikatan dengan reseptor β2 menyebabkan dilatasi arteriol. Noreepinefrindan epinefrin juga berikatan dengan reseptor β1 dan meningkatkan kecepatan denyut jantung (Corwin, 2009). Sistem saraf otonom memiliki peran penting dalam mempertahankan tekanan darah. Hipertensi terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon. Hipertensi rendah renin atau hipertensi sensitif garam, retensi natrium dapat disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik simpatis atau akibat defek pada transpor kalsium yang berpapasan dengan natrium. Kelebihan natrium menyebabkan vasokonstriksi yang mengubah pergerakan kalsium otot polos (O’Callaghan, 2006).

5. Perubahan Struktur dan Fungsi Pembuluh Darah

Perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah terutama pada usia lanjut. Perubahan struktur pembuluh darah meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah yang mengakibatkan penurunan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.

2.7 Manifestasi Klinis

Sebesar 50% penderita tidak menyadari diri sebagai penderita hipertensi (Bustan, 2007). Saat pemeriksaan fisik biasanya hanya dijumpai peninggian tekanan darah. Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun.. Karena itu mereka cenderung untuk menderita hipertensi yang lebih berat karena penderita tidak berupaya mengubah dan menghindari faktor resiko.


(34)

Adapun terdapat gejala, sebagian besar manifestaasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan infiltrasi glomerulus. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Adanya kerusakan susunan saraf pusat dapat bermanifestasi klinis dengan cara jalan yang tidak mantap. Peningkatan tekanan darah intrakranium dapat menyebabkan sakit kepala saat terjaga, dapat disertai mual dan muntah. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang (Corwin, 2009).

2.8 Diagnosis Hipertensi

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya, pengobatan antihipertensi sebelumnya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, gejala kerusakan organ, perubahan aktifitas atau kebiasaan sebagai faktor risiko hipertensi (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor pribadi, keluarga, lingkungan, pekerjaan, dan lain-lain) (Yogiantoro, 2009).

Pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah. Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, dan hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan berbeda, kecuali terdapat kenaikkan tinggi atau gejala-gejala klinis yang menyertai. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk, setelah beristirahat selama 5 menit. Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah disebut spigmomanometer. Ada beberapa jenis spigmomanometer, tetapi yang paling umum terdiri dari sebuah manset karet dengan dibalut bahan yang difiksasi disekitarnya secara merata tanpa menimbulkan konstriksi.


(35)

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi, dengan tujuan untuk menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Pada umumnya dilakukan pemeriksaan urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total), dan EKG (Yogiantoro, 2009).

2.9 Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan terapi nonfarmakologis. Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, mencegah kerusakan organ, mencapai target tekanan darah < 130/80 mmHg, 140/90 mmHg untuk individu berisiko tinggi dengan diabetes atau gagal ginjal dan mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya.

2.9.1 Penatalaksanaan Nonfarmakologi

Penatalaksanaan non farmakologis yang berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi merupakan pendamping dari terapi farmakologis dengan memodifikasi gaya hidup. Terapi jenis ini harus dilakukan oleh semua penderita hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor risikonya. Modifikasi gaya hidup yang dianjurkan antara lain:

a) Menurunkan Berat Badan Berlebih dan Pengaturan Diet

Mengurangi berat badan dapat menurunkan risiko hipertensi,diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Penerapan pola makan yang seimbang dapat mengurangi tekanan darah. Menurut Martono (2004) setiap penurunan 5 kg berat badan pada yang obesitas dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan penurunan tekanan darah diikuti dengan penurunan berat badan mengurangi system simpatis dan aktivitas RAAS. Setiap penurunan 1 kg berat badan dapat menurunkan tekanan darah 2/1 mmHg .


(36)

Penurunan berat badan tidak lepas dari modifikasi dietnya. Tujuan utama dari pengaturan diet pada hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat, menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi yang dapat menurunkan tekanan darah. Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) yang diet kaya serat dari buah-buahan dan rendah lemak dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebanyak 5,5-11,4 mmHg serrta tekanan diastolik sebesar 3 – 5,5 mmHg (Frisoli, Schmieder, Grodzicki, Messerli, 2011). b) Meningkatkan Aktivitas Fisik dan Olahraga

Olahraga aerobik secara teratur seperti berjalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda secara teratur dapat menurunkan tekanan darah dan mempertahankan berat badan ideal. Aktivitas fisik yang cukup dan teratur membuat jantung lebih kuat. Jantung yang kuat dapat memompa darah lebih banyak dengan usaha minimal sehingga resistensi perifer total terjadi penurunan karena gaya yang bekerja pada dinding pembuluh arteri akan berkurang. Aktivitas fisik seperti olahraga aerobik yang dilakukan secara teratur 30-60 menit per hari, 3-5 hari per minggu dapat menu bermanfaat menurunkan tekanan darah 5 mmHg (Frisoli, Schmieder, Grodzicki, Messerli, 2011).

c) Berhenti Merokok

Merokok memiliki peran cukup besar dalam peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh nikotin yang terkandung dalam rokok. Tidak merokok mengurangi keseluruhan risiko penyakit kardiovaksular dan dapat menurunkan tekanan darah secara perlahan.

d) Pembatasan Asupan Natrium

Pembatasan asupan natrium dengan mengurangi kadar garam dapat membantu pendertita hipertensi menurunkan tekanan darahnya. Penggunaan sodium kurang dari 2,4 gram atau kurang dari 6 gram (1 sedok teh) garam dapur per hari dapat mengurangi 4-7 mmHg tekanan darah (Frisoli, Schmieder, Grodzicki, Messerli, 2011). Pembataasan asupan garam juga harus menghindari makanan yang sudah diasinkan. Penambahan dengan suplemen potasium juga


(37)

dapat menurunkan tekanan darah karena salah satu penyebab dari hipertensi adalah defisiensi potassium.

e) Istirahat yang Cukup

Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam tubuh,istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Meluangkan waktu tidak berarti minta istirahat lebih banyak dari pada bekerja produktif samapai melebihi kepatuhan.Meluangkan waktu istirahat itu perlu dilakukan secara rutin. Yang dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan keseimbangan hormon dan dalam tubuh (Amir, 2002 dalam Sagala, 2011

2.9.2 Penatalaksanaan Farmakologi

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu diuretika (terutama jenis Thiazide atau Aldosteron Antagonist), beta blocker, calsium channel blocker, angiotensin converting enzyme inhibitor, dan angiotensin II receptor blocker. Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan umur, kebutuhan, dan usia. Obat hipertensi yang dipakai dapat dikombinasikan tetapi harus beda kelas. Kombinasi ini terbukti memberikan efektivitas tambahan dan mengurangi efek samping. Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII

a) Inhibitor ACE

Menghambat perubahan Angiotensin I (AI) menjadi Angiotensin II (AII) sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron dan bradikinin yang juga berperan dalam efek vasodilatasi . vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah sedangkan aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium serta retensi kalium.


(38)

b) �-bloker

Obat golongan adrenergic ini mempunyai mekanisne sebagai penghambat adrenoreseptor beta. Dengan menghambat reseptor β1 memberi efek penurunan frekuensi jantung dan kontrkatilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung, mensupresi sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin II dan efeksentralyang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan aktivitas neuron adrenergic perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin (Nafrialdi, 2007).

c) Bloker reseptor angiotensin II (ARB)

Merupakan antagonis dan memiliki efek yang sama seperti inhibitor ACE. Obat ini tidak menyebabkan batuk seperti ACE-I karena tidak mempengaruhi metabolisme bradikinin (O’ Callaghan, 2006).

d) Antagonis kalsium

Menghambat influks kalsium padaselotot pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah,antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi arteriol. e) Diuretik

Meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah.beberapa diuretikjuga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek penurunan tekanan darah. Efek ini diduga akibat penurunan natrium di ruang interstisial dan di dalamsel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium. Diuretik dibagi dalam beberapa golongan yaitu golongan tiazid, diuretik kuat, dan diuretik hemat kalium (Nafrialdi, 2007).

f) α-Bloker

Merupakan penghambat adrenoreseptor alfa. Hanya α-bloker yang selektif menghambat reseptor α1 yang diguankan sebagai antihipertensi. Hambatan reseptor α1menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga menurunkan resistensi perifer. Venodilatasi menyebabkan aliran balik vena berkurang yang selanjutnya menurunkan curah jantung.


(39)

Tabel 2.2. Pilihan Obat Anti Hipertensi untuk Kondisi Tertentu

Sumber: The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

2.10 Komplikasi

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif, down regulation, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β). (Yogiantoro, 2006).

Alat tubuh yang sering terserang hipertensi sebagai kerusakan target organ adalah

a) Otak

Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan oleh hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan intra kranial yang meninggi,


(40)

atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang mendarahi otak mengalami hipertropi dan penebalan, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang. Arteri-arteri di otak yang mengalami arterosklerosis melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2009).

Ensefalopati juga dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepatdan berbahaya). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler, sehingga mendorong cairan masuk ke ruang ruang intertisial di seluruh susunan saraf pusat. Hal ini menyebabkan neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan kematian (Corwin, 2009).

b) Kardiovaskular

Enampuluh persen dari pasien yang meninggal dikarenakan infark miokard memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi yang sudah kronik dapat menimbulkan iskemik bahkan infark miokard. Ini dapat terjadi Komplikasi ini terjadi akibat kombinasi dari pecepatan pembentukan aterosklerosis pada arteri koroner sehingga suplai oksigen ke otot jantung menurun dan beban kerja saat sistolik tinggi karena kebutuhan oksigen meningkat (Lilly, 2011)

Beban kerja jantung akan meningkat pada hipertensi. Jantung yang terus-menerus memompa darah dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan pembesaran ventrikel kiri sehingga darah yang dipompa oleh jantung akan berkurang. Apabila pengobatan yang dilakukan tidak tepat atau tidak adekuat pada tahap ini, maka dapat menimbulkan komplikasi gagal jantung kongestif (Kartikasari, 2012). Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik saat melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan (Corwin,2007).

c) Ginjal

Hipertensi kronik dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik yang dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal


(41)

dan glomerolus. Kerusakan glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan membran glomerulus juga akan menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang berkurang (Corwin, 2007).

Hipertensi juga menimbulkan penyakit ginjal (nefrosklerosis) yang dapat menyebabkan gagal ginjal. Secara histologi dinding pembuluh darah menjadi menebal karena infiltrat hialin dan hipertropi otot polos kapiler dan dapat terjadi nekrosis.perubahan ini mengurangi suplai vaskular, iskemik atropi dari tubul dan glomerulus (Lilly, 2011).

d) Mata

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah pada retina. Pada hipertentensi yang ringan sampai sedang tanda-tandaretina mungkin tidak kentara.tanda-tanda awaladalah penipisan (attension) setempat arteriol-arteriol utama retina. Juga terjadi penipisan arteriol difus, meluasnya refleksi cahaya arteriol, dan kelainan persilangan arteriovenosa. pada hretinopati hipertensi didapati pendarahan dan infark retina (bercak cotton-woll) dan kadang-kadang ablasio retina yang pada akhirnya dapat menjadi kebutaan (Vaughan, 2007).

Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat tekanan darah yang tinggi adalah iskemik optik neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat aliran darah yang buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan aliran darah pada arteri dan vena retina. Kerusakan yang lebih parah pada mata terjadi pada kondisi hipertensi maligna, di mana tekanan darah meningkat secara tiba-tiba. Manifestasi klinis akibat hipertensi maligna juga terjadi secara mendadak, antara lain nyeri kepala, double vision, dim vision, dan sudden vision loss (Franklin, 2012).


(42)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional

1. Tekanan darah

Tekanan darah merupakan gaya yang ditimbulkan darah terhadap dinding pembuluh, bergantung pada volume darah yang terkandung di dalam pembuluh dan compliance, atau daya regang (distensibility), dinding pembuluh yang bersangkutan.

Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk, setelah beristirahat selama 5 menit. Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah disebut spigmomanometer. Manset dilingakarkan di lengan atas pasien tidak terlalu ketat dan longgar lalu manset dikembungkan. Aliran Usia

Jenis kelamin Riwayat keluarga Ras/ etnis

Konsumsi garam Kebiasaan merokok Obesitas

Tidak hipertensi


(43)

darah yang turbulen dapat dideteksi dengan menggunakan sebuah stetoskop.. Bunyi pertama terdengar pada tekanan sistolik puncak, bunyi intermiten terdengar sewaktu tekanan darah secara siklus melebihi tekanan manset, dan bunyi terakhir terdengar pada tekanan diastolik minimum (Sherwood, 2009).

2. Hipertensi

Hipertensi meningkatnya tekanan darah sistolik 140 atau diastolik 90 mmHg menurut JNC VII Diketahui pada saat pengukuran tekanan darah. 3. Usia

Usia responden yaitu umur saat wawancara. 4. Jenis kelamin

Jenis kelamin responden berdasarkan jenis kelamin yang tertera pada kartu identitas.

5. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga diketahui dari pengisian kuisioner. 6. Ras/ etnis

Ras/etnis diketahui pada pengisian kuisioner 7. Konsumsi garam

Konsumsi garam, frekuensi dan banyak garam yang digunakan per hari oleh responden dan diketahui melalui kuisioner.

8. Kebiasaan merokok

Kebiasaan merokok, seberapa banyak (batang) responden merokok dalam sehari, diketahui melalui kuisioner

9. Obesitas


(44)

Tabel 3.1. Tabel variabel

No. Variabel Unit Skala

1. Tekanan darah

Tekanan darah merupakan gaya yang ditimbulkan darah terhadap dinding pembuluh, bergantung pada volume darah yang terkandung di dalam pembuluh dan compliance, atau daya regang (distensibility), dinding pembuluh yang bersangkutan (Sherwood, 2009)

Tekanan darah dibagi menjadi dua kelompok: • Non- hipertensi (normal dan pre-hipertensi); • Hipertensi (hipertensi stage 1 dan 2) menurut

JNC VII.

Tekanan darah dihitung berdasarkan pengukuran menggunakan tensimeter

mmHg Ordinal

2. Usia

Usia responden yaitu umur saat wawancara dan yang tercatat pada buku register rawat jalan poliklinik dewasa Puskesmas Kecamatan Belawan

Umur dibagi menjadi dua kelompok: • ≤ 40 tahun

• > 40 tahun

Tahun Ordinal

3. Jenis kelamin

Jenis kelamin responden berdasarkan jenis kelamin


(45)

yang tertera pada kartu identitas

4. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga diketahui dari pengisian kuisioner dengan nilai ukur:

• Ada riwayat keluarga • Tidak ada riwayat keluarga

Nominal

5. Ras/etnis

Ras/etnis diketahui pada pengisian kuisioner

Nominal

6. Konsumsi garam

Konsumsi garam diketahui melalui kuisioner dengan nilai ukur : konsumsi garam, frekuensi dan banyak yang digunakan per hari oleh responden

• Tidak berisiko: < 2400 mg/ hari • Berisiko : ≥ 2400 mg/ hari

7. Kebiasaan merokok

Kebiasaan merokok diketehui melalui kuisioner dengan nilai ukur:

• Perokok (<20 batang atau ≥ 20 batang /hari) • Bukan perokok

Nominal

8. Obesitas

Obesitas diperoleh dari hasil penghitungan berat badan dalamkilogram dibagi kuadrat dari tinggi badan dalam meter, ���=��(��)��� (2). Hasil

�� �2


(46)

penghitungan tersebut lebih dari ≥ 25 ���2

Dibagi menjadi dua kelompok: • Non- obesitas

• Obesitas

3.3 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah

1. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir laut di kecamatan belawan.

2. Ada hubungan antara usia dengan kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir laut di kecamatan belawan.

3. Ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir laut di kecamatan belawan.

4. Ada hubungan konsumsi garam dengan kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir laut di kecamatan belawan.

5. Ada hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir laut di kecamatan belawan.

6. Ada hubungan obesitas dengan kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir laut di kecamatan belawan.


(47)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional menggunakan desain kasus kontrol (case control) yang akan dianalisis dengan metode analitik untuk mengetahui hubungan faktor risiko hipertensi dan kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir laut kecamatan belawan di puskesmas Kecamatan Belawan.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli – November 2013.

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Belawan dengan pertimbangan kecamatan Belawan merupakan daerah pesisir laut.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Pada penelitian ini yang menjadi populasi target adalah masyarakat pesisir laut dan populasi terjangkau adalah masyarakat kecamatan belawan yang mengunjungi puskesmas kecamatan Belawan.

4.3.2 Sampel

4.3.2.1 Kriteria Inklusi

1. Masyarakat pesisir laut yang menetap di kecamatan Belawan dan memiliki kartu tanda penduduk berupa kartu berobat dan sejenisnya (misal: kartu medan sehat)

2. Usia lebih dari 25 tahun 3. Bersedia menjadi responden

4.3.3.2 Kriteria Ekslusi


(48)

2. Menderita penyakit berat

4.3.3.3 Besar Sampel

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan teknik non-probability sampling dengan cara consecutive sampling. Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus besar sampel sebagai berikut :

��= ��= �������+�������+����

�� − �� � �

= �1,645�2(0,26.0,74)+1,282�(0,41.0,59)+(0,11.0,89)

0,2 �

2

≈64 n : Besar sampel

Zα : kesalahan tipe I 5% , Zα = 1,645 Zβ : Kesalahan tipe II 10% , Zβ = 1,282 P2 : Proporsi pajanan (kepustakaan) = 11% Q2 : 1 – P2 = 1 - 0,11 = 0,89

P1–P2 : 0,2

P1 : 0,2 + 0,11 = 0,31 Q1 : 1 – P1 = 1- 0,31 = 0,69 P : P1+P2 = 0,21

2

Q : 1 – P = 1 – 0,21 = 0,79 n1+n2 = 64+64 = 128 orang

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Materi atau alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan cara, pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter, pengukuran tinggi badan (cm) menggunakan meteran pengukur tinggi badan dan berat badan (kg) menggunakan timbangan, wawancara, serta memberikan daftar pertanyaan (kuesioner) kepada responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dibimbing oleh peneliti.


(49)

4.5 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data diolah secara komputerisasi dan dihitung frekuensinya kemudian ditampilkan dalam tabel. Analisis data dilakukan secara bertahap mencakup analisis univariat untuk menghitung distribusi frekuensi, analisis bivariat untuk menilai hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat menggunakan uji Chi Square yaitu untuk melihat besar hubungan antara usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, konsumsi natrium, merokok, dan obesitas, serta analisis nultivariat untuk melihat variabel yang paling berperan terhadap kejadian hipertensi.


(50)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Medan Belawan

Kecamatan Medan Belawan dengan batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Barat berbatasan dengan Kab. Deli Serdang

Sebelah Timur berbatasan dengan Kab. Deli Serdang

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Labuhan

Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka.

Kecamatan Medan Belawan dengan luas wilayahnya 21,82 Km2. Kecamatan Medan Belawan adalah daerah pesisir Kota Medan dan merupakan wilayah bahari dan maritim yang berbatasan langsung pada Selat Malaka dengan penduduknya berjumlah 95.506 Jiwa (Pemko Medan, 2012).

Puskesmas Medan Belawan yang dipimpin oleh dr. Adi Raja Brando merupakan Puskesmas Induk yang cukup ramai dikunjungi oleh masyarakat walaupun letaknya tidak berada di tepi jalan raya.

5.1.2 Deskripsi Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan adalah data primer, yaitu data yang diambil berdasarkan penghitungan berat badan, tinggi badan, tekanan darah dan daftar pertanyaan. Data yang diambil dari bulan Agustus- Oktober 2013.

Jumlah responsen keseluruhan yang telah dihitung berdasarkan rumus besar sampel di dapati jumlah besar sampel minimal adalah 128 yang terdiri dari 64 responden yang menderita hipertensi dan 64 responden non-hipertensi.

5.1.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel

Distribusi data penelitian berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur, suku, riwayat keluarga, IMT, konsumsi natrium, dan riwayat merokok yang


(51)

datang ke Puskesmas Medan Belawan secara keseluruhan dapat dilihat pada table 5.1

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Variabel n (128) % (100)

Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 48 80 37,5 62,5 Kelompok Umur

≤ 40 tahun > 40 tahun

25 103 19,5 80,5 Suku Jawa Melayu Batak Mandailing Karo Aceh Minang Nias 27 40 30 8 4 8 10 1 21,1 31,3 23,4 6,3 3,1 6,3 7,8 0,8 Riwayat Keluarga Ya


(52)

Tidak 70 58

54,7 45,3

Indeks Massa Tubuh

Underweight Normal Overweight Obesitas tipe 1 Obesitas tipe 2

6 37 37 34 14 4,7 28,9 28,9 26,6 10,9 Konsumsi Natrium Tidak berisiko Berisiko 51 77 60,2 39,8 Riwayat Merokok Ya Tidak 53 75 41,4 58,6

Dari tabel diatas terlihat bahwa sebagaian besar responden yang datang berjenis kelamin perempuan (62,5%), berumur >40 tahun 103 orang (80,5%), suku Melayu 40 orang (31,3%), memiliki riwayat hipertensi dalam keluarganya 70 orang (54,7%), indeks massa tubuh kategori normal dan overweight


(53)

masing-masing 37 orang (28,9%), mengonsumsi natrium dalam jumlah berisiko (≥ 2400 mg) yaitu 77 orang (60,2%) dan tidak ada riwayat merokok 75 orang (58,6%).

5.1.3 Analisis Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Hipertensi

5.1.3.1 Hubungan Jenis Kelamin dan Tekanan Darah

Distribusi data penelitian berdasarkan jenis kelamin dan tekanan darah responden yang datang ke Puskesmas Medan Belawan secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.2

Tabel 5.2 Hubungan Jenis Kelamin dan Tekanan Darah

Jenis Kelamin

Tekanan Darah

Total P value Non-

Hipertensi

Hipertensi

Laki- laki n (%) 20 (41,7) 28 (53,8) 48 (100)

0.144 Perempuan n (%) 44 (55) 36 (45) 80 (100)

Total n (%) 64 (50) 64 (50) 128 (100)

Berdasarkan analisis didapati bahwa tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin pria dan hipertensi dengan nilai p = 0,144.

5.1.3.2 Hubungan Kelompok Umur dan Tekanan Darah

Distribusi data penelitian berdasarkan kelompok umur dan tekanan darah responden yang datang ke Puskesmas Medan Belawan secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.3


(54)

Kelompok umur

Tekanan Darah

Total P value Non-

Hipertensi

Hipertensi

≤40 tahun n (%) 17 (68) 8 (32) 25 (100)

0.045 >40 tahun n (%) 47 (45,6) 56 (54,4) 103 (100)

Total n (%) 6 (50) 64 (50) 128 (100)

Berdasarkan tabel 5.3 didapati bahwa ada hubungan yang bermakna antara semakin tua umur seseorang (>40 tahun) dan hipertensi dengan nilai p = 0,045

5.1.3.3 Hubungan Riwayat Keluarga dan Tekanan Darah

Distribusi data penelitian berdasarkan pola genetik dan tekanan darah responden yang datang ke Puskesmas Medan Belawan secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.4

Tabel 5.4 Hubungan Riwayat Keluarga dan Tekanan Darah

Riwayat Keluarga

Tekanan Darah

Total p value Non-

Hipertensi

Hipertensi

Ya n (%) 26 (37,1) 44 (62,9) 70 (100)

0.001 Tidak n (%) 38 (65,5) 20 (34.5) 58 (100)


(55)

Total n (%) 64 (50) 64 (50) 128 (100)

Berdasarkan hasil analisis didapati bahwa ada hubungan yang bermakna antara keluarga memiliki riwayat hipertensi dan hipertensi dengan nilai p = 0,001.

5.1.3.4 Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Tekanan Darah

Distribusi data penelitian berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan tekanan darah responden yang datang ke Puskesmas Medan Belawan secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.5

Tabel 5.5 Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Tekanan Darah

IMT Tekanan Darah

Total p value Non-

Hipertensi

Hipertensi

Non-Obesitas

n (%) 46 (57,5) 34 (42,5) 80 (100)

0.028 Obesitas n (%) 18 (37,5) 30 (62.5) 48 (100)

Total n (%) 64 (50) 64 (50) 128 (100)

Berdasarkan tabel 5.5, didapati bahwa ada hubungan yang bermakna antara hipertensi dan obesitas dengan nilai p = 0,028.

5.1.3.5 Hubungan Konsumsi Natrium dan Tekanan Darah

Distribusi data penelitian berdasarkan jumlah konsumsi natrium dalam sehari dan tekanan darah responden yang datang ke Puskesmas Medan Belawan secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.6


(56)

Tabel 5.6 Hubungan Konsumsi Natrium dan Tekanan Darah

Kadar Natrium

Tekanan Darah

Total p value Non-

Hipertensi

Hipertensi

Non-Obesitas

n (%) 33 (42,9) 44 (57,1) 75 (100)

0.047 Obesitas n (%) 31 (60,8) 20 (39,2) 53 (100)

Total n (%) 64 (50) 64 (50) 128 (100)

Berdasarkan tabel 5.6 didapati bahwa ada hubungan yang bermakna antara konsumsi natrium dan hipertensi dengan nilai p = 0,047

5.1.3.6 Hubungan Riwayat Merokok dan Tekanan Darah

Distribusi data penelitian berdasarkan riwayat merokok dan tekanan darah responden yang datang ke Puskesmas Medan Belawan secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.7

Tabel 5.7 Hubungan Riwayat Merokok dan Tekanan Darah

Riwayat Merokok

Tekanan Darah

Total p value Non-

Hipertensi


(57)

Ya n (%) 22 (41,5) 31 (58,5) 53 (100)

0.106 Tidak n (%) 42 (56) 33 (44) 75 (100)

Total n (%) 64 (50) 64 (50) 128 (100)

Berdasarkan tabel 5.7 didapati bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat merokok dan hipertensi dengan nilai p = 0,106.

5.1.4 Analisis Multivariat Faktor Risiko yang Paling Dominan pada Kejadian Hipertensi

Analisis multivariat dimaksudkan untuk mengetahui berapa besar pengaruh seluruh faktor risiko factor risiko hipertensi terhadap kejadian hipertensi. Analisis ini menggunakan uji regresi logistik berganda dengan metode backward LR, pada tingkat kemaknaan 95%, menggunakan perangkat software SPSS for Window. Uji ini dimaksudkan untuk memilih variabel bebas yang paling berpengaruh. Variabel bebas yang tidak berpengaruh secara otomatis akan dikeluarkan dar perhitungan. Variabel bebas yang dijadikan kandidat dalam uji regresi logistik ini adalah variabel yang dalam analisis bivariat (chi square) mempunyai nilai p < 0,25. Ada enam variabel yang dimasukkan kedalam analisis multivariat ini.

Hasil analisis multivariat menunjukkan ada empat variabel bebas yang bermakna dan layak untuk dipertahankan secara statistik yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi pada masyarakat pesisir laut. Variabel tersebut dapat dilihat dibawah ini.


(58)

Tabel 5.8 Tabel hasil analisis multivariat yang bermakna secara statistik

Dari tabel 5.8 dapat dilihat bahwa variabel yang berpengaruh terhadap hipertensi adalah adalah riwayat keluarga, obesitas dan usia. Kekuatan hubungan dapat dilihat dari nilai OR (EXP{B}). Kekuatan hubungan dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah usia (OR = 0,359; 95%CI = 0,130 - 0,993 ), obesitas (OR = 0,594; 95%CI = 0,178 – 0,878 ), merokok (OR = 2,201; 95%CI = 0,980 – 4,480) dan riwayat keluarga (OR = 4,018; 95%CI = 1,813 - 8,906).

5.2 Pembahasan

5.2.1 Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko hipertensi pada masyarakat Kecamatan Medan Belawan dengan nilai p = 0,144. Penelitian ini menunjukkan wanita 36 responden (56,%) yang menderita hipertensi sementara laki-laki 28 responden (43,8%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Agnesia (2012) di Jawa Tengah jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko hipertensi

Menurut Rahajeng dan Tuminah (2009) umumnya pria lebih banyak mengalami hipertensi. Perempuan dipengaruhi oleh beberapa hormon termasuk hormon estrogen yang melindungi perempuan dari hipertensi dan komplikasinya termasuk penebalan dinding pembuluh darah. Pada saat masa menopause

No Variabel OR 95% CI p value

Lower Upper

1. Riwayat Keluarga 4,018 1,813 8,906 0,001

2 Merokok 2,201 0.980 4,940 0,056

3. Obesitas 0,394 0,170 0,878 0,023


(59)

perempuan memiliki risiko hipertensi yang sama dengan pria (Sugiarto, 2011) dikarenakan perubahan hormonalnya dimana faktor protektor tidak dihasilkan lagi juga ditunjang dengan kenaikan berat badan (Coylewright, Reckelhoff dan Ouyang, 2008).

5.2.2 Usia

Pada penelitian ini variabel umur dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu umur ≤ 40 tahun dan > 40 tahun. Pengelompokan dilakukan dengan tujuan ingin membuktikan semakin lanjut usia seseorang semakin berisiko menderita hipertensi. Berdasarkan hasil sebanyak 56 responden (87,5%) dengan usia >40 tahun menderita hipertensi. Hal ini membuktikan bahwa usia merupakan faktor risiko hipertensi dengan nilai p = 0,045 (p< 0,05).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agnesia (2012) dimana dalam penelitiannya usia >60 tahun memiliki risiko 11,3% kali lebih besar menderita hipertensi. Semakin bertambah usia seseorang semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan karena elastisitas pembuluh darah semakin menurun sehingga pembuluh darah menjadi mengeras sebagai akibat adalah meningkat tekanan darah sistolik. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia (Kaplan, 2006).

Dengan bertambahnya umur, umumnya pada orang yang berusia 40 tahunmempunyai risiko hipertensi. Hal ini disebabkan kondisi sel dalam tubuh mulai menurun dan arteri atau pembuluh darah menjadi kurang elastic sehingga tekanan darah dapat meningkat (Angelia, 2012). Kecepatan kekakuan arteri meningkat dengan usia kira-kira 0,1 meter/detik/tahun. Adanya hubungan usia dan kekakuan arteri sehinnga pada umur 50-60 tahun percepatan kekakuan. (Cecelja dan Chowienczyk, 2012).


(60)

5.2.3 Suku

Pada penelitian ini didapatkan responden yang bersuku Jawa menderita hipertensi 15 orang (23,4%), Melayu 18 orang (28,1%), Batak 16 orang (25%), Mandailing tiga orang (4,7%), Karo satu orang (1,6%), Aceh lima orang (7,8%) Minang lima orang (7,8%), dan Nias satu orang (1,6%)

Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa responden yang bersuku Melayu menderita hipertensi paling banyak yaitu 18 responden 28,1%

5.2.4 Riwayat Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian, pola genetik merupakan faktor risiko hipertensi pada masyarakat Kecamatan Medan Belawan dan pada orang yang memiliki riwayat keluarga menderita hipertensi mempunyai risiko 4,01 kali lebih besar berisiko terkena hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi dengan nilai p = 0,001. Hal ini sejalan dengan teori yang menunjukkan hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu keluarga. Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada anak dengan orangtua yang tekanan darahnya normal (Kumar dan Clark, 2004).

Menurut Agnesia (2012), responden yang memiliki adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi memiliki risiko hipertensi sebesar 14,3 kali lebih besar dibandingkan responden yang tidak memiliki riwayat keluarga yang menderita hipertensi.

5.2.5 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Berdasarkan hasil penelitian ini obesitas merupakan faktor risiko hipertensi dengan nilai p = 0,028 (p< 0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan Agnesia (2012) dimana dalam penelitiannya orang dengan obesitas memiliki risiko 9 kali kali lebih besar menderita hipertensi.


(1)

Classification Tablea,b

Observed

Predicted Interpretasi Tekanan Darah

Percentage Correct

Normal Hipertensi

Step 0 Interpretasi Tekanan Darah

Normal 0 64 .0

Hipertensi 0 64 100.0

Overall Percentage 50.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .000 .177 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Genetik(1) 10.215 1 .001

Merokok(1) 2.608 1 .106

kelobesee(1) 4.800 1 .028

natriumkel(1) 3.944 1 .047

usiakel(1) 4.026 1 .045

JenisKelamin(1) 2.133 1 .144


(2)

xcvi

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 26.900 6 .000

Block 26.900 6 .000

Model 26.900 6 .000

Step 2a Step -.634 1 .426

Block 26.265 5 .000

Model 26.265 5 .000

Step 3a Step -2.031 1 .154

Block 24.235 4 .000

Model 24.235 4 .000

a. A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares value has decreased from the previous step.

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 150.546a .190 .253

2 151.180a .186 .247

3 153.211a .172 .230

a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than ,001.

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 4.783 8 .781

2 8.571 7 .285


(3)

Interpretasi Tekanan Darah = Normal

Interpretasi Tekanan Darah = Hipertensi

Total

Observed Expected Observed Expected

Step 1 1 11 11.163 2 1.837 13

2 11 9.152 1 2.848 12

3 8 8.855 5 4.145 13

4 9 8.576 5 5.424 14

5 6 7.530 8 6.470 14

6 6 6.968 10 9.032 16

7 3 3.769 8 7.231 11

8 2 2.441 6 5.559 8

9 5 3.151 8 9.849 13

10 3 2.395 11 11.605 14

Step 2 1 12 11.931 2 2.069 14

2 12 10.444 2 3.556 14

3 12 10.014 3 4.986 15

4 3 5.671 7 4.329 10

5 6 8.033 9 6.967 15

6 6 6.304 9 8.696 15

7 4 5.503 12 10.497 16

8 5 3.594 10 11.406 15

9 4 2.506 10 11.494 14

Step 3 1 7 6.836 1 1.164 8

2 12 11.637 3 3.363 15

3 9 7.619 2 3.381 11

4 11 10.391 6 6.609 17

5 4 7.136 9 5.864 13

6 6 7.866 11 9.134 17


(4)

xcviii

8 4 4.500 12 11.500 16

9 6 3.800 9 11.200 15

10 1 .935 6 6.065 7

Classification Tablea

Observed

Predicted Interpretasi Tekanan

Darah

Percentage Correct Normal Hipertensi

Step 1 Interpretasi Tekanan Darah

Normal 45 19 70.3

Hipertensi 21 43 67.2

Overall Percentage 68.8

Step 2 Interpretasi Tekanan Darah

Normal 45 19 70.3

Hipertensi 23 41 64.1

Overall Percentage 67.2

Step 3 Interpretasi Tekanan Darah

Normal 42 22 65.6

Hipertensi 18 46 71.9

Overall Percentage 68.8

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Genetik(1) 1.421 .413 11.827 1 .001 4.142 1.843 9.312

Merokok(1) .623 .499 1.558 1 .212 1.864 .701 4.957

kelobesee(1) -.798 .435 3.363 1 .067 .450 .192 1.056

natriumkel(1) -.564 .429 1.728 1 .189 .569 .245 1.319


(5)

Constant -.286 .459 .388 1 .533 .751

Step 2a Genetik(1) 1.391 .409 11.551 1 .001 4.018 1.802 8.959

Merokok(1) .841 .419 4.034 1 .045 2.318 1.021 5.266

kelobesee(1) -.747 .429 3.033 1 .082 .474 .204 1.098

natriumkel(1) -.603 .425 2.013 1 .156 .547 .238 1.259

usiakel(1) -1.022 .525 3.782 1 .052 .360 .128 1.008

Constant -.211 .448 .222 1 .638 .810

Step 3a Genetik(1) 1.391 .406 11.728 1 .001 4.018 1.813 8.906

Merokok(1) .789 .413 3.656 1 .056 2.201 .980 4.940

kelobesee(1) -.931 .409 5.190 1 .023 .394 .177 .878

usiakel(1) -1.025 .519 3.896 1 .048 .359 .130 .993

Constant -.310 .440 .496 1 .481 .733

a. Variable(s) entered on step 1: Genetik, Merokok, kelobesee, natriumkel, usiakel, JenisKelamin.

Model if Term Removed

Variable

Model Log Likelihood

Change in -2 Log

Likelihood df

Sig. of the Change

Step 1 Genetik -81.708 12.870 1 .000

Merokok -76.060 1.574 1 .210

kelobesee -76.990 3.434 1 .064

natriumkel -76.143 1.739 1 .187

usiakel -77.008 3.470 1 .063

JenisKelamin -75.590 .634 1 .426

Step 2 Genetik -81.838 12.497 1 .000

Merokok -77.687 4.195 1 .041

kelobesee -77.134 3.088 1 .079

natriumkel -76.606 2.031 1 .154

usiakel -77.591 4.001 1 .045


(6)

c

Merokok -78.495 3.780 1 .052

kelobesee -79.297 5.383 1 .020

usiakel -78.670 4.129 1 .042

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 2a Variables JenisKelamin(1) .635 1 .425

Overall Statistics .635 1 .425

Step 3b Variables natriumkel(1) 2.036 1 .154

JenisKelamin(1) .928 1 .335

Overall Statistics 2.666 2 .264

a. Variable(s) removed on step 2: JenisKelamin. b. Variable(s) removed on step 3: natriumkel.