International Finacial Reporting System.

15 laporan keuangan. Misalnya, ditingkatkannya pengungkapan informasi kualitatif transaksi, pengaturan untuk pelaporan keuangan menggunakan pendekatan prinsip bukan lagi aturan, dihapusnya pos-pos luar biasa, penyajian laporan keuangan diubah untuk mencerminkan sifat laporan keuangan, dan penggunaan pendekatan pengukuran nilai wajar fair value, Martani dkk, 2012. Nilai wajar fair value didefinisikan dalam IFRS sebagai, “harga yang diterima atas penjualan aset atau pembayaran untuk mentransfer liabilitas dalam transaksi antar pihak yang berkepentingan pada tanggal pengukuran.” Nilai wajar ini digunakan untuk mengukur: 1 satu aset, 2 sekelompok aset, 3 satu liabilitas, 4 sekelompok liabilitas, 5 konsiderasi bersih dari satu atau lebih aset dikurangi satu atau lebih liabilitas terkait, 6 satu segmen atau divisi dari sebuah entitas, 7 satu lokasi atau wilayah dari suatu entitas, 8 satu keseluruhan entitas, 9 yang dimaksud dengan pengukuran di atas bukan merupakan pengukuran awal Martani dkk, 2012. Untuk pengukuran awal saat aset diakuisisi atau liabilitas muncul, entitas tetap menggunakan dasar kos pada saat terjadinya transaksi. Setelah pengukuran awal biasa disebut sebagai pengukuran setelah pengukuran awal, yaitu saat pelaporan keuangan dan untuk pelaporan seterusnya, selama aset masih dikuasai, entitas boleh memilih model kos berdasar kos historis atau model revaluasi berdasar nilai wajar untuk mengukur pos-pos laporan keuangannya, Martani dkk, 2012. Berbagai kemungkinan lain dapat terjadi dalam pengukuran nilai wajar. Hal ini dikarenakan nilai wajar tidak berdasarkan pada bukti historis, namun didasarkan 16 pada seberapa bernilainya aset atau liabilitas pada saat pelaporan. Tidak adanya bukti historis ini kecuali untuk pendekatan pasar yang observable, merupakan suatu celah untuk dilakukannya fraud. Entitas biasanya cenderung untuk meningkatkan nilai aset dan pendapatannya atau menurunkan nilai liabilitas dan biayanya. Oleh karena itu, penggunaan nilai wajar merupakan suatu tantangan baru bagi profesi jasa penilai dan auditor.

2.2. Teori Agensi

Teori ini memegang peran penting dalam praktik bisnis perusahaan. Teori agensi merupakan teori yang muncul karena adanya konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Prinsipal sebagai pemegang saham sedangkan agen sebagai manajer. Prinsipal mengontrak agen untuk melakukan pengelolaan sumber daya dalam perusahaan. Tujuan utama dari teori keagenan adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak - pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak yang tujuannya untuk meminimalisir cost sebagai dampak adanya informasi yang tidak simetris. Teori agensi merupakan teori yang digunakan perusahaan dalam mendasari praktik bisnisnya. Jensen dan Meckling 1976 menyatakan bahwa teori keagenan disebut juga sebagai teori kontraktual yang memandang suatu perusahaan sebagai suatu perikatan kontrak antara anggota-anggota perusahaan. Mereka juga menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebagai suatu kontrak antara satu atau lebih pihak yang mempekerjakan pihak lain untuk melakukan suatu jasa untuk kepentingan mereka yang meliputi pendelegasian beberapa kekuasaan 17 pengambilan keputusan kepada pihak lain tersebut. Dengan demikian, teori ini mengindikasikan adanya kepentingan pada setiap pihak yang ada di perusahaan untuk mencapai tujuan. Pihak yang berkepentingan tersebut adalah pemegang saham sebagai prinsipal dan manajer perusahaan sebagai agen. Agen harus melakukan tugas yang diberikan oleh prinsipalnya sebagai tanggung jawab jasanya. Prinsipal diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian uang yang diperoleh dari investasi mereka pada perusahaan. Sedangkan agen diasumsikan akan menerima kepuasan tidak hanya dari kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan lain yang terlibat dalam hubungan keagenan Anthony dan Govindarajan, 2005. Kedua pihak dalam teori agensi tersebut menginginkan keuntungan yang sebesar - besarnya. Mereka juga berusaha menghindari risiko yang mungkin terjadi. Adanya perbedaaan kepentingan antara kedua belah pihak dapat menyebabkan terjadinya konflik keagenan. Manajer akan mengambil keputusan dan kebijakan yang dapat menguntungkan dirinya sendiri sebelum memberikan manfaat kepada pemegang saham. Padahal hal itu tidak sesuai dengan tujuan utama manajer yaitu memaksimumkan kekayaan pemegang saham yang akan diwujudkan melalui pemaksimuman harga saham biasa Weston dan Brigham, 1990. Konflik keagenan lainnya yang mungkin terjadi yaitu mengenai informasi asimetri assymetries information. Informasi asimetri timbul karena kurang lengkapnya informasi yang diperoleh atau salah satu pihak tidak memiliki informasi yang diketahui oleh pihak lainnya. Misalnya, manajer mungkin memiliki informasi 18 yang lebih banyak dibandingkan pemegang saham karena manajer adalah pihak yang lebih sering berhadapan dengan kegiatan operasional di perusahaannya. Dengan demikian, pemegang saham yang hanya memiliki sedikit informasi akan kesulitan dalam mengontrol perusahaan yang dijalankan oleh manajer. Adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan ini akan menyebabkan timbulnya asymmetry information. Menurut Scott 2003, terdapat dua jenis asymmetric information, yaitu: adverse selection dan moral hazard. Adverse selection adalah suatu tipe informasi asimetri dimana satu orang atau lebih pelaku-pelaku transaksi bisnis atau transaksi-transaksi yang potensial mempunyai informasi lebih atas yang lain Scott, 2003. Ketimpangan pengetahuan informasi perusahaan ini dapat menimbulkan masalah dalam transaksi pasar modal karena investor tidak mempunyai informasi yang cukup dalam pengambilan keputusan investasinya. Sedangkan moral hazard adalah suatu tipe informasi asimetri dimana satu orang atau lebih pelaku-pelaku bisnis atau transaksi-transaksi potensial yang dapat mengamati kegiatan-kegiatan mereka secara penuh dibandingkan dengan pihak lain Scott, 2003. Masalah moral hazard ini terjadi karena pihak-pihak di luar perusahaan investor mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada manajer tetapi investor tidak dapat sepenuhnya memantau manajer dalam melaksanakan pendelegasian tersebut. Laporan keuangan yang digunakan oleh principal untuk memberikan kompensasi kepada agen dengan harapan dapat mengurangi konflik keagenan dapat dimanfaatkan

Dokumen yang terkait

Pengaruh good corporate governance dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap manajemen laba (studi empiris pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

5 129 100

Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI

4 114 99

Pengaruh Struktur Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI

1 30 99

Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

4 102 87

Pengaruh Mekanisme Internal Corporate Governance terhadap Konservatisme Akuntansi pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Tahun 2004 – 2009

15 91 116

TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI DI INDONESIA TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE.

0 0 16

PENDAHULUAN TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE.

0 0 11

TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN MEKANISME TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE.

0 1 14

Good corporate governance dan nilai perusahaan (studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bei) AWAL

0 0 15

PENGARUH KARAKTERISTIK DEWAN SEBAGAI SALAH SATU MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KONSERVATISME AKUNTANSI DI INDONESIA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 1 139