ANALISIS TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI DI INDONESIA SETELAH ADOPSI IFRS DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK DEWAN SEBAGAI SALAH SATU MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Listed di BEI)

(1)

ANALISIS TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI DI

INDONESIA SETELAH ADOPSI IFRS DAN HUBUNGANNYA

DENGAN KARAKTERISTIK DEWAN SEBAGAI SALAH

SATU MEKANISME

CORPORATE GOVERNANCE

(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Listed di BEI)

Oleh:

Muhammad Sadat Pulungan 1121031014

( Tesis )

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAIN AKUNTANSI

Pada

Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA ILMU AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(2)

ANALISIS TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI DI INDONESIA SETELAH ADOPSI IFRS DAN HUBUNGANNYA DENGAN

KARAKTERISTIK DEWAN SEBAGAI SALAH SATU MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE

(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Listed di BEI) Abstrak

Muhammad Sadat Pulungan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat konservatisme akuntansi dalam perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Analisa terhadap

konservatisme akuntansi dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif. Konservatisme akuntansi diterapkan dalam tingkatan yang berbeda. Tingkatan tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengadopsian IFRS dan faktor internal yang digunakan adalah mekanisme good corporate governance berupa proporsi komisaris independen, intensitas pertemuan dewan komisaris, kepemilikan manajerial, latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan dari anggota komite audit dan ukuran perusahaan. Penelitian ini mengukur konservatisme berdasarkan accrual yang di kembangkan oleh Gipoly dan Hyan (2002). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufatur yang terdaftar di BEI pada tahun 2005-2012. Total sampel penelitian adalah 38 perusahaan manufaktur yang ditentukan melalui purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan uji asumsi klasik dan pengujian hipotesis dengan model regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa IFRS, intensitas pertemuan dewan komisaris, kepemilikan institusional, berpengaruh signifikan terhadap tingkat konservatisme akuntansi, sedangkan proporsi komisaris independen, latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan anggota komite audit dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat konservatisme akuntansi setelah adopsi IFRS.

Kata kunci: Konservatisme Akuntansi, Good Corporate Governance, IFRS, Accrual Conservatism.


(3)

ACCOUNTING CONSERVATISM ANALYSIS IN INDONESIA AFTER ADOPTION OF IFRS AND RELATION TO THE CHARACTERISTICS OF THE BOARD AS ONE OF THE MECHANISM OF CORPORATE

GOVERNANCE

(Empirical Study on Manufacturing Companies Listed on the Stock Exchange)

Abstract

Sadat Muhammad Pulungan

This study aims to analyze the level of accounting conservatism in companies listed on the Stock Exchange. Analysis of accounting conservatism was performed using quantitative methods. Accounting conservatism applied in

different levels which are influenced by external and internal factors. The external factor used in this study is the adoption of IFRS, while the internal factors that used are good corporate governance mechanisms such as the proportion of independent directors, the intensity of board meetings, managerial ownership, educational background of financial accounting and audit committee members and the size of the company. This study measured conservatism based on the accrual that was developed by Gipoly and Hyan (2002). The population of this study were manufactur companies listed on the stock exchange indonesi in 2005-2012. The sample was 38 manufacturing companies determined by purposive sampling. Data analysis was performed with the classical assumption and

hypothesis testing with multiple linear regression model. The results of this study indicate that the IFRS, the intensity of board meetings, and institutional ownership have significant effects on the level of accounting conservatism. On the other hand, the proportion of independent directors, the educational background of financial accounting and audit committee members and the size of the company does not have a significant effect on the level of accounting conservatism after the adoption of IFRS.

Keywords: Accounting Conservatism, Good Corporate Governance, IFRS, Accrual Conservatism.


(4)

(5)

(6)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis dengan judul ” Analisis Tingkat Konservatisme Akuntansi di Indonesia Setelah Adopsi IFRS dan Hubungannya dengan Karakteristik Dewan Sebagai Salah Satu Mekanisme Corporate Governance.( Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listed di BEI)” adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang di sebut plagiarisme

2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya ketidak benaran, maka saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang akan diberikan dan bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, ...Oktober 2014 Pembuat Pernyataan,

Meterai 6000

Muhammad Sadat Pulungan NPM 1121031014


(7)

xi DAFTAR ISI

Hal

Abstrak ... ii

Halaman Persetujuan ... iv

Halaman Pengesahan ... v

Lembar Pernyataan ... vi

Riwayat Hidup ... vii

Persembahan ... viii

Motto ... ix

Sanwacana ... x

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

Daftar Gambar ... xvi

BAB. I PENDAHULUAN 1 1.1. Pendahuluan ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4.Manfaat Penelitian ... 10

1.5.Sistematika Penelitian ... 11

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS ... 13

2.1.International Finacial Reporting System ... 13

2.2.Teori Agensi ... 16

2.3. Konservatisme Akuntansi ... 19


(8)

xii

2.5. Corporate Governance ... 24

2.6. Konservatisme Akuntansi dan Implementasi Corporate Governance ... 26

2.7.Penelitian Terdahulu ... 30

2.8.Pengembangan Hipotesis ... 43

2.8.1.Karakteristik Dewan (Board of Director) dan Konservatisme Akuntansi setelah Adopsi IFRS ... 43

2.8.2.Tingkat Konservatisme Akuntansi ... 52

BAB. III METODE PENELITIAN ... 56

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 56

3.2. Populasi dan Sampel ... 56

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 58

3.4. Metode Analisa Data ... 61

3.4.1.Statistik Deskriptif ... 61

3.4.2.Pengujian Asumsi Klasik ... 61

3.5. Uji Hipotesis ... 64

3.5.1.Analisis Regresi ... 64

3.5.2.Uji Kelayakan Model (Uji F) ... 65

3.5.3.Koefisien Diterminasi (R2) ... 66

3.5.4.Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 66

3.5.5.Ujit Independen Sampel T-test ... 67

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 69 4.1.Statistik Deskriptif ... 69

4.2.Uji Asumsi Klasik ... 73

4.2.1.Uji Normalitas ... 73

4.2.2.Uji Multikolinearitas ... 77


(9)

xiii

4.2.4.Uji Heteroskedastisitas ... 79

4.3.Pengujian Hipotesis ... 81

4.3.1.Regresi Linear Berganda ... 81

4.3.2.Uji Kelayakan Model ( Uji F ) ... 84

4.3.3.Koefisien Diterminasi (R2) ... 85

4.3.4.Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 85

4.3.5.Uji Independen Sampel Ttest ... 87

4.4.Pembahasan ... 90

4.4.1.Karakteristik Dewan dengan Konservatisme Akuntansi Setelah Adopsi IFRS ... 90

4.4.1.1. Proporsi Komisaris Independen dengan Konservatisme Akuntansi Setelah Adopsi IFRS ... 90

4.4.1.2. Frekwensi Pertemuan Dewan Komisari dengan Konservatisme Akuntansi ... 92

4.4.1.3. Kepemilikan Manajerial dengan Konservatisme Akuntansi ... 95

4.4.1.4. Komite Audit dengan Konservatisme Akuntansi ... 96

4.4.2.Tingkat Konservatisme Akuntansi ... 98

BAB. V SIMPULAN DAN SARAN ... 103

5.1.Simpulan ... 103

5.2.Keterbatasan Penelitian ... 105

5.3.Saran ... 105

Daftar Pustakan ... 107


(10)

xiv DAFATAR TABEL

Hal

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu ... 38

Tabael 3.1. Tabel Pemilihan Sampel ... 59

Tabel 4.1. Statitisk Deskriptif ... 72

Tabel 4.2. Frekuensi Pertemuan Dewan Komisaris ... 74

Tabel 4.3. Uji Normalitas ... 76

Tabel 4.4. Data Outlier ... 77

Tabel 4.5. Uji Normalitas ... 78

Tabel 4.6. Uji Multikolinearitas ... 80

Tabel 4.7. Uji Autokorelasi ... 81

Tabel 4.8. Uji Glejser ... 83

Tabel 4.9. Hasil Pengujian Regresi Linear ... 84

Tabel 4.10. Uji Goodness of Fit Test (Uji F) 86 Tabel 4.11. Tabel koefisien Diterminasi (R2). 87 Tabel 4.12. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 88


(11)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sampel Penelitian ... 106 Lampiran 2. Data Penelitian ... 108 Lampiran 3. Hasil Uji Statistik ... 112


(12)

xvi DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 2.1. Kerangka Pikir ... 57 Gambar 4.1. Normal P-P Plot of Regression ... 79 Gambar 4.2. Gambar Uji Heteroskedastisitas ... 82


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perusahaan menyusun laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi agar dapat menghasilkan laporan keuangan yang relevan dan andal. Standar akuntansi

menetapkan aturan pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan dalam laporan keuangan sehingga memungkinkan pembaca untuk dapat membandingkan laporan keuangan antar perusahaan yang berbeda. Standar tidak hanya harus dipahami pihak yang menyusun dan mengaudit laporan keuangan, namun juga harus dipahami oleh pembaca laporan keuangan. Pembaca perlu memahami asumsi dasar, karakteristik laporan keuangan agar dapat memahami makna angka-angka dan pengungkapan dalam laporan keuangan.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan standar yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik signifikan. PSAK saat ini telah mengadopsi penuh IFRS (International Financial Reporting Standard) dan telah di berlakukan di Indonesia pada januari 2012, dimana setiap perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia diwajibkan untuk menggunakan prinsip fair value dalam penyajian laporan keuangannya.


(14)

2 IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu International Accounting Standard Board (IASB), European Commision (EC), International Organization of Securities Commissions (IOSOC), dan International Federation of Accountants (IFAC).

Prinsip yang digunakan dalam IFRS adalah fair value yaitu harga di pasar utama bagi aset atau kewajiban (yaitu pasar dengan volume terbesar dan tingkat aktifitas untuk aset atau kewajiban) atau, dalam hal tidak adanya pasar utama maka yang dipakai adalah pasar yang paling menguntungkan bagi aset atau kewajiban

tersebut, hal inilah yang menyebabkan tidak sejalan dengan prinsip konservatisme akuntansi.

Prinsip fair value lebih menekankan pada relevansi, hal ini berseberangan dengan prinsip konservatisme yang lebih menekankan pada reliabilitas. Hal ini

dikarenakan konservatisme akuntansi dianggap kurang relevan dalam

pengambilan keputusan. Perusahaan yang menggunakan konservatisme akuntansi memiliki kualitas laba yang rendah (Helman, 2007)

Standar akuntansi yang ada di Indonesia, yaitu PSAK telah dikonvergensikan ke dalam IFRS karena Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah mencanangkan program konvergensi PSAK ke IFRS pada Desember 2007. Hal ini sejalan dengan

kesepakatan antara negara-negara yang tergabung dalam G20 dimana salah satu tujuannya adalah untuk menciptakan satu set standar akuntansi yang berkualitas


(15)

3 yang berlaku secara internasional. Pengadopsian terhadap IFRS berdampak pada aspek-aspek pengukuran item pelaporan keuangan seperti laba bersih dan ekuitas (Jermakowixz, 2004) serta penelitian Daske dan Leuz (2008) menyatakan bahwa pengadopsian IFRS meningkatkan kualitas laporan keuangan.

PSAK yang sebelumnya berkiblat pada Generally Accepted Accounting Principles (GAAP), dalam konsep pengakuan dan pengukuran atas item-item dalam

pelaporan keuangan lebih menekankan prinsip biaya historis. Dalam GAAP, pengakuan pendapatan hendaknya mempertimbangkan prinsip konservatisme yang mensyaratkan agar tidak mengakui pendapatan yang belum pasti atau masih berupa potensi, di satu sisinya dan mengakui biaya meskipun masih belum pasti atau masih berupa potensi, di sisi lainnya.

Pengadopsian standar akuntansi internasional (IFRS) ke dalam standar akuntansi domestik (PSAK) bertujuan menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi, persyaratan akan item-item pengungkapan akan semakin tinggi, sehingga nilai perusahaan akan semakin tinggi pula, manajemen akan memiliki tingkat akuntabilitas tinggi dalam menjalankan perusahaan, laporan keuangan perusahaan menghasilkan informasi yang lebih relevan dan akurat, dan laporan keuangan akan lebih dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid untuk aset, hutang, ekuitas, pendapatan dan beban perusahaan (Martani dkk, 2012).

Pengadopsian IFRS dalam standar akuntansi domestik berdampak pada aspek-aspek pengukuran item pelaporan keuangan seperti laba bersih dan ekuitas. Daske


(16)

4 dan Leuz (2008) menyatakan bahwa pengadopsian IFRS meningkatkan kualitas laporan keuangan. Petreski (2006) menyatakan, dengan mengadopsi IFRS akan berdampak terhadap laporan keuangan perusahaan yaitu: 1) laporan keuangan yang dihasilkan memiliki tingkat kredibilitas yang tinggi. 2) terdapat perbedaan pengukuran item-item dalam laporan keuangan dan rasio keuangan perusahaan. Misalnya: total aset dan nilai buku ekuitas akan menghasilkan nilai yang lebih tinggi jika mengadopsi IAS. 3) manajemen laba akan semakin rendah, pengakuan kerugian akan semakin sering atau perusahaan lebih konservatis, dan memiliki nilai relevansi (value relevance) yang semakin tinggi.

IFRS merupakan wujud adanya penolakan dan kritik terhadap prinsip konservatisme akuntansi karena prinsip fair value lebih menekankan pada relevansi. Hellman (2007) menyatakan bahwa kebutuhan konservatisme sering dikaitkan dengan keandalan pelaporan dari peristiwa masa lalu. Namun, tujuan dari standar akuntansi modern adalah mengutamakan orientasi masa depan, bertujuan untuk membantu para investor dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengambilan keputusan mereka. Dengan demikian, konservatisme

akuntansi tidak menjadi prinsip yang diatur dalam standar akuntansi internasional (IFRS).

Hellman (2007), IFRS memperkenalkan prinsip baru yang disebut dengan prudence sebagai pengganti prinsip konservatisme, yang dimaksud dengan prudence dalam IFRS, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan adalah pendapatan boleh diakui meskipun masih berupa potensi, sepanjang memenuhi ketentuan pengakuan pendapatan (revenue recognition) dalam IFRS.


(17)

5 Givoly dan Hayn (2000) memberi bukti bahwa praktik konservatisme telah

dijalankan sejak tahun 1950-an, dan ada kecenderungan intensitasnya semakin meningkat sebelum diterapkannya IFRS.

Penelitian lain yang sejalan dengan prediksi Givoly dan Hayn adalah penelitian yang dilakukan Piots et al. (2010) yang membuktikan adanya perubahan

konservatisme setelah adanya adopsi IFRS. Namun beberapa penelitian kontras dengan fenomena di atas. Beberapa penelitian tersebut diantaranya Zhang (2011) dan Gassen dan Sellhorn (2006) yang membuktikan bahwa konservatisme

akuntansi meningkat setelah adanya adopsi IFRS di New Zealand dan Jerman. Di Indonesia, penelitian serupa dilakukan oleh Wardhani (2009). Namun penelitian ini tidak dapat membuktikan bahwa konvergensi GAAP lokal dengan IFRS pada suatu negara akan berpengaruh secara positif terhadap tingkat konservatisme akuntansi.

Meskipun demikian, faktor-faktor eksternal tidak dapat mengikat perusahaan secara sepenuhnya karena perusahaan tetap memiliki provisi untuk melakukan diskresi dalam proses pelaporan keuangan. Diskresi pada level perusahaan mencerminkan faktor-faktor internal perusahaan yang akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan. Faktor-faktor internal mencerminkan komitmen manajemen dan pihak internal perusahaan dalam memberikan informasi yang transparan, akurat dan tidak menyesatkan bagi investornya. Hal tersebut merupakan suatu bagian dari implementasi good corporate governance (Wardhani, 2008).


(18)

6 Isu corporate governance dilatarbelakangi adanya konflik keagenan. Pandangan teori agensi dimana terdapat pemisahan antara pihak agen dan prinsipal yang mengakibatkan munculnya potensi konflik dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan. Keterlibatan mekanisme good corporate governance dalam penelitian teori agensi memberikan gambaran bahwa konservatisme akuntansi yang berperan dalam laporan keuangan merupakan salah satu mekanisme tata kelola perusahaan. Seperti yang disampaikan oleh Lafond dan Watts (2006), bahwa peranan konservatisme akuntansi adalah dapat mengurangi kemampuan manajer untuk melakukan manipulasi dan overstatement terhadap laporan keuangan, terutama mengenai kinerja keuangan sehingga dapat meningkatkan arus kas dan nilai perusahaan.

Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara mekanisme good corporate governance dengan tingkat konservatisme akuntansi. (Ahmed dan Duellman, 2007) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara praktik akuntansi yang konservatif dengan karakteristik dewan direksi. Secara keseluruhan

penelitian ini menegaskan adanya bukti yang konsisten terhadap pendapat yang menyatakan bahwa konservatisme dalam akuntansi akan membantu perusahaan untuk mengurangi biaya agensi. Penelitian yang menghubungkan antara tingkat konservatisme dengan mekanisme good corporate governance juga dilakukan oleh Wardhani (2008) khususnya di Indonesia, yang membuktikan bahwa karakteristik yang berhubungan dengan keberadaan Komite Audit memiliki hubungan positif dengan tingkat konservatisme akrual, akan tetapi tidak dapat membuktikan pengaruh antara corporate governance yang berhubungan dengan


(19)

7 independensi komisaris dan kepemilikan manajerial terhadap tingkat

konservatisme akrual.

Penelitian lain yang menghubungkan antara tingkat konservatisme dengen pengadopsian IFRS dilakukan oleh Andre dan Filip (2012) yang membuktikan bahwa tingkat konservatisme akuntansi meningkat setelah adopsi IFRS khususnya untuk perusahaan yang memiliki tingkat yang tinggi di australia, demikian jugal dengan penelitian yang dilakukan Zang (2011), membuktikan bahwa peningkatan konservatisme akuntansi meningkat di selandia baru khususnya perusahaan yang mengadopsi IFRS sesuai dengan pemerintah dan konservatisme akuntansi menurun setelah adopsi IFRS untuk perusahaan yang mengadopsi IFRS secara sukarela. Gassen dan Sellhorn (2006), membuktikan bahwa ukuran, paparan internasional, penyebaran kepemilikan, dan IPO sebagai faktor pendorong dalam pengadopsian IFRS secara sukarela, penelitian ini juga membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kualitas laba, yaitu perusahaan setelah

mengadopsi IFRS memiliki laba lebihpersisten, kurang dapat diprediksi dan laba lebih konservatif. Artinya, perusahaan yang menggunakan IFRS memiliki kualitas informasi akuntansi yang lebih baik.

Dari beberapa hasil penelitian diatas mengenai konservatisme akuntansi setelah adopsi IFRS terdapat kontraversi (kontradiktif) yaitu Zhang (2011), Ahmed dan Duellman (2007), Gassen dan Sellhorn (2006), membuktikan bahwa terjadi peningkatan konservatisme akuntansi setelah mengadopsi IFRS, lain halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan Hellman (2007), Andre dan Filip (2012), Kang, at all (2012), Givoly dan Hayn (2000), membuktikan bahwa telah terjadi


(20)

8 penurunan konservatisme akuntansi setelah mengadopsi IFRS.

Berdasarkan latar belakang diatas, timbul suatu pertanyaan apakah konservatisme akuntansi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia meningkat atau menurun setelah mengadopsi IFRS, dan bagiamana pengaruh karakteristik dewan terhadap konservatisme akuntansi setelah mengadopsi IFRS.

Penelitian ini meneliti karakteristik dewan sebagai salah satu dari mekanisme Good Corporate Governance yang di proksikan oleh proporsi komisaris

independen, intensitas pertemuan dewan komisaris, kepemilikan manajerial, dan latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan anggota komite audit. Salah satu faktor yang sangat menentukan tingkatan konservatisme dalam pelaporan keuangan suatu perusahaan adalah komitmen manajemen dan pihak internal perusahaan dalam memberikan informasi yang transparan, akurat dan akuntabel sehingga tidak menyesatkan pemakainya. (Wardhani 2008).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah Penelitian Zhang (2011), Andre dan Filip (2012), Kang, at all (2012), Gassen dan Sellhorn (2006), belum mengkaitkan karakteristik dewan sebagai salah satu mekanisme Good Corporate Governance yang di perkirakan akan mempengaruhi tingkat

konservatisme akuntansi dalam laporan keuangan, sedangkankan Martani (2011), Sari dan Adharani (2009), dan Wardhani (2008) hanya menguji tingkat

konservatisme akuntansi di Indonesia tanpa membandingkan tingkat


(21)

9 1.2. Permasalahan

Berdasarkar uraian pada latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan tingkat konservatisme akuntansi yang diterapkan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah adopsi IFRS?

2. Apakah karakteristik dewan (proporsi komisaris independen, intensitas pertemuan dewan komisaris, kepemilikan manajerial, latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan anggota komite audit) berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi di Indonesia setelah adopsi IFRS?

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti :

1. Perbedaan tingkat Konservatisme Akuntansi yang di terapkan oleh

perusahaan manufatur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebelum dan sesudah adopsi IFRS di Indonesia.

2. Pengaruh karakteristik dewan ( proporsi komisaris independen, Intensitas pertemuan dewan komisaris, kepemilikan manajerial, dan latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan anggota komite audit) terhadap

Konservatisme Akuntansi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI setelah adopsi IFRS.


(22)

10 1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi:

1. Akademisi.

Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, berupa penambahan bangunan pengetahuan mengenai konservatisme akuntansi yang di terapkan

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI baik sebelum maupun setelah adopsi IFRS dengan memberikan bukti empiris yang lebih komprehensif atas dampak adopsi IFRS dan hubungan konservatisme akuntansi dengan karakteristik dewan sebagai mekanismei corporate governance.

Oleh karena itu, bagi ilmu pengetahuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yaitu dengan memberikan bukti empiris mengenai: (i) Perbedaan tingkat konservatisme akuntansi sebelum dan sesudah pengadopsian IFRS di Indonesia, khususnya pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. (ii) Pengaruh karakteristik dewan ( proporsi komisaris independen, Intensitas pertemuan dewan komisaris, kepemilikan manajerial, dan latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan anggota komite audit) sebagai salah satu mekanisme corporate governance pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI terhadap konservatisme akuntansi setelah adopsi IFRS.


(23)

11 2. Praktisi

a. Sebagai bahan untuk menilai tingkat konservatisme akuntansi dalam laporan keuangan sebelum dan sesudah adopsi IFRS, dimana laporan keuangan adalah salah satu sumber informasi yang digunakan investor dalam keputusan investasi.

b. Sebagai bahan untuk analisis pengaruh karakteristik dewan terhadap konservatisme akuntansi Indonesia khususnya perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI setelah mengadopsi IFRS dan serta implikasinya bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi.

1.5. Sistematika Penulisan

Penulisan dalam penelitian ini terdi dari 5 bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Terediri dari landasan teori, penelitian terdahu dan pengembangan hipotesis.


(24)

12 BAB III METODE PENELITIAN

Terdiri dari jenis dan sumber data, populasi dan sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, definisi operasional dan pengukuran variabel, pengujian asumsi klasik, dan pengujian hipotesis.

BAB IV HASIL DAN PEMBEHASAN

terdiri dari deskripsi data penelitian, hasil analisis data, dan pembahasan dari hasil penelitian ini

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

terdiri simpulan dari seluruh penelitian dan saran saran yang di kemukakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang dan implikasi dari penelitian ini


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1. International Finacial Reporting System.

IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu

1. International Accounting Standard Board (IASB).

2. European Commision (EC)

3. International Organization of Securities Commissions (IOSOC)

4. International Federation of Accountant (IFAC).

Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan. Sedangkan manfaat IFRS dalah sebagai berikut :


(26)

14 2. Memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal internasional

3. Menghilangkan hambatan arus modal internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan keuangan.

4. Mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis.

5. Meningkatkan kualitas pelaporan keuangan menuju best practise”.

Sedangkan karakteristik IFRS adalah sebagai berikut:

1. IFRS menggunakan “Principles Base yaitu:

a. Lebih menekankan pada intepreatasi dan aplikasi atas standar sehingga harus berfokus pada spirit penerapan prinsip tersebut.

b. Standar membutuhkan penilaian atas substansi transaksi dan evaluasi apakah presentasi akuntansi mencerminkan realitas ekonomi.

c. Membutuhkan profesional judgment pada penerapan standar akuntansi.

2. Menggunakan fair value dalam penilaian, jika tidak ada nilai pasar aktif harus melakukan penilaian sendiri (perlu kompetensi) atau menggunakan jasa penilai.

3. Mengharuskan pengungkapan (disclosure) yang lebih banyak baik kuantitatif maupun kualitatif

Dalam IFRS dikembangkan pendekatan pendekatan baru dalam pelaporan keuangan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan keterbandingan


(27)

15 laporan keuangan. Misalnya, ditingkatkannya pengungkapan informasi kualitatif transaksi, pengaturan untuk pelaporan keuangan menggunakan pendekatan prinsip bukan lagi aturan, dihapusnya pos-pos luar biasa, penyajian laporan keuangan diubah untuk mencerminkan sifat laporan keuangan, dan penggunaan pendekatan pengukuran nilai wajar (fair value), (Martani dkk, 2012).

Nilai wajar (fair value) didefinisikan dalam IFRS sebagai, “harga yang diterima atas penjualan aset atau pembayaran untuk mentransfer liabilitas dalam transaksi antar pihak yang berkepentingan pada tanggal pengukuran.” Nilai wajar ini digunakan untuk mengukur: 1) satu aset, 2) sekelompok aset, 3) satu liabilitas, 4) sekelompok liabilitas, 5) konsiderasi bersih dari satu atau lebih aset dikurangi satu atau lebih liabilitas terkait, 6) satu segmen atau divisi dari sebuah entitas, 7) satu lokasi atau wilayah dari suatu entitas, 8) satu keseluruhan entitas, 9) yang

dimaksud dengan pengukuran di atas bukan merupakan pengukuran awal (Martani dkk, 2012).

Untuk pengukuran awal (saat aset diakuisisi atau liabilitas muncul), entitas tetap menggunakan dasar kos pada saat terjadinya transaksi. Setelah pengukuran awal (biasa disebut sebagai pengukuran setelah pengukuran awal), yaitu saat pelaporan keuangan (dan untuk pelaporan seterusnya, selama aset masih dikuasai), entitas boleh memilih model kos (berdasar kos historis) atau model revaluasi (berdasar nilai wajar) untuk mengukur pos-pos laporan keuangannya, (Martani dkk, 2012).

Berbagai kemungkinan lain dapat terjadi dalam pengukuran nilai wajar. Hal ini dikarenakan nilai wajar tidak berdasarkan pada bukti historis, namun didasarkan


(28)

16 pada seberapa bernilainya aset atau liabilitas pada saat pelaporan. Tidak adanya bukti historis ini (kecuali untuk pendekatan pasar yang observable), merupakan suatu celah untuk dilakukannya fraud. Entitas biasanya cenderung untuk

meningkatkan nilai aset dan pendapatannya atau menurunkan nilai liabilitas dan biayanya. Oleh karena itu, penggunaan nilai wajar merupakan suatu tantangan baru bagi profesi jasa penilai dan auditor.

2.2. Teori Agensi

Teori ini memegang peran penting dalam praktik bisnis perusahaan. Teori agensi merupakan teori yang muncul karena adanya konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Prinsipal sebagai pemegang saham sedangkan agen sebagai manajer. Prinsipal mengontrak agen untuk melakukan pengelolaan sumber daya dalam perusahaan. Tujuan utama dari teori keagenan adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak - pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak yang tujuannya untuk meminimalisir cost sebagai dampak adanya informasi yang tidak simetris.

Teori agensi merupakan teori yang digunakan perusahaan dalam mendasari praktik bisnisnya. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa teori keagenan disebut juga sebagai teori kontraktual yang memandang suatu perusahaan sebagai suatu perikatan kontrak antara anggota-anggota perusahaan. Mereka juga

menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebagai suatu kontrak antara satu atau lebih pihak yang mempekerjakan pihak lain untuk melakukan suatu jasa untuk kepentingan mereka yang meliputi pendelegasian beberapa kekuasaan


(29)

17 pengambilan keputusan kepada pihak lain tersebut. Dengan demikian, teori ini mengindikasikan adanya kepentingan pada setiap pihak yang ada di perusahaan untuk mencapai tujuan.

Pihak yang berkepentingan tersebut adalah pemegang saham sebagai prinsipal dan manajer perusahaan sebagai agen. Agen harus melakukan tugas yang diberikan oleh prinsipalnya sebagai tanggung jawab jasanya. Prinsipal diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian uang yang diperoleh dari investasi mereka pada perusahaan. Sedangkan agen diasumsikan akan menerima kepuasan tidak hanya dari kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan lain yang terlibat dalam hubungan keagenan (Anthony dan Govindarajan, 2005).

Kedua pihak dalam teori agensi tersebut menginginkan keuntungan yang sebesar - besarnya. Mereka juga berusaha menghindari risiko yang mungkin terjadi.

Adanya perbedaaan kepentingan antara kedua belah pihak dapat menyebabkan terjadinya konflik keagenan. Manajer akan mengambil keputusan dan kebijakan yang dapat menguntungkan dirinya sendiri sebelum memberikan manfaat kepada pemegang saham. Padahal hal itu tidak sesuai dengan tujuan utama manajer yaitu memaksimumkan kekayaan pemegang saham yang akan diwujudkan melalui pemaksimuman harga saham biasa (Weston dan Brigham, 1990).

Konflik keagenan lainnya yang mungkin terjadi yaitu mengenai informasi asimetri (assymetries information). Informasi asimetri timbul karena kurang lengkapnya informasi yang diperoleh atau salah satu pihak tidak memiliki informasi yang diketahui oleh pihak lainnya. Misalnya, manajer mungkin memiliki informasi


(30)

18 yang lebih banyak dibandingkan pemegang saham karena manajer adalah pihak yang lebih sering berhadapan dengan kegiatan operasional di perusahaannya. Dengan demikian, pemegang saham yang hanya memiliki sedikit informasi akan kesulitan dalam mengontrol perusahaan yang dijalankan oleh manajer.

Adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan ini akan

menyebabkan timbulnya asymmetry information. Menurut Scott (2003), terdapat dua jenis asymmetric information, yaitu: adverse selection dan moral hazard.

Adverse selection adalah suatu tipe informasi asimetri dimana satu orang atau lebih pelaku-pelaku transaksi bisnis atau transaksi-transaksi yang potensial mempunyai informasi lebih atas yang lain (Scott, 2003). Ketimpangan pengetahuan informasi perusahaan ini dapat menimbulkan masalah dalam transaksi pasar modal karena investor tidak mempunyai informasi yang cukup dalam pengambilan keputusan investasinya.

Sedangkan moral hazard adalah suatu tipe informasi asimetri dimana satu orang atau lebih pelaku-pelaku bisnis atau transaksi-transaksi potensial yang dapat mengamati kegiatan-kegiatan mereka secara penuh dibandingkan dengan pihak lain (Scott, 2003). Masalah moral hazard ini terjadi karena pihak-pihak di luar perusahaan (investor) mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada manajer tetapi investor tidak dapat sepenuhnya memantau manajer dalam melaksanakan pendelegasian tersebut.

Laporan keuangan yang digunakan oleh principal untuk memberikan kompensasi kepada agen dengan harapan dapat mengurangi konflik keagenan dapat dimanfaatkan


(31)

19 oleh agen untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Akuntansi akrual yang dicatat dengan basis akrual (accrual basis) merupakan subjek managerial discretion,

karena fleksibilitas yang diberikan oleh GAAP memberikan dorongan kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan agar dapat menghasilkan laporan laba seperti yang diinginkan, meskipun menciptakan distorsi dalam pelaporan laba (Watts dan Zimmerman, 1986).

Salah satu mekanisme yang diharapkan dapat mengontrol biaya keagenan yaitu dengan menerapkan tata kolola perusahaan yang baik (good corporate governance).

Kaen (2003) menyatakan corporate governance pada dasarnya menyangkut masalah siapa (who) yang seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan korporasi dan mengapa (why) harus dilakukan pengendalian terhadap jalannya kegiatan korporasi.

Yang dimaksud dengan siapa adalah para pemegang saham, sedangkan “mengapa”

adalah karena adanya hubungan antara pemegang saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.

Jansen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa untuk meminimalkan konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan manajerial di dalam perusahaan. Ross et al (1999) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manjemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha untuk meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri.

Vafeas (2000) mengatakan bahwa selain kepemilikan manajerial, peranan dewan komisaris juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring atas pelaporan keuangan. Komite audit yang dibentuk dalam perusahaan sebagai sebuah komite khusus diharapkan


(32)

20 dapat mengoptimalkan fungsi pengawasan yang sebelumnya dilakukan oleh dewan komisaris, Komite audit meliputi: melakukan pengawasan terhadap laporan

keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal.

Berdasarkan argument tersebut, diharapkan bahwa good corporate governance dapat meningkatkan kualitas pelaporan keuangan yang salah satunya adalah meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan. Kualitas laba yang baik diharapkan juga dapat

meningkatkan konservatisme akuntansi yang di terapkan perusahaan.

2.3. Konservatisme Akuntansi

Dalam penyajian laporan keuangan, akuntan dapat memilih metode akuntansi apa yang akan diterapkan. Dalam konservatisme, akuntan dihadapkan dalam pilihan dua atau lebih teknik akuntansi. Watts (2003) mendefinisikan konservatisme sebagai prinsip kehati-hatian dalam pelaporan keuangan dimana perusahaan tidak terburu-buru dalam mengakui dan mengukur aset dan laba serta segera mengakui kerugian dan hutang yang mempunyai kemungkinan akan terjadi. Penerapan prinsip ini mengakibatkan pilihan metode akuntansi ditujukan pada metode yang melaporkan laba atau aset lebih rendah serta melaporkan hutang lebih tinggi

Sedangkan menurut Belkaoui, (2011:288) mendefinisikan “konservatisme sebagai suatu prinsip pengecualian atau modifikasi dalam hal bahwa prinsip tersebut bertindak sebagai batasan terhadap penyajian data akuntansi yang relevan dan andal”. Prinsip ini menganggap ketika memilih antara dua atau lebih teknik akuntansi yang berlaku umum, suatu preferensi ditujukan untuk opsi yang memiliki dampak paling tidak menguntungkan terhadap ekuitas pemegang saham.


(33)

21 Prinsip ini mengimplikasikan bahwa nilai terendah dari aset dan pendapatan serta nilai tertinggi dari kewajiban dan beban sebaiknya dipilih untuk dilaporkan.

Basu (1997) menyatakan bahwa “konservatisme merupakan praktik akuntansi dengan mengurangi laba dan menurunkan nilai aset bersih ketika menghadapi bad news akan tetapi tidak meningkatkan laba dan menaikkan nilai aset bersih ketika menghadapi good news.”

Konservatisme dalam pelaporan keuangan dibedakan menjadi dua bagian yaitu konservatisme dari prinsip akuntansi berterima umum (conservatism of GAAP) dan konservatisme diskresioner. Konservatisme dari PABU adalah konservatisme yang ditentukan oleh standar para manajer, contohnya manajer diwajibkan

menggunakan nilai terendah dari cost atau pasar (lower of cost or market) untuk penilaian persediaan, mencatat kerugian dan biaya dengan segera tetapi tidak untuk laba. Sedangkan konservatisme diskresioner adalah konservatisme yang dihasilkan dari keleluasaan manajer dalam pelaporan, contohnya dalam

mengestimasi tingkat keusangan persediaan.

Jadi konservatisme akuntansi adalah mengukur aktiva dan laba dengan kehati hatian oleh karena aktivitas ekonomi dan bisnis yang dilingkupi suatu ketidak pastian yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan untuk memberikan manfaat bagi pengguna laporan keuangan.

Di dalam Standar Akuntansi Keuangan disebutkan bahwa terdapat berbagai metode yang dapat dipilih perusahaan untuk menerapkan prinsip konservatisme:


(34)

22 1. PSAK No. 14 (Revisi 2008) yang mengatur perlakuan akuntansi untuk

persediaan.

2. PSAK No.17 (1994) tentang akuntansi penyusutan yang diganti oleh PSAK No. 16 (Revisi 2007) mengenai aset tetap dan pilihan dalam menghitung biaya penyusutannya.

3. PSAK No.19 (Revisi 2010) untuk menentukan perlakuan akuntansi bagi aset tidak berwujud yang tidak diatur secara khusus pada standar lainnya.

4. PSAK No.20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan.

Helaman (2007), kebutuhan "konservatisme" sering terkait dengan pelaporan yang dapat diandalkan atas peristiwa masa lalu, yang menyiratkan penekanan pada backward looking, pengelolaan dan perilaku auditor. Seorang auditor tidaklah dituntut agar laporan keuangan menjadi terlalu konservatif. Tujuan standar akuntansi modern yang utama adalah berorientasi masa depan, yang bertujuan untuk membantu kepentingan investor dan pihak pengguna laporan keuangan lainnya dalam pengambilan keputusan mereka. Dengan demikian, konservatisme tidak lagi diatur dalam prinsip akuntansi di bawah Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS). Laporan keuangan berdasarkan IFRS harus bersifat dapat dimengerti, relevan, dapat diandalkan dan sebanding, tetapi tanpa bias konservatif. Hal ini juga tercermin dalam metode akuntansi yang ditetapkan oleh Standar Akuntansi Internasional (IASB).


(35)

23 2.4. Pengkuran Konservatisme Akuntansi.

Menurut Watts (2003b) terdapat tiga ukuran yang digunakan dalam mengukur konservatisme antara lain:

a. Earning atau Stock Return Relation Measures.

Pengukuran ini didasari adanya stock market price yang berusaha untuk merefleksikan perubahan nilai aset pada saat terjadinya perubahan baik rugi ataupun laba dalam nilai aset, stock return tetap berusaha untuk

melaporkannya sesuai dengan waktunya. Basu (1997) menyatakan bahwa konservatisme menyebabkan kejadian-kejadian yang merupakan kabar buruk dan kabar baik terefleksi dalam waktu yang tidak sama (asimetri waktu pengakuan). Hal ini sesuai dengan salah satu definisi konservatisme yang menyebutkan bahwa kejadian yang diperkirakan akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan harus segera diakui, hal itu membuat kabar buruk lebih cepat terefleksi dalam laba dibandingkan kabar baik.

b. Earning atau Accrual Measures

Yaitu menggunakan selisih antara net income dan cash flow Watss (2003b). Net income yang digunakan adalah net income sebelum depresiasi dan amortisasi, sedangkan cash flow yang digunakan adalah cash flow dari aktivitas operasi. Givoly dan Hayn (2000) melihat kecenderungan dari akun akrual selama beberapa tahun, apabila terjadi akrual negatif (net income lebih kecil daripada cash flow dari aktivitas operasi) yang konsisten selama


(36)

24 beberapa tahun, maka hal tersebut merupakan indikasi adanya penerapan konservatisme. Selain itu, Givoly dan Hayn (2000) membagi akrual menjadi dua yaitu :

1. Operating accrual

Berdasarkan literatur Criterion Research Group, dinyatakan bahwa Operating accrual menangkap perubahan dalam aset lancar, kas bersih dan investasi jangka pendek, dikurang dengan perubahan dalam aset lancar, utang jangka pendek bersih. Operating accrual yang utama meliputi piutang dagang dan persediaan dan kewajiban. Akun ini merupakan akun klasik yang digunakan untuk memanipulasi earnings untuk mencapai tujuan pelaporan.

2. Non-operating accrual.

Berdasarkan literatur Criterion Research Group, menyatakan bahwa Non current (operating) accrual menangkap perbedaan dalam non-current assets, investasi non ekuitas jangka panjang bersih, dikurang perubahan dalam non-current liabilities, hutang jangka panjang bersih. Komponen non operating accrual (pada sisi aset) yang utama adalah aset tetap dan aset tidak berwujud.

Non-current assets ini tergantung pada write down ketika aset tersebut diputuskan telah di turunkan nilainya (impaired), dan penentuan dari beberapa permanent impaeirement yang banyak melibatkan abnormal


(37)

25 manajerial. Pada sisi kewajiban terdapat sebuah varietas dari akun-akun seperti utang jangka panjang, penangguhan pajak dan post retirement benefits yang juga merupakan manifestasi atas estimasi dan asumsi subjektif (seperti estimasi akuntansi konpensional, pengembalian yang diharapkan atas aset, pertumbuhan yang diharapkan atas pertumbuhan upah pegawai, dan lain lain)

Givoly dan Hayn (2002) menyatakan bahwa apabila akrual bernilai negatif, maka laba digolongkan konservative, hal ini disebabkan oleh laba lebih rendah dari cash flow yang bersumber dari aktivitas operasi yang diperoleh oleh perusahaan pada perioda tertentu. Persamaannya dapat dilihat sebagai berikut:

Non-operating

accruals =

Total accruals (before depreciation) − Operating accruals

Dimana:

1. Total Accrual (before depreciation) = (net income + depreciation) – Cash flow from operational.

2. Operating Accrual = Δ Account Receivable +Δ Inventories + Δ prepaid expense –Δ Account Payable - Δ Accrued expense –Δ tax payable.


(38)

26 c. Net assets measures.

Ukuran ini digunakan untuk mengetahui tingkat konservatisme dalam penyajian laporankeuangan yaitu untuk menilai nilai aset yang under

statement dan kewajiban yang over statement. Salah satu model pengukuran ini adalah dengan proksi book to market ratio yang mencerminkan nilai pasar relatif terhadap nilai buku perusahaan.

2.5. Coporate Governance

Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis serta urusan-urusan perusahaan, dalam rangka meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan, dengan tujuan utama mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain.

Corporate governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (Forum for Corporate Governance in Indonesia / FCGI).

Good Corporate Governance juga merupakan sistem yang harus menjamin terpenuhinya kewajiban perusahaan kepada shareholders dan seluruh stakeholders, dan harus mampu bekerjasama dengan stakeholders dalam


(39)

27 mencapai tujuan perusahaan. Buruknya hubungan perusahaan dengan

stakeholders dapat menimbulkan hambatan dan gangguan pada jalannya operasi perusahaan.

Manfaat Corporate Governance adalah untuk 1) Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing. 2) Mendapatkan cost of capital yang lebih murah (debt/capital) 3) Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan. 4) Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari shareholder dan stakeholder terhadap perusahaan. 5)

Mempengaruhi harga saham secara positif. 6) Meningkatkan kontribusi BUMN terhadap penerimaan Negara dalam bentuk pajak dan dividen, serta meningkatkan kesejahteraan karyawan. 7) Melindungi Direksi/Komisaris/Dewan Pengawas dari tuntutan hukum dan melindungi dari intervensi politis serta usaha-usaha campur tangan di luar mekanisme korporasi (Forum for Corporate Governance in Indonesia / FCGI).

OECD menyusun prinsip-prinsip good corporate governance yang dikelompokkan dalam 5 (lima) hal, yaitu :

1. Perlindungan atas hak-hak pemegang saham.

2. Perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham.

3. Peranan stakeholders dalam corporate governance.


(40)

28 5. Akuntabilitas Direksi dan Komisaris

Maksud Penerapan Prinsip-Prinsip Corporate Governance (Berdasarkan Pedoman Corporate Governance- KNKCG) Memaksimalkan nilai Perseroan bagi pemegang saham dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun secara internasional, serta dengan demikian menciptakan iklim yang mendukung investasi. Mendorong pengelolaan perseroan secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian Dewan Komisaris, Direksi, dan Rapat Umum Pemegang Saham. Mendorong agar pemegang Saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial Perseroan terhadap pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun kelestarian lingkungan di sekitar Perseroan.

2.6. Konservatisme Akuntansi dan Implementasi Corporate Governance.

Untuk meminimalisasi adanya permasalahan agensi, maka dibuatlah kontrak-kontrak dalam perusahaan baik kontrak-kontrak antara pemegang saham dengan manajernya maupun kontrak antara manajemen dengan karyawan, pemasok, dan kreditur. Namun, konflik yang terjadi tidak dapat di atasi secara menyeluruh dengan menggunakan kontrak tersebut karena dalam membuat kontrak


(41)

29 membutuhkan biaya yang mahal. Oleh karena itu, mekanisme corporate governance memainkan peran penting dalam mengurangi konflik tersebut.

Corporate governance diterapkan oleh perusahaan dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan keagenan. Corporate governance Sebagai keseluruhan tatanan legal, kebudayaan, dan institusional yang mengatur: (i) apa yang dapat dilakukan oleh perusahaan publik; (ii) siapa yang berhak mengendalikan perusahaan; (iii) bagaimana pengendalian dilakukan; dan (iv) bagaimana risiko dan imbal hasil saham dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dialokasikan (Wardhani, 2009). Prinsip-prinsip utama corporate governance dikembangkan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang telah menerbitkan dan mempublikasikan Principles of Corporate Governance yang terdiri dari empat pilar utama yaitu keadilan, transparansi, akuntanbilitas, dan tanggung jawab (Wardhani, 2009).

Dalam mekanisme corporate governance, dewan komisaris memiliki peranan dan tugas yang sangat penting. Peran dewan komisaris sebagai fungsi pengawas dapat memberikan kontribusi terhadap proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas dan mengandung informasi yang relevan bagi pengambil keputusan. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mengemukakan bahwa tugas tugas utama dewan komisaris antara lain :

1. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha,


(42)

30 menetapkan sasaran kerja, mengawasi pelaksanaan dankinerja perusahaan, serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan aset.

2. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian anggota dewan direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota dewan direksi yang transparan dan adil.

3. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan.

4. Memonitor pelaksanaan Governance, dan mengadakan perubahan jika diperlukan.

5. Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan (OECD) Principles of Corporate Governance.

Dalam proses pelaporan keuangan, dewan komisaris membutuhkan informasi yang akurat agar dapat memonitor kinerja manajer secara efektif dan efisien. Sistem akuntansi dan pelaporan keuangan merupakan salah satu informasi yang dapat diandalkan dalam memonitor dan mengevaluasi manajer dan dalam proses pengambilan keputusan dan penetapan strategi. Konservatisme merupakan karakteristik yang penting dari sistem akuntansi perusahaan yang dapat membantu dewan komisaris dalam mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas informasi laporan keuangan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan dan harga sahamnya (Ahmed dan Duellman 2007).


(43)

31 Dengan adanya monitoring dewan komisaris diharapkanakan membentuk good corporate governance yang akan mempengaruhi tingginya transparansi laporan keuangan, rendahnya manipulasi akuntansi, dan adanya batasan terhadap

kemampuan manajer dalam menyembunyikan bad news dalam waktu yang lama (Lara et all, 2005).

Ahmed dan Duellman (2007) konservatisme memainkan peranan dalam memonitor kebijakan investasi perusahaan. Dengan mensyaratkan pengakuan yang lebih cepat atas kerugian ekonomis atau ekspektasi kerugian, konservatisme membantu dalam mengidentifikasi proyek yang memiliki NPV negatif atau

investasi yang berkinerja buruk. Identifikasi yang cepat atas proyek yang memiliki NPV negatif memberikan tanda untuk dewan komisaris dalam menginvestigasi proyek dan manajer secara bersama-sama. Hal tersebut juga akan membatasi kerugian yang mungkin muncul dari keputusan investasi yang buruk sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan.

Dengan adanya monitoring dewan komisaris diharapkan akan membentuk good corporate governance yang akan mempengaruhi tingginya transparansi laporan keuangan, rendahnya manipulasi akuntansi, dan adanya batasan terhadap

kemampuan manajer dalam menyembunyikan bad news dalam waktu yang lama (Lara et al, 2005). Jadi, corporate governance yang kuat diharapkan akan

mengakibatkan permintaan yang tinggi untuk informasi yang tepat dan mencegah manajer dalam menyembunyikan informasi yang kurang menyenangkan.


(44)

32 2.7. Penelitian Terdahulu.

Penelitian tentang konservatisme akuntasi telah banyak dilakukan baik di

indonesia maupun di negara negara lain seperti terlihat dalam tabel di bawah ini:

1. Andre dan Filip (2012) meneliti dampak perubahan wajib adopsi IFRS tahun 2005 pada perusahaan di Eropa terhadap tingkat konservatisme akuntansi. Penelitian ini membahas perbedaan konservatisme akuntansi perusahaan di seluruh negara dan pengaturan kelembagaan dan hukum yang bervariasi. Sampel dalam penelitian ini terdi dari 16 Negera di eropa dengan total observasi sebanyak 7.378 . Andre dan Filip menumukan bahwa tingkat konservatisme pasca penerapan IFRS tidak berbeda secara signifikan di seluruh perusahaan pada negara-negara Uni Eropa. Akhirnya, penurunan konservatisme yang paling signifikan pada perusahaan di negara-negara yang memiliki perbedaan besar dengan standar baru yaitu IFRS

2. Zhang (2011) meneliti tentang dampak mengadopsi IFRS terhadap kualitas laba. Studi ini mengkaji apakah IFRS adopsi memiliki efek positif pada kualitas laba diproksikan dengan konservatisme akuntansi di New Zealand, Zhang (2011) menggunakan 771 pengamatan pada perusahaan yang terdaftar NZSX dan NZAX selama periode tahun 2000-2009. Zhang (2011)

menunjukkan bahwa adanya konservatisme bersyarat untuk pra dan pasca adopsi IFRS. Konservatisma akuntansi meningkat setelah adopsi IFRS di Selandia Baru khususnya perusahaan yang menerapkan IFRS sesuai dengan


(45)

33 dengan peraturan pemereintah dan konservatisme akuntansi menurun untuk perusahaan yang secara sukarela menerapkan IFRS.

3. Ahmed dan Duellman (2007) meneliti tentang hubungan antara konservatisme akuntansi dan karakteristik dewan. Sampel yang digunakan terdiri dari 306 perusahaan dari S & P 500 selama tahun fiskal 1999 sampai 2001. Ahmed dan Duellman (2007) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara praktek

akuntansi yang konservatis dengan karakteristik dewan. Secara spesifik penelitian mereka menyimpulkan adanya hubungan yang negatif antara persentase inside directors dalam dewan dengan konservatisme dan hubungan yang positif antara persentase kepemilikan perusahaan oleh outside directors dan konservatisme akuntansi dan memberi bukti bahwa praktik konservatisme telah dijalankan sejak tahun 1950-an, dan ada kecenderungan intensitasnya semakin meningkat sebelum diterapkannya IFRS.

4. Hellman (2007) meneliti tentang Bagaimana prinsip konservatisme diterapkan berdasarkan IFRS dan implikasi kontrol manajemen

konservatisme akuntansi berdasarkan IFRS. Penelitian ini dilakukan di Swedia dari Tahun 2000 sampai dengan tahun 2005. Helaman menyatakan bahwa Penekanan yang lebih rendah dari konservatisme yang konsisten di berdasarkan IFRS akan digantikan oleh penekanan lebih besar pada konservatisme sementara dan konservatisme di perusahaan memanfaatkan biaya pengembangan menyebabkan efek berlawanan pada pengukuran kinerja yang memiliki implikasi negatif untuk kontrol dan motivasi manajer.


(46)

34 Helaman (2007) menyimpulkan bahwa kebutuhan konservatisme sering

dikaitkan dengan keandalan pelaporan dari peristiwa masa lalu. Namun, tujuan dari standar akuntansi modern (IFRS) adalah mengutamakan orientasi masa depan, untuk membantu para investor dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengambilan keputusan mereka. Dengan demikian, konservatisme akuntansi tidak menjadi prinsip yang diatur dalam standar akuntansi internasional (IFRS)

5. Givoly dan Hayn (2000), mengkaji kekuatan dan keandalan diferensial ukuran ketepatan waktu yang dikembangkan oleh Basu (1997) untuk mengukur pelaporan konservatisme, sampel akhir 14.383 perusahaan dan 131.920 perusahaan-tahun, menyatakan bahwa perbedaan dalam ketepatan waktu pelaporan kabar buruk dibandingkan kabar baik cenderung lebih menonjol dari pada dilaporkan sebelumnya. Selanjutnya, kami memberikan bukti tambahan pada asosiasi negatif antara ukuran ketepatan waktu dan aspek alternatif konservatisme, menunjukkan bahwa ketergantungan ekslusif pada setiap ukuran tunggal untuk menilai konservatisme keseluruhan periode pelaporan (perusahaan, negara atau periode waktu) cenderung mengarah ke salah kesimpulan.

6. Gassen (2006) menganalisis faktor-faktor penentu adopsi IFRS sukarela oleh perusahaan publik di Jerman selama periode 1998 2004, Sampel yang

digunakan seluruh perusahaan yang terdaftar di Wordscope Universe. Gassen (2006) membuktikan bahawa, 1). faktor utama yang menyebabkan


(47)

35 perusahaan mengadopsi IFRS secara sukarela adalah ukuran perusahaan, internasional exoposure, penyebaran kepemilikan, dan IPO. 2) Perusahaan mengadopsi IFRS secara sukarela memiliki perbedaan kualitas laba jika di bandingkan perusahaan yang mendopsi IFRS karena peraturan, yaitu memiliki laba yang persisten, kurang dapat di prediksi, serta memeiliki laba yang

konservatif. 3) perusahaan yang mengadopsi IFRS dengan sukarela mengalami penurunan asimetri informasi jika di bandingkan perusahaan yang mendopsi IFRS karena peraturan.

7. Martani dan Dini (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh cash flow terhadap pengukuran accounting conservatism, dalam penelitian ini selain Cash Flow, juga dibahas mengenai pengaruh leverage dan ukuran perusahaan terhadap pengukuran konservatisme pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa operating cash flow berpengaruh positif terhadap konservatisme baik dengan model pengukuran akrual atau pun dengan metode pengukuran market value. Sedangkan untuk investment cash flow berpengruh terhadap konservatisme akuntansi, namun hanya untuk konservatisme yang diukur dengan metode market value. Dalam penelitian Martani dan Dini (2010) dibuktikan pula bahwa leverage dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi. Hasil dari

penelitian tersebut menunjukkan penolakan terhadap debt covenant hypothesis namun menerima political cost hypothesis.


(48)

36 8. Wardhani (2008) meneliti tentang Tingkat konservatisme akuntansi di

Indonesia dan hubungannya dengan karakteristik dewan sebagai salah satu mekanisme Corporate Governance pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dari tahun 2003 sampai tahun 2006. Sampel yang digunakan sebanyak 69 perusahaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat konservatisme dengan menggunakan ukuran akrual. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan adanya komite audit dalam suatu perusahaan, maka proses pelaporan keuangan perusahaan akan termonitor dengan baik. Komite audit ini akan memastikan bahwa perusahaan menerapkan prinsip prinsip akuntansi yang akan menghasilkan informasi keuangan perusahaan yang akurat dan berkualitas melalui penggunaan prinsip konservatisme yang lebih tinggi dalam proses pelaporan keuangan perusahaan.

9. Almilia (2005) meneliti tentang Size Hypothesis dan Debt / Equity berhasil mendukung debt covenant hypothesis dalam positive accounting theory pada peruhaan yang terdaftar di bursa efek jakarta dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2005 sebanyak 23 perusahaan. Hasil penelitiannya yang membuktikan bahwa debt to total assets ratio berpengaruh negatif terhadap konservatisme. Akan tetapi, penelitian Almilia (2005) tidak membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap konservatisme. Ukuran perusahaan justru berpengaruh negatif terhadap konservatisme akuntansi, jadi penelitian tersebut tidak mendukung political cost hypothesis dalam positive accounting


(49)

37 theory, karena semakin besar ukuran perusahaan justru mengindikasikan rendahnya penerapan konservatisme akuntansi.


(50)

38 Tabel 2.1. Penelitian terdahulu

No Peneliti Judul Variabel Hasil

1 Andre dan Filip (2012)

Dampak perubahan wajib adopsi IFRS tahun 2005 pada perusahaan di Eropa terhadap tingkat konservatisme

akuntansi

Konservatisme Akuntansi 1. Tingkat konservatisme pasca-IFRS tidak berbeda secara signifikan di seluruh sebagian besar negara-negara Uni Eropa. 2. Terjadi penurunan konservatisme

akuntansi di Eropa pasca IFRS 2 Zhang (2011) Dampak adopsi IFRS

terhadap kualitas laba

1. Earnings per share 2. Return

3. DR 4. IFRS

1. Konservatisme akuntansi secara signifikan meningkat setelah adopsi IFRS di Selandia Baru.

2. Konservatisma akuntansi meningkat setelah adopsi IFRS di Selandia Baru khususnya perusahaan yang menerapkan IFRS sesuai


(51)

39 dengan dengan peraturan pemereintahan dan konservatisme akuntansi menuru untuk perusahaan yang secara sukarela

menerapkan IFRS 3 Ahmed dan

Duellman (2007)

Hubungan antara

konservatisme akuntansi dan karakteristik dewan.

1. Konservatisme Akuntansi.

2. Persentase Dewan Komisaris

Independen. 3. Kepemilikan

Manajerial Variabel Kontrol 4. Kepemilikan

Komisaris di luar

Karakteristik Dewan :

1. Persentase Dewan Komisaris Independen berpengaruh negative terhadap

Konservatisme Akuntansi.

2. Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi


(52)

40 Komisaris Independen

5. Kepemilikan Institusional 6. Ukuran Direksi 7. Ukuran Perusahaan. 8. Pertumbuhan

Penjualan 4 Hellman

(2007)

Konservatisme akuntansi berdasarkan IFRS

a. Bagaimana prinsip konservatisme diterapkan

berdasarkan IFRS b. implikasi kontrol

manajemen konservatisme

1. Penekanan yang lebih rendah dari

konservatisme yang konsisten berdasarkan IFRS akan digantikan oleh penekanan lebih besar pada konservatisme sementara. 2. Konservatisme di perusahaan

memanfaatkan biaya pengembangan menyebabkan efek berlawanan pada


(53)

41 akuntansi berdasarkan

IFRS.

pengukuran kinerja yang memiliki implikasi negatif untuk kontrol dan motivasi manajer. 5 Givoly dan

Hayn (2006)

Mengukur Pelaporan Konservatisme

1. Koservatisme Akuntansi

2. Ketepatan Waktu

1. Sensitif terhadap tingkat keseragaman dalam isi berita selama periode

penelitian, jenis peristiwa yang terjadi pada periode tersebut, dan kebijakan pengungkapan perusahaan.

2. Perbedaan dalam ketepatan waktu pelaporan buruk dibandingkan kabar baik cenderung lebih menonjol dari yang dilaporkan sebelumnya. 3. Ketergantungan ekslusif pada setiap

ukuran untuk menilai konservatisme keseluruhan periode pelaporan


(54)

42 (perusahaan, negara atau jangka waktu) yang cenderung mengarah ke salah kesimpulan.

6 Gassen (2006) Penerapan IFRS di Jerman - Determinan dan Konsekuensi

IFRS

Ukuran Perusahaan Pengalaman Internasional, dispersi kepemilikan Kulitas Laba

1. Faktor penentu perusahaan menerapkan IFRS di jerman adalah ukuran perusahaan, pengalaman international, dispersi

kepemilikan.

2. Perusahaan yang menerapkan IFRS di Jerman memiliki laba yang persisten dan lebih konservatif jika di bandingkan dengan perusahaan yang menerapkan Jerman-GAAP.

7 Martani dan Dini (2010)

Pengaruh cash flow terhadap pengukuran accounting

1. Accounting Conservatism

1. CFO berpengaruh positif terhadap Accounting Conservatism


(55)

43

conservatism, 2. CFO

3. CFI 4. LEV

2. CFI berpengaruh positif terhadap Accounting Conservatism

3. LEV berpengaruh positif terhadap Accounting Conservatism

8 Wardhani (2008)

Tingkat konservatisme akuntansi di Indonesia dan hubungannya dengan karakteristik dewan sebagai saah tu mekanisme

Corporate Governance

1. Konservatisme Akuntansi.

2. Jumlah Komisaris. 3. Persentase

kepemilikan Manajerial 4. Komite audit 5. Kepemilikan Institusioan Variabel Kontrol

1. Komite audit berpengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi, sedangkan Jumlah komisaris, Kepemilikan

Manajerial,Kepemilikan Institusional tidak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi dengan ukuran akrual

2. Komite audit , Kepemilikan Manajerial berpengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi, sedangkan Jumlah komisaris, Kepemilikan Institusional tidak berpengaruh


(56)

44 6. Laverage

7. Ukuran Perusahaan. 8. Pertumbuhan

Penjualan

terhadap konservatisme akuntansi dengan ukran Akrual Nilai Pasar

9 Almilia (2005)

Pengaruh Konservatisma Akuntansi Terhadap

Penilaian Ekuitas Perusahaan Dimoderasi Oleh Good Corporate Governance

Nilai pasar perusahaan Konservatisme Akuntansi Kepemilikan Manajerial Proporsi anggota dewan komisaris

1. Konservatisme Akuntansi berpengaruh positif terhadap Nilai Pasar Perusahaan 2. Sedangkan Kepemilikan Manajerial,

Proporsi anggota dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap Nilai Pasar Perusahaan


(57)

45 2.8. Pengembangan Hipotesis.

Penelitian ini akan meneliti tingkat konservatisme akuntansi setelah adopsi IFRS yang di perkirakan dan pengaruhi oleh karakteristik dewan yang secara spesifik berkaitan dengan independensi dari komisaris, ferkwensi pertemuan dewan komisaris, kepemilikan oleh komisaris di luar komisaris independen dan direksi, dan tingkat pendidikan ketua komite audit. Karakteristik dewan tersebut

merupakan mekanisme corporate governance yang sangat penting yang akan mempengaruhi kebijakan perusahaan dalam pelaporan kondisi keuangan

perusahaan, terutama yang terkait dengan konservatisme akuntansi akan berbeda dengan sebelum dan sesudah di adopsinya IFRS.

Dari paparan di atas peneliti merumuskan suatu hipotesis untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut :

2.8.1.Tingkat Konservatisme Akuntansi

Dalam IFRS dikembangkan pendekatan-pendekatan baru dalam pelaporan keuangan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan keterbandingan laporan keuangan. Misalnya, ditingkatkannya pengungkapan informasi kualitatif transaksi, pengaturan untuk pelaporan keuangan menggunakan pendekatan prinsip bukan lagi aturan, dihapusnya pos-pos luar biasa, penyajian laporan keuangan diubah untuk mencerminkan sifat laporan keuangan, dan penggunaan pendekatan pengukuran nilai wajar (fair value).


(58)

46 Zhang (2011) menunjukkan adanya konservatisme bersyarat untuk kedua pra dan pasca adopsi IFRS. Konservatisma akuntansi meningkat setelah adopsi IFRS di Selandia Baru khususnya perusahaan yang menerapkan IFRS sesuai dengan dengan peraturan pemereintahan dan konservatisme akuntansi menurun untuk perusahaan yang secara sukarela menerapkan IFRS. Gasen dan Sellhorn (2006), membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kualitas laba yang di proksikan dengan konservatisme akuntansi, yaitu perusahaan setelah mengadopsi IFRS memiliki laba lebihpersisten, kurang dapat diprediksi dan laba lebih konservatif

Dari uraian di atas, dapat ditarik suatu hipotesis sebagai berikut:

H1: Tedapat perbedaan tingkat konservatisme akuntansi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah adopsi IFRS.

2.8.2.Karakteristik Dewan (Board of Director) dan Konservatisme Akuntansi setelah Adopsi IFRS.

Wardhani (2008) salah satu faktor yang mempengaruhi konsrvatisme akuntansi adalah karakteristik dewan sebagai salah satu mekanisme Corporate Governance yang merupakan elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham, dan stakeholders lainnya. Corporate governance juga mensyaratkan adanya struktur perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja.


(59)

47 directors) memegang peranan yang sangat vital. Dalam proses pelaporan

keuangan, board of directors membutuhkan informasi yang akurat agar dapat memonitor kinerja manajer secara efektif dan efisien, hal ini sesuai dengan

manfaat yang terkadung dalam IFRS yaitu memberika informasi yang berkualitas, mengurangi biaya pelaporan, dan meningkatkan kualitas pelaporan keuangan.

Sistem akuntansi dan pelaporan keuangan merupakan salah satu informasi yang dapat diandalkan dalam memonitor dan mengevaluasi manajer dan dalam proses

pengambilan keputusan dan penetapan strategi (Watts dan Zimmerman, 1986; Bushman dan Smith, 2001 dalam Ahmed dan Duellman, 2007). Konservatisme merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting dalam sistem akuntansi perusahaan yang dapat membantu board of directors dalam mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas informasi laporan keuangan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan dan harga sahamnya (Watts, 2003, 2006 dalam Ahmed dan Duellman, 2007).

Ahmed dan Duellman (2007) menyatakan bahwa board of directors yang kuat akan mensyaratkan konservatisme yang lebih tinggi sehingga dapat membantunya dalam mengurangi biaya agensi yang timbul karena adanya informasi yang asimetris antara manajer dengan pihak lain. Sedangkan Ball (2001) yang menyatakan bahwa

konservatisme akan memfasilitasi implementasi governance melalui perannya sebagai fungsi monitoring terhadap kebijakan investasi perusahaan. Dengan mensyaratkan pengakuan yang lebih cepat atas ekspektasi kerugian, konservatisme membantu manajer untuk mengidentifikasikan proyek yang memiliki NPV negatif atau investasi yang memiliki kinerja buruk. Konservatisme juga akan membatasi


(60)

48 kerugian yang mungkin muncul dari keputusan investasi yang berkinerja buruk dan sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan (Ahmed dan Duellman, 2007).

Argumentasi di atas menunjukkan bahwa konservatisme merupakan alat yang sangat berguna bagi board of directors (terutama direksi luar) dalam menjalankan fungsi mereka sebagai pengambil keputusan dan pihak yang memonitor manajemen. Berdasarkan pandangan tersebut, maka kekuatan karakteristik dewan sebagai salah satu mekanisme corporate governance akan berhubungan secara positif dengan konservatisme akuntansi.

1. Proporsi Komisaris independen dan konservatisme akuntansi.

Komisaris independen merupakan pihak yang tidak terafiliasi dengan

pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, dan perusahaan itu sendiri baik dalam bentuk hubungan bisnis maupun

kekeluargaan. Salah satu fungsi utama dari komisaris independen adalah untuk menjalankan fungsi monitoring yang bersifat independen terhadap kinerja manajemen perusahaan. Keberadaan komisaris dapat

menyeimbangkan kekuatan pihak manajemen terutama CEO dalam pengelolaan perusahaan melalui fungsi monitoringnya. (Ahmed dan Duellman, 2007).

Dalam menjalankan fungsinya, komisaris independen akan sangat

membutuhkan informasi yang akurat dan berkualitas, hal ini sesuai dengan salah satu manfaat IFRS. Konservatisme merupakan alat yang sangat berguna bagi board of directors (terutama komisaris independen) dalam


(61)

49 menjalankan fungsi mereka sebagai pengambil keputusan dan pihak yang memonitor manajemen. Board of directors yang kuat didominasi oleh komisaris independen akan mensyaratkan informasi yang lebih berkualitas sehingga mereka akan cenderung untuk lebih menggunakan prinsip

akuntansi yang lebih konservatif ( Wahdhani, 2008 ).

Dilain pihak, board of directors yang di dominasi oleh pihak internal atau board of directors yang memiliki insentif monitoring yang lemah akan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi manajer untuk menggunakan prinsip akuntansi yang lebih agresif atau kurang konservatif (Ahmed dan Duellman 2007).

Beasley (1996) menyarankan bahwa masuknya dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan (komisaris independen), meningkatkan efektivitas dewan tersebut dalam mengawasi manajemen untuk mencegah kecurangan laporan keuangan. Hasil penelitiannya juga melaporkan bahwa komposisi dewan komisaris independen lebih penting untuk mengurangi terjadinya kecurangan pelaporan keuangan, daripada kehadiran komite audit.

Berdasarkan teori teori di atas maka yang dapat di rumuskan suatu hipotesis sebagai berikut:


(62)

50 H2: Proporsi Komisaris Independensi berpengaruh secara positif

terhadap tingkat konservatisme akuntansi setelah adopsi IFRS.

2. Intensitas pertemuan dewan komisaris dan konservatisme

Dewan komisaris memiliki peranan dan tugas yang sangat penting. Peran dewan komisaris sebagai fungsi pengawas dapat memberikan kontribusi terhadap proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas dan mengandung informasi yang relevan bagi pengambil keputusan. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mengemukakan bahwa tugas tugas utama dewan komisaris salah satunya adalah memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan (OECD) Principles of Corporate Governance.

Dewan komisaris memegang penting dalam mengawasi kebijakan kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh direksi dan manajer dalam suatu entitas. Lara et al. (2005) menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki dewan yang kuat mensyaratkan tingkat konservatisme yang lebih tinggi dari pada perusahaan dengan dewan yang lemah. Dengan adanya monitoring dewan komisaris diharapkanakan membentuk good corporate governance yang akan mempengaruhi tingginya transparansi laporan keuangan, rendahnya manipulasi akuntansi, dan adanya batasan terhadap kemampuan manajer dalam menyembunyikan bad news dalam waktu yang lama, dengan


(63)

51 demikian laporan keuangan yang di sajikan oleh manajer dan direksi lebih konservatif.

Ahmed dan Duellman (2007) semakin tinggi intensitas pertemuan yang di lakukan oleh dewan komisaris maka proses monitoring terhadap aktivitas dan kebijakan yang diterapkan oleh manajer dan direksi semakin efektif dan efisien sehingga informasi keuangan yang di laporkan lebih akuntabel dan konservatif.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi intensitas pertemuan yang di lakukan oeh dewan komisaris maka semakin besar kekuatan dari dewan komisaris dalam melakukan pengawasan tehadap tindakan yang dilakukan manajer, sehingga penggunaan akuntansi yang konservatif akan semakin tinggi pula. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dibentuklah hipotesis berikut ini:

H3: Intensitas pertemuan dewan komisaris berpengaruh secara positif terhadap tingkat konservatisme akuntansi setelah adopsi IFRS.

3. Kepemilikan manajerial dan konservatisme akuntansi

Pada perusahaan modern, kepemilikan perusahaan biasanya sangat menyebar. Kegiatan operasi perusahaan sehari-hari dijalankan oleh manajer yang biasanya tidak mempunyai kepemilikan saham yang besar. Struktur kepemilikan sangat penting dalam menentukan nilai perusahaan. Dua aspek


(1)

100 IFRS. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semingkin tinggi frekwensi pertemuan anggota dewan komisaris akan meningkatkan konservatisme akuntansi yang di terapkan perusahaan manufaktur setelah adopsi IFRS. 4. Hasil pengujian variabel kepemilikan saham oleh komisaris yang terafiliasi

menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat konservatisme akuntansi yang di terapkan perusahaan manufaktur setelah adopsi IFRS. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kepemilikan saham oleh komisaris yang terafiliasi akan menurunkan tingkat konservatisme akuntansi yang di terapkan perusahaan manufaktur setealah adopsi IFRS.

5. Hasil pengujian variabel komite audit yang di proksikan dengan latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan dari anggota komite audit menunjukkan bahwa dengan latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan dari anggota komite audit tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat konservatisme akuntansi yang di terapkan perusahaan manufaktur setelah adopsi IFRS..

5.2. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yaitu :

1. Penelitian ini hanya menggunakan sampel perusahaan sektor manufaktur, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digunakan untuk menggeneralisasi seluruh sektor industri, karena tiap sektor industri memiliki karakteristik yang berbeda.


(2)

101 2. Pengukuran konservatisme akuntansi dalam penelitian ini hanya

menggunkan ukuran berdasarkan accrual yang di kembangkan oleh Givoly dan Hayn, (2000).

3. Penelitian ini hanya menggunakan mekanisme good corporate governance berupa proporsi komisaris independen, frekwensi pertemuan dewan

komisaris, kepemilikan manajerial, dan proporsi latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan anggota komite audit.

4. Cut of Periode penelitian ini yang relatif panjang yaitu tahun 2008,

sedangkan IFRS secara resmi di implementasikan pada seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI tanggal 2 Januari 2012

5.3. Saran.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa saran untuk perbaikan penelitian serupa di masa yang akan datang, yaitu :

1. Mengembangkan penelitian ini dengan menggunakan ukuran lain dari konservatisme agar mendapatkan hasil yang lebih komprehensif. Misalnya dengan Net assets measures atau Earning atau Stock Return Relation Measures.

2. Mengembangkan penelitian ini dengan menambah mekanisme good corporate governance yang lain, misalnya efektifitas direksi dalam mengimplementasikan corporate governance di perusahaan.


(3)

102 3. Menggunakan sampel tidak hanya pada perusahaan manufaktur tetapi dapat

dikembangkan dengan mengambil sampel dari kelompok perusahaan

lainnya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia agar hasil penelitian semakin komprehensif


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, LJ Parker dan Peters GF. 2004. Audit Committee Characteristics and Restatement. Auditing: A Journal of Practice and Theory. Vol. 23, pp. 69-87

Ahmed, A.S. dan Duellman, S. 2007. “Accounting Conservatism and Board of Director Characteristics: An Empirical Analysis. Journal of Accounting and Economics - Amsterdam, ISSN 0165-4101, ZDB-ID 4413301. - Vol. 43,2007, 2/3

Amalia, D.Y. 2007. “Pengaruh Konservatisma Akuntansi terhadap Penilaian Ekuitas Perusahaan Dimoderasi oleh Good Corporate Governance.” Simposium Nasional Akuntansi X, Makasar, Juli 2007

Andri and Fili 2012, Accounting Conservatism in Europe and the Impact of Mandatory IFRS Adoption: Do country, institutional and legal differences survive? http://ssrn.com/abstract=1979748 di akses juni 2013.

Anthony, Robert N. dan Vijay Govindarajan, 2005, Sistem Pengendalian Manajemen (Terjemahan). Salemba Empat, Jakarta.

Beasley, M.S. 1996. An Empirical Analysis of The Relation between the Board of Director Composition and Financial Statement Fraud. The

AccountingReview 71 (October): 443-465.

Basu, S. 1997. “The Conservatism Principle and the Asymmetric Timeliness of Earnings. Journal of Accounting and Economics, 24: 3-37.

Belkaoui, A.R. 2000. Teori Akuntansi I. Jakarta: Salemba Empat.

Daske, K., L. Hail, and C. Leuz. 2008. Mandatory IFRS reporting around the world: early evidence on the economic consequences. Journal of Accounting Research 46: 1085-1142.

Forum for Corporate Governance in Indonesia. dan Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan). www.fcgi.or.id

Gassen, Joachim, dan Thorsten Sellhorn. 2006. Applying IFRS in Germany Determinants and Consequences. Working Paper Universitatzu Berlin.


(5)

104 Givoly dan Hayn. 2000.“The changing time-series properties of earnings,

cash flows and accruals: Has financial reporting become more conservative. Journal of Accounting and Economics No.29. Agustus Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hellman, Niclas. 2007. Accounting conservatism under IFRS, (Online),

http://www.scribd.com/doc/59800794/Conservatism-Under-Ifrs, diakses 07 September 2013).

Jensen, Michael, and William Meckling, 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost, and ownership Structure, Journal of Financial Economics, 3, 305-360.

Kaen, Fred R., 2003. A Blueprint for Corporate Governance: Strategy,

Accountability, and the Preservation of Shareholder Value. New York, NY: American Management Association.

Kusumastuti, S., Supatmi, dan Sastra, P. 2007. Pengaruh Board Diversity terhadap Nilai Perusahaan dalam Perspektif Corporate Governance. Jurnal

Akuntansi dan Keuangan. Vol. 9 No. 2, pp. 88-98.

Lara, et al . 2005. “Board of Directors’ Characteristics and Conditional Accounting Conservatism: Spanish Evidence.” European Accounting Review.

LaFond, Ryan., and Sugata Roychowdhury., 2007. Managerial ownership and accounting conservatism. Working Paper, Massachusetts Institute of Technology.

Lo, Eko Widodo. 2005. “Pengaruh tingkat kesulitan keuangan perusahaan terhadap Konservatisme akuntansi.” Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo.

Martani, dkk 2012, Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK (PSAK Konvergensi IFRS), Buku 1, Salemba Empat

Martani dan Dini. 2010. The Influence of Operating Cash Flow and Invesment Cash Flow to The Accounting Consrvatism Measurement, Chine Busines Review ISSN 1537 – 1506, USA June 2010, Volume 9, No.6 (Serial No.84)

Martha Rizki Indrayati. 2010. “Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntasi.” Journal of Accounting Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012.


(6)

105 Pamudji, Sugeng dan Aprillya Trihartati. 2007. Pengaruh Independensi dan

Efektivitas Komite Audit terhadap Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi dan Auditing. Jurnal UNDIP Vol 6, No 1 (2009).

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ akuditi/article/download/176/105. Petreski, Marjan. 2006. The Impact of International Accounting Standards on

Firms. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation Vol 15: 170–196

Piot, C., dumontier, P., & Janin, R. 2010. IFRS consequences on accounting conservatism whithin Europe. SSRN eLibrary. Working Paper. University of Grenoble and CERAG-CNRS

Sari, C. dan Adhariani, D. 2009. “Konservatisme Perusahaan di Indonesia dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Simposium Nasional Akuntansi XII, Palembang.

Scott, William R. 2003. Financial Accounting Theory. 3rd Ed., Prentice Hall, New Jersey.

Vafeas, N. and Afxentiou, Z. 1998. The Association Between the SEC’s 1992 Compensation Disclosure Rule and Executive Compensation Policy Changes. Journal of Accounting and Public Policy 17(1), 27-54. Wardhani, R., 2008, Tingkat Konservatisme Akuntansi di Indonesia dan Hubungannya dengan Karakteristik Dewan Sebagai Salah Satu

Mekanisme Corporate Governance, Simposium Nasional Akuntansi XI, Pontianak, Juli.

Wardhani, Joseph. 2010. Karakteristik Pribadi Komite Audit dan Praktik

Manajemen Laba, Simposium Nasional Akuntansi XIII, Purwokerto, 2010. Watts R. and J.L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. New York:

Prentice-Hall.

Watts, R. L. 2003. “Conservatism in Accounting PartI: Explanations and Implications. Working Paper, Simon School of Business University of Rochester.

Watts, R. L.. 2003.“Conservatism in Accounting Part II : Evidence and Research Opportunities. Accounting Horisons”. Vol 17 No. 4 Desember.

Weston, F.J. dan Brigham, E.F. 1998. Dasar-dasar Manajemen Keuangan Jilid I Edisi 9. Jakarta: Erlangga.

Zhang, Jian. 2011. The Effect of IFRS Adoption on Accounting Conservatism-New Zealand Perspective. Thesis. Auckland University of Technology. New Zealand.


Dokumen yang terkait

Pengaruh good corporate governance dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap manajemen laba (studi empiris pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

5 129 100

Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI

4 114 99

Pengaruh Struktur Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI

1 30 99

Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

4 102 87

Pengaruh Mekanisme Internal Corporate Governance terhadap Konservatisme Akuntansi pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Tahun 2004 – 2009

15 91 116

TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI DI INDONESIA TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE.

0 0 16

PENDAHULUAN TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE.

0 0 11

TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN MEKANISME TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE.

0 1 14

Good corporate governance dan nilai perusahaan (studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bei) AWAL

0 0 15

PENGARUH KARAKTERISTIK DEWAN SEBAGAI SALAH SATU MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KONSERVATISME AKUNTANSI DI INDONESIA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 1 139