Prostitusi melalui alat Komunikasi

Komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain. Definisi tersebut mengimplikasikan bahwa komunikasi adalah suatu proses sosial yang terjadi antara sedikitnya dua orang, dimana individu mengirim stimulus kepada orang lain. Stimulus dapat disebut sebagai pesan yang biasanya dalam bentuk verbal, dimana proses penyampaian dilakukan melalui saluran komunikasi dan terjadi perubahan atau respons terhadap pesan yang disampaikan. Menurut William manfaat yang dapat diperoleh dengan berkomunikasi secara baik dan efektif di antaranya adalah: 1. Tersampaikannya gagasan atau pemikiran kepada orang lain dengan jelas sesuai dengan yang dimaksudkan. 2. Adanya kesepahaman antara komunikator dan komunikan dalam suatu permasalahan, sehingga terhindar dari salah persepsi. 3. Menjaga hubungan baik dan silaturahmi dalam suatu persahabatan atau komunitas. Prostitusi kini tidak mengenal tempat dan waktu lagi. Jika dahulunya prostitusi masih menjadi konsumsi kota-kota besar, namun sekarang prostitusi bisa menerobos sekat jarak waktu dan usia. Salah satu penyebabnya adalah transpormasi teknologi dan komunikasi yang sekarang tidak terkendali lagi. Alat komunikasi handphone yang sejatinya sebagai jembatan silahturrahmi yang mampu meretas jarak, kini malah dijadikan alat perantara bagi para penikmat maksiat. Belakangan ini adalah aplikasi Blackberry Messenger BBM yang mulai beralih fungsi dari sekadar jejaring sosial pertemanan menjadi situs untuk menjual diri dan menawarkan seks. Jaringan sosial yang telah meluas secara bebas mulai dari pergunungan bahkan hingga ke tengah laut telah menjadi modal masuknya kesempatan para penyalur menebarkan jaring prostitusi, karenanya tidak heran jika jaringan prostitusi ini sangat sulit dilacak oleh aparat hukum. Mencermati hal ini, ada beberapa faktor yang mendorong munculnya fenomena tersebut. Fenomena ini merupakan salah satu sisi gelap dari globalisasi, komersialisasi dan modernisasi. Dimana situasi dan tuntutan hidup semakin tinggi, sehingga harga diri dinilai berdasarkan kepemilikan materi yang mencirikan modernisasi seperti handphone, laptop, fashion bermerk, dan barang- barang mewah lainnya. Setiap hari para remaja ini ditampilkan tayangan-tayangan iklan, baik di media massa maupun TV dan disuguhi tontonan sinetron dan film yang menampilkan kehidupan serba mewah, sehingga secara sadar atau pun tidak. Mereka meniru dan menerapkan nilai-nilai materialisme ini dalam cara pandang hidup mereka. Bagi mereka satu-satunya cara untuk hidup bahagia dan mendapatkan penghargaan dari sebayanya adalah melalui kepemilikan materi yang serba mewah dan modern. Selain itu, remaja merupakan masa pra-remaja dimana perkembangan fisik, emosi dan sosialnya masih labil. Mereka ini sedang melewati masa transisi, dimana pembentukan identitas diri sedang terbentuk. Untuk mencapai sebuah identitas diri yang solid dengan didasarkan pada sejauhmana teman-teman sebayanya menghargainya, maka mereka bisa melakukan apa saja untuk memenuhi identitas dirinya tersebut. Salah satu cara yang paling nyata adalah dengan melengkapi diri mereka dengan berbagai pernak- pernik benda yang mencirikan modernisasi seperti handphone tercanggih, atau fashion bermerk untuk melejitkan identitas diri mereka di kalangan teman sebayanya. Inilah beberapa faktor yang menjadi penyebab dari munculnya fenomena pelacuran. Remaja mudah sekali terjerumus dalam prostitusi melalui berbagai media yang ada, baik itu melalui Facebook, chating, email atau pun via handphone. Blackberry Mesengger BBM hanyalah salah satu sebagian kecil dari media online yang digunakan remaja untuk melancarkan praktek prostitusinya. Gagalnya internalisasi nilai-nilai luhur dan agama dalam keluarga menjadi penyebab terbentuknya kepribadian bebas-nilai dan mengambang. Ketika mereka telah berfokus pada lingkungan sebayanya, maka nilai-nilai yang ditawarkan oleh lingkungan sebaya dan budaya global menjadi sumber utama dari proses internalisasi nilai ini. Celakanya ketika mereka masuk dalam lingkungan sebaya yang lebih mementingkan nilai-nilai materi yang serba instan, maka nilai- nilai itulah yang meresap dan menjadi cara pandang hidup mereka. Oleh sebab itu pentingnya ditanamkan dalam diri nilai-nilai luhur dan agama agar kembali menjadi bagian terpenting dalam membentuk kepribadian yang kuat dan berprinsip luhur sehingga para remaja tidak mudah terjebak dalam cara hidup yang salah. Internalisasi nilai ini juga sangat penting dalam merubah cara pandang remaja dari pengaruh nilai-nilai serba instan dan mementingkan aspek materi. Nilai-nilai spiritual perlu juga dibentuk dalam identitas diri remaja, sehingga mereka menempatkan nilai spiritual sebagai dasar dari penghargaan identitas dirinya. Untuk mewujudkan hal ini maka semua kita bertanggungjawab sesuai porsi masing-masing. Janganlah persoalan ini dibebankan hanya kepada orangtua semata, sebab interaksi para remaja ini juga berlangsung dalam keramahan dimensi lain di luar rumah. 36 36 http:www. tribunnews.com, prostitusi-online. html, diakses 13 november 2013.

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya. 35 Pendekatan masalah yang digunakan untuk memberikan petunjuk pada permasalahan yang akan dibahas dapat dipertanggungjawabkan, maka penulis melakukan dengan cara pendekatan normatif dan pendekatan empiris. Pendekatan normatif adalah dilakukan dengan cara menganalisis dan mempelajari aturan-aturan, teori, definisi, dan bahan-bahan yang ada di perpustakaan beserta literatur-literatur. Pendekatan empiris dapat pula disebut dengan penelitian lapangan yang dilakukan dengan cara mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa penilaian, prilaku, pendapat dan sikap yang berkaitan dengan penegakan hukum pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana prostitusi melalui alat komunikasi. 35 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Perss. 1986, hlm 43.

B. Sumber Jenis Data

Sesuai dengan pendekatan masalah yang telah diuraikan tersebut, maka dapat ditentukan jenis dan sumber data pada penelitian ini adalah : Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer adalah data yang didapat langsung dari lapangan pada saat penelitian yang dilakukan di kepolisian Tanjung Karang Bandar Lampung. 2. Data Sekunder merupakan data yang diambil dari studi kepustakaan yang terdiri dari : a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, meliputi kitab undang-undang hukum pidana KUHP, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak. b. Bahan hukum sekunder erat hubungannya dengan hukum primer untuk membantu memahami dan menganalisis seperti peraturan-peraturan, RUU dan putusan hakim yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. c. Bahan Hukum Tersier meliputi, bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan juga bahan hukum sekunder yang terdiri dari kamus bahasa Indonesia. Literatur dan norma- norma hukum, kamus hukum dan hal-hal yang berkaitan dengan pokok penelitian.

C. Penentuan Responden

Responden adalah semua orang baik secara individu maupun kolektif yang akan dimintai keterangan yang diperlukan oleh pencari data. Bagi seorang peneliti, proses pengumpulan data dari responden baik melalui angket, kuesioner, atau wawancara langsung betul-betul harus teliti. Kemampuan responden sedikit banyak mempengaruhi jawaban atau informasi yang diberikan, terutama kalau pertanyaan menyangkut nama baik daerah atau pernyataan yang bersifat sensitif. 36 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa responden yaitu: a. Unit PPA Polresta Bandar Lampung : 1 Orang. b. Jaksa pada kejaksaan Negri Tanjung karang : 1 Orang. c. Hakim pada Pengadilan Negri Tanjung Karang : 1 Orang. d. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila : 1 Orang. 4 Orang.

D. Prosedur Pengumpulan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, maka dalam prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara: a. Pengumpulan Data Sekunder. Yaitu dengan studi kepustakaan Library Research yang penulis lakukan dengan cara membaca dan mencatat buku-buku penunjang teori peraturan 36 http:www.artidefinisi.com, pengertianresponden.html. diakses 23 Oktober 2013.

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Persetubuhan

20 276 107

Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

4 89 158

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

10 234 98

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Terdakwa Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Dengan PASAL 340 KUHP(Studi Kasus Putusan No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN. Mdn)

5 97 123

Urgensi Pemberian Bantuan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Terorisme

2 46 132

Eksistensi Perdamaian Antara Korban dengan Pelaku Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas dalam Sistem Pemidanaan (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan)

1 81 147

SKRIPSISANKSI PIDANA BAGI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN SANKSI PIDANA BAGI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN PSIKIS TERHADAP ANAK MELALUI MEDIA SOSIAL INSTAGRAM.

0 3 11

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KESUSILAAN Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Kesusilaan (Studi Kasus Proses Peradilan Pidana Terhadap Anak di Kabupaten Klaten).

0 3 12

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN A. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) - Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Persetubuhan

0 20 33