12
4. Daktilitas baja cukup tinggi, karena suatu batang baja yang menerima tegangan tarik yang tinggi akan mengalami regangan tarik cukup besar sebelum terjadi
keruntuhan. 5. Beberapa keuntungan lain pemakaian baja sebagai material konstruksi adalah
kemudahan penyambungan antarelemen yang satu dengan lainnya menggunakan alat sambung las atau baut.
Selain keuntungan-keuntungan yang disebutkan tersebut, material baja juga memiliki beberapa kekurangan, terutama dari sisi pemiliharaan. Konstruksi
baja yang berhubungan langsung dengan udara atau air, secara periodik harus dicat. Perlindungan terhadap bahaya kebakaran juga harus menjadi perhatian yang
serius, sebab material baja akan mengalami penurunan kekuatan secara drastis akibat kenaikan temperatur yang cukup tinggi, disamping baja juga merupakan
konduktor panas yang baik, sehingga nyala api dalam suatu bangunan justru dapat menyebar dengan lebih cepat. Kelemahan lain dari struktur baja adalah masalah
tekuk yang merupakan fungsi dari kelangsingan suatu penampang.
II.5 Sifat Bahan Beton
Beton dapat dipakai dengan mencampurkan bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan
menambahkan secukupnya bahan perekat berupa semen dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan
beton berlangsung. Semen berfungsi sebagai pengikat, agregat sebagai bahan pengisi, serta air sebagai bahan penyatu bahan-bahan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
13
Kekuatan tekan beton ditentukan oleh pengaturan perbandingan semen, agregat kasar dan halus, air dan berbagai jenis bahan campur. Kekuatan beton
cukup tinggi, dengan pengolahan khusus dapat mencapai 700 kgcm
2
. Kuat tekan beton relatif tinggi dibanding dengan kuat tariknya, yaitu kuat tarik beton antara
9 - 15 kuat tekannya. Selain itu, beton merupakan bahan yang bersifat getas. Berbeda dengan baja, modulus elastisitas beton adalah berubah-ubah
menurut kekuatan. Modulus elastisitas juga beragantung kepada umur beton, sifat- sifat dari agregat dan semen, kecepatan pembebanan, jenis dan ukuran benda uji.
II.6 Pembebanan Jembatan
Sebelum melakukan analisis perhitungan struktur jembatan seorang perencana harus mencermati beban-beban yang akan bekerja yang disesuaikan
dengan peraturan yang berlaku. Peraturan pembebanan yang tersedia sangatlah banyak, sehingga menyulitkan perencana untuk menentukan peraturan mana yang
harus ia pakai. Peraturan-peraturan tersebut diantaranya AASHTO, PPPJJR 1989, BMS 1992, dan RSNI 2005. Pada tugas akhir ini peraturan pembebanan yang
digunakan sebagai acuan adalah peraturan RSNI 2005. Beban yang bekerja pada jembatan merupakan kombinasi dari beberapa
macam aksi rencana pembebanan. Aksi rencana pembebanan digolongkan kedalam aksi tetap dan transien.
Universitas Sumatera Utara
14
Tabel 2.5 Berat isi untuk beban mati kNm
3
No. Bahan
Beratsatuan isi kNm
3
Kerapatan masa kgm
3
1 Campuran aluminium
26.7 2720
2 Lapisana permuakaan beraspal
22.0 2240
3 Besi tuang
71.0 7200
4 Timbunan tanah dipadatkan
17.2 1760
5 Kerikil dipadatkan
18.8 - 22.7 1920 – 2320
6 Aspal beton
22.0 2240
7 Beton ringan
12.25 – 19.6 1250 – 2000
8 Beton
22.0 – 25.0 2240 – 2560
9 Beton prategang
25.0 – 26.0 2560 – 2640
10 Beton bertulang
23.5 – 25.5 2400 – 2600
11 Timbal
111 11400
12 Lempung lepas
12.5 1280
13 Batu pasangan
23.5 2400
14 Neoprin
11.3 1150
15 Pasir kering
15.7 – 17.2 1600 – 1760
16 Pasir basah
18.0 – 18.8 1840 – 1920
17 Lumpur lunak
17.2 1760
18 Baja
77.0 7850
19 Kayu ringan
7.8 800
20 Kayu keras
11.0 1120
21 Air murni
9.8 1000
22 Air garam
10.0 1025
23 Besi tempa
75.5 7680
Sumber : Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
II.6.1 Aksi tetap
Menurut RSNI 2005, aksi tetap adalah aksi yang bekerja sepanjang waktu dan merupakan beban yang secara tetap dipikul oleh jembatan. Pembebanan
akibat aksi tetap terdiri dari :
Universitas Sumatera Utara
15
a. Berat sendiri Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan
elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap, seperti pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Faktor beban untuk berat sendiri Jangka
waktu Faktor beban
K
S;;MS;
K
U;;MS
Biasa Terkurangi
Tetap Baja, aluminium 1,0
Beton pracetak 1,0 Beton dicor di tempat 1,0
Kayu 1,0 1,1
1,2 1,3
1,4 0,9
0,85 0,75
0,7
Sumber : Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
b. Beban mati tambahan Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu
beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Faktor beban mati tambahan
ditunjukkan pada tabel 2.7. Tabel 2.7. Faktor beban mati tambahan
Jangka waktu
Faktor beban KS;;MA
KU;;MA; Biasa
Terkurangi Tetap
Keadaan umum 1,0 1 Keadaan khusus 1,0
2,0 1,4
0,7 0,8
CATATAN 1 Faktor beban daya layan 1.3 digunakan untuk berat utilitas
Sumber : Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Beban mati tambahan berupa berat kerb, trotoar, tiang sandaran, dan lain-lain yang dipasang setelah pelat dicor.
Universitas Sumatera Utara
16
II.6.2 Aksi Transien
Aksi transien adalah aksi akibat pembebanan sementara dan bersifat berulang ulang seperti beban lalu lintas beban lajur “D” atau beban “T”, beban
rem, aliran air banjir, dan lain sebagainya. Secara umum, yang menjadi penentu dalam perhitungan jembatan dengan
bentang sedang sampai panjang adalah beban “D”, sedangkan beban “T” digunakan untuk bentang pendek.
1. Aksi lalu lintas Lajur lalu lintas rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. jumlah
maksimum lajur lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa dilihat pada tabel berikut, lajur lalu lintas rencana harus disusun sejajar dengan
sumbu memanjang jembatan.
a. Beban lajur “D” Beban lajur “D” bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan
menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya.
Tabel 2.8 Faktor beban akibat beban lajur “D” Jangka
waktu Faktor beban
K K
Transien 1,0
1,8
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Universitas Sumatera Utara
17
Jumlah total beban lajur “D” yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.
Tabel 2.9 Jumlah lajur lalu lintas rencana Tipe jembatan
1 Lebar jalur
kendaraan m 2 Jumlah lajur lalu
lintas rencana n
1
Satu lajur 4,0 – 5,0
1 Dua arah, tanpa median
5,5 - 8,25 11,3 – 15,0
2 3 4
Banyak arah 8,25 – 11,25
11,3 – 15,0 15,1 – 18,75
18,8 – 22,5 3
4 5
6
CATATAN 1 unruk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan oleh instansi yang
berwenang CATATAN 2 lebar lajur kendaraan adalah jarak minimum antara
kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb rintangan median dengan median
untuk banyak arah
CATATAN 3 lebar minimum yang aman untuk dua lajur kendaraan adalah 6.0 m. lebar jembatan antara 5.0
m sampai 6.0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi
seolah olah memungkinkan untuk menyiap.
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Beban lajur “D” terdiri dari beban tersebar merata BTR yang digabungkan dengan beban garis BGT seperti terlihat dalam gambar 2.1
Universitas Sumatera Utara
18
Gambar 2.1 Beban lajur “D”
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
a.1. Beban terbagi rata
Beban ini dilambangkan q kPa dengan intensitas beban bergantung pada panjang bentang total yang dibebani, besarnya beban yaitu sebagai berikut :
L ≤ 30 m ; q = 9,0 kPa
L 30 m ; � = 9,0 �0,5 +
15 �
� kPa atau dapat dilihat pada grafik dibawah Dengan :
Q adalah intensitas beban terbagi rata dalam arah memanjang jembatan kPa L adalah panjang total jembatan yang dibebani meter.
Gambar 2.2 Beban “D” : beban terbagi rata vs panjang bentang yang dibebani.
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Universitas Sumatera Utara
19
a.2 Beban garis terpusat Beban garis ini dilambangkan dengan ρ kNm dengan arah yang tegak
lurus terhadap arus lalu lintas pada jembatan. Besar beban garis yaitu 49 kNm. Faktor beban dinamik FBD untuk beban lajur garis “D” dapat dilihat dalam
gambar berikut :
Gambar 2.3 Faktor beban dinamis untuk beban garis untuk pembebanan lajur “D”
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Beban “D” harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan
BGT dari beban “D” pada arah melintang harus sama. Penempatan beban ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban “D” harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 .
2. apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban “D” harus ditempatkan pada jumlah lajur lalu lintas rencana n
1
yang berdekatan tabel 2.3, dengan intensitas 100 . Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar n
1
x 2,75 q kNm dan beban terpusat ekuivalen sebesar n
1
x 2,75 ρ kN, kedua-duanya bekerja berupa strip pada jalur selebar n
1
x 2,75 m.
Universitas Sumatera Utara
20
3. lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban “D” tambahan harus ditempatkan pada seluruh
lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50 . Susunan pembebanan ini bisa dilihat dalam gambar berikut :
Gambar 2.4 Penyebaran pembebanan pada arah melintang
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
b. Beban truk “T” Beban truk “T” adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan
pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana RSNI 2005. Tabel 2.10 Faktor beban akibat pembebanan truk “T”
Jangka waktu
Faktor beban K
S;;TT;
K
U;;TT;
Transien 1,0
1,8
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Universitas Sumatera Utara
21
Dalam perencanaan hanya diterapkan satu truk tiap lajur rencana. Jarak antara 2 as truk tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m agar
diperoleh pembebanan maksimum pada arah memanjang jembatan. Besar pembebanan dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.5 Pembebanan truk “T” 500 kN
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan
dengan : 1. menyebar beban truk tunggal “T” pada balok memanjang sesuai dengan faktor
yang diberikan dalam dibawah ini.
Universitas Sumatera Utara
22
Tabel 2.11 Faktor distribusi untuk pembebanan truk “T” Jenis bangunan atas Jembatan jalur tunggal
Jembatan jalur majemuk Pelat lantai beton
diatas :
Balok baja I atau balok
pratekan
Balok beton bertulang T
Balok kayu
S4,2 bila S 3,0 m
lihat catatan 1 S4,0
bila S 1,8 m lihat catatan 1
S4,8 bila S 3,7 m
lihat catatan 1 S3,4
bila S 4,3 m lihat catatan 1
S3,6 bila S 3,0 m
lihat catatan 1 S4,2
bila S 4,9 m lihat catatan 1
Lantai papan kayu S2,4
S2,2 Lantai baja
gelombang tebal 50 mm atau lebih
S3.3 S2,7
Kisi-kisi baja :
Kurang dari tebal 100
mm
Tebal 100
mm atau lebih
S2,6
S3,6 bila S 3,6 m
lihat catatan 1 S2,4
S3,0 bila S 3,2 m
lihat catatan 1 CATATAN 1 dalam hal ini, beban pada tiap balok memanjang
adalah reaksi beban roda dengan menganggap lantai antara gelagar sebagai balok sederhana
CATATAN 2 geser balok dihitung untuk beban roda dengan reaksi 2S yang disebarkan oleh S faktor
≥ 0,5 CATATAN 3 S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang m
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Universitas Sumatera Utara
23
2. momen lentur ultimit rencana akibat pembebanan truk “T” yang diberikan dapat digunakan untuk pelat lantai yang membentangi gelagar atau balok
dalam arah melintang dengan bentang antara 0,6 dan 7,4 m. 3. bentang efektif S diambil sebagai berikut :
i. Untuk pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding tanpa
peninggian, S = bentang bersih ii.
Untuk pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan berbeda untuk tidak dicor menjadi kesatuan, S = bentang bersih + setengah lebar dudukan
tumpuan. Faktor beban dinamis FBD merupakan hasil pengaruh antara beban
kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Untuk pembebanan truk ditetapkan sebesar 30 . Harga ini dikhususkan untuk bangunan yang berada di atas
permukaan tanah.
2. Gaya rem Pengaruh gaya rem diperhitungkan senilai dengan 5 dari beban lajur D
yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja
horizontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 m diatas permukaaan lantai kendaraan.
Tabel 2.12 Faktor beban akibat gaya rem Jangka waktu
Faktor beban K
S;;TB;
K
U;;TB;
Transien 1,0
1,8
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Universitas Sumatera Utara
24
Pembebaban lalu lintas 70 dan faktor pembesaran diatas 100 BGT dan BTR tidak berlaku untuk gaya rem.
3. Beban pejalan kaki Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung
memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa. Apabila trotoar memungkinkan digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak, maka
trotoar harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar 20 kN.
Tabel 2.13 Faktor beban akibat pejalan kaki Jangka
waktu Faktor beban
K
S;;TP;
K
U;;TP;
Transien 1,0
1,8
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
II.6.3 Aksi Lingkungan
1. Pengaruh temperatursuhu Kondisi temperatursahu sangat berpengaruh pada beban yang bekerja
pada jembatan karena akan berpengaruh pada kembang susut material jembatan. Faktor akibat beban pengaruh temperatursuhu dapat dilihat di tabel 2.14.
Tabel 2.14 Faktor beban akibat pengaruh temperatursuhu Jangka waktu
Faktor beban K
S;;ET;
K
U;;ET
Biasa Terkurangi Transien
1,0 1,2
0,8
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Universitas Sumatera Utara
25
Secara umum temperatur jembatan berbeda sesuai dengan tipe bangunan atas yang digunakan dan sifat bahannya.
Tabel 2.15 Temperatur jembatan rata-rata nominal Tipe bangunan atas
Temperatur jembatan rata-rata minimum 1
Temperatur jembatan rata-rata maksimum
Lantai beton diatas gelagar atau boks beton
15
o
C 40
o
C Lantai beton diatas gelagar,
boks atau rangka baja 15
o
C 40
o
C Lantai pelat baja diatas
gelagar, boks atau rangka baja
15
o
C 40
o
C CATATAN 1 temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5
o
C untuk lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari
500 m diatas permukaan laut
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Tabel 2.16 Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur Bahan
Koefisien perpanjangan akibat suhu Modulus elastisitas
MPa Baja
12 x 10
-6
per
o
C 200.000
Beton : Kuat tekan 30 MPa
Kuat tekan 30 MPa 10 x 10
-6
per
o
C 11 x 10
-6
per
o
C 25.000
34.000 Aluminium
24 x 10
-6
per
o
C 70.000
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Momen akibat temperatur ditunjukkan persamaan : � =
�
�
�
�
�∆� ℎ
2.1 Gaya lintang akibat temperatur ditunjukkan persamaan :
� = �
�
�∆��
�
2.2
Universitas Sumatera Utara
26
2. Beban angin Kondisi angin pada suatu tempat merupakan beban yang akan bekerja
pada struktut jembatan tertentu dan menjadi faktor yang diperhitungkan pada rencana pembebanan. Faktor beban akibat beban angin terdapat ditabel 2.17.
Tabel 2.17 Faktor beban akibat beban angin Jangka waktu
Faktor beban K
S;;EW
K
U;;EW
Transien 1,0
1,2
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut :
�
��
= 0,0006. �
�
. �
� 2
�
�
[ ��]
2.1 Dengan pengertian :
V
W
= kecepatan angin rencana ms. unutk keadaan batas yang ditinjau C
W
= koefisien seret A
b
= luas koefisien bagian samping jembatan m
2
Jika kendaraan melewati jembatan maka akan bekerja garis merata dengan arah horizontal dipermukaan lantai menururt RSNI T-02-2005 besar kecepatan
angin rencana V
W
pada kondisi tersebut ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
�
��
= 0,0012. �
�
. �
� 2
�
�
[ ��]
2.2 Dengan pengertian :
V
W
= kecepatan angin rencana ms untuk keadaan batas yang ditinjau C
W
= koefisien seret
Universitas Sumatera Utara
27
Tabel 2.18 Koefisien seret Tipe jembatan
C
W
Bangunan atas masif : 1, 2 bd = 1,0
bd = 2,0 bd
≥ 6,0 2,1 3
1,5 3 1,25 3
Bangunan atas rangka 1,2
CATATAN 1 b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi sandaran yang masif
CATATAN 2 untuk harga antara dari bd bisa di interpolasi linear CATATAN 3 apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, C
w
harus Dinaikkan sebesar 3 untuk setiap derajat superelevasi, dengan
Kenaikan maksimum 2,5
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Tabel 2.19 Kecepatan angin rencana Keadaan batas
Lokasi Sampai 5 km dari pantai 5 km dari pantai
Daya layan 30 ms
25 ms Ultimit
35 ms 30 ms
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
3. Gesekan pada perletakan Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari
perletakan elastomer. Faktor beban akibat beban gesekan tumpuan menurut RSNI T-02-2005 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.20 Faktor beban akibat gesekan pada perletakan Jangka waktu
Faktor beban K
S;;FB
K
U;;FB
Biasa Terkurangi Transien
1,0 1,3 0,8
CATATAN 1 Gaya akibat gesekan pada perletakan terjadi selamanya adanya pergerakan. Pada bangunan atas tetapi gaya sisa mungkin
terjadi setelah pergerakan berhenti. Dalam hal ini gesekan pada perletakan harus memperhitungkan adanya pengaruh tetap yang
cukup besar.
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Universitas Sumatera Utara
28
Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung hanya menggunakan beban tetap, dan harga rata-rata dari koefisien gesekan pada perletakan jembatan dapat
dilihat pada tabel 2.21. Tabel 2.21 Koefisien gesekan perletakan
Jenis tumpuan Koefisien gesekan
� A. Tumpuan rol baja
1. dengan 1 atau 2 rol 2. dengan 3 atau lebih
0,01 0,05
B. Tumpuan gesekan 1. antara baja dengan campuran tembaga keras dan baja
2. antara baja dengan baja atau besi tuang 3. antara karet dengan bajabeton
0,15 0,25
0,15-0,18
Sumber :Bambang S. dan A.S. Muntohar, Jembatan, hal. 46
4. Beban akibat aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu Konstruksi jembatan sangat rentan terhadap beban aliran air khususnya
beban air saat banjir. Saat banjir beban akibat aliran air dapat bertambah besar akibat adanya penumpukan sampah dan tumbukan batang kayu pada pilar
jembatan. Tabel 2.22 Faktor beban akibat aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan
batang kayu Jangka waktu
Faktor beban K
S;;EF;
K
U;;EF;
Transien 1,0
Lihat tabel 2.23
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Universitas Sumatera Utara
29
Tabel 2.23 Periode ulang banjir untuk kecepatan air Keadaan batas
Periode ulang banjir
Faktor beban Daya layan untuk semua jembatan
20 tahun 1,0
Ultimit : Jembatan besar dan penting 1
Jembatan permanen Gorong-gorong 2
Jembatan sementara 100 tahun
50 tahun 50 tahun
20 tahun 2,0
1,5 1,0
1,5
CATATAN 1 Jembatan besar dan penting harus ditentukan oleh instansi yang berwenang
CATATAN 2 Gorong-gorong tidak mencakup bangunan drainase
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung kepada kecepatan sebagai berikut :
�
��
= 0,5. �
�
. �
� 2
�
�
[ ��]
2.3 Dengan pengertian :
V
s
= kecepatan air rata-rata ms untuk keadaan batas yang ditinjau. Yang dimaksud dalam pasal ini, kecepatan batas harus dikaitakan dengan
periode ulang dalam tabel 2.23 C
D
= koefisien seret – lihat gambar 2.6 A
d
= Luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran m
2
dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran –lihat gambar 2.7
Universitas Sumatera Utara
30
Gambar 2.6 Koefisien seret dan angkat untuk bermacam-macam bentuk pilar
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Gambar 2.7 Luas proyeksi pilar untuk gaya-gaya aliran
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Menururt RSNI T-02-2005 besarnya gaya akibat benda hanyutan dihitung dengan menggunakan persamaan :
�
��
= 0,5. �
�
. �
� 2
. �
�
[ ��]
2.4
Universitas Sumatera Utara
31
Dengan pengertian : V
s
= kecepatan air rata-rata ms untuk keadaan batas yang ditinjau. Yang dimaksud dalam pasal ini, kecepatan batas harus dikaitakan dengan
periode ulang dalam tabel 2.23 C
D
= koefisien angkat – lihat gambar 2.6 A
d
= Luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran m
2
dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran –lihat gambar 2.7
Menurut RSNI T-02-2005 besarnya gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap bahwa batang dengan massa minimum sebesar
2 ton hanyut pada kecepatan aliran rencana harus bisa ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan lendutan elastis ekuivalen dari pilar dengan rumus :
�
��
=
��
� 2
�
[ ��]
2.5 Dengan pengertian :
M = massa batang kayu = 2 ton V
a
= kecepatan air permukaan ms pada keadaan batas yang ditinjau. dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai
bentuk diagram kecepatan aliran air dilokasi jembatan, V
a
bisa diambil 1,4 kali kecepatan rata-rata V
s
. d = lendutan elastis ekuivalen m – lihat tabel 2.24
Universitas Sumatera Utara
32
Tabel 2.24 Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu Tipe pilar
d m Pilar beton masif
Tiang beton perancah Tiang kayu perancah
0,075 0,150
0,300
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Kombinasi gaya akibat aliran air harus melihat kondisi DAS disekitar lokasi jembatan, sehingga kombinasi yang dilakukan benar-benar sesuai dengan
besarnya beban aliran yang akan terjadi.
II.6.4 Aksi Khusus Beban gempa
Beban rencana gempa minimum diperoleh dari rumus berikut : �
�� ∗
= �
ℎ
. �. �
�
2.6 Dimana :
�
ℎ
= �. �
2.7 Dengan pengertian :
T
EQ
= gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau kN K
h
= koefisien beban gempa horizontal C = koefisien geser dasar untuk daerah, waktu dan kondisi setempat
Yang sesuai I = Faktor kepentingan
S = Faktor tipe bangunan W
T
= berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan Gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban mati
Tambahan kN.
Universitas Sumatera Utara
33
Aksi khusus yang dianalisa sebagai beban yang bekerja pada struktur jembatan adalah beban akibat gempa. Pemilihan prosedur perencanaan tergantung
pada tipe jembatan, besarnya koefisien akselerasi gempa dan tingkat kecermatan. Terdapat empat prosedur analisis, dimana prosedur 1 dan 2 sesuai untuk
perhitungan tangan dan digunakan untuk jembatan beraturan yang terutama bergetar dalam moda pertama kategori kinerja seismik A dan B. prosedur 3
dapat diterapkan pada jembatan yang tidak beraturan yang bergetar dalam beberapa moda sehingga diperlukan program analisis rangka ruang dengan
kemampuan dinamis kategori kinerja seismik C. prosedur 4 diperlukan untuk struktur utama dengan geometrik yang rumit atau berdekatan dengan patahan
gempa aktif. kateori kinerja seismik C secara lengkap dapat dilihat pada tabel 2.25 dan 2.26
Gambar 2.8 Prosedur analisis tahan gempa
Sumber :Peraturan gempa untuk Jembatan, RSNI 2004
Universitas Sumatera Utara
34
Tabel 2.25 Kategori kinerja seismik Koefisien percepatan
puncak di batuan dasar Ag
Klasifikasi kepentingan I Jembatan utama dengan
faktor keutamaan 1,25 Klasifikasi kepentingan II
Jembatan biasa dengan faktor keutamaan 1
≥0,30 0,20-0,29
0,11-0,19 ≤0,10
D C
B A
C B
B A
Sumber :Peraturan gempa untuk Jembatan, RSNI 2004
Tabel 2.26 Prosedur analisis berdasarkan kategori perilaku seismik A-D Jumlah bentang
D C B A Tunggal sederhana
2 atau lebih menerus 2 atau lebih dengan 1 sendi
2 atau lebih dengan 2 atau lebih sendi Struktur rumit
1 2
3 3
4 1
1 2
3 3
1 1
1 1
2 -
- -
-
1
Sumber :Peraturan gempa untuk Jembatan, RSNI 2004
Tabel 2.27 Faktor tipe bangunan Tipe
jembatan 1 jembatan dengan daerah sendi
beton bertulang atau baja Jembatan dengan daerah sendi
beton prategang Prategang
parsial 2 Prategang
penuh 2 Tipe A 3
1,0F 1,15F
1,3F Tipe B 3
1,0F 1,15 F
1,3 F Tipe C
3,0 3,0
3,0 CATATAN 1 jembatan mungkin mempunyai tipe bangunan yang berbeda
pada arah melintang dan memanjang, dan tipe bangunan yang sesuai harus digunakan untuk masing-masing arah.
CATATAN 2 yang dimaksud dalam tabel ini, beton prategang parsial Mempunyai prapenegangan yang cukup untuk kira-kira
Mengimbangi pengaruh dari beban tetap rencana dan selebihnya Diimbangi oleh tulangan biasa. Beton prategang penuh
Mempunyai prapenegangan yang cukup untuk mengimbangi Pengaruh beban total rencana.
CATATAN 3 F = Faktor perangkaan = 1,25 – 0,025n ; F
≥ 1,00 n = jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral
pada masing-masing bagian monolit dan jembatan yang berdiri sendiri-sendiri misalnya : bagian-bagian yang
Universitas Sumatera Utara
35
dipisahkan oleh sambungan siar muai yang memberikan keleluasaan untuk bergerak dalam arah lateral secara sendiri
CATATAN 4
Tipe A = jembatan daktail bangunan atas bersatu dengan bangunan bawah Tipe B = jembatan daktail bangunan atas terpisah dengan bangunan bawah
Tipe C = jembatan tidak daktail tanpa sendi plastis Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
Besarnya beban akibat gempa ditentukan oleh percepatan batuan sesuai dengan konfigurasi lapisan tanah dan periode getar alami dari gempa itu sendiri.
a. Koefisien geser dasar C
elastis
percepatanakselerasi puncak PGA zona gempa indonesia dapat dilihat digambar 2.9. konfigurasi tanah terbagi dalam tiga jenis : tanah teguh dengan
kedalaman batuan 0-3 m, tanah sedang dengan kedalaman batuan 3-25 m, tanah lembek dengan kedalaman batuan melebihi 25 m secara rinci konfigurasi tanah
dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2.28 Koefisien profil tanah
S Tanah teguh
S Tanah sedang
S Tanah lembek
S
1
= 1,0 S
2
= 1,2 S
3
= 1,5
Sumber :Peraturan gempa untuk Jembatan, RSNI 2004
Koefisien geser dasar C
elastis
juga dapat ditentukan dengan rumus berikut : �
�������
=
1,2. �.�
�
23
dengan syarat �
�������
≤ 2,5� 2.8
Dengan pengertian : A = akselerasi puncak dibatuan dasar s, Tabel 2.28
T = periode alami struktur detik S = Koefisien profil tanah, Tabel 2.27
Universitas Sumatera Utara
36
Tabel 2.29 Akselerasi PGA di batuan dasar Zona
Rentang akselerasi puncak PGA Wilayah 1
0,53 – 0,60 Wilayah 2
0,46 – 0,50 Wilayah 3
0,36 – 0,40 Wilayah 4
0,26 – 0,30 Wilayah 5
0,15 – 0,20 Wilayah 6
0,05 – 0,10
Sumber :Peraturan gempa untuk Jembatan, RSNI 2004
b. Periode getar alami “T” Waktu dasar getaran jembatan yang digunakan untuk menghitung geser
dasar harus dihitung dari analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan yang memberikan kekakuan dan fleksibiliti dari sistem fondasi. Untuk bangunan yang
mempunyai satu derajat kebebasan yang sederhana, rumus yang digunakan : � = 2 ��
�
�
��
�
2.9 Dengan pengertian :
T = waktu getar dalam detik g = percepatan gravitasi mdt
2
W
TP
= berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan K
p
= kekakuan gabungan sebagai gaya horizontal yang diperlukan untuk menimbulkan satu satuan lendutan.
II.7 Kombinasi Pembebanan
Kombinasi beban pada umumnya didasarkan kepada beberapa kemungkinan tipe yang berbeda dari aksi yang bekerja secara bersamaan. Aksi
rencana ditentukan dari aksi nominal, yaitu dengan mengalikan aksi nominal
Universitas Sumatera Utara
37
dengan faktor beban. Seluruh pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor beban yang sama, apakah itu biasa atau terkurangi. Disini keadaan paling
berbahaya maksimum harus dijadikan acuan dalam perencanaan pembebanan. Kombinasi pembebanan didasarkan pada batas daya layan dan batas daya
ultimit. Batas daya layan adalah kemampuan material elemen struktur menahan beban yang bekerja. Batas daya ultimit adalah kemampuan material elemen
struktur menahan beban dengan mengalikannya dengan faktor beban sehingga tegangan pada material setara dengan tegangan leleh.
Tabel 2.30 Kombinasi beban umum untuk keadaan batas ultimit Aksi
Ultimit
Lihat catatan dalam
peraturan
1 2
3 4
5 6
Aksi tetap : Berat sendiri
Beban mati tambahan X
X X
X X
X 1
Aksi transien : Beban lajur “D” atau beban truk “T”
X O
O O
O Gaya rem atau gaya sentrifugal
X O
O O
2 Beban pejalan kaki
X Gesekan perletakan
O O
O O
O 34
Pengaruh suhu O
O O
O O
3 Aliranhanyutanbatang kayu dan
hidrostatikapung O
X O
O 5
Beban angin O
O X
O Aksi Khusus :
Gempa X
6 Beban pelaksanaan
X “X” berarti beban yang selalu aktif
“O” berarti beban yang boleh dikombinasi dengan beban aktif,
tunggal atau seperti ditunjukkan Aksi permanen “X” KBU +
Beban aktif “X” KBU + 1 beban “O” KBL
CATATAN 1 Beberapa aksi tetap bisa berubah menurut waktu secara perlahan-lahan. Kombinasi beban untuk aksi demikian harus dihitung dengan harga rencana
Maksimum dan minimum untuk menentukan pengaruh yang paling berbahaya. CATATAN 2 Tingkat keaadaan batas dari gaya sentrifugal dan gaya rem tidak terjadi secara
Universitas Sumatera Utara
38
Bersamaan. Untuk faktor beban ultimit terkurangi untuk beban lalu lintas Vertikal dalam kombinasi dengan gaya rem.
CATATAN 3 Pengaruh temperatur termasuk pengaruh perbedaan temperatur didalam Jembatan, dan pengaruh perubahan temperatur pada seluruh jembatan. Gesekan
Pada perletakkan sangat erat kaitannya dengan pengaruh temperatur akan tetapi Arah aksi dari gesekan pada perletakkan akan berubah, tergantung pada arah
Pergerakan dari perletakkan atau dengan kata lain, apakah temperatur itu naik Atau turun. Pengaruh temperatur tidak mungkin kritis pada keadaan batas ultimit
Kecuali bersamaan dengan aksi lainnya. Dengan demikian temperatur hanya Ditinjau sebagai kontribusi pada tingkat daya layan.
CATATAN 4 Gesekan pada perletakkan harus ditinjau bila sewaktu-waktu aksi lainnya Memberikan pengaruh yang cenderung menyebabkan gerakan arah horisontal
Pada perletakkan tersebut. CATATAN 5 Semua pengaruh dari air dapat dimasukkan bersama-sama
CATATAN 6 Pengaruh gempa hanya ditinjau pada keadaan batas ultmit.
Sumber :Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02-2005
II.8 Komponen Struktur Komposit Beton dan Baja