8 paling baik adalah 0,5-1 cm, namun ukuran ini dapat bervariasi tergantung
material tanaman yang dipakai dan jenis tanamannya Gunawan, 1995.
2.4. Media Kultur
Berbagai jenis media kultur jaringan telah dikembangkan sejak dimulainya penemuan kultur jaringan. Komponen utama penyusun media kultur adalah unsur
hara makro dan mikro ditambah dengan gula sebagai pengganti unsur karbon yang didapat dari hasil proses fotosintesis Sandra, 2013.
Dalam pembuatan medium kultur, beberapa batasan yang berkaitan dengan konsentrasi bahan-bahan terlarut, seperti mol dan molaritas terlebih
dahulu harus dipahami dengan baik. Hal itu bertujuan agar medium yang dibuat memiliki kandungan bahan-bahan terlarut dengan konsentrasi yang tepat dan
sesuai dengan formulanya Zulkarnain, 2009. Medium yang digunakan untuk kultur in vitro tanaman dapat berupa
medium padat atau cair. Medium padat digunakan untuk menghasilkan kalus yang selanjutnya diinduksi membentuk tanaman yang lengkap disebut sebagai planlet,
sedangkan medium cair biasanya digunakan untuk kultur sel. Medium yang digunakan mengandung lima komponen utama yaitu senyawa anorganik, sumber
karbon, vitamin, zat pengatur tumbuh dan suplemen organik Yuwono, 2008. Salah satu jenis media kultur jaringan yang banyak digunakan adalah
media MS Murashige Skoog. Media MS ini merupakan media yang mempunyai unsur hara makro dan mikro yang lebih lengkap dibandingkan dengan
media-media yang ditemukan sebelumnya Sandra, 2013.
2.5. Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat mengubah
proses fisiologi tanaman. Zat pengatur tumbuh dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, giberelin, sitokinin, etilen, dan inhibitor dengan ciri khas
serta pengaruh yang berlainan terhadap fisiologis Sandra, 2013.
Universitas Sumatera Utara
9
2.5.1. 2,4-D 2,4-dichlorophenoxyacetic acid
Auksin adalah sekelompok senyawa yang fungsinya merangsang pemanjangan sel-sel pucuk yang spektrum aktivitasnya menyerupai IAA indole-
3-acetic acid. Auksin yang paling banyak digunakan pada kultur in vitro adalah indole-3-acetic acid IAA, naphthalena acetic acid NAA, dan 2,4-
dichlorophenoxyacetic acid 2,4-D. Jenis-jenis auksin yang lain seperti 2,4,5- trichlorophenoxyacetic acid 2,4,5-T, indole-3-butyric acid IBA, dan p-
chlorophenoxyacetic acid 4-CPA juga merupakan senyawa yang efektif, tetapi penggunaannya tidak sebanyak jenis auksin yang disebut terlebih dahulu
Zulkarnain, 2009. Zat pengatur tumbuh ZPT yang sering digunakan untuk menstimulasi
pembentukan kalus dari golongan auksin adalah 2,4-D. Umumnya auksin meningkatkan pemanjangan sel, pembelahan sel dan pembentukan akar adventif.
Dalam medium kultur, auksin dibutuhkan untuk meningkatkan embriogenesis somatik pada kultur suspensi sel. Konsentrasi auksin yang tinggi akan
merangsang pembentukan kalus dan menekan morfogenesis George dan Sherrington, 1984.
Auksin mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Secara umum auksin berperan dalam pembelahan sel,
pemanjangan dan diferensiasi sel, serta sebagai sinyal antar sel, jaringan dan organ tanaman. Keberadaan auksin dalam medium akan mempengaruhi proses
inisiasi dan pertumbuhan akar. Kombinasi dan konsentrasi auksin yang tepat dapat meningkatkan persentase kalus dan persentase akar planlet secara in vitro
Riyadi dan Sumaryono, 2010.
2.5.2. Kinetin 6-furfurylaminopurine
Sitokinin merupakan nama kelompok hormon tumbuh yang sangat penting sebagai pemacu pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur jaringan. Seperti
halnya pada auksin, selain sitokinin alami juga terdapat sintetisnya yang tergolong dalam zat pengatur tumbuh. Sitokinin mampu memacu pembelahan sel dan
pembentukkan organ. Empulur batang tembakau jika dibiakkan pada media
Universitas Sumatera Utara
10 dengan auksin dan hara yang tepat, akan membentuk massa sel yang tidak
terspesialisasi, yang disebut kalus dan jika sitokinin ditambahkan akan memacu sitokenesis. Perbedaan nisbah sitokinin dan auksin yang tinggi akan mendorong
perkembangan sel meristem tumbuh, berkembang menjadi kuncup, batang, dan daun Sandra, 2013.
Sitokinin biasanya tidak digunakan untuk tahap pengakaran pada mikropropogasi karena aktivitasnya yang dapat menghambat pembentukan akar,
menghalangi pertumbuhan akar, dan menghambat pengaruh auksin terhadap inisiasi akar pada kultur jaringan sejumlah spesies tertentu. apabila ketersediaan
sitokinin di dalam medium kultur sangat terbatas maka pembelahan sel pada jaringan yang dikulturkan akan terhambat. Akan tetapi, apabila jaringan tersebut
disubkulturkan pada medium dengan kandungan sitokinin yang memadai maka pembelahan sel akan berlangung secara sinkron George dan Sherrington, 1984.
Sitokinin yang paling banyak digunakan pada kultur in vitro adalah kinetin, benziladenin BA atau BAP, dan zeatin. Zeatin adalah sitokinin yang
disintesis secara alamiah, sedangkan kinetin dan BA adalah sitokinin sintetik. Zulkarnain, 2009. Kinetin adalah kelompok sitokinin yang berfungsi untuk
pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin bersama dengan auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap
deferensiasi jaringan Nisa dan Rodinah, 2005.
2.6. Organogenesis
Organogenesis adalah proses perkembangan pucuk atau akar adventif dari massa sel-sel kalus. Proses tersebut terjadi setelah periode istirahat pada
pertumbuhan kalus, antara saat pengkulturan eksplan dengan terjadinya induksi Zulkarnain, 2009.
Proses organogenesis dimulai dengan perubahan sel parenkim tunggal atau sekelompok kecil sel yang membelah yang menghasilkan massa sel globuler yang
bersifat kenyal dan berkembang menjadi pirmordium pucuk atau akar. Organogenesis dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Pembentukan
tunas secara langsung tergantung pada bagian tanaman yang digunakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
11 eksplan dan jenis tanaman yang dikultur. Organogenesis secara tidak langsung
dengan inisiasi kalus pada media tumbuh. Tunas adventif dan akar yang akan terbentuk diawali dengan terbentuknya kalus. Perbanyakan tanaman melalui kalus
akan menghasilkan tanaman dengan genetik yang bervariasi Nugrahani et al, 2011.
Universitas Sumatera Utara
BAB III BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Universitas Sumatera Utara USU Medan, yang dimulai pada bulan Mei sampai Oktober
2014.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bonggol tanaman pisang yang berumur 3 bulan yang berasal dari kebun rakyat, Kabupaten
Nias Utara. Bahan untuk media meliputi larutan stok media MS, ZPT 2,4-D dan kinetin, agar-agar, NaOH 0,1 N, HCl 0,1 N, pH meter, aluminium foil, dan
aquades. Bahan sterilisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70 dan klorox 2.
Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, laminar air flow LAF, botol kultur, erlenmeyer, pipet skala, gelas ukur, petridis, skalpel, gunting, bunsen,
timbangan analitik, hot plate, batang pengaduk, lemari es, kertas milimeter, pinset, dan oven.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap RAL faktorial dengan dua faktor yaitu:
Faktor I : Tingkat konsentrasi pemberian ZPT 2,4-D
D0 = 0 mgl D1 = 1 mgl
D2 = 1,5 mgl D3 = 2 mgl.
D4 = 2,5 m
Universitas Sumatera Utara