Pengaruh good corporate governance dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap manajemen laba (studi empiris pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

(1)

SKRIPSI

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN IMPLEMENTASI INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARD (IFRS) TERHADAP

MANAJEMEN LABA

(Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

OLEH

ARTHAULY TAMBUNAN 110503134

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul : “Pengaruh good corporate governance dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap manajemen laba (studi empiris pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)” adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks skripsi Program Reguler S1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas dan benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, 10 Juni 2015. Yang Membuat Pernyataan,

Arthauly Tambunan NIM : 110503134


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat pertolongan, kasih, dan perlindungan-Nya peneliti dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh good corporate governance dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap manajemen laba (studi empiris pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”, disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memeroleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Departemen Akuntansi Universitas Sumatera Utara. Peneliti menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan tidak luput dari segala kekurangan, sehingga diharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu peneliti dalam penyusunan skripsi ini:

1. Bapak

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapa

Departemen Akuntansi dan Bap Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Bapa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak

5. Bapa

Terima kasih atas semua waktu, bimbingan, dan arahan yang telah diberikan kepada peneliti selama penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

Ibu Pembanding.

6. Seluruh Staf dan Karyawan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

7. Ayahanda W. Tambunan dan Ibunda J.br. Lubis atas semangat, doa yang tiada henti dan dukungannya selama ini. Kepada adik peneliti Yohannes Tambunan, serta kesayangan (Muffino, Crocket, Yoichi). 8. Sahabat peneliti, Angela, Sisil, Lastri, Debo, dan Yona terimakasih atas

motivasi dan bantuannya selama ini. Dan juga sahabat , Evi, Friska, Kristin, Nipeh, Fajar, Mangga, dan Asmar. Tak lupa kepada Juna yang selama ini telah memberikan semangat, serta kawan-kawan satu angkatan 2011 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.


(5)

Peneliti juga memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Akhir kata, peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti dan pihak yang membaca.

Medan, 10 Juni 2015 Peneliti,

Arthauly Tambunan


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh good corporate governance dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap manajemen laba perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010 sampai dengan 2013. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui tolak ukur mana yang mempunyai pengaruh paling signifikan terhadap manajemen laba. Data yang digunakan adalah laporan tahunan dari masing-masing perusahaan sampel, yang dipublikasikan melalui website www.idx.co.id.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian asumsi klasik, serta analisis statistik yaitu analisis regresi linear berganda. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah

puposive sampling. Variabel penelitian ini terdiri dari good corporate governance

(kepemlikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan komite audit) dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) sebagai variabel independen, dan manajemen laba sebagai variabel dependen dengan total sampel per tahun sebanyak 14 perusahaan.

Hasil penelitian dengan uji-F menunjukkan bahwa good corporate governance yang di proksikan dalam kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan komite audit; dan implementasi International Financial Reporting standard (IFRS) berpengaruh secara simultan terhadap manajemen laba, sedangkan dengan uji-T menunjukkan bahwa good corporate governance yang diproksikan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap manajemen laba, proporsi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba; dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil uji determinansi menunjukkan bahwa good corporate governance yang diproksikan kedalam kepemlikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan komite audit; dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan indikator yang berpengaruh besar terhadap penentuan besarnya manajemen laba.

Kata Kunci: good corporate governance, manajemen laba, implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS).


(7)

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the influence of good corporate governance and Implementation of International Financial Reporting Standard (IFRS) to the earning management of minning industries that listed in Indonesian Stock Exchange period 2010 up to 2013. This study was also intended to know which performance measures have the most significant effect to the earning management and company performance. Data that used in this research is annual report from each company, publized through website www.idx.co.id.

Analysis method that used in this research is kuantitatif method with multiple regression. Variables that used in this research are This result show that good corporate governance (managerial ownership, board of commisioner and comitee audit) and Implementation of International Financial Reporting Standard (IFRS) as variable independent, and earning management as variable dependent consist of the 14 firms.

The F-Test result show that good corporate governance which is proxied by managerial ownership, board of commisioner , and audit comitee; and Implementation of International Financial Reporting Standard (IFRS) have influence toward earning management in simultaneous, meanwhile the T-Test result show that good corporate governance which is proxied by managerial ownership have significant influence toward earning management in parcial, board of commisioner have not significant influence toward earning management in parcial and audit comitee have significant influence toward earning management in parcial, and Implementation of International Financial Reporting Standard (IFRS) have not significant influence toward earning management in parcial. The determination test result show that good corporate governance which is proxied by managerial ownership, board of commisioner , and audit comitee; and Implementation of International Financial Reporting Standard (IFRS) give big influence to make decision in earning management.

Keyword: good corporate governance, earning management, Implementation of International Financial Reporting Standard (IFRS).


(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis ... 8

2.1.1 Teori Keagenan ... 8

2.1.2 Good Corporate Governance ... 9

2.1.2.1 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance ... 10

2.1.2 2 Tujuan Good Corporate Governance... 11

2.1.2.3 Mekanisme Good Corporate Governance... 12

2.1.3 International Financial Reporting Standard (IFRS)…………... 15

2.1.3.1 Implementasi IFRS………... 16

2.1.3.2 Dampak Implementasi IFRS……...………... 21

2.1.4 Manajemen Laba ... 25

2.2 Penelitian Terdahulu………... 28


(9)

2.4 Perumusan Hipotesis………...………...……….………….. 32

2.4.1 Kepemilikan Manajerial dan Manajemen Laba ... 33

2.4.2 Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Manajemen Laba... 33

2.4.3 Komite Audit dan Manajemen Laba ... 34

2.4.4Implementasi IFRS terhadap Manajemen Laba...……... 35

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian…………...………... 37

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 37

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 38

3.4 Definisi Operasional Variabel dan Variabel Penelitian…....……..…... 40

3.4.1 Variabel Dependen………...……….. 40

3.4.2 Variabel Independen…….………...…... 41

3.5 Skala Pengukuran Variabel………...………...………... 44

3.6 Metode Pengumpulan Data ………...………...………... 45

3.7 Teknik Analisis …..………...………... 46

3.7.1 Metode Statistik Deskriptif ... 46

3.7.2 Uji Asumsi Klasik ... 46

3.7.2.1 Uji Normalitas Data ... 47

3.7.2.2 Uji Multikolinearitas ... 48

3.7.2.3 Uji Heteroskadesitas ... 48

3.7.2.4 Uji Autokorelasi ... 49

3.7.3 Uji Hipotesis ... 50

3.7.3.1 Uji Simultan (F Test) ... 50

3.7.3.2 Uji Parsial (t Test) ... 51


(10)

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PENELITIAN

4.1 Data Penelitian ... 52

4.2 Hasil Penelitian ... 52

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 52

4.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 54

4.2.2.1 Uji Normalitas ... 54

4.2.2.2 Uji Heteroskadesitas ... 57

4.2.2.3 Uji Autokorelasi ... 58

4.2.2.4 Uji Multikolinearitas ... 58

4.2.3 Analisis Regresi ... 59

4.2.4 Pengujian Hipotesis ... 61

4.2.4.1 Uji Simultan (Uji-F) ... 61

4.2.4.2 Uji Parsial (Uji-t) ... 62

4.2.4.3 Uji Determinansi ... 65

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 69

5.3 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ...71


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 28

Tabel 3.1 Daftar Sampel Perusahaan... 39

Tabel 3.2 Skala Operasional Variabel ... 44

Tabel 4.1 Analisis Deskriptif Statistik ... 53

Tabel 4.2 Uji Normalitas ... 56

Tabel 4.3 Uji Autokorelasi ... 58

Tabel 4.4 Uji Multikolinearitas ... 59

Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi ... 60

Tabel 4.6 Hasil Uji Simultan ... 62

Tabel 4.7 Hasil Uji Parsial ... 63


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 32

Gambar 4.1 Histogram ... 54

Gambar 4.2 P-Plot ... 55


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran i Populasi dan Sampel Perusahaan Pertambangan 2010-2013 ... 74

Lampiran ii Hasil Perhitungan Variabel ... 76


(14)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh good corporate governance dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap manajemen laba perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010 sampai dengan 2013. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui tolak ukur mana yang mempunyai pengaruh paling signifikan terhadap manajemen laba. Data yang digunakan adalah laporan tahunan dari masing-masing perusahaan sampel, yang dipublikasikan melalui website www.idx.co.id.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian asumsi klasik, serta analisis statistik yaitu analisis regresi linear berganda. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah

puposive sampling. Variabel penelitian ini terdiri dari good corporate governance

(kepemlikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan komite audit) dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) sebagai variabel independen, dan manajemen laba sebagai variabel dependen dengan total sampel per tahun sebanyak 14 perusahaan.

Hasil penelitian dengan uji-F menunjukkan bahwa good corporate governance yang di proksikan dalam kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan komite audit; dan implementasi International Financial Reporting standard (IFRS) berpengaruh secara simultan terhadap manajemen laba, sedangkan dengan uji-T menunjukkan bahwa good corporate governance yang diproksikan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap manajemen laba, proporsi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba; dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil uji determinansi menunjukkan bahwa good corporate governance yang diproksikan kedalam kepemlikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan komite audit; dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan indikator yang berpengaruh besar terhadap penentuan besarnya manajemen laba.

Kata Kunci: good corporate governance, manajemen laba, implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS).


(15)

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the influence of good corporate governance and Implementation of International Financial Reporting Standard (IFRS) to the earning management of minning industries that listed in Indonesian Stock Exchange period 2010 up to 2013. This study was also intended to know which performance measures have the most significant effect to the earning management and company performance. Data that used in this research is annual report from each company, publized through website www.idx.co.id.

Analysis method that used in this research is kuantitatif method with multiple regression. Variables that used in this research are This result show that good corporate governance (managerial ownership, board of commisioner and comitee audit) and Implementation of International Financial Reporting Standard (IFRS) as variable independent, and earning management as variable dependent consist of the 14 firms.

The F-Test result show that good corporate governance which is proxied by managerial ownership, board of commisioner , and audit comitee; and Implementation of International Financial Reporting Standard (IFRS) have influence toward earning management in simultaneous, meanwhile the T-Test result show that good corporate governance which is proxied by managerial ownership have significant influence toward earning management in parcial, board of commisioner have not significant influence toward earning management in parcial and audit comitee have significant influence toward earning management in parcial, and Implementation of International Financial Reporting Standard (IFRS) have not significant influence toward earning management in parcial. The determination test result show that good corporate governance which is proxied by managerial ownership, board of commisioner , and audit comitee; and Implementation of International Financial Reporting Standard (IFRS) give big influence to make decision in earning management.

Keyword: good corporate governance, earning management, Implementation of International Financial Reporting Standard (IFRS).


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Akuntansi merupakan sumber informasi dalam kegiatan ekonomi. Perusahaan membutuhkan informasi tersebut dalam pengambilan keputusan dan strategi perusahaan agar tujuan perusahaan dapat tercapai, yakni memperoleh laba. Sehingga informasi yang tepat sangat berpengaruh dalam menentukan keputusan dengan tujuan agar laba yang diperoleh dapat dicapai sesuai dengan yang akan direncanakan. Terkait dengan informasi laba, Statement of Financial

Accounting Concept (SFAC) no.1 menyatakan bahwa informasi tersebut

merupakan perhatian utama untuk menaksir kinerja atau pertanggung-jawaban manajemen (Qomariyah, 2008). Selain itu informasi laba juga membantu para pengguna laporan dalam menaksir Earnings Power perusahaan di masa yang akan datang. Ini menyebabkan manajemen mempunyai kecenderungan melakukan tindakan untuk memberikan laporan keuangan yang atraktif.

Teori keagenan menjelaskan hubungan kontrak-tual antara pemilik (principals) dan penerima amanat (agents). Pemilik adalah pihak yang memberikan mandat kepada pihak lain (agen), untuk melakukan semua kegiatan atas nama prinsipal dalam kapasitas-nya sebagai pengambil keputusan. Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih mengetahui informasi internal dan


(17)

prospek perusahaaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik perusahaan (pemegang saham), sehingga manajer wajib memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik perusahaan yakni dengan cara memberikan laporan keuangan. Dalam hal pelaporan keuangan, manajer dapat melakukan rekayasa kinerja untuk menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Rekayasa yang dikenal dengan istilah earnings management

ini sejalan dengan teori agensi (agency theory) yang menekankan pentingnya pemilik perusahaan (principles) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada profesional (agents) yang lebih mengerti dan memahami cara untuk menjalankan suatu usaha.

Tindakan earnings management memunculkan beberapa kasus di dunia. Seperti Intel Design, Inc., Sistem Software Assosiates, Inc., ABS Industries, Inc., Sirena Apparel Inc., Guilford Mills, Inc. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, seperti PT. Lippo Tbk, PT. Kimia Farma Tbk, PT Perusahaan Gas Negara, PT Indofarma, dan PT. Ades Alfindo juga melibatkan pelaporan keuangan (financial reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi. Kasus pada PT Kimia Farma terjadi pada tahun 2002 yakni overstate sebesar Rp32,7 miliar, dimana 2,3% berasal dari penjualan dan sebesar 24,7% berasal dari laba bersih milik PT Kimia Farma. Kesalahan tersebut berasal dari overstate penjualan pada unit industri bahan baku, pada persediaan barang pada unit logistik sentral, pada persediaan barang dagangan, dan pada penjualan.

Tahun 2002 PT Bank Lippo melakukan penerbitan laporan keuangan ganda yang memuat informasi berbeda, dimana laporan keuangan per 30


(18)

September 2002 yang ditujukan ke publik (diiklankan melalui surat kabar) tanggal 28 November 2002 berbeda dengan laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke BEJ pada 27 Desember 2002. Akibat adanya dua laporan dengan informasi yang berbeda, tim pemeriksa Bapepam melakukan penelahaan atas data dan dokumen terkait dan mengambil kesimpulan bahwa perbedaan tersebut hanya disebabkan oleh: (1) adanya penyesuaian penilaian kembali atas AYDA dan penyisihan penghapusan aset produktif (PPAP); (2) kurangnya prinsip kehati-hatian Bank LIPPO dalam mencantumkan kata “diaudit” dan opini wajar tanpa pengecualian pada surat kabar; dan (3) adanya kelalaian akuntan publik dalam menyampaikan peristiwa penting dan material mengenai AYDA Bank LIPPO pada Bapepam. Akibat kasus ini baik Bank LIPPO maupun KAP bersangkutan dikenakan sanksi.

Kasus PT Ades Alfindo terungkap pada tahun 2004 ketika manajemen baru PT Ades menemukan inkonsistensi pencatatan atas penjualan Periode 2001-2004. Manajemen melaporkan angka penjualan riil lebih rendah daripada yang sebenarnya terjadi. Hal ini luput karena dalam laporan keuangan yang disajikan PT Ades tidak memasukkan volume penjualan dalam laporan keuangan yang telah diaudit. Pada tahun yang sama juga PT Indofarma melakukan overstated dari nilai yang seharusnya dilaporkan, akibatnya mengacu pada penyajian laba yang lebih tinggi.

Berbeda dengan kasus PT Perusahaan Gas Negara yang melakukan pelanggaran prinsip pengungkapan laporan keuangan. Pelanggaran tersebut adalah menunda publikasi informasi material atas penurunan volume gas yang sudah


(19)

diketahui manajemen sejak 12 September 2006, tetapi baru dipublikasikan pada bulan Maret 2007. Penurunan volume gas yang tidak dilaporkan sejak September 2006 tersebut telah memberikan informasi yang menyesatkan kepada investor.

Dengan adanya kasus-kasus praktik manajemen laba tersebut dapat dipertanyakan bagaimanakah efektivitas dari penerapan corporate governance.

Menurut Sutedi (2012) Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai berikut:

Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Kasus manajemen laba yang telah terjadi pada PT. Lippo Tbk, PT. Kimia Farma Tbk, PT Perusahaan Gas Negara, PT Indofarma, dan PT. Ades Alfindo terlihat bahwa mekanisme Good Corporate Governance tidak cukup dalam mengatasi manajemen laba, dan didukung dengan beberapa penelitian terdahulu oleh Panjaitan (2012), Putri (2012) dan Girsang (2010), menyatakan bahwa praktik corporate governance memiliki hubungan yang signifikan terhadap

earnings management, sedangkan menurut penelitian Qomariyah (2008) , dan Nabila dan Daljono (2013) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara praktek corporate governance terhadap earnings management.

Ketidakkonsistenan pada penelitian terdahulu menyebabkan ketidakpastian apakah Good Corporate Governance dapat mengatasi Manajemen Laba serta kasus-kasus manajemen laba yang terjadi di Indonesia, maka perlu


(20)

diadakan penelitian kembali untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel

corporate governance terhadap manajemen laba, maka dalam penelitian ini mengambil kasus pada perusahaan pertambangan selama periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. Sehubungan dengan di terapkannya International Financial Reporting Standard (IFRS) di Indonesia, peneliti tertarik untuk mengambil International Financial Reporting Standard (IFRS) sebagai variabel dalam melanjutkan penelitian Panjaitan (2012). Peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Good Corporate Governance dan Implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di BEI)”.

1.2 Perumusan Masalah

Legalisasi manajemen laba membuat praktek ini sulit dihilangkan dalam kegiatan perusahaan. Upaya untuk mengurangi manajemen laba tersebut yaitu melakukan Good Corporate Governance dalam mengawasi manajemen dan melakukan koreksi terhadap standard akuntansi melalui implementasi IFRS. GCG dan IFRS diharapkan dapat meminimalisir tingkat manajemen laba melalui aturan-aturan yang ketat dalam penyajian, pengungkapan, pengakuan, dan pengukuran instrument keuangan yang ketat. Dan IFRS sendiri diharapkan dapat memperkuat GCG dalam mengatasi manajemen laba.

Adapun perumusan masalah antara lain:


(21)

2. Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba,

3. Apakah komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba, 4. Apakah implementasi IFRS berpengaruh terhadap manajemen laba,

5. Apakah kepemilikan institusional, komposisi dewan komisaris independen, komite audit dan implementasi IFRS berpengaruh secara simultan terhadap manajemen laba.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk menguji :

1. Mengetahui tentang pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Manajemen Laba.

2. Mengetahui tentang pengaruh Proporsi Dewan Komisaris terhadap Manajemen laba.

3. Mengetahui tentang pengaruh Komite Audit terhadap manajemen laba. 4. Mengetahui tentang pengaruh Implementasi IFRS terhadap manajemen

laba.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. penelitian ini bagi peneliti diharapkan dapat berkontribusi dalam pengembangan teori, terutama akuntansi keuangan mengenai good


(22)

corporate governance dan implementasi IFRS serta pengaruhnya terhadap manajemen laba perusahaan,

2. bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan bukti-bukti empiris untuk mengembangkan penelitian yang sejenis dimasa mendatang,

3. penelitian ini bagi para pemakai laporan keuangan dan praktisi penyelenggara perusahaan diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memahami good corporate governance, dan implementasi IFRS serta praktik manajemen laba sehingga dapat meningkatkan nilai dan pertumbuhan perusahaan,


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Teori Keagenan ( Agency Theory)

Agency Theory menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional (agents) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-hari. Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan perusahaan, yaitu agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya seefisien mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh tenaga-tenaga profesional. Namun, pada sisi lain terdapat sisi negatif dari pemisahan kekuasaan ini. Adanya keleluasaan manajemen untuk memaksimalkan laba perusahaan bisa mengarah pada proses memaksimalkan kepentingan pengelolanya sendiri dengan beban dan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik perusahaan. Dan masalah yang lebih lanjut adalah tentang transparansi dalam penggunaan dana pada perusahaan dan keseimbangan kepentingan-kepentingan yang ada.

Definisi yang baik untuk menggambarkan hubungan agensi antara pemegang saham dan agen, adalah definisi yang dibuat oleh Jensen & Meckling (1976) :

A contarct under which one or more persons (the principal/s) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involve


(24)

delegating some decisions making authority to the agent. If both partners to the relationship are utility maximizers there is good reason to believe that the agent will not always act in the best interest of the principal.

Definisi di atas menjelaskan bahwa hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal.

2.1.2. Good Corporate Governance

Good Corporate Governance mengarahkan dan mengendalikan

perusahaan agar tercapai keseimbangan antara kekuatan dan kewenangan perusahaan (Sutedi, 2008).

Fauziah (2012) menyatakan Good Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stackeholder.

Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep GCG ini, yaitu fairness, transparancy, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan konsep GCG secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan. Sutedi (2012) juga mencatat prinsip GCG yang diterapkan dengan konsisten dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.


(25)

2.1.2.1 Prinsip-prinsip GCG

Komite Nasional Kebijakan Governance pada tahun 2006 telah mengeluarkan Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Pedoman GCG merupakan panduan bagi perusahaan dalam membangun, melaksanakan dan mengkomunikasikan praktik GCG kepada pemangku kepentingan. Dalam pedoman tersebut KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance) memaparkan azas-azas GCG sebagai berikut :

1. Transparansi (Transparency)

Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. 2. Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.


(26)

3. Responsibilitas (Responsibility)

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

4. Independensi (Independency)

Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)

Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

2.1.2.2 Tujuan Good Corporate Governance

Tujuan Good Corporate Governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Prinsip-prinsip internasional mengenai corporate governance mulai muncul dan berkembang baru-baru ini. Prinsip-prinsip tersebut mencakup :

a. Hak-hak pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan, dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.


(27)

b. Perlakuan sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading). c. Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh

hukum dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta para pemegang kepentingan dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan.

d. Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan (stakeholders).

e. Tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham. 2.1.2.3 Mekanisme Good Corporate Governance

2.1.2.3.1 Kepemilikan Manajerial

Jensen dan Meckling (1976) menemukan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham. Penelitian mereka menemukan bahwa kepentingan manajer dengan pemegang saham eksternal dapat disatukan jika kepemilikan saham oleh manajer diperbesar sehingga manajer tidak akan memanipulasi laba untuk kepentingannya. Midiastuty dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme yang dapat membatasi perilaku


(28)

oportunistik manajer dalam bentuk earnings management. Dalam penelitian ini mengacu pada teori yang ada yang menyatakan kepemilikan manajerial dapat berfungsi sebagai mekanisme corporate governanace sehingga dapat mengurangi tindakan manajer dalam memanipulasi laba. Hal ini berarti kepemilikan manajerial berhubungan negatif dengan earningsmanagement.

2.1.2.3.2 Proporsi Dewan Komisaris Independen

Proporsi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi terhadap hasil dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas dan terhindar dari kecurangan laporan keuangan.

Proporsi dewan komisaris independen dalam mekanisme good corporate governance berperan penting tidak hanya melihat kepentingan pemilik tetapi juga kepentingan perusahaan secara umum. Perusahaan memanipulasi laba lebih besar kemungkinannya apabila memiliki dewan komisaris yang didominasi oleh manajemen dan lebih besar kemungkinannya memiliki Chief Executive Officer (CEO) yang merangkap menjadi chairman of board. Hal ini berarti tindakan memanipulasi akan berkurang jika struktur dewan direksi berasal dari luar perusahaan.

Perusahaan yang menyelenggarakan sistem corporate governance diyakini akan membatasi pengelolaan laba yang oportunis, maka dari itu semakin tinggi kualitas audit, semakin tinggi proporsi komisaris independen, kepemilikan manajerial, semakin kecil kemungkinan earnings management dilakukan. Hubungan negatif antara corporate governanace dan earnings management ini dapat memperlemah pengaruh earningsmanagement.


(29)

2.1.2.3.3 Komite Audit

Keberadaan komite audit diatur melalui surat edaran Bapepam Nomor SE-03/PM/2002. Dalam pelaksanaan tugasnya komite audit mempunyai fungsi membantu dewan komisaris untuk :

1. Meningkatkan kualitas laporan keuangan.

2. Menciptakan kedisplinan dan pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan.

3. Meningkatkan efektivitas fungsi internal audit maupun eksternal audit. 4. Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris.

Tugas komite audit dalam bidang ini adalah sebagai berikut:

a) menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan penyelidikan terhadap perbuatan yang merugikan perusahaan, b) memonitor proses peradilan yang sedang terjadi ataupun yang ditunda

serta yang mengangkut masalah good corporate governance,

c) memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan kepentingan, perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan. d) keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan good


(30)

2.1.3International Financial Reporting Standard (IFRS) 2. 1. 3. 1 Implementasi IFRS

Laporan keuangan merupakan sarana pengomunikasian informasi keuangan utama kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Laporan keuangan menampilkan sejarah perusahaan yang dikuantifikasi dalam nilai moneter dan memberikan banyak informasi yang berguna bagi para investor (Kieso, 2008). Sebagai perkembangan ekonomi di dunia, sudah banyak negara yang mulai menerapkan International Financial Reporting Standard (IFRS) sebagai standar Akuntansi untuk menyusun laporan perusahaan. Pengadopsian Standar Akuntansi Internasional ke dalam Standar Akuntansi Domestik bertujuan untuk menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi, persyaratan akan item-item pengungkapan akan semakin tinggi, sehingga nilai perusahaan akan semakin tinggi pula, manajemen akan memiliki tingkat akuntabilitas tinggi dalam menjalankan perusahaan, laporan keuangan perusahaan menghasilkan informasi yang lebih relevan dan akurat, dan laporan keuangan akan lebih dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid untuk aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, dan beban perusahaan. Standar Akuntansi yang berkualitas sangat penting dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan agar terciptanya informasi keuangan yang akurat dan terpercaya, sehingga dapat membantu para penentu keputusan dalam mengambil keputusan yang tepat bagi kelangsungan suatu usaha.


(31)

Indonesia mulai mengadopsi full IFRS pada PSAK tahun 2012, pada tahun 2013 dilakukan revisi beberapa standar dan ditambahkan standar baru yakni PSAK 65,66,67,68 yang akan efektif tahun 2015.

Indonesia memiliki empat pilar Standar Akuntansi,yakni Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik signifikan (SAK ETAP), Standar Akunntansi Syari’ah (SAK Syariah), dan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) berbasis IFRS wajib diterapkan untuk entitas dengan akuntabilitas publik seperti: Emiten, perusahaan publik, perbankan, asuransi, dan BUMN, serta dapat diterapkan oleh entitas lainya. PSAK berbasis IFRS menggunakan basis transaksi, bukan basis industri. Indonesia melakukan adopsi penuh 1 Januari 2012 – tahap 1. Proses adopsi tahap kedua efektif 1 Januari 2015.

SAK ETAP adalah Standar akuntansi keuangan untuk entitas tanpa akuntabilitas publik signifikan. ETAP adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan, dan menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal.

SAK ETAP Menggunakan acuan IFRS untuk Small Medium Enterprises, sehingga lebih sederhana. Dalam penggunaanya SAK ETAP mengatur : Aset tetap tidak berwujud menggunakan harga perolehan, entitas anak tidak dikonsolidasi tetapi sebagai investasi dengan metode ekuitas, pajak menggunakan konsep pajak terutang bukan pajak tangguhan serta mengacu pada praktik


(32)

akuntansi yang saat ini digunakan. Tahun 2011 perusahaan harus memilih menjadi menggunakan PSAK-IFRS atau PSAK-ETAP.

PSAK Syari’ah menggunakan basis transaksi, digunakan oleh entitas yang melakukan transaksi syariah baik entitas lembaga syariah maupun non lembaga syariah. Pengembangan PSAK Syari’ah dengan model PSAK umum namun berbasis syariah dengan acuan fatwa MUI. PSAK Syari’ah terdapat pada PSAK 100 – PSAK 110.

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Instansi Pemerintah menggunakan Standar Akuntansi Pemerintahan, PP 24 tahun 2005 dan PP 71 tahun 2010. Standar ini disusun oleh Komite Akuntansi Pemerintahan kemudian ditetapkan dengan PP. Diterapkan untuk entitas pemerintah dalam menyusun LKPP dan LKPD yakni, instansi pemerintah pusat, Instansi pemerintah daerah, BLU dikonsolidasikan dengan LKP – menggunakan PSAP dan PSAK, dan BUMN (sbg investasi pemerintah) menggunakan PSAK. Entitas sektor publik selain pemerintah menggunakan PSAK 45 untuk pelaporan dan yang lain mengikuti PSAK / SAK ETAP.

Indonesia bagian dari IFAC, yang harus tunduk pada SMO (Statement Membership Obligation), salah satunya menggunakan IFRS sebagai accounting standard. Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 forum. Hasil dari pertemuan pemimpin negara G20 forum di Washington DC, 15 November 2008 adalah “Strengthening Transparency and Accountability”


(33)

Seiring berjalannya waktu sejak 2008 hingga 2015 telah disahkan beberapa PSAK:

I. PSAK disahkan 2008

1. PSAK 16 (revisi 2007) : Aset Tetap (IAS 16)

2. PSAK 13 (revisi 2007) : Properti Investasi (IAS 40) 3. PSAK 30 (revisi 2007) : Sewa (IAS 17)

4. PSAK 14 (revisi 2008) : Persediaan (IAS 2)

II. PSAK disahkan 2009

1. PSAK 1 (revisi 2009) : Penyajian Laporan Keuangan (IAS 1) 2. PSAK 2 (revisi 2009) : Laporan Arus Kas (IAS 7)

3. PSAK 4 (revisi 2009) : Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan keuangan Tersendiri (IAS 27)

4. PSAK 5 (revisi 2009) : Segmen Operasi (IAS 8)

5. PSAK 15 (revisi 2009) : Investasi Pada Entitas Asosiasi (IAS 28) 6. PSAK 25 (revisi 2009) : Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi

Akuntansi, dan Kesalahan (IAS 8)

7. PSAK 48 (revisi 2009) : Penurunan Nilai Aset (IAS 36)

8. PSAK 57 (revisi 2009) : Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi (IAS 37)

9. PSAK 58 (revisi 2009) : Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan (IFRS 5)

III. PSAK disahkan 2010


(34)

2. PSAK 23 (2010) : Pendapatan (IAS 8)

3. PSAK 7 (2010) : Pengungkapan Pihak-Pihak yang Berelasi (IAS 24)

4. PSAK 22 (2010) : Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010) (IFRS 3)

5. PSAK 10 (2010) : Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret 2010) (IAS 10)

6. PSAK 24 (2010) : Imbalan Kerja (IAS 19)

7. PSAK 60 : Instrumen Keuangan: Pengungkapan (IFRS 7)

8. PSAK 50(Revisi 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian (IAS 32) 9. PSAK 53 (Revisi 2010): Pembayaran Berbasis Saham (IFRS 2)

IV. PSAK disahkan 2011

1. PSAK 3 : Laporan Keuangan Interim (IAS 34) 2. PSAK 18 (2010) : Program Manfaat Purnakarya (IAS 26)

3. PSAK 61 : Akuntansi Hibah Pemerintah dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah (IAS 20)

4. PSAK 56 : Laba Per Lembar Saham (IAS 33) 5. PSAK 46 : Pajak Penghasilan (IAS 12) 6. PSAK 62 : Kontrak Asuransi (IFRS 4)

7. PSAK 63 : Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi

(IAS 29)


(35)

9. PSAK 64 (R2011) : Eksplorasi dan Evaluasi Sumber Daya Mineral

(IFRS 6)

V. PSAK disahkan 2013 dan 2014

1. PSAK 65 : Laporan Keuangan Konsolidasian (IFRS 10) 2. PSAK 66 : Pengaturan Bersama (IFRS 11)

3. PSAK 67 : Pengungkapan Kepentingan Entitas Lain (IFRS 12)

4. PSAK 68 : Pengungkapan Nilai Wajar (IFRS 13)

IFRS yang baru dan masih belum di adopsi PSAK, sebagai berikut:

1. IFRS 9 Financial Instruments (efektif 1 Januari 2018)

2. IFRS 14 Regulatory Deferral Accounts (efektif 1 Januari 2016)

3. IFRS 15 Revenue from Contracts with Customers (efektif 1 Januari 2017)

4. IFRIC 21 Levies (efektif 1 Januari 2014) – dalam pertimbangan DSAK IAI

5. Amandemen IAS 41 Agriculture (efektif 1 Januari 2016)

Industri pertambangan memiliki karakteristik yang unik dibanding industri lainnya. Salah satunya adalah mengenai aktivitas pencarian (eksplorasi) yang bersifat gambling atau untung-untungan. Sejak tahun 1994 hingga tahun 2011 akuntansi minyak dan gas bumi di Indonesia telah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 29 (revisi 1994): Akuntansi Minyak dan Gas Bumi. Pernyataan tersebut mengatur akuntansi untuk kegiatan eksplorasi,


(36)

pengembangan, produksi, pengolahan, transportasi, pemasaran dan lain-lain. PSAK No. 29 diadopsi dari United States Generally Accepted Accounting Principles (US GAAP) yang memperbolehkan perusahaan untuk mengikuti baik metode Successful Efforts (SE) maupun Full Cost (FC) dalam menetapkan perlakuan akuntansi terhadap biaya eksplorasi minyak dan gas bumi.

International Financial Reporting Standard (IFRS) telah dijadikan kiblat standar akuntansi baru bagi banyak negara. Tujuan dari diterapkannya IFRS ini adalah untuk meningkatkan transparansi dan komparabilitas laporan keuangan di seluruh dunia. Sejak tahun 2008 Indonesia mulai melakukan kovergensi IFRS sebagai wujud kesepakatan pemerintah Indonesia atas hasil pertemuan pemimpin negara G20 forum di Washington DC. Salah satu standar akuntansi keuangan yang dikonvergensi terhadap IFRS adalah standar mengenai minyak dan gas bumi. Oleh karena itulah pada 1 Januari 2012 PSAK No. 29 (revisi 1994) yang berlandaskan US GAAP dicabut dan diganti dengan PSAK No. 64 (2011): Aktivitas Eksplorasi dan Evaluasi pada Pertambangan Sumber Daya Mineral yang telah mengadopsi IFRS 6: Exploration for and Evaluation of Mineral Resources.

Dan PSAK No. 33 (1994) diubah menjadi ED PSAK No. 33 (revisi 2011) tentang Pertambangan Umum, namun pada 2015 PSAK 33 resmi dihapus.

2.1.3.2 Dampak Implementasi IFRS

Sejak diadopsinya IFRS oleh Indonesia, maka PSAK No. 29: Akuntansi Minyak dan Gas bumi dan PSAK No.33 (1994) “Pertambangan Umum” dihapuskan dan digantikan dengan PSAK No. 64: Aktivitas Eksplorasi dan


(37)

Evaluasi pada Pertambangan Sumber Daya Mineral yang mengadopsi IFRS 6:

Exploration for and Evaluation of Mineral Resources. Tujuan PSAK No. 64 adalah untuk menetapkan pelaporan keuangan atas eksplorasi dan evaluasi pada pertambangan sumber daya mineral. Fokus dalam PSAK ini adalah biaya eksplorasi dan evaluasi dalam industri pertambangan sumber daya mineral. PSAK ini secara khusus mensyaratkan adanya pengembangan terbatas atas praktik akuntansi untuk pengeluaran yang terjadi atas eksplorasi dan evaluasi. Batasan dari pengeluaran eksplorasi dan evaluasi adalah pengeluaran yang terjadi setelah entitas memperoleh hak hukum untuk mengekplorasi suatu wilayah tertentu, dan sebelum dibuktikan adanya kelayakan teknis dan komersial atas penambangan sumber daya mineral yang dapat membuktikan adanya cadangan terbukti, maupun membuktikan bahwa dalam aset tersebut tidak ditemukan cadangan yang komersil.

Biaya yang terjadi atas pengeluaran eksplorasi dan evaluasi diakui sebagai aset eksplorasi dan evaluasi sebesar biaya perolehannya. Pengukuran aset eksplorasi dan evaluasi diatur dalam PSAK No. 64 (2011) paragraf 9, namun pernyataan tersebut tidak mengatur secara spesifik mengenai pengeluaran apa saja yang dapat dikategorikan sebagai bagian dari aset eksplorasi dan evaluasi, karena itu setiap entitas memiliki kebijakan akuntansi masing-masing dalam menentukan pengukuran awal aset eksplorasi dan evaluasi dan menerapkannya secara konsisten. Setelah pengukuran awal, entitas menerapkan salah satu dari model biaya atau model revaluasi atas pengukuran aset eksplorasi dan evaluasi selanjutnya.


(38)

Jenis biaya utama yang masuk dalam aset eksplorasi dan evaluasi dalam perusahaan pertambangan :

1. Biaya-biaya penyelidikan topografi, geologi, dan geofisika, biaya hak untuk mengolah properti yang terkait dengan penyelidikan (topografi, geologi, dan geofisika), gaji dan biaya-biaya lainnya untuk para ahli geologi, petugas geofisik, dan biaya-biaya lain yang terkait dengan penyelidikan tersebut. Biaya-biaya tersebut secara keseluruhan disebut sebagai biaya geologi dan geofisika (biaya G&G).

2. Biaya untuk mempertahankan undeveloped properties, seperti delay rentals, biaya pajak, biaya perijinan untuk mempertahankan kontrak, sertabiaya-biaya untuk merawat dan mencatat lease atau kontrak.

3. Biaya pemboran dan peralatan sumur eksplorasi.

4. Biaya pemboran exploratory type stratigraphic test well (sumur tes stratigrafi).

5. Pengeluaran yang diakui sebagai aset eksplorasi dan evaluasi.

Berdasarkan PSAK No. 64 (2011) paragraf 18, aset eksplorasi akan diuji penurunan nilainya dan diungkapkan sebagai rugi penurunan nilai (IAI, 2011). Menurut PSAK No. 48 (revisi 2009) paragraf 1, Penurunan nilai suatu aset didefinisikan sebagai kondisi dimana jumlah tercatat suatu aset lebih besar daripada jumlah terpulihkannya (IAI, 2009). Sesuai dengan PSAK No. 48 (revisi 2009), aset tidak boleh dicatat melebihi jumlah terpulihkannya. Jika jumlah tercatat aset dinyatakan melebihi jumlah terpulihkan, maka aset dinyatakan mengalami penurunan nilai dan penurunan nilai tersebut akan diakui sebagai rugi


(39)

penurunan nilai. Rugi penurunan nilai diukur sebesar selisih antara jumlah terpulihkan dengan jumlah tercatat aset (IAI, 2009).

Berdasarkan PSAK No. 64 (2011) paragraf 15, entitas mengklasifikasikan aset eksplorasi dan evaluasi sesuai dengan sifat aset, yaitu sebagai aset berwujud dan aset tidak berwujud dan menerapkan klasifikasi tersebut secara konsisten (IAI, 2011). Selanjutnya, menurut PSAK No. 64 (2011) paragraf 17 suatu aset akan direklasifikasi saat terjadi kelayakan teknis dan kelangsungan usaha yang komersil atas penambangan sumber daya alam. Sebelum direklasifikasi, aset eksplorasi dan evaluasi diuji penurunan nilainya (IAI, 2011). PSAK No. 64 (2011) paragraf 23 mengatur pengungkapan aset eksplorasi dan evaluasi berupa informasi yang mengidentifikasi dan menjelaskan jumlah yang diakui dalam laporan keuangan yang timbul dari eksplorasi dan evaluasi pada pertambangan sumber daya mineral. Selanjutnya, untuk memenuhi hal tersebut entitas mengungkapkan aset eksplorasi dan evaluasi berdasarkan PSAK No. 64 (2011).

Menurut Tambunan (2014), IFRS memiliki banyak kelebihan sebagai berikut :

1. IFRS dihasilkan oleh suatu lembaga internasional yang independen sehingga pengaruh kekuatan politik dalam penyusunan standar dapat minimal.

2. Proses pembuatan IFRS lebih komprehensif melalui riset yang mendalam. Komentar untuk discussion paper maupun exposure draft keluaran IASB datang dari seluruh dunia sehingga standar yang dihasilkan lebih mencerminkan kebutuhan global dari pada kebutuhan suatu negara tertentu.

3. IFRS adalah standard yang berbasis prinsip (principle based) sehingga pengaturannya lebih sederhana dibandingkan dengan standar pelaporan keuangan keluaran Amerika Serikat yang lebih terperinci dan rumit


(40)

4. IFRS mensyaratkan pengungkapan informasi (disclosure) yang lebih detail dan terperinci sehingga membantu pengguna laporan keuangan mendapatkan informasi yang relevan.

5. IFRS semakin diterima oleh banyak negara, terlebih setelah terbukti standar akuntansi Amerika Serikat tidak mampu membentengi skandal-skandal perusahaan besar seperti kasus Enron dan Worldcom.

2.1.4 Manajemen Laba

Scott (1997) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut : Given that managers can choose accounting policies from a set (for example, GAAP), it is

natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility

and/or the market value of the firm.

Dari definisi tersebut manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan.

Manajemen laba adalah tindakan yang dilakukan manajer divisi yang bertujuan meningkatkan (menurunkan) pendapatan yang dilaporkan saat ini tanpa kesesuaian peningkatan (penurunan) dalam keuntungan ekonomik jangka panjang divisi tersebut (Narendra, 2013).

Manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajemen untuk mencapai tujuan khusus. Dari definisi tersebut manajemen laba merupakan suatu proses yang disengaja, menurut batasan standar akuntansi keuangan, untuk mengarahkan pelaporan laba pada tingkat tertentu. Healy dan Wahlen (1999) menyatakan bahwa definisi manajemen laba mengandung beberapa aspek. Pertama, intervensi manajemen laba terhadap pelaporan keuangan dapat dilakukan dengan penggunaan judgment, misalnya judgment yang


(41)

dibutuhkan dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di masa depan untuk ditunjukkan dalam laporan keuangan, seperti perkiraan umur ekonomis dan nilai residu aktiva tetap, tanggung jawab untuk pensiun, pajak yang ditangguhkan, kerugian piutang dan penurunan nilai aset. Di samping itu manajer mempunyai pilihan untuk metode akuntansi, seperti metode penyusutan dan metode biaya. Kedua, tujuan manajemen laba untuk menyesatkan stakeholders mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Hal ini muncul ketika manajemen memiliki akses terhadap informasi yang tidak dapat diakses oleh pihak luar.

Manajemen laba menjadi realitas yang sulit dihindari karena merupakan imbas dari disepakatinya penggunaan dasar akrual sebagai dasar penyusunan laporan keuangan. Manajemen laba merupakan area yang kontroversial dan penting dalam akuntansi keuangan. Beberapa pihak yang berpendapat bahwa manajemen laba merupakan perilaku yang tidak dapat diterima, mempunyai alasan bahwa manajemen laba berarti suatu pengurangan dalam keandalan informasi laporan keuangan. Investor mungkin tidak menerima informasi yang cukup akurat mengenai laba untuk mengevaluasi return dan risiko portofolionya. Ada beberapa motivasi untuk melakukan manajemen laba, yakni (Wulandari, 2013):

a. Hipotesis program bonus (bonus plan hypothesis),

Hipotesis Program Bonus (Bonus Plan Hypotesis). Hipotesis ini menjelaskan bahwa manajer pada sebuah perusahaan yang menerapkan program bonus, lebih cenderung untuk menggunakan metode atau prosedur-prosedur akuntansi yang akan menaikkan laba saat ini dengan memindahkan laba periode


(42)

mendatang ke periode berjalan. Dalam bonus atau kompensasi manajerial, perusahaan berjanji bahwa manajer akan menerima sejumlah bonus jika kinerja perusahaan mencapai jumlah tertentu. Janji bonus inilah yang merupakan alasan bagi manajer untuk mengelola dan mengatur labanya pada tingkat tertentu sesuai dengan yang disyaratkan agar dapat menerima bonus.

b. Hipotesis perjanjian utang (the debt covenant hypothesis).

Dalam konteks perjanjian hutang manajer akan mengelola dan mengatur labanya agar kewajiban hutangnya yang seharusnya diselesaikan pada tahun tertentu dapat ditunda untuk tahun berikutnya. Hal ini merupakan upaya manajer untuk mengelola dan mengatur jumlah laba yang merupakan indikator kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban hutangnya (Wulandari, 2013). Semakin tinggi rasio hutang suatu perusahaan maka semakin dekat perusahaan tersebut dengan permasalahan-permasalahan dalam perjanjian hutang dan semakin besar pula probabilitas pelanggaran perjanjian, oleh karena itu dapat semakin memungkinkan seorang manajer untuk menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan income.

c. Hipotesis biaya politik (the political cost hypotheses).

Biaya politik adalah suatu rekayasa laba dengan tujuan untuk meminimalkan risiko politik. Perusahaan yang berhadapan dengan biaya politik, cenderung untuk melakukan rekayasa penurunan laba dengan tujuan untuk meminimalkan biaya politik yang harus mereka tanggung. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen. Biaya politik mencakup semua biaya (transfer kekayaan) yang


(43)

harus ditanggung oleh perusahaan terkait dengan tindakan-tindakan politis seperti antitrust, regulasi, subsidi pemerintah, pajak, tarif, tuntutan buruh, dan lain sebagainya.

1.2 Penelitian Terdahulu

Adapun ringkasan penelitian terdahulu disajikan pada tabel 2.1 berikut :

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu No Nama peneliti

(tahun)

Judul Variabel penelitian Hasil penelitian

1 Thiodora

Panjaitan (2012) Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011 Variabel independen : Kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, dan komite audit. Variabel dependen : Manajemen laba Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris dan Komite Audit berpengaruh secara signifikan terhadap Manajemen Laba.

2 Isian Mahdalena Girsang (2010) Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba dan Variabel independen : Kepemilikan manajerial,proporsi dewan komisaris Kepemilikan manajerial,proporsi dewan komisaris dan komite audit berpengaruh signifikan terhadap


(44)

Kinerja Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

dan komite audit. Variabel dependen: Manajemen laba dan kinerja perusahaan manajemen laba. Kepemilikan manajerila,proporsi dewan komisaris dan komite audit berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan 3 Tri Listiani

Qomariyah (2008) Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Praktik Good Corporate Governance terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management) pada Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index Variabel independen: Ukuran perusahaan,ukuran KAP,proporsi dewan komisaris independen, komite audit Variabel dependen: Pengelolaan laba Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan laba. ukuran KAP,proporsi dewan komisaris independen, komite audit tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap

pengelolaan laba.

Panjaitan (2012) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2009-2011. Dengan Variabel independen Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris dan Komite Audit. Variabel dependen yang digunakan adalah manajemen laba. Dengan jumlah sampel sebanyak 25 perusahaan manufaktur di Indonesia. Dengan hasil


(45)

penelitian Secara Parsial Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris dan Komite Audit berpengaruh secara signifikan terhadap Manajemen Laba. Sedangkan secara simultan Kepemilikan Manajerial yang berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba. Sedangkan Proporsi Dewan Komisaris dan Komite Audit tidak berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba. Secara simultan Good Corporate Governance berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Girsang (2010) dengan judul penelitian .” Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Variabel independen yang digunakan adalah .” Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Variabel independen yang digunakan adalah Kepemilikan manajerial,proporsi dewan komisaris dan komite audit dan variabel dependen yang digunakan adalah manajemen laba dan kinerja perusahaan. Hasil penelitiannya adalah Kepemilikan manajerila,proporsi dewan komisaris dan komite audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Kepemilikan manajerial,proporsi dewan komisaris dan komite audit berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.

Qomariyah (2008) dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Praktik Good Corporate Governance terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management) pada Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index”. Variabel independen yang digunakan Ukuran perusahaan,ukuran KAP,proporsi dewan komisaris independen, komite audit dan variabel dependen


(46)

yang digunakan adalah pengelolaan laba. Hasil penelitian adalah Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan laba.

ukuran KAP,proporsi dewan komisaris independen, komite audit tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap pengelolaan laba.

1.3 Kerangka Konseptual

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Good Corporate Governance yang di proksikan ke dalam Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen dan komite Audit, dan International Financial Reporting Standard (IFRS). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Manajemen Laba. Kepemilikan managerial merupakan alat monitoring internal yang penting untuk memecahkan konflik agensi antara external stockholders dan manajemen. Kepemilikan Manajerial yang tinggi dapat mengurangi Manajemen Laba. Keberadaan komisaris independen dalam perusahaan berfungsi sebagai penyeimbang dalam proses pengambilan guna memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang terkait dengan perusahaan. Komite audit yang dibentuk oleh suatu perusahaan berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan kebijakan keuangan, akuntansi dan pengendalian intern. Keberadaan komite audit dalam perusahaan berpengaruh terhadap kualitas dan integritas laporan keuangan yang dihasilkan. IFRS dengan pendekatan principled based dianggap dapat meminimalisir tingkat manajemen laba dengan pengetatan aturan dan pendekatan


(47)

Berdasarkan konsep teori diatas maka dapat digambarkan kerangka konseptual dari penelitian, yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

1.4 Perumusan Hipotesis

Hipotesis merupakan kebenaran sementara yang masih harus diuji. Hipotesis menyatakan hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan proporsi yang dapat diuji secara empiris.

MANAJEMEN LABA (Y)

IMPLEMENTASI INTERNATIONAL FINANCIAL

REPORTING STANDARD (IFRS) (X4)

PROPORSI DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN

(X2) KEPEMILIKAN MANAJERIAL (X1)


(48)

2.4.1 Kepemilikan Manajerial dan Manajemen Laba

Kepemilikan manajerial adalah saham yang dimiliki oleh manajemen secara pribadi maupun saham yang dimiliki oleh anak cabang perusahaan bersangkutan beserta afiliasinya. Investor institusional dan manajemen memiliki insentif yang kuat untuk mendapatkan informasi pra-pengungkapan (predisclosure information) mengenai perusahaan untuk memenuhi tanggung jawabnya serta untuk meningkatkan kinerja portofolio mereka (Guna dan Herawaty, 2010). Kepemilikan managerial merupakan alat monitoring internal yang penting untuk memecahkan konflik agensi antara external stockholders dan

manajemen. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

H1: Terdapat pengaruh mekanisme good corporate governance dengan proksi kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba.

2.4.2 Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Manajemen Laba

Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa Perusahaan melaksanakan GCG. Namun demikian, Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah setara (Pedoman GCG Indonesia, 2006). Komisaris independen adalah anggota komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis dan hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi


(49)

kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Keberadaan komisaris independen dalam perusahaan berfungsi sebagai penyeimbang dalam proses pengambilan guna memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang terkait dengan perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

H2 : Terdapat pengaruh mekanisme good corporate governance dengan proksi komisaris independen terhadap manajemen laba.

2.4.3 Komite Audit dan Manajemen Laba

Komite audit menurut Kep. 29/PM/2004 merupakan komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite audit yang dibentuk oleh suatu perusahaan berfungsi untuk memberikan pandangan mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan kebijakan keuangan, akuntansi dan pengendalian intern. Keberadaan komite audit dalam perusahaan berpengaruh terhadap kualitas dan integritas laporan keuangan yang dihasilkan (Herawaty 2007). Tujuan dari keberadaan komite audit di perusahaan seperti yang diungkapkan dalam Herawaty (2007) adalah:

(1) memberikan kepastian bahwa laporan keuangan yang dikeluarkan oleh manajemen perusahaan telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum serta disajikan secara wajar dan tidak menyesatkan;

(2) Memberikan kepastian bahwa pengendalian internal perusahaan telah memadai;

(3) Melakukan pengawasan dan menindaklanjuti kemungkinan penyimpangan material dalam bidang keuangan dan implikasi hukumnya;

(4) Memberikan rekomendasi dalam pemilihan auditor eksternal yang akan melakukan audit di perusahaan.


(50)

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

H3 : Terdapat pengaruh mekanisme good corporate governance dengan proksi komite audit terhadap manajemen laba.

2.4.4 Implementasi IFRS terhadap Manajemen Laba

Sulistyanto (2008) mengemukakan bahwa keberadaan aturan dalam standard akuntansi dapat merupakan suatu alat yang mengakomodasi dan memfasilitasi perusahaan melakukan kecurangan.

Pernyataan IAI tahun 2009 yang menyebutkan bahwa IFRS dapat mempersulit tindakan manajemen laba melalui penerapan fair value dan balance sheet approach. Penerapan IFRS sebagai standar global akan berdampak semakin sedikitnya pilihan-pilihan metode akuntansi yang dapat diterapkan sehingga akan meminimalisir praktik-praktik kecurangan. Penerapan IFRS juga berdampak pada pengungkapan yang lebih banyak dan lebih terinci sehingga akan mengurangi tingkat asimetri informasi (IAI, 2009).

IFRS dengan pendekatan principled based dianggap dapat meminimalisir tingkat manajemen laba dengan pengetatan aturan dan pendekatan fair value

dalam penyajian laporan keuangan.

Berdasarkan uraian diatas, hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :


(51)

H5 : Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Komite Audit dan Implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) berpengaruh terhadap Manajemen Laba.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian asosiatif kausal. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana hubungan sebab akibat dalam bentuk pengaruh antar variabel. Baik variabel independen, variabel dependen ataupun variabel kontrol. Penelitian Asosiatif Kausal yaitu menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Dalam penelitian ini dibangun teori yang menjelaskan, memaparkan dan menyimpulkan suatu masalah.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diambil meliputi laporan keuangan tahunan perusahaan yang ada di situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni digunakan bersifat time series, yakni data yang didapat dalam beberapa waktu tertentu. Misalnya dalam waktu tahunan.

Data yang dibutuhkan menyangkut data berupa catatan atas laporan keuangan, data-data leverage, kepemilikan institutional, proporsi dewan komisaris independen, komite audit dan kebijakan akuntansi yang digunakan perusahaan tersebut serta data dari situs perusahaan yang dimaksudkan. Dan laporan keuangan tersebut telah diaudit oleh auditor independen.


(53)

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah sekumpula sama dan menjadi objek adalah seluruh perusah,.aan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2013, yaitu sebanyak 39 perusahaan. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Adapun perusahaan yang menjadi sampel adalah 14 perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2013. Total sampel selama periode penelitian adalah 48 sampel penelitian. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

Purposive Sampling , yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Adapun yang menjadi kriteria dalam pemilihan sampel adalah sebagai berikut :

1.

Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2013 yang memiliki sekurang-kurangnya 3 anggota komite audit.

2. Perusahaan pertambangan yang menerbitkan laporan keuangan dalam jumlah rupiah selama periode penelitian 2010-2013,

3. Perusahaan yang memiliki data kepemilikan manajerial, dewan komisaris, dan komite audit,


(54)

Tabel 3.1 Sampel

Kriteria

No Kode Nama Perusahaan 1 2 3 4 Sampel

1 ADRO Adaro Energy Tbk √ √ X √

2 ARII Atlas Resources Tbk X √ √ √

3 ATPK ATPK Resources Tbk √ √ √ √ Sampel 1

4 BORN Borneo Lumbung Energy dan Metal Tbk √ √ √ X

5 BRAU Berau Coal Energy Tbk √ √ X √

6 BSSR Baramulti Suksessarana Tbk X √ X √

7 BUMI Bumi Resources Tbk √ √ √ X

8 BYAN Bayan Resources Tbk √ √ √ X

9 DEWA Darma Henwa Tbk X √ X √

10 DOID Delta Dunia Makmur Tbk √ X √ √

11 GEMS Golden Energy Mines Tbk X √ √ √

12 GTBO Garda Tujuh Buana Tbk √ √ √ X

13 HRUM Harum Energy Tbk √ √ √ X

14 ITMG Indonesia Tambangraya Megah Tbk √ √ √ X 15 KKGI Resources Alam Indonesia Tbk √ √ √ X 16 MBAP Mitrabara Adiperdana Tbk √ X √ X

17 MYOH Samindo Resources Tbk √ √ √ √ Sampel 2

18 PKPK Perdana Karya Perkasa Tbk √ √ √ √ Sampel 3 19 PTBA Tambang Batubara Bukit Asam (Prsero) Tbk √ X √ √

20 PTRO Pertosea Tbk √ √ √ X

21 SMMT Golden Eagle Energy Tbk √ √ √ √ Sampel 4

22 TOBA Toba Bara Sejahtra Tbk X √ X √

23 ARTI Ratu Prabu Energy Tbk √ X √ √

24 BIPI Benakat Petroleum Energy Tbk √ √ √ √ Sampel 5

25 ELSA Elnusa Tbk √ √ √ √ Sampel 6

26 ENRG Energi Mega Persada Tbk √ √ √ X

27 ESSA Surya Esa Perkasa Tbk √ √ √ X

28 MEDC Medco Energi International Tbk √ √ √ X 29 RUIS Radiant Utama Interinsco Tbk √ X √ √

30 ANTM Aneka Tambang (Persero) Tbk √ √ √ √ Sampel 7 31 CITA Cita Mineral Investindo Tbk √ √ √ √ Sampel 8 32 CKRA Citra Kebun Raya Agri Tbk √ √ √ √ Sampel 9 033 DKFT Central Omega Resources Tbk √ √ √ √ Sampel 10

34 INCO Vale Indonesia Tbk √ √ √ X


(55)

36 SMRU SMR Utama Tbk √ √ √ √ Sampel 11

37 TINS Timah (Persero) Tbk √ √ √ √ Sampel 12

38 39

CTTH MITI

Citatah Tbk

Mitra Investindo Tbk

√ √√ √√ √√ Sampel 13 Sampel 14 Sumber : www.idx.co.id

3.4 Definisi Operasional Variabel dan Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Dependen (terikat)

Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Manajemen Laba

Manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Manajer memiliki dua cara utama dalam mengelola laba, yaitu manajemen laba berbasis riil dan manajemen laba berbasis akrual. Manajemen laba berbasis riil berarti manajer mengelola pendapatan riil dengan mengubah tingkat dan/atau sifat kegiatan ekonomi untuk mencapai target pendapatan. Sedangkan manajemen laba berbasis akrual dilakukan oleh manajer dengan memilih kebijakan akuntansi dan memperkirakan akrual.

Manajemen laba berbasis akrual dapat diklasifikasikan berdasarkan periode waktu dan kontrol manajerial. Berdasarkan periode waktu, terdapat manajemen laba current accruals dan manajemen laba long-term accruals. Sedangkan berdasarkan kontrol manajerial, terdapat manajemen laba


(56)

discretionary accruals dan manajemen laba nondiscretionary accruals. Dalam penelitian ini, penilaian manajemen laba yang digunakan adalah total acruals

yang bersifat diskresioner (discretionary accruals) yang dalam penelitian ini menggunakan model Jones yang dimodifikasi (Dechow et al, 1996) yang dinyatakan dengan persamaan berikut:

TAC it =

TA it NI it - CA it

Keterangan :

TAC it = Total Akrual perusahaan i pada periode perusahaan t NI it = Laba bersih perusahaan i pada tahun t

CA it = Aset lancar perusahaan i pada tahun t TA it = Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t

Perusahaan dikategorikan melakukan manajeman laba dengan memperbesar pelaporannya jika nilai TAC > 0.

3.4.2 Variabel Independen (Bebas)

Variabel Independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel independen (terikat). Variabel independen dalam penelitian ini adalah good corporate governance

(kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris, dan komite audit) ditambah dengan ukuran komite audit sebagai salah satu variabel yang bersifat pengawasan dari mekanisme corporate governance.


(57)

1. Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial merupakan isu yang penting dalam teori agensi yang dipublikasikan oleh Jansen and Meckling (1976) yang menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan manajemen dalam suatu perusahaan maka manajemen akan berupaya lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham yang juga adalah dirinya sendiri.

Perhitungan dari kepemilikan manajerial adalah sebagai berikut :

Kepemilikan Manajerial = Saham yang dimiliki manajemen Total saham yang beredar 2. Proporsi Dewan Komisaris

Proporsi dewan komisaris memegang peranan penting dalam implementasi

good corporate governance karena merupakan inti dari good corporate governance yang bertugas untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan.

Perhitungan dari proporsi dewan komisaris adalah sebagai berikut :

Proporsi Dewan Komisaris = Jumlah anggota komisaris independen Jumlah seluruh anggota dewan komisaris 3. Komite Audit

Komite audit berfungsi membantu dewan komisaris untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan, meningkatkan efektivitas fungsi internal audit dan mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris.

Perhitungan dari proporsi dewan komisaris adalah sebagai berikut : Komite Audit = Jumlah anggota komite audit independen


(58)

4. Implementasi IFRS

Dalam menganalisis pengaruh implementasi IFRS terhadap manajemen laba menggunakan variabel dummy. Penerapan IFRS yang dimaksud dalam penelitian ini berkenaan dengan PSAK No. 64. Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Biaya yang terjadi atas pengeluaran eksplorasi dan evaluasi diakui sebagai aset eksplorasi dan evaluasi sebesar biaya perolehannya.

2. Pengungkapan kerugian atas penurunan nilai dari aset eksplorasi dan evaluasi yang telah di uji penurunan nilainya.

3. Aset eksplorasi dan evaluasi akan direklasifikasi saat terjadi kelayakan teknis dan kelangsungan usaha yang komersil atas penambangan sumber daya alam.

4. Pengungkapan aset eksplorasi dan evaluasi berupa informasi yang mengidentifikasi dan menjelaskan jumlah yang diakui dalam laporan keuangan yang timbul dari eksplorasi dan evaluasi.

Penilaian yang digunakan adalah dengan variabel dummy, dengan memanfaatkan kriteria di atas :

1. Nilai 1 apabila perusahaan tidak memiliki satu pun kriteria yang telah ditetapkan.

2. Nilai 2 apabila perusahaan memiliki satu atau lebih kriteria, namun tidak memiliki keempat kriteria tersebut.


(59)

3.5 Skala Pengukuran Variabel

Tabel 3.2

Skala Operasional Variabel

Jenis

Variabel Variabel Defenisi Variabel Rumus Skala

Variabel Dependen Manajemen Laba Cara manajer untuk mempengaruhi angka laba secara sistematis dan sengaja dengan cara pemilihan kebijakan dan prosedur akuntansi tertentu.

TAC it =

TA it

NI it –CAit Rasio Variabel Independen Kepemilikan Manajerial Jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola.

Kepemilikan manajerial = saham yang dimiliki

manajemen Saham yang beredar

Rasio

Proporsi Dewan Komisaris

Susunan keanggotaan yang terdiri dari komisaris dari luar perusahaan (outside director) dan komisaris dari dalam perusahaan (inside director).

Proporsi Dewan Komisaris = Jumlah anggota komisaris independen Jumlah seluruh anggota

dewan komisaris Rasio Komite Audit Membantu dewan komisaris untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan, meningkatkan efektivitas fungsi internal audit dan mengidentifikasi

hal-Komite Audit = Jumlah anggota komite

audit independen Jumlah seluruh anggota

komite audit


(60)

hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris.

IFRS Implementasi IFRS ke PSAK

1. Nilai 1 apabila perusahaan tidak memiliki satu pun kriteria yang telah ditetapkan.

2. Nilai 2 apabila perusahaan memiliki satu atau lebih kriteria, namun tidak memiliki kelima kriteria tersebut. 3. Nilai 3 apabila perusahaan memiliki kelima kriteria tersebut.

Dummy

3.6Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka dan studi dokumentasi. Studi pustaka dilakukan dengan mengolah data, artikel, jurnal maupun media tertulis lain yang berkaitan dengan topik pembahasan dari penelitian ini. Studi dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan mengumpulkan data sekunder yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini seperti laporan tahunan yang menjadi sampel penelitian.

3.7 Teknik Analisis

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif. Pendekatan kuantitatif berasal dari data yang diperoleh dari laporan keuangan. Data kuantitatif adalah data yang diukur dalam suatu skala numerik (angka). Kesesuaian dalam menggunakan metode kuantitatif biasanya


(61)

menghasilkan solusi yang tepat, ekonomis, dapat diandalkan, cepat, mudah untuk digunakan dan dimengerti.

3.7.1 Metode Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku (sugiono 2011:29).

3.7.2 Uji Asumsi Klasik

Pendugaan nilai koefisien regresi dengan metode kuadrat terkecil (OLS) bertujuan untuk mencapai kondisi yang baik. Untuk mancapai kondisi yang baik, maka persamaan regresi harus memenuhi asumsi klasik. Sebelum pengujian hipotesis, terlebih dahulu data diuji apakah terdapat kondisi normality,

multicollinearity dan heterokedastisitas. 3.7.2.1 Uji Normalitas Data

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Kalau nilai residual tidak mengikuti distribusi normal, uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak ada dua, yaitu analisis grafik dan analisis statistik. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dan grafik dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusannya adalah:


(62)

1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola berdistribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas,

2) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan data berdistribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Uji K-S dibuat dengan membuat hipotesis:

H0 : Data residual berdistribusi normal Ha : Data residual tidak berdistribusi normal

Bila signifikansi >0,05 dengan α = 5% berarti distribusi data normal dan H0 diterima, sebaliknya bila nilai signifikan <0,05 berarti distribusi data tidak normal dan Ha diterima

3.7.2.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi diantara variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya menunjukkan tidak terjadinya korelasi diantara variabel independen.

Ada tidaknya multikolonieritas dapat dideteksi dengan melihat:

1) Melihat nilai tolerance, Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance > 0,10.

2) Melihat nilai variance inflation factor (VIF), Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai VIF < 10.


(63)

3) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen untuk matrik korelasi adanya indikasi multikolonieritas dapat dilihat jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi umumnya diatas 0,95.

4) Melihat nilai Condition Index (CI), Jika nilai CI antara 10 dan 30 terdapat multikolinearitas moderat ke kuat, sedangkan jika nilai CI > 30 artinya terdapat multikolinearitas sangat kuat.

3.7.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Tujuan pengujian ini adalah untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika varian residual suatu pengamatan lain tetap maka disebut homokesdastisitas dan jika berbeda maka disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas, Ghozali (2011). Dalam penelitian ini cara untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas, yaitu dengan menggunakan metode grafik.

Metode ini mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot dengan ktiteria sebagai berikut :

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang terukur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan adanya heteroskedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.


(64)

3.7.2.4 Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjan tahun yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada time series. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan nilai uji Durbin Watson dengan ketentuan dari Prof. Singgih sebagai berikut:

1) Angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif,

2) Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi, 3) Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

Run test sebagai bagian dari statistik non parametrik dapat pula digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random yaitu dengan melihat nilai probabilitasnya. Bila signifikansi > 0,05 dengan α = 5% berarti residual random dan H0 diterima, sebaliknya bila nilai signifikan < 0,05 berarti residual tidak random dan H0 ditolak.

3.7.3 Uji Hipotesis

Penelitian ini dianalisis dengan model regresi berganda dengan model dasar sebagai berikut:

Y = α+β1X1+β2X2 + β3X3+β4X4+ε


(1)

2011

-2,42434

0,00389

0,5

0,66666

1

2012

-2,15234

0,00389

0,5

0,66666

3


(2)

Lampiran iv

Analisis Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Manajemen Laba 56 -10,50 -,24 -3,5818 2,30182

Kepemilikan Manajerial 56 ,00 3,09 ,0888 ,42265

Proporsi Dewan Komisaris 56 ,00 ,60 ,3667 ,10651

Komite Audit 56 ,33 ,75 ,6480 ,08385

IFRS 56 1,00 3,00 1,7857 ,98561

Valid N (listwise) 56


(3)

Lampiran vii

Uji Normalitas Data Awal

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Predicted Value

N 56

Normal Parametersa,b Mean ,0000000

Std. Deviation 1,20842754 Most Extreme Differences Absolute ,202

Positive ,139

Negative -,202

Test Statistic ,202

Asymp. Sig. (2-tailed) ,382

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(4)

Lampiran viii

Lampiran ix

Uji Durbin-Watson

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 ,525a ,276 ,219 2,03448 1,263

a. Predictors: (Constant), IFRS, Komite Audit, Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris b. Dependent Variable: Manajemen Laba


(5)

Uji Multikolonieritas

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -10,820 2,192 -4,936 ,000

Kepemilikan

Manajerial -1,237 ,659 -,227 -1,878 ,066 ,971 1,029

Proporsi Dewan

Komisaris -5,177 2,829 -,240 -1,830 ,073 ,829 1,206

Komite Audit 13,217 3,546 ,481 3,727 ,000 ,851 1,175

IFRS ,382 ,281 ,163 1,360 ,180 ,983 1,017

a. Dependent Variable: Manajemen Laba

Lampiran xi

Hasil Analisis Regresi

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -10,820 2,192 -4,936 ,000

Kepemilikan Manajerial -1,237 ,659 -,227 -1,878 ,066

Proporsi Dewan Komisaris -5,177 2,829 -,240 -1,830 ,073

Komite Audit 13,217 3,546 ,481 3,727 ,000

IFRS ,382 ,281 ,163 1,360 ,180


(6)

Lampiran xii

Hasil Uji Simultan (

F-Test

)

ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 80,316 4 20,079 4,851 ,002b

Residual 211,095 51 4,139

Total 291,412 55

a. Dependent Variable: Manajemen Laba

b. Predictors: (Constant), IFRS, Komite Audit, Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris

Lampiran xiii

Hasil Uji Parsial (

t-Test

)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -10,820 2,192 -4,936 ,000

Kepemilikan Manajerial -1,237 ,659 -,227 -1,878 ,066

Proporsi Dewan Komisaris -5,177 2,829 -,240 -1,830 ,073

Komite Audit 13,217 3,546 ,481 3,727 ,000

IFRS ,382 ,281 ,163 1,360 ,180

a. Dependent Variable: Manajemen Laba

Lampiran iv

Koefisien Determinasi (

R-Square

)

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 ,525a ,276 ,219 2,03448 1,263

a. Predictors: (Constant), IFRS, Komite Audit, Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris b. Dependent Variable: Manajemen Laba


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Dan Konvergensi Ifrs Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Bumn Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013

1 131 107

Pengaruh Corporate Governance dan Dewan Komisaris Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 62 92

Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

4 102 87

Pengaruh Corporate Governance, Leverage, Kualitas Audit dan Employee Diff Terhadap Manajemen Laba: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013

5 56 124

Pengaruh Implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 73 106

Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

1 74 88

Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

2 67 73

Pengaruh Internet Financial Reporting dan Tingkat Pengungkapan Informasi Website terhadap Frekuensi Perdagangan Saham Perusahaan Property dan Real Estate yang terdapat di Bursa Efek Indonesia

13 113 95

Pengaruh good corporate governance dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap manajemen laba (studi empiris pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

0 0 13

Pengaruh Implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 11