Pengaruh religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang
PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP KECEMASAN
MENGHADAPI PERNIKAHAN PADA ORANG
DEWASA YANG MELAJANG
Skripsi
Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
EVA FAROHA
107070000524
FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2011 M/1432 H
(2)
PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP KECEMASAN
MENGHADAPI PERNIKAHAN PADA ORANG
DEWASA YANG MELAJANG
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat-Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
EVA FAROHA
107070000524
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Drs, Rachmat Mulyono, M.Si. Psi M. Avicenna, M.HSc. Psy NIP. 196502201999031003 NIP. 197709062001121004
FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2011 M/1432 H
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP KECEMASAN MENGHADAPI PERNIKAHAN PADA ORANG DEWASA YANG MELAJANG telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 08 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 08 Desember 2011
Sidang Munaqasyah
Dekan/Ketua Pembantu Dekan/Sekretaris
Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 130885522 NIP. 19561223198302001
Anggota
Dra, Netty Hartati, M.Si Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi NIP. 195310021983032001 NIP. 196502201999031003
M. Avicenna, M.HSc. Psy NIP. 197709062001121004
(4)
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Eva Faroha NIM : 107070000524
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Religiusitas Terhadap Kecemasan Menghadapi Pernikahan Pada Orang Dewasa Yang Melajang” adalah benar merupakan karya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam menyusun skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam
penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar
pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan
undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari
karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, Oktober 2011
Eva Faroha NIM 107070000524
(5)
Karya Sederhana ini Ku Persembahkan
Teruntuk Keluarga Ku Tercinta,
Orang-orang Yang Ku Sayang dan
Yang Menyayangi Ku
Semoga Allah SWT Memberikan Kebahagiaan
di Dunia dan Akhirat
(6)
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Oktober 2011
(C) Eva Faroha
(D) Pengaruh Religiusitas Terhadap Kecemasan Menghadapi Pernikahan Pda Orang Dewasa Yang Melajang
(E) Halaman : xviii + 92 Halaman + 41 Lampiran
(F) Permasalahan manusia, dewasa ini sangat kompleks dan beragam. Satu diantaranya adalah kondisi kecemasan. Kondisi kecemasan seseorang bisa menjadi lebih parah apabila dalam pikirannya tidak tertanam kekuatan untuk mengatasinya. Terkadang, pada diri seseorang yang akan menikah untuk yang pertama kalinya ada suatu rasa tidak siap untuk melaksanakan pernikahan. Masalah dapat muncul setiap saat. Hal ini membutuhkan kesiapan yang matang untuk menghadapinya.Dalam hal ini, sebuah pernikahan adalah suatu yang sangat sakral, banyak orang yang cemas dan khawatir dibuatnya, yang merubah sikap seseorang menjadi berpikir hal-h al yang tidak baik, akan tetapi jika seseorang dibekali dengan pemahaman tentang religiusitas dalam dirinya maka orang tersebut akan berpikir baik tentang pernikahan dan dijauhkan dari rasa cemas dan khawatir yang ditimbulkan dalam menghadapi pernikahan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan analisis regresi untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai pengaruh religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan.
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 301, kemudian yang dijadikan sampel dalam penelitian ini terdiri dari 75 responden dengan tehnik non probability sampling . Masing-masing responden diberikan angket dengan jumlah item sebanyak 44 item yang terdiri dari 29 item skala religiusitas dan 15 item skala kecemasan.
Kesimpulan penelitian ini adalah tidak ada pengaruh signifikan religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang dengan nilai signifikansi sebesar 0,353 atau P > 0,05, akan tetapi secara koefisien terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kecemasan menghadapi pernikahan dengan nilai signifikan sebesar 0.008 atau p< 0,05. Adapun nilai R Square (R2) dari semua variabel penelitian yang telah diujikan adalah sebesar 0,194 atau 19,4% dan sisanya sebesar 80,6% dapat disebabkan oleh aspek atau faktor lainnya yang dapat memberikan pengaruh terhadap kecemasan menghadapi pernikahan. Sedangkan dari ke-13 IV yang ada, terdapat satu IV yang memiliki pengaruh dan taraf signifikansi yang tinggi terhadap kecemasan menghadapi pernikahan, yakni Islamic religious
(7)
struggle. Adapun variabel lainnya bila diujikan satu per satu, tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecemasan menghadapi pernikahan.
Berdasarkan hasil tersebut diharapkan kepada seluruh kalangan masyarakat khususnya kepada orang dewasa yang melajang agar lebih mengontrol kondisi psikis masing-masing, sehingga pada saat menghadapi suatu masalah yang terjadi pada individu dapat terselesaikan dengan baik. Dalam hal ini sebaiknya mengikuti kegiatan yang bersifat positif yang dapat mengurangi kecemasan, yakni kecemasan dalam menghadapi pernikahan atau yang lainnya.
(8)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim.
Puji dan syukur kupersembahkan kehadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan
berbagai nikmat, taufik dan hidayah kepada hamba-Nya. Shalawat beserta salam
senantiasa tercurah kepada junjungan alam, penegak keadilan, pemberantas
kedzaliman umat yakni Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan
semua umat manusia yang selalu berusaha melaksanakan sunahnya.
Akhirnya, berakhir juga langkah awal dari sebuah perjuangan panjang
yang penuh kerja keras dan doa. Meskipun penulis menemui banyak hambatan
dan rintangan dalam proses penyusunan skripsi yang ditujukan untuk memenuhi
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya lah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Religiusitas Terhadap Kecemasan Mengahadapi Pernikahan Pada Orang Dewasa Yang Melajang.” Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan yang diperoleh bukanlah
semata-mata hasil usaha penulis sendiri, melainkan berkat do’a, dukungan,
bantuan, dorongan dan bimbingan yang tidak ternilai harganya dari pihak-pihak
lain. Ucapan terimakasih tak terhingga, penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, dekan Fakultas Psikologi, ibu Dra. Fadhila Suralaga,
M.Si, pembantu dekan I.
2. Bapak Drs. Rachmat Mulyono, M.Si Psi pembimbing I sekaligus dosen
(9)
yang telah berkenan meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya serta dengan
sabar memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, saran dalam menyelesaikan
tugas akhir ini.
3. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmunya kepada
penulis, dari awal perkuliahan hingga selesai skripsi ini. Para pegawai bidang
akademik dan kemahasiswaan, bagian keuangan, bagian umum, serta seluruh
civitas akademika Fakultas Psikologi atas bantuannya.
4. Kedua orang tua penulis yang sangat penulis cintai Ayahanda Abbas Syukur
dan Ibunda Aminah yang senantiasa dengan sabar mendidik, membesarkan,
memotivasi, memberi semangat dan memberikan dukungan baik moril
maupun materil dengan penuh kasih sayang yang tak terhingga dan tak pernah
putus, terima kasih sekali dengan kesabaranmu dan do’amu akhirnya skripsi
ini selesai juga. Ma’afkan Anandamu belum bisa membalas pengorbananmu,
semoga Allah Swt senantiasa memberikan curahan rahmat dan kasi
sayang-Nya, Aamiin.
5. Saudara kandung penulis terutama kepada kakanda tercinta Aminul Aziz, S.Ip
yang telah memberi semangat dan bantuan fasilitasnya sehingga skripsi ini
bisa selesai, beserta istrinya (Yuliyanti), kemudian tak tertinggal pula kepada
Suna’iyah beserta suami (Supriyadi), Wadihah, S.Hi, dan kepada adik-adik
tercinta penulis Hadi Muhadi dan Jami’atul Miladah, terima kasih atas
perhatian dan dorongan semangat dari kalianlah yang membuat penulis
(10)
6. Terima kasih banyak kepada yang terkasih Muhamad Amar yang telah
membantu penulis dengan do’a dan semangat kepada penulis agar tidak
pantang menyerah.
7. Kepada sahabat-sahabatku tercinta Samsul Arifin (Ipink), Leli Novianti (Leli),
Saryati, S.Ei (Lya), dan Safariyudin (Ari). Kalian benar-benar memberikan
warna-warni dalam kehidupan Penulis, yang selalu bersama baik suka maupun
duka. Semoga persahabatan kita tidak akan habis ditelan waktu.
8. Rekan-rekan pengurus & anggota KMC (Keluarga Mahasiswa Cilegon),
Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Psikologi Cabang Ciputat, dan
rekan-rekan PUI (Persatuan Umat Islam) Jakarta. Terima kasih atas proses
kekeluargaan dan berorganisasi yang sangat luar biasa.
9. Kepada teman-teman dan sahabatku yang membantu memberi semangat dan
membantu merampungkan skripsi ini: Jusra Nur Hasmi, Fitratul Yanah, Elis
Wiryanti Kusuma, Maya Nursita, Nuryati, Yurniati, Saiful Arif, Fredy
Kundarto, Aminudin, dan kak Adiyo R S.Psi.
10. Teman-teman psikologi angkatan 2007 khususnya kelas D yang tak mungkin
Penulis sebutkan satu persatu, serta teman-teman angkatan di atas dan di
bawah penulis, terima kasih banyak atas kebersamaannya dalam bersahabat
dan begitu pula atas pembelajarannya selama ini.
11. Terima kasih kepada seluruh masyarakat Kecamatan Purwakarta Kota Cilegon
(11)
Hanya asa dan doa yang dapat penulis panjatkan semoga pihak yang membantu
dalam penyelesaian skripsi ini mendapatkan ridho dan balasan yang berlipat
ganda dari Allah SWT, amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih cukup jauh dari kesempurnaan,
harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat, khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk
mengeksplorasinya lebih lanjut.
Jakarta, Oktober 2011
(12)
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Halaman Pernyataan ... iv
Abstrak ... vii
Kata Pengantar ... ix
Daftar Isi ... xiii
Daftar Tabel ... xvii
Daftar Gambar ... xviii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8
1.2.1 Pembatasan Masalah ... 8
1.2.2 Perumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 11
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 11
1.3.2 Manfaat Penelitia ... 11
1.4 Sistematika Penulisan ... 11
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan ... 13
2.1.1 Pengertian Kecemasan ... 13
2.1.2 Aspek-Aspek Kecemasan ... 17
2.1.3 Faktor-Faktor Kecemasan ... 18
2.1.4 Bentuk-Bentuk Kecemasan ... 19
2.1.5 Sumber-Sumber Kecemasan ... 20
(13)
2.2 Pernikahan……….... 22
2.2.1 Pengertian Perniakahan……… 22
2.3 Kecemasan Menghadapi Perniakahan………... 23
2.4 Religiusitas ... 23
2.4.1 Pengertian Religiusitas ... 23
2.4.2 Aspek-Aspek Religiusitas ... 27
2.4.3 Ciri-Ciri Sikap Keberagamaan Pada Masa Dewasa... 28
2.5 Dewasa ... 29
2.5.1 Definisi Dewasa ... 29
2.5.2 Masalah-Masalah Masa Dewasa……….. 31
2.5.3 Pembagian Masa Dewasa ... 32
2.6 Kerangka Berpikir ... 33
2.7 Hipotesis Penelitian ... 38
BAB 3 METODELOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ... 40
3.1.1 Pendekatan Penelitian ... 40
3.1.2 Metode Penelitian ... 40
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 41
3.2.1 Populasi Penelitian ... 41
3.2.2 Sampel Penelitian ... 41
3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 42
3.3 Variabel Penelitian ... 42
3.3.1 Identifikasi Variabel ... 43
3.3.2 Definisi Operasional ... 43
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 44
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ... 44
3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data ... 47
3.5 Uji Instrumen Penelitian ... 52
3.5.1 Uji Reliabilitas ... 52
(14)
3.6 Prosedur Penelitian ... 54
3.6.1 Tahap Persiapan ... 54
3.6.2 Tahap Pengambilan Data ... 55
3.6.3 Tahap Pengolahan Data ... 55
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Responden ... 56
4.2 Analisis Deskriptif ... 59
4.3 Uji Hipotesis ... 62
4.3.1 Uji Hipotesis Mayor ... 63
4.3.2. Uji Hipotesis Minor ... 65
4.4 Proporsi Varian ... 67
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 80
5.2 Diskusi ... 82
5.3 Saran ... 86
5.3.1 Saran Teoritis ... 86
5.3.2 Saran Praktis ... 86
Daftar Pustaka ... 88
(15)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Skor Item Skala Likert Variabel Kecemasan... 38
Tabel 3.2. Skor Item Skala Likert Variabel Religiusitas ... 38
Tabel 3.3. Blue Print Try OutSkala Kecemasan... 40
Tabel 3.4. Blue PrintSkala Kecemasan ... 40
Tabel 3.5. Blue Print Try Out Skala Religiusitas... 41
Tabel 3.6. Blue PrintSkala Religiusitas ... 43
Tabel 3.7 Kriteria Reliabilitas ... 45
Tabel 4.1. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49
Tabel 4.2. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia... 50
Tabel 4.3. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir 50 Tabel 4.4. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Status Bekerja... 51
Tabel 4.5. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 52
Tabel 4.6. Distribusi Skor Kecemasan... 52
Tabel 4.7. Kategorisaasi Skor Kecemasan... 53
Tabel 4.8. Distribusi Skor Religiusitas ... 53
Tabel 4.9. Kategorisaasi Skor Religiusitas ... 54
Tabel 4.10. Anova Analisi Regresi 8 Variabel ... 55
Tabel 4.11. Koefisien 13 Variabel ... 56
Tabel 4.12. Model SummaryAnalisis Regresi 13 Variabel ... 60
Tabel 4.13. Anova Analisis Regresi 13 Variabel... 60
Tabel 4.14. Model Summary Analisis Regresi 8 Variabel ... 61
Tabel 4.15 Koefisien Regresi 8 Variabel ... 62
(16)
DAFTAR GAMBAR
(17)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Memasuki alam kedewasaan, seorang laki-laki harus mempersiapkan diri untuk
dapat hidup dan menghidupi keluarganya, ia harus mulai bekerja mencari nafkah
dan membina kariernya. Kaum perempuan juga harus mempersiapkan diri untuk
berumah tangga. Di Indonesia masih terdapat risiko untuk dianggap “perawan
tua”, kalau belum mendapat pasangan pada umur tiga puluhan. Kalau ia berhasil
mendapatkan suami, maka timbul pula problem keluarga dan
problem-problem anak-anaknya. demikian seterusnya problem-problem itu berdatangan. Sarwono
(2009).
Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral dan titik awal dari sebuah
pembentukan keluarga serta peristiwa bersejarah dalam kehidupan manusia.
Pernikahan merupakan hubungan yang intim dan abadi serta menyatukan dua
individu untuk menjalani hidup bersama sebagai pasangan suami istri dengan
berbahagia. Dengan keadaan seperti itu seharusnya pernikahan tersebut tidak
menjadi hambatan atau kendala bagi tiap orang untuk merasakan kebahagiaan
dalam menghadapi pernikahannya. (Nastalia, 2008)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah
dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik
radliyallahu 'anhu berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
(18)
larangan yang keras." Dan beliau bersabda, "Nikahilah perempuan yang banyak
anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku di
hadapan para Nabi kelak di hari kiamat." “HR. Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu
Hibban” (Bayu, 2008).
Setiap orang yang sudah aqil baligh dapat melakukan suatu pernikahan
kapanpun ia mau asalkan ia sudah mampu. Orang yang dikatakan mampu adalah
orang yang nantinya dapat memenuhi kebutuhan keluarganya dari segi materi
maupun immateri. Oleh karena itu jika seseorang sudah mampu untuk menikah
maka menikahlah. (BKKBN Rubrik Remaja, 2006). Disamping itu Rasulullah
pernah berkata kepada Ali, "Hai Ali, ada tiga perkara yang jangan kamu tunda
pelaksanaannya, yaitu shalat apabila tiba waktunya, jenazah apabila sudah siap
penguburannya, dan wanita bila menemukan pria sepadan yang
meminangnya."(HR. Ahmad).
Tetapi pernikahan juga menjadi salah satu sumber kecemasan dan akan
menjadi hal yang tidak normal apabila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi
ancaman atau menjadi sangat ekstrem (Nastalia, 2008). Karena pada hakikatnya
suatu pernikahan banyak sekali hal-hal yang muncul dan terjadi pada diri
seseorang, salah satunya suatu kecemasan akan dirasakan oleh seseorang. Mereka
memikirkan banyak hal jika mereka menikah, yakni menjadi kepala rumah
tangga/ibu rumah tangga yang baik, memberi nafkah lahir dan batin untuk
keluarganya, dll.
Banyak sekali orang-orang dewasa yang merasakan cemas dalam
(19)
dirinya sudah menikah. Fenomena yang terjadi saat ini adalah banyak perempuan
dan laki-laki di usia cukup dengan kondisi kehidupan mapan namun masih enggan
untuk menikah karena berbagai sebab. Salah satu diantaranya adalah para wanita
lebih memikirkan karir atau berada pada sektor publik. Akhir-akhir ini fenomena
tersebut semakin banyak terjadi, tentunya hal ini terjadi karena dilatarbelakangi
oleh banyak hal. Sebagaian besar perempuan merasakan kecemasan dan ketakutan
berlebih hingga kemudian melahirkan berbagai situasi psikologis tanpa arah. Di
lain pihak, banyak perempuan yang justru menikmati masa lajangnya. Bagi
mereka hidup melajang merupakan sesuatu yang tidak perlu dikhawatirkan.
Perceraian atau ditinggal pasangan bisa jadi alasan yang membuat mereka enggan
untuk menikah. Trauma dengan kegagalan sebuah pernikahan bukan hal yang
baru lagi yang bisa mendorong orang untuk enggan membina rumah tangga lagi.
Dan masalah-masalah ini cukup mempengaruhi kondisi kejiwaan manusia.
Permasalahan manusia, dewasa ini sangat kompleks dan beragam. Satu
diantaranya adalah kondisi kecemasan. Kondisi kecemasan seseorang bisa
menjadi lebih parah apabila dalam pikirannya tidak tertanam kekuatan untuk
mengatasinya. Terkadang, pada diri seseorang yang akan menikah untuk yang
pertama kalinya ada suatu rasa tidak siap untuk melaksanakan pernikahan.
Masalah dapat muncul setiap saat. Hal ini membutuhkan kesiapan yang matang
untuk menghadapinya. Kemampuan pikir indifidu yang bersifat positif dalam
menghadapi setiap masalah sangat menentukan. (Asmarini, 2003)
Menurut pendapat Henderson dan Gillespie (dalam Fahmi) mengatakan
(20)
konflik jiwa (cemas), diantaranya adalah keadaan ekonomi, gagal dalam
kehidupan berkeluarga, gagal dalam bekerjaan dan yang lainnya.
Freud (dikutip dalam Fahmi) cemas berarti tidak lain dari bentuk lahir
dari proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika terjadinya frustasi dan
konflik. Cemas seperti proses lainnya juga, ada segi yang disadari dan yang tidak
disadari, segi yang disadari dari cemas tersebut tampak dalam rasa takut, ngeri,
rasa lemah, rasa dosa, rasa terancam dan seterusnya. Akan tetapi disamping
perasaan-perasaan tersebut, cemas mengandung pula proses-proses yang
kompleks dan bercampur baur, yang banyak bekerja tanpa disadari oleh individu,
yang berarti bahwa individu merasa takut tanpa mengetahui factor-faktor yang
mendorongnya kepada keadaan itu. Kemudian Freud (dikutip dalam Kuswara,
1991) membagi kecemasan kedalam tiga jenis, yakni: cemas obyektif (objective anxiety), cemas penyakit (neurotic anxiety), dan cemas moral (moral anxiety).
Post (dalam Trismiati, 2004) Kecemasan adalah kondisi emosional yang
tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti
ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem
syaraf pusat. Kecemasan seseorang dalam menghadapi pernikahan disebabkan
karena mereka takut tidak dapat menafkahi keluarga/memenuhi perekonomian
keluarga, takut karena belum bisa membina keluarga dengan baik.
Fenomena dalam sebuah buku yang saya temukan terdapat seorang yang
telah cukup usia untuk menikah akan tetapi dirinya takut untuk menikah. Ia
seorang pria berusia 38 tahun yang hingga saat ini masih merasa takut dan
(21)
dirinya menikah. Dirinya takut jika dirinya menikah dirinya tidak dapat memenuhi
kebutukan ekonomi keluarga, padahal dirinya sudah bekerja dan memiliki posisi
yang baik, dirinya menyadari bahwa seusianya seharusnya sudah menikah dan
menjadi seorang bapak. Menurutnya terdapat beberapa hal yang ikut andil yang
mendorong dalam pembentukan ketakutan dan kekhawatiran yang Ia alami,
seperti pengalaman yang ia rasakan dalam akhir-akhir ini yakni seorang
kekasihnya yang memiliki kehidupan yang pas-pasan, rekan-rekan kerjanya
semasa kuliah yang kebanyakan perempuan karena minimnya ekonomi yang
mereka rasakan mendorong mereka untuk bekerja meski mereka perempuan,
ibunya yang terlilit hutang, banyakanya rekan kerjanya sekarang yang di PHK.
Dari semua itu dalapat disimpulkan bahwa pria terebut ketakutan dan khawatir
dirinya tidak dapat memenuhi perekonomian keluarganya kelak jika sudah
menikah.(Budiman, 1999)
Fakta yang penulis lihat bahwa hidup membujang/ melajang terasa
semakin marak terjadi. Terlebih di sebuah perkotaan, seakan tak ada masalah
dalam kehidupan mereka. Begitu santai menapaki kehidupan dunia yang semakin
terasa keras. Banyak sekali orang-orang dewasa yang merasa keberatan jika
mereka meninggalkan masa lajang, mereka beranggapan bahwa separuh
kebebasannya akan tersita karenanya.
Pada tahun 2003, Sekitar 75% dari perempuan usia 20 hingga 40 dan 80%
laki-laki usia tersebut tidak menikah, disbanding dengan 36% dan 55% pada tahun
(22)
perempuan dan 33% laki-laki belum menikah hingga tahun 2003. (Fields, 2004
dikutip dalam Papalia, 2009).
Terdapat seseorang yang dewasa yang tetap memilih untuk melajang
karena mereka belum menemukan pasangan yang tepat, dan yang lain melajang
karena memilih. Makin banyak perempuan sekarang menunjang diri sendir, dan
terdapat lebih sedikit dorongan untuk menikah. Bebrapa orang ingin tetap bebas
mengambil resiko, bereksperimen, dan melakukan berbagai perubahan, mengejar
karier, melanjutkan pendidikan mereka, lebih merasa bahwa menyendiri itu
menyenangkan, dan ada juga yang menunda pernikahan atau menghindari
pernikahan karena takut bahwa bahwa pernikahan akan berakhir dengan
perceraian. (Papalia, 2009)
Apapun alasannya, menunda pernikahan sampai umur tua tak diharapkan,
selain tentunya tidak disukai oleh agama. Sebaliknya, mempercepat pernikahan
sangat dianjurkan, sebagaimana tersirat dalam ayat, "Dan nikahkanlah
orang-orang yang bersendirian di antara kamu, dan orang-orang-orang-orang yang layak (menikah)
dari hambar-hamba sahayamu, laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin,
Allah yang akan memampukan mereka dengan karuniaNya, dan Allah Maha Luas
Pemberian lagi Maha Mengetahui." (QS. An-Nur : 32).
Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suwanti (2003) yang
berjudul “Hubungan antara Kematangan Emosi Dan Tingkat Religiusitas Dengan
Kecemasan Dalam Menghadapi Pernikahan “ menghasilkan bahwa Peranan atau
sumbangan efektif kematangan emosi terhadap kecemasan dalam menghadapi
(23)
religiusitas terhadap kecemasan dalam menghadapi pernikahan = 25,595%. Total
sumbangan efektif = 49,2% ditunjukkan oleh R2 = 0,492. Yang artinya ada
hubungan yang sangat signifikan antara kematangan emosi dan tingkat religiusitas
dengan kecemasan dalam menghadapi pernikahan.
Seseorang yang kurang membekali dirinya dengan pengetahuan agama,
bimbingan dan arahan keagaman dalam kehidupannya, maka kondisi seperti ini
akan menjadi salah satu pemicu berkembangnya perilaku seseorang yang semakin
meningkat dan akan berdampak pada sikap dan perbuatannya, serta lebih
memudahkan seseorang untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama.
Menurut Wulff (dalam Raiya, 2006) "religion" berasal dari bahasa Latin
religio, beberapa ahli mengatakan awalnya digunakan untuk menunjuk lebih dari kekuatan manusia, yang membutuhkan seseorang untuk merespon dengan cara
tertentu untuk menghindari beberapa konsekuensi yang mengkhawatirkan.
Religiusitas adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan,
seberapa pelaksanaan ibadah dan akidah, dan seberapa dalam penghayatan atas
agama yang dianutnya. (Nashori & Muchtar, 2002)
Religiusitas memiliki peranan dalam penyesuaian diri. Penelitian oleh
Bergins, Masters dan Richards (dalam, Astuti, 1999) yang hasilnya bahwa
individu yang religius (dalam arti benar-benar menginternalisasikan
kepercayaankepercayaan agama mereka dan hidup dengan aturan agama itu secara
tulus dan ikhlas), dapat menyesuaikan diri dengan baik dan jarang mengalami
(24)
Oleh karena itulah penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Pengaruh Religiusitas Terhadap Kecemasan Menghadapi Pernikahan Pada Orang
Dewasa yang Melajang”
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah
Guna mengarahkan pelaksanaan penelitian ini, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini hanya dibatasi pada aspek “Pengaruh Religiusitas
Terhadap Kecemasan Menghadapi Pernikahan pada Orang Dewasa yang
Melajang.”
1. Cemas berarti tidak lain dari bentuk lahir dari proses emosi yang
bercampur baur, yang terjadi ketika terjadinya frustasi dan konflik. Cemas
seperti proses lainnya juga, ada segi yang disadari dan yang tidak disadari,
segi yang disadari dari cemas tersebut tampak dalam rasa takut, ngeri, rasa
lemah, rasa dosa, rasa terancam dan seterusnya. Akan tetapi disamping
perasaan-perasaan tersebut, cemas mengandung pula proses-proses yang
kompleks dan bercampur baur, yang banyak bekerja tanpa disadari oleh
individu, yang berarti bahwa individu merasa takut tanpa mengetahui
factor-faktor yang mendorongnya kepada keadaan itu. Cemas tersebut
terdiri dari cemas obyektif, cemas penyakit, dan cemas moral. (Freud,
dikutip dalam Fahmi)
2. Menurut Wulff (dalam Raiya, 2006) "religion" berasal dari bahasa Latin
(25)
lebih dari kekuatan manusia, yang membutuhkan seseorang untuk
merespon dengan cara tertentu untuk menghindari beberapa konsekuensi
yang mengkhawatirkan. Kemudian (Raiya, 2006) mengatakan terdapat
delapan aspek religiusitas trsebut, yakni: islamic dimension, islamic religious conversion,islamic positive religious coping, islamic negative religious coping, islamic religious struggle, islamic religious internalization-identification, islamic religious internalization-introjection, dan islamic religious exclusivism.
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian ini yaitu:
1. Apakah ada pengaruh Islamic Dimensions pada variabel religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang
melajang?
2. Apakah ada pengaruh Islamic Religious Conversion pada variabel religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang
dewasa yang melajang?
3. Apakah ada pengaruh Islamic Positive Religious Coping pada variabel religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang
dewasa yang melajang?
4. Apakah ada pengaruh Islamic Negative Religious Coping pada variabel religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang
(26)
5. Apakah ada pengaruhIslamic Religious Strugglepada variabel religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang
melajang?
6. Apakah ada pengaruhIslamic Religious Internalization-Identificationpada variabel religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada
orang dewasa yang melajang?
7. Apakah ada pengaruh Islamic Religious Internalization-Introjection pada variabel religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada
orang dewasa yang melajang?
8. Apakah ada pengaruh Islamic Religious Exclusivism pada variabel religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang
dewasa yang melajang?
9. Apakah ada pengaruh Jenis Kelamin (Gender) terhadap kecemasan
menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang?
10. Apakah ada pengaruh Usia terhaap kecemasan menghadapi pernikahan
pada orang dewasa yang melajang?
11. Apakah ada pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap kecemasan
menghadapi pernikahan pada orang dewasa yan melajang?
12. Apakah ada pengaruh Status Bekerja terhaap kecemasan menghadapi
pernikahan pada orang dewasa yang melajang?
13. Apakah ada pengaruh Suku Bangsa terhaap kecemasan menghadapi
(27)
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitin 1.3.1 Tujuan Penelitian`
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
religiusitas terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang
melajang.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat
bagi khazanah psikologi terutama tentang religiusitas.
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengaruh
religiusitas pada kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa
yang melajang, sehingga dapat mengembangkan metode untuk
mengurangi kecemasan menghadapi pernikahan.
1.4 Sistematika Penulisan
Bab 1 : Pendahuluan meliputi latar belakang, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penelitian.
Bab 2 : Kajian teori meliputi definisi religiusitas, dan kecemasan menghadapi
(28)
Bab 3 : Metode penelitian : pendekatan dan desain penelitian, Variabel
penelitian, populasi dan sampel, teknik sampling, metode
pengumpulan data, instrument pengumpulan data, dan teknik analisa.
Bab 4 : Hasil Penelitian : Meliputi gambaran umum responden, distribusi
penyebaran skor responden, analisa data, pengujian hipotesis.
Bab 5 : Penutup : Meliputi kesimpulan, diskusi dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
(29)
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kecemasan
2.1.1 Pengertian Kecemasan
Menurut Atkinson (1999), Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan,
yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa
takut yang kadang-kadang kita alami dalam tingkah laku berbeda-beda. Segala
bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan organisme seperti ancaman fisik,
ancaman terhadap harga diri, dan tekanan untuk melakukan sesuatu diluar
kemampuan dapat menimbulkan kecemasan.
Lefrancois (dalam Trismiati, 2004) juga menyatakan bahwa kecemasan
merupakan reaksi emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan
ketakutan. Hanya saja, menurut Lefrancois, pada kecemasan bahaya bersifat
kabur, misalnya ada ancaman, adanya hambatan terhadap keinginan pribadi,
adanya perasaan-perasaan tertekan yang muncul dalam kesadaran.
Kecemasan atau anxietas adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Pengaruh kecemasan terhadap tercapainya kedewasaan, merupakan
masalah penting dalam perkembangan kepribadian. Kecemasan termasuk
kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku. Baik tingkah laku yang
normal maupun tingkah laku yang menyimpang, yang terganggu, kedua-duanya
merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari pertahanan terhadap
(30)
akan menhindar diri dan sebagainya. Kecemasan atauanxietasdapat di timbulkan oleh bahaya dari luar, mungkin juga oleh bahaya dari dalam diri seseorang, pada
umumnya ancaman itu samar-samar. Bahaya dari dalam timbul bila ada suatu hal
yang tidak dapat diterimanya, misalnya pikiran, perasaan, keinginan, dan
dorongan.(Gunarsa, 1986)
Anxiety menurut kamus lengkap psikologi merupakan perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa
sebab khusus untuk ketakutannya tersebut, rasa takut atau kekhawatiran kronis
pada tingkat yang ringan., kekhawatiran atau ketakutan yang kuat dan
meluap-luap, dan satu dorongan sekunder mencakup suatu reaksi penghindaran yang
dipelajari (Chaplin, 2006).
Nietzel (dalam Gufron, 2010) berpendapat bahwa kecemasan berasal dari
bahasa latin (anxius) dan Jerman (anst) yaitu suatu kata yang digunakan untuk menggambarkan efek negative dan rangsangan sosiologi.
Shaleh (2009) menjelaskan bahwa kekhawatiran atau was-was adalah rasa
takut yang tidak mempunyai objek yang jelas atau tidak ada objeknya sama sekali.
Kekhawatiran menyebabkan rasa tidak senang, gelisah, tegang, tidak tenang, tidak
aman.
Menurut Daradjat (1985) “Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai
proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami
tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik).
Muchlas 1976 (dalam Gufron, 2010) mendefinisikan istilah kecemasan
(31)
tekanan yang menyertai konflik atau ancaman.
Kecemasan merupakan suatu pengalaman perasaan yang menyakitkan
yang ditimbulkan oleh ketegangan faal intern tubuh. (Jalaludin, 1993)
Cemas adalah ketakutan terhadap hal-hal yang belum tentu terjadi.
Perasaan cemas biasanya muncul bila kita berada dalam suatu keadaan yang kita
duga akan merugikan dan kita rasakan akan mengancam diri kita dimana kita
merasa tidak berdaya menghadapinya (Bastaman, 2005)
Konsep kecemasan memegang peranan yang sangat mendasar dalam
teori-teori tentang stres dan penyesuaian diri. Lazarus (dalam Trismiati, 2004). Menurut
Post (dalam Trismiati), kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak
menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti
ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem
syaraf pusat. Freud (dalam Trismiati, 2004) menggambarkan dan mendefinisikan
kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh
reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernafasan.
Kartono (dalam Trismiat, 2004) juga mengungkapkan bahwa neurosa
kecemasan ialah kondisi psikis dalam ketakutan dan kecemasan yang kronis,
sungguhpun tidak ada rangsangan yang spesifik.
Menurut Wignyosoebroto (dalam Trismiati, 2004), ada perbedaan
mendasar antara kecemasan dan ketakutan. Pada ketakutan, apa yang menjadi
sumber penyebabnya selalu dapat ditunjuk secara nyata, sedangkan pada
kecemasan sumber penyebabnya tidak dapat ditunjuk dengan tegas, jelas dan
(32)
Kecemasan biasanya berlangsung terus-menerus, tapi dapat pula
berganti-ganti. Ada yang menjadi cemas dan bingung kalau bertemu dengan situasi
tertentu. Proses kecemasan ini biasanya berlanjut dan makin lama makin berat.
(Anoraga, 1995)
Kecemasan (ansietas) merupakan stressor yang dapat merangsang sistim saraf simpati dan modula kelenjar andrenal. Pada keadaan ini akan terjadi
peningkatan sekresi hormone adrenalin sehingga dapat menimbulkan tingkat
kecemasan. (Ghofur, 2007)
Selanjutnya, berkaitan dengan sebab-sebab kecemasan, Freud (dalam
Trismiati, 2004) mengemukakan bahwa lemahnya ego akan menyebabkan ancaman yang memicu munculnya kecemasan. Freud berpendapat bahwa sumber
ancaman terhadap egotersebut berasal dari dorongan yang bersifat insting dariid
dan tuntutan-tuntutan dari superego. Freud (dalam Trismiati, 2004) menyatakan bahwa ego disebut sebagai eksekutif kepribadian, karena ego mengontrol pintu-pintu ke arah tindakan, memilih segi-segi lingkungan kemana ia akan memberikan
respon, dan memutuskan insting-insting manakah yang akan dipuaskan dan
bagaimana caranya. Dalam melaksanakan fungsi-fungsi eksekutif ini, ego harus berusaha mengintegrasikan tuntutan id, superego, dan dunia luar yang sering bertentangan. Hal ini sering menimbulkan tegangan berat pada ego dan menyebabkan timbulnya kecemasan.
Lazarus 1976 (dalam Gufron, 2010) membedakan perasaan cemas menurut
(33)
1. State anxiety
State anxiety merupakan reaksi emosi sementara yang timbul pada
situasi tertentu yang dirasakan sebagai ancaman, misalnya pada orang tua
yang mengetahui ternyata anaknya mengalami gangguan autisme.
2. Trait anxiety
Trait anxiety merupakan disposisi untuk menjadi cemas dalam
menghadapi berbagai macam situasi (gambaran kepribadian). Ini
merupakan cirri atau sifat yang cukup stabil yang mengarahkan seseorang
atau menginterpretasikan suatu keadaan menetap pada individu (bersifat
bawaan) dan berhubungan dengan kepribadian yang demikian.
Dari pemaparan para ahli tersebeut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kecemasan merupakan suatu fenomena yang sering terjadi dalam kehidupan
sehari-hari yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, dan tidak
tentram dan disertai gangguan fisik.
2.1.2 Aspek-aspek kecemasan
Dalam Beck Anxiety Inventory (BAI) Aaron T. Beck, MD, dan rekan-rekan kecemasan terdapat empat aspek, yaitu:
(1) Subjective ; yang dialami sebagai perasaan takut, tidak nyaman, merasa tidak dapat santai/rileks, dan tidak siap untuk menangani secara efektif
saat ini (langsung) atau diantisipasi.
(2) Neurophysiologic ; kecemasan yang dialami sebagai paresthesia (mati rasa atau kesemutan), peningkatan respon kejut (hypervigilance) dan kesulitan berkonsentrasi.
(34)
(3) Autonomic ; kecemasan dimana perasaan " panas", keluar keringat (diaforesis), denyut jantung meningkat, wajah kosong, dll .
(4) Panic-related; kecemasan terkait
Setiap item pada BAI adalah deskripsi sederhana dari gejala kecemasan
dalam salah satu dari empat aspek menyatakan:
(1) Subjective/subyektif(misalnya, "tidak bisa rileks”)
(2) Neurophysiologic/ neurofisiologis(misalnya, "mati rasa atau kesemutan" ) (3) Autonomic/Otonom (misalnya, "perasaan panas")
(4) Panic-Related/ panik-terkait (misalnya, "takut kehilangan kendali/ kontrol”).
2.1.3 Faktor-faktor kecemasan
Adler dan Rodman (dalam Gufron, 2010) menyatakan terdapat 2 faktor yang
menyebabkan adanya kecemasan, yaitu:
1. Pengalaman negative pada masa lalu
Pengalaman negative pada masa lalu merupakan hal yang tidak
menyenangkan pada masa lalu mengenai peristiwa yang dapat terulang
lagi pada masa mendatang, apabila indvidu tersebut menghadapi situasi
atau kejadian yang sama dan juga tidak menyenangkan
2. Pikiran yang tidak rasional
Para psikolog memperdebatkan bahwa kecemasan terjadi bukan karena
suatu peristiwa, melainkan keyakinan tentang peristiwa itulah yang
(35)
2.1.4 Macam-Macam Kecemasan
Sigmund Freud (dalam Fahmi) membagi kecemasan dalam tiga macam, yaitu:
1) Kecemasan obyektif (objective anxiety) adalah reaksi terhadap pengenalan akan adanya bahaya dari luar atau adanya kemungkinan bahaya yang
disangkanya akan terjadi. Kecemasan jenis ini dapat disebut sebagai
reality anxiety (kecemasan nyata), true anxiety (kecemasan yang sebenarnya), ataunormal anxiety(kecemasan yang wajar).
2) Kecemasan penyakit (neurotic anxiety), Freud (dalam Fahmi) berpendapat bahwa cemas penyakit tampak dalam tiga bentuk yaitu :
a) Cemasan umum. Kecemasan ini merupakan cemas yang paling
sederhana, karena ia tidak berhubungan dengan sesuatu hal tertentu.
Individu merasa takut yang samar dan umum serta tidak menentu.
b) Cemasan penyakit yaitu cemas yang mencakup pengenalan pada
obyek atau situasi tertentu, sebagai penyebeb dari cemas, misalnya ada
orang yang takut melihat darah, atau serangga.
c) Cemasan dalam bentuk ancaman, kecemasan ini adalah dalam bentuk
cemas yang menyertai gejala gangguan kejiwaan seperti Hysteria. Individu yang menderita gejala tersebut kadang-kadang merasa cemas,
karena takut akan terjadi hal itu.
3) Kecemasan moral (moral anxiety) dan rasa dosa, yakni kecemasan yang timbul akibat tekanan dari dorongan zat yang tinggi.
(36)
Menurut Horney (dalam Trismiati, 2004), sumber-sumber ancaman yang dapat
menimbulkan kecemasan tersebut bersifat lebih umum. Penyebab kecemasan
menurut Horney, dapat berasal dari berbagai kejadian di dalam kehidupan atau
dapat terletak di dalam diri seseorang.
Suatu kekaburan atau ketidakjelasan, ketakutan akan dipisahkan dari
sumber-sumber pemenuhan kekuasaan dan kesamaan dengan orang lain adalah
penyebab terjadinya kecemasan dalam konsep kecemasan (Trismiati, 2004).
Menurut Murray (dalam Trismiati, 2004) sumber-sumber kecemasan
adalah need-need untuk menghindar dari terluka (harmavoidance), menghindari teracuni (infavoidance), menghindar dari disalahkan (blamavoidance) dan bermacam sumber-sumber lain. Disamping ketiga need tersebut, Murray (dalam
Trismiati) juga menyebutkan bahwa kecemasan dapat merupakan reaksi
emosional pada berbagai kekhawatiran, seperti kekhawatiran pada masalah
sekolah, masalah finansial, kehilangan objek yang dicintai dan sebagainya.
Salah satu gejala cemas adalah perasaan kuatir yang berlebihan.
Kadang-kadang ada perasaan kuatir atau takut tanpa sebab yang pasti. Tetapi juga ada
yang kuatir tentang hal yang spele, atau sesuatu hal yang tak ada dasar. (Anoraga,
1995)
2.1.6 Respon Fisiologis terhadap Kecemasan
Kardio vaskuler;Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut
nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.
(37)
Kulit:perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh
tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.
Gastro intestinal;Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di
Epigastrium, nausea, diare.
Neuromuskuler; Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedeip, insomnia, kejang, wajah tegang, gerakan lambat.
2.1.7 Respon Psikologis terhadap Kecemasan
• Perilaku; gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi,
menarik diri, menghindar.
• Kognitif; gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir,
• Bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang
berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut
kecelakaan, takut mati dan lain-lain.
• Afektif; tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa,
sangat gelisah dan lain-lain.
2.1.8. Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Selanjutnya, Jersild (dalam, Trismiati 2004) menyatakan bahwa ada dua tingkatan
kecemasan. Pertama, kecemasan normal, yaitu pada saat individu masih
menyadari konflik-konflik dalam diri yang menyebabkan cemas. Kedua,
(38)
mengetahui penyebab cemas, kecemasan kemudian dapat menjadi bentuk
pertahanan diri.
Menurut Bucklew (dalam, Trismiati 2004), para ahli membagi bentuk
kecemasan itu dalam dua tingkat, yaitu:
1) Tingkat psikologis. Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan,
seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak
menentu dan sebagainya.
2) Tingkat fisiologis. Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada
gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi sistem syaraf, misalnya tidak dapat
tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.
Sue, dkk (dalam Trismiati, 2004) menyebutkan bahwa manifestasi
kecemasan terwujud dalam empat hal berikut ini.
1) Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali
memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi.
2) Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak
menentu seperti gemetar.
3) Perubahan somatik, muncul dalam keadaaan mulut kering, tangan dan kaki
dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan
lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan peningkatan detak
jantung, respirasi, ketegangan otot dan tekanan darah.
4) Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang yang
(39)
2.2 Pernikahan
2.2.1 Pengertian Pernikahan
Pernikahan adalah memberikan keintiman, komitmen, persahabatan, afeksi,
pemuasan seksual, dan kesempatan untuk pertumbuhan emosional, juga sebagai
sumber identitas dan harga diri (Gardiner & Kosmitzky, dalam Papalia, 2009).
Pernikahan merupakan komitmen public, dan pasangan yang membuat
komitmen demikian menaruh rasa percaya terhadap ikatan tersebut. (Papalia,
2009)
Anwar (1991) berpendapat bahwa pernikahan menurut bahasa adalah
berkumpul dan menurut istilah adalah aqad yang menghalalkan persetubuhan.
Kemudian menurut UU no.1 tahun 1974 tentang perkawinan mengartikan bahwa
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
(40)
2.3 Kecemasan Menghadapi Pernikahan
Ketakutan terhadap hal-hal yang belum tentu terjadi, dimana seseorang takut akan
adanya kegagalan dalam berkeluarga, ikatan lahir batin antara seorang pria dan
wanita sebagai suami istri, dan takut akan kegagalan membentuk keluarga yang
bahagia. Takut tidak bisa menjadi kepala rumah tangga dan ibu rumah tangga.
Bagi pria takut tidak mampu untuk menafkahi keluarganya.
Kekhawatiran yang dialami oleh individu ketika menghadapi masa dimana
dirinya dianjurkan untuk melangkah ke jenjang pernikahan yang mengharuskan
dirinya untuk menjalin suatu ikatan dengan lawan jenisnya untuk hidup bersama.
Akan tetapi dalam hal ini individu merasa dirinya belum siap untuk hal tersebut.
2.4 Religiusitas
2.4.1 Pengertian Religiusitas
Religiusitas memiliki peranan dalam penyesuaian diri. Penelitian oleh Bergins,
Masters dan Richards (dalam, Astuti, 1999) yang hasilnya bahwa individu yang
religius (dalam arti benar-benar menginternalisasikan kepercayaan-kepercayaan
agama mereka dan hidup dengan aturan agama itu secara tulus dan ikhlas), dapat
menyesuaikan diri dengan baik dan jarang mengalami kecemasan. (Sari, 2008)
Religiusitas didefinisikan sebagai manifestasi seberapa jauh individu
menganut agama, meyakini, menghayati, memahami, dan mengamalkan agama
yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari dari semua aspek agama. (Ancok,
(41)
Gazalba 1987 (dalam Ghufron, 2010) mengatakan religiusitas berasal dari
kata religi dalam bahasa latin "religio" yang akar katanya adalah religure yang
berarti mengikat. Ini mengandung makna bahwa religi atau agama pada umumnya
memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi dan
dilaksanakan oleh pemeluknya.
Anshori 1980 (dalam Ghufron, 2011) mengatakan bahwa religiusitas
menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati oleh seseorang dalam hati.
Pendapat tersebut senada dengan Dister (Subandi, 1988 yang dikutip dalam
Ghufron, 2011) mengartikan bahwa religiusitas sebagai keberagamaan karena
adanya internalisasi agama ke dalam diri seseorang.
Mons 1989 (dalam Ghufron, 2011) mengartikan keberagamaan sebagai
keterdekatan yang lebih tinggi dari manusia kepada Yang Maha Kuasa yang
memberikan perasaan aman.
Menurut Nasution (dalam Arifin, 2008) secara definitive agama adalah
kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
Kemudian Harun Nasution merunut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu
al-din, religi (relegere, religare), dan agama. Al-din (Semit) berarti undang-undang atau hukum. Kemudian dalam bahasa arab, kata ini mengandung arti
menguasai, mendudukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. Adapaun dari
katareligi (Latin) ataurelegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian,
religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari a = tak, gam = pergi mengandung arti tak pergi, tetap di tempat atau diwarisi turun temurun. (Arifin,
(42)
Menurut Thouless (1995) religious adalah sikap/cara penyesuaian diri
terhadap dunia yang mencakup acuan yang menunjukan lingkungan yang lebih
luas dari pada lingkungan dunia fisik yang terkait ruang dan waktu.
Definisi lainnya, seperti yang dikutip oleh Pargemen dalam Rakhmat
(2005). Agama telah didefinisikan sebagai: perasaan, tindakan dan pengalaman
individu-individu dalam kesepiannya, sepanjang mereka melihat dirinya
berhadapan dalam hubungan dengan apa yang dianggapnya sebagai Tuhan.
Menurut Glock & Stark (dalam Ancok, 2004), religious adalah symbol
system keyakinan, system nilai, dan system perilaku yang terlembagakan, yang
semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang
paling maknawi (ultimate meaning). Kemudian Glock & Stark juga berpendapat, ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu dimensi keyakinan (ideologis),
dimensi peribadatan atau praktek agama (ritualistik), dimensi penghayatan
(eksperiensial), dimensi pengamalan (konsekuensial), dimensi pengetahuan agama
(intelektual).
Menurut Fetzer (1999) definisi religiusitas adalah seberapa kuat individu
penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), mengalami kebermaknaan hidup dengan beragama (religion meaning), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (value), meyakini ajaran agamnya (belief), memaafkan (forgiveness), melakukan praktek beragama (ibadah) secara menyendiri (private religious practice), menggunakan agama sebagaicoping (religious/spiritual coping), mendapat dukungan penganut sesama agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan (religious/spiritual
(43)
history), komitmen beragama (commitment), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan (organizational religiusness) dan meyakini pilihan agamanya (religious preference).
Dewey (2001) memberikan definisi agama secara substantif yaitu,
pengakuan menusia terhadap kekuatan yang lebih tinggi dan tidak tampak yang
mengawasi nasib manusia dan berhak atas kepatuhan, hormat, dan pujian.
Smith (dalam Raiya 2006) berpendapat bahwa kata religio yang disebut "sesuatu yang sedang dilakukan, atau salah satu pikiran yang paling dalam, atau
yang melanggar komitmen, menuntut ketaatan atau mengancam bencana dan
menawarkan hadiah atau mengikat dalam komunitas seseorang.
Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang
yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan ketaatannya pada agama
yang dianutnya. (Sururin, 2004)
Dari pemaparan para ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
religiusitas merupakan suatu pernilaian, pemahaman, praktek dalam kehidupan
sehari-hari individu tentang keberagamaan yang di anutnya.
2.4.2 Aspek-aspek Religiusitas
Menurut Raiya (2006), menjelaskan bahwa terdapa delapan aspek religiusitas,
yaitu:
1. Islamic Religious Conversion, Pargamant 1997 (dalam Raiya, 2006) mengusulkan definisi konversi agama: "Dalam rangka untuk menciptakan
(44)
di mana diri menjadi diidentifikasi dengan suci" (hal. 248). Fitur utama
dari proses ini adalah bahwa pengakuan itu sendiri adalah terbatas dan
penggabungan suci itu sendiri (Mahoney & Pargaamant 2004, dalam
Raiya 2006).
2. Islamic Dimensions dan Islamic Religious Struggle adalah dimensi keyakinan, dimensi praktek, dimensi etika melakukan atau tidak, etika
jangan melakukan, pertahanan/perjuangan agama ketika menghadapi
kesulitan, keraguan, dan konflik yang individu alami.
3. Islamic Positive Religious Coping, Pargament dkk. 2000 (dalam Raiya, 2006), metode yang positif dari agama mencerminkan hubungan rasa
aman dengan Allah, suatu keyakinan bahwa ada makna yang lebih besar
untuk ditemukan, dan rasa keterhubungan spiritual dengan orang lain
4. Islamic Negative Religious Coping, Menurut Pargament dkk 2000(dalam Raiya, 2006), pola negatif agama coping melibatkan ekspresi kurang aman
dengan Allah, pandangan lemah dan tak menyenangkan dari dunia dan
perjuangan agama untuk menemukan dan melestarikan penting dalam
hidup. Polacopingdiukur menggunakan bentuk pendek terhadap subskala agama Islam negatif.
5. Islamic Religious Internalization-Identification, menurut Ryan dkk.1993 (dalam Raiya, 2006), mengidentifikasi keagamaan merupakan adopsi dari
(45)
6. Islamic Religious Internalization-Introjection, perilaku didorong oleh tujuan lain, cemas merasa bersalah, dan kehilangan harga diri. Ryan
dkk.1993 (dalam Raiya, 2006).
7. Islamic Religious Exclusivism, menurut Pargamant 1997 (dalam Raiya, 2006), eksklusivisme agama mencerminkan asumsi bahwa ada realitas
mutlak dan cara tunggal untuk melakukan pendekatan.
2.4.3 Ciri-Ciri Sikap Keberagamaan Pada Masa Dewasa
Menurut jalaludin (dalam Sururin, 2004), sejalan dengan tingkat perkembangan
usianya, sikap keberagamaan pada orang dewasa mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran
matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2. Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak
diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha
untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung
jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap
hidup.
(46)
6. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan
beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan
atas pertimabangan hati nurani.
7. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kebribadian
masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam
menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang
diyakininya.
8. Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan
sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial
keagamaan sudah berkembang.
2.5 Dewasa
2.5.2 Definisi Dewasa
Masa dewasa kendati yang sah yang menandai awal masa dewasa dapat dengan
mudah ditentukan, lebih sukar untuk menunjukkan permulaannya secara
psikologis. Masa dewasa membawa serta tingkat kedewasaan/kematangan tertentu
yang tidak selalu merupakan dampak pencapaian usia tertentu. Pada masa dewasa
belajar menerima tanggung jawab atas tindakan kita, mengambil keputusan
sendiri dan belajar dari kesalahan kita. (Andrew, 1996)
Istilah adult berasal dari kata kerja Latin, seperti juga istilah
adolescene-adolescere- yang berarti ”tumbuh menjadi kedewasaan”. Akan tetapi, kata adult
berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti “telah
(47)
dewasa”. Oleh karena itu orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan
pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama
dengan orang dewasa lainnya. (Harlock, 1980)
Dewasa (adulthood) bisa mengandung banyak arti. Tergantung dari sudut pandangnya, bahkan bisa saling bertentangan. Di Jepang, misalnya, dimana usia
harapan hidupnya mencapai 72 tahun, seseorang yang berusia 69 tahun masih
diangap usia pertengahan, sedangkan di Indonesia yang usia harapan hidupnya 62
tahun, orang tersebut sudah di anggap manusia lansia (lanjut usia). (Sarwono,
2009).
Selama masa awal kedewasaan, seseorang mengikat diri pada suatu
pekerjaan dan banyak yang menikah atau membentuk jenis hubungan intim lain.
Keintiman berarti masa suatu kemampuan memperhatikan orang lain dan
membagi pengalaman dengan mereka. Orang yang tidak dapat menjalin hubungan
mesra (karena mereka takut disakiti atau tidak mampu berbagi) menanggung
akibat diisolasikan. Studi menunjukkan bahwa hubungan intim dengan pasangan
yang penuh dorongan secara nyata mendukung kesehatan emosi dan fisik
seseorang. (Atkinson, 1999)
2.5.3 Masalah-Masalah Masa Dewasa
Banyak masalah yang dihadapi oleh orang dewasa, (Andrew, 1996) yakni:
1. Pekerjaan
Menekankan kebutuhan manusia untuk menemukan maksud dan makna dalam
kehidupan dan tentunya pekerjaan memberikan situasi dimana orang dewasa
(48)
itu. Akan tetapi pekerjaan masih menimbulkan banyak masalah. Sebagian
besar masalah ini timbul karena sifat pekerjaan yang harus kompetitif.
2. Pendekatan dan Pernikahan
Orang dewasa dihadapkan pada sebuah pernikahan, beberapa orang menikah
dengan gambaran ideal tentang pasangannya yang amat kecil hubungannya
dengan orang yang sebenarnya. Bentuk ikatan semacam ini kemungkinan
tidak akan membuahkan pernikahan yang sukses karena tidak ada pria atau
wanita yang dapat menjalani kehidupan tersebut dan memperoleh kebahagiaan
dengan suami istri yang tidak mampu mengemban tanggung jawab dari hidup
pernikahan.
3. Menjadi Orang Tua
Bila keberhasilan pernikahan menunjukkan salah satu tanda utama dari
kedewasan, mungkin benar bila kita mengatakan bahwa penyesuaian diri
terhadap fungsi sebagai orang tua bahkan lebih penting lagi.
4. Kehilangan Orang-Orang yang Disayang
Banyak ayah-ibu muda usia masih mempunyai orang tua sendiri dan akhirnya
kehilangan orang tua sendirilah yang kemudian menimbulkan situasi menekan
jiwa yang harus dihadapi oleh semua oran dewasa.
5. Proses Menjadi Manula
Tahap lanjut dari kehidupan orang dewasa, masa separuh baya, yang
menimbulkan masalah-masalah baru yang menuntut penyesuaian diri lagi dari
(49)
2.5.4 Pembagian Masa Dewasa
1. Masa Dewasa Dini
Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40
tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai
berkurangnya kemampuan reproduksi. (Harlock, 1980)
Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola
kehidupan baru dan harapan-harapan. Orang dewasa muda diharapkan memainkan
peran baru, seperti peran suami/istri, orang tua, dan pencari nafkah, dan
mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai
dengan tugas-tugas baru ini. Dimana dewasa dini tersebut memiliki cirri-ciri
sebagai berikut; (Harlock, 1980)
Masa pengaturan
Usia reproduksi
Masa bermasalah
Masa ketegangan emosional
Masa keterasingan sosial
Masa komitmen
Masa ketergantungan
Masa perubahan nilai
Masa Penyesuaian diri dengan cara hidup baru
Masa kreatif
(50)
Masa dewasa madya masa dimulai pada umur 40 tahun sampai pada umur 60
tahun, yakni saat baik menurunnya kemampuan fisik an psikologis yang jelas
Nampak pada setiap orang
3. Masa Dewasa Lanjut (Usia Lanjut)
Masa dewasa lanjut-senescence, atau usia lanjut dimulai pada umur 60 tahun
sampai kematian. Pada waktu ini baik kemampuan fisik maupun psikologis
cepat menurun, tetapi teknik pengobatan modern, serta upaya dalam hal
berpakaian dan dandanan, memungkinkan pria dan wanita berpenampilan,
bertindak, dan berperasaan seperti kala mereka masih lebih muda.
2.6 Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan Terakhir, Status Bekerja, dan Suku Bangsa
Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies
sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk
mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis kelamin merupakan suatu
akibat dari dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan
perempuan.
Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda
atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Umur diukur dari lahir sampai
masa kini atau dari kejadian bermula sampai masa yang sedang dijalani. Semakin
dewasa manusia, semakin mudah individu tersebut memiliki sikap toleransi dan
(51)
Pendidikan terakhir/tingkat pendidikan individu sangat penting untuk
diperhatikan karena tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang akan
mempengaruhi pola pikir, sikap dan tingkah laku mereka.
Suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya
mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis
keturunan yang dianggap sama. Anggota suatu suku bangsa pada umumnya
ditentukan menurut garis keturunan ayah, ibu, atau menurut keduanya.
2.7 Kerangka Berfikir
Kecemasan merupakan pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan mengenai
kekhawatiran atau ketegangan berupa perasaan cemas, tegang, dan emosi yang
dialami oleh seseorang. Kecemasan dalam suatu keadaan tertentu (state anxiety), yaitu menghadapi situasi yang tidak pasti dan tidak menentu terhadap
kemampuannya dalam menghadapi objek tersebut. (Ghufron, 2010)
Menurut Cendrawati (dalam Sari & Kuncoro, 2011) bahwa faktor yang
mempengaruhi kecemasan adalah keadaan pribadi individunya, pengalaman yang
tidak menyenangkan, dukungan sosial, konflik serta lingkungan, dan kehilangan
orang terdekat.
Religiusitas menunjuk pada tingkat ketertarikan individu terhadap
agamanya, hal ini menunjukkan bahwa individu telah menghayati dan
menginternalisasikan ajaran agamanya sehingga berpengaruh dalam segala
(52)
Raiya (2006), mengatakan bahwa kesejahteraan beragama adalah ukuran
yang menilai sejauh mana individu merasa agama sebagai aspek yang
mempengaruhi dari kehidupan individu (rasa makna hidup, identitas pribadi, rasa
kebersamaan, rasa kenyamanan pribadi, rasa ketenangan pikiran, kesehatan fisik,
dan kemampuan untuk mengatasi situasi sulit dalam kehidupan). Dengan berserah
diri kepada Allah/keberagamaan yang kuat ini akan menyebabkan kita menjadi
orang yang selalu siap menghadapi masalah kita. Kita akan siap menghadapi
tantangan yang selalu menghadang di depan kita, karena kita yakin dan sesulit
apapun masalah kita, Allah selalu berada didepan kita membimbing kita unruk
menyelesaikan masalah tersebut. (Setiyo, 2011)
Sebagian besar penyebab dari rasa cemas menghadapi pernikahan adalah
kurangnya rasa religiusitas yang tinggi, belum matangnya kehidupan emosi serta
belum berkembangnya sikap mandiri dalam menghadapi berbagai persoalan. Hal
ini dapat diasumsikan bahwa tingkat religiusitas salah satu faktor untuk
mengurangi kecemasan ketika akan menghadapi pernikahan. (Suwanti, 2003)
Dengan memiliki pengetahuan akan agama yang cukup baik itu dari orang
tua, tempat ia menempuh pendidikan, maupun lingkungan masyarakat, maka
secara tidak langsung seseorang yang seperti itu akan terhindar dan tidak
terjerumus kedalam pelanggaran, dan dapat menjauhi larangan-larangan agama
(53)
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berfikir
1. Islamic Dimension
2. Islamic Religious Conversion 3. Islamic Positive Religious
Coping
4. Islamic Negative Religious Coping
5. Islamic Religious Struggle 6. Islamic Religious
Internalization-identification 7. Islmaic Religious
Internalization-introjuction
8. Islamic Religious Exclusivism Religiusitas
1. Jenis Kelamin 2. Usia
3. Pendidikan Terakhir 4. Status Bekerja 5. Suku Bangsa
Kecemasan
Menghadapi
Pernikahan
(54)
2.8 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teori di atas, peneliti merumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut :
Hipotesis Mayor
Ha : Adanya pengaruh yang signifikan religiusitas terhadap kecemasan
menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang
Hipotesis Minor
Ho1 : Tidak ada pengaruh variabel Islamic Dimensions terhadap kecemasan
menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang
Ho2 : Tidak ada pengaruh variabel Islamic Religious Conversion terhadap
kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang
Ho3 : Tidak ada pengaruh varoiabel Islamic Positive Religious Coping terhadap
kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang
Ho4 : Tidak ada pengaruh variabel Islamic Negative Religious Coping terhadap
kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang
Ho5 : Tidak ada pengaruh variabel Islamic Religious Struggle terhadap
kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang
Ho6 : Tidak ada pengaruh variabel Islamic Religious
Internalization-Identification terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang
dewasa yang melajang
Ho7 : Tidak ada pengaruh variabel Islamic Religious Internalization-Introjection
terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang
(55)
Ho8 : Ada pengaruh variabel Konsep Islamic Religious Exclusivism tehadap
kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang
Ho9 : Tidak ada pengaruh variabel karakteristik demografis (jenis
kelamin/gender) terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang
dewasa yang melajang
Ho10 : Tidak ada pengaruh variabel kerakteristik demografis (tingkat pendidikan)
terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang
melajang
Ho11 : Tidak ada pengaruh variabel karakteristik demografis (Usia) terhadap
kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang melajang.
Ho12 : Tidak ada pengaruh variabel karakteristik demografis (Status Bekerja)
terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang
melajang
Ho13 : Tidak ada pengaruh variabel karakteristik demografis (Suku Bangsa)
terhadap kecemasan menghadapi pernikahan pada orang dewasa yang
(56)
BAB 3
METODE PENELITIAN
Berikut ini akan di uraikan mengenai mentode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini yang mana terdiri dari beberapa sub-bab, dimana sub-bab tersebut
adalah populasi dan sampel, variable penelitian, metode dan instrument
pengumpulan, tehnik pengolahan data, dan prosedur penelitian.
3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian 3.1.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini ingin melihat pengaruh religiusitas terhadap kecemasan menghadapi
pernikahan pada orang dewasa yang melajang, pengaruh tersebut disajikan dalam
data yang berbentuk angka-angka sehingga bisa diketahui nilai hubungannya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan
kuantitatif, yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data
menggunakan instruman penulisan, analisis bersifat kuantitatif atau statistik,
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Proses penulisan
bersifat deduktif, dimana untuk merumuskan masalah digunakan konsep atau teori
sehingga dapat dirumuskan hipotesis. (Sugiyono, 2008).
3.1.2. Metode Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Gay (dalam
(57)
meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipoteis atau menjawab
pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari
pokok suatu penelitian. Tujuan utama metode deskriptif adalah untuk
menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian
dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.
3.2. Populasi, Sampel Penelitian 3.2.1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas Responden yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peniliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003). Populasi dalam
penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Pabean dan Tegal Bunder di Kota
Cilegon sebanyak 301 responden.
3.2.2 Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini, jumlah sampel yang diambil adalah 75 responden. Hal ini
mengacu pada pendapat Bailey yang menyebutkan, bahwa untuk penelitian yang
akan menggunakan analisis data statistik, ukuran sampel yang paling minimum
adalah 30 (Iqbal, 2002).
Karakteristik sampel yang akan diambil pada penelitian ini ialah :
1. Orang Dewasa laki-laki dan perempuan yang Melajang
(58)
3.2.3 Teknik Pengambilan sampel
Teknik pengambilan sample pada penelitian ini adalah non-probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan
yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel,
(Sugiyono,2007). Atau bentuk lain darinon-probability samplingadalahsampling purposive (bertujuan), dengan cara mendatangi subjek yang memang termasuk dalam kriteria dalam penelitian, ciri sampling ini adalah penilaian dan upaya
cermat untuk memperoleh sampel representative dengan cara meliputi
wilayah-wilayah atau kelompok-kelompok yang diduga sebagai anggota sampelnya.
(Kerlinger, 1990)
3.3 Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai, atau sifat
yang berdiri sendiri (Sevilla, 1993). Variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu
variabel bebas (Independent Variable) dan variabel terikat (Dependent Variable). Sarwono (2006) menyebutkan variabel bebas merupakan variabel stimulus atau
variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas merupakan variabel
yang variabelnya di ukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk
menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang di observasi. Dan variabel
terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas.
Sesuai judul dalam penelitian ini, yang menjadi Dependen Variabel dalam
(59)
penelitian ini ialah religiusitas yang mencakup islamic dimensions (X1), islamic
religious conversion (X2), islamic positive religious coping (X3), islamic negative
religious coping (X4), islamic religious struggle (X5), islamic religious
Internalization identification (X6) islamic religious internalization-introjection
(X7), islamic religious exclusivism (X8). Kemudian variabel tambahan yaitu
jenis kelamin /gender (X9), usia (X10), tingkat pendidikan (X11), status bekerja (X12), dan Suku Bangsa (X13).
3.3.1. Identifikasi Variabel
1. Kecemasan
Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang
timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi
sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (DepKes RI,
1990).
2. Religiusitas
Religiusitas didefinisikan sebagai sistem cara pandang individu mengenai
kedudukan agama dalam hidupnya, yang menentukan pola bentuk relasi individu dengan agamanya.
3.3.2 Definisi Operasional
Nazir (1983) menyebutkan definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang
diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut. Definisi operasional yang dibuat dapat membentuk definisi opersaional yang diukur (measured),
(60)
ataupun definisi operasional eksperimental. Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Religiusitas
Religiusitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor dari skala religiusitas yang terdiri dari Islamic dimensions, Islamic religious conversion, Islamic positive religious coping, Islamic negative religious coping, Islamic religious struggle, Islamic religious internalization-indentification, Islamic religious internalization-introjection, dan islamic religious exclusivism. 2. Kecemasan
Kecemasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor dari skala kecemasan yang terdiri dari kecemasan obyektif (objective anxiety), kecemasan penyakit (neurotic anxiety), dan kecemasan moral (moral anxiety)
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala sebagai alat pengumpul data,
yaitu sejumlah pernyataan tertulis untuk memperoleh jawaban dari reponden.
Skala yang digunakan adalah model skala likert, yaitu pernyataan pendapat yang
disajikan kepada responden yang memberikan indikasi pernyataan setuju atau
tidak setuju (Sevilla,1993). Untuk skala kecemasan diambil dari bentuk-bentuk
kecemasan menurut Freud, dengan pernyataan yang dibuat dengan kategori
favoriable dan unfavoriable dengan empat alternatif jawaban yaitu : (SS) Sangat
Setuju, (S) Setuju, (TS) Tidak Setuju, dan (STS) Sangat Tidak Setuju. Dimana
(61)
Tabel 3.1
Skor Item Skala Variabel Kecemasan
Item Favorable Skor Item Unfavorable Skor
SS (sangat setuju) 4 SS (sangat setuju) 1
S (setuju) 3 S (setuju) 2
TS (tidak setuju) 2 TS (tidak setuju) 3 STS (sangat tidak setuju) 1 STS (sangat tidak setuju) 4
Kemudian pada skala religiusitas mengacu pada aspek-aspek religiusitas
dari Hisham Abu Raiya. Dimana sebuah pernyataan yang memiliki alternative
jawaban sebagai berikut ;
(1) Aspek Islamic Dimension & Islamic Religious Conversion: Sangat Tidak Percaya, Tidak Percaya, Ragu, Percaya, dan Sangat Percaya.
(2) Aspek Islamic Positive Religious Coping & Islamic negative Religious Coping: Tidak Pernah, Kadang-Kadang, Pernah, Sering, Sangat Sering. (3) Aspek Islamic Religious Struggle & Islamic Religious
Internalization-Identification: Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Netral, Setuju, Sangat Setuju.
(4) Aspek Islamic Religious Internalization-Identification & Islamic Religious Exclusivism: Sama sekali tidak benar, Tidak benar, Netral, Benar, Sangat Benar.
(62)
Tabel 3.2
Skor Item Skala Variabel Religiusitas
(1) AspekIslamic Dimension & Islamic Religious Conversion:
Item Skor
Sangat Tidak Percaya 1
Tidak Percaya 2
Ragu 3
Percaya 4
Sangat Percaya 5
(2) Aspek Islamic Positive Religious Coping & Islamic negative Religious Coping:
Item Skor
Tidak Pernah 1
Kadang-Kadang 2
Pernah 3
Sering 4
Sangat Sering 5
(3) Aspek Islamic Religious Struggle & Islamic Religious Internalization-Identification:
Item Skor
Sangat Tidak Setuju 1
Tidak Setuju 2
Netral 3
Setuju 4
(63)
(4) Aspek Islamic Religious Internalization-Identification & Islamic Religious Exclusivism:
Item Skor
Sama sekali tidak benar 1
Tidak benar 2
Netral 3
Benar 4
Sangat Benar 5
Dalam penelitian ini subjek akan diberikan skala yang terdiri dari tiga
bagian, yaitu :
a. Bagian pengantar, berisi tentang nama peneliti, tujuan dari penelitian,
kerahasiaan jawaban yang diberikan oleh responden, dan ucapan terima kasih
peneliti.
b. Bagian data kontrol, berisi tentang data-data subjek (usia, jenis kelamin,
pendidikan terakhir, status bekerja, dan suku bangsa). Data kontrol ini berisi
pertanyaan terbuka.
c. Bagian inti, berisi dua alat ukur penelitian ini yaitu alat ukur kecemasan dan
religiusitas.
3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data
Skala yang dipergunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini ada dua,
(64)
a. Skala Kecemasan
Dalam penelitian ini bentuk alat ukur yang digunakan peneliti untuk melakukan
pengukuran kecemasan menggunakan skala yang disusun oleh peneliti sendiri
berdasarkan acuan dari macam-macam kecemasan menurut Freud sebagaimana
dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.3
Blue Print Try OutSkala Kecemasan
No. Aspek/Komponen Indikator Pernyataan Jumlah Favorabel Unfavorabel 1. Kecemasan obyektif (objective anxiety) Reaksi terhadap pengenalan akan adanya bahaya
1*, 2, 3*, 4*, 5
13*, 14*,
15*, 16*, 17 10
2. Kecemasan penyakit (neurotic anxiety) Kecemasan yang tidak menentu Kecemasan pada situasi
6, 7, 8* 18*, 19*,
20* 6
3. Kecemasan moral (moral anxiety) Kecemasan dari dorongan merasa berdosa/bersa lah 9*, 10, 11*, 12
21*, 22, 23*,
24 8
Jumlah 12 12 24
(65)
Tabel 3.4
Blue PrintSkala Real Kecemasan
No. Aspek/ Kompenen Indikator Pernyataan Jumlah Favorabel Unfavorabel 1. Kecemasan obyektif (objective anxiety)
Reaksi terhadap pengenalan akan adanya bahaya
1, 3, 4 13, 14, 15, 16
7
2. Kecemasan penyakit (neurotic anxiety)
Kecemasan yang tidak menentu
Kecemasan pada situasi
8 18, 19, 20
4
3. Kecemasan moral (moral
anxiety) Kecemasan daridorongan merasa berdosa/bersalah
9, 11 21, 23
4
Jumlah 6 10 15
b. Skala Religiusitas
Dalam penelitian ini bentuk alat ukur yang digunakan peneliti untuk melakukan
pengukuran religiusitas menggunakan skala yang disusun mengikuti acuan dari
(66)
Tabel 3.5
Blue Print Try OutSkala Religiusitas
No. Indikator Indikator Indtrumen/Pernyataan Jumlah
1. Islamic Dimensions
Keyakinan
Praktek
1*, 2*, 3, 4, 5*, 6, 7, 8*, 9, 10
10
2. Islamic Religious Conversion
Adanya perubahan terhadap Agama
11*, 12, 13, 14*, 15*, 16*, 17, 18, 19, 20*, 21, 22, 23, 24, 25
15
3. Islamic Positive Religious Coping
Rasa aman dengan keberadaan Allah
26, 27, 28*, 29*
4
4. Islamic Negative Religious Coping
Ekspresi tidak aman dengan Allah
30, 31, 32, 33*, 34, 35,
36, 37 8
5. Islamic Religious Struggle
Tetap yakin kebesaran Allah meski saat
mendapat kesulitan
38, 39, 40*, 41, 42*, 43
6
6. Islamic Religious Internalization-Identification
Keyakinan Agama sebagai nilai pribadi
44, 45, 46, 47, 48, 49*, 50, 51*, 52*, 53*, 54*, 55, 56, 57, 58, 59*, 60, 61
18
7. Islamic Religious Internalization-Introjection
Adanya dorongan dari tujuan lain dan rasa bersalah
77*, 78*
2
8. Islamic Religious Exclusivism
Pendekatan diri terhadap Agama
62, 63, 64*, 65*, 66, 67, 68, 69*, 70, 71, 72*,
73*, 74*, 75, 76, 79* 16
Jumlah 79 79
(67)
Tabel 3.6
Blue PrintSkala Real Religiusitas
No. Aspek/ Komponen Indikator Instrumen/ Pernyataan Jumlah 1. Islamic Dimensions Keyakinan Praktek
1, 2, 5, 8 4
2. Islamic Religious Conversion
Adanya perubahan terhadap Agama
11, 14, 15, 16, 20
5
3. Islamic Positive Religious Coping
Rasa aman dengan keberadaan Allah
28, 29
2
4. Islamic Negative Religious Coping
Ekspresi tidak aman dengan Allah
33
1
5. Islamic Religious Struggle
Tetap yakin kebesaran Allah meski saat mendapat kesulitan
40, 42
2
6. Islamic Religious Internalization-Identification
Keyakinan Agama sebagai nilai pribadi
49, 51, 52, 53,
54, 59 6
7. Islamic Religious Internalization-Introjection
Adanya dorongan dari tujuan lain dan rasa bersalah
77, 78
2
8. Islamic Religious Exclusivism
Pendekatan diri terhadap Agama
64, 65,69, 72,
73, 74, 79 7
(68)
3.5. Uji Instrumen Penelitian 3.5.1 Uji Reliabilitas
Reliabililitas adalah kemantapan, konsistensi, prekditabilitas/keteramalan, dan
kejituan/ketepatan alias akurasi. (Kerlinger, 2006). Hasil pengukuran dapat
dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap
kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relative sama, selama aspek
yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. (Azwar, 2003)
Uji reliabilitas kedua skala ini menggunakan uji Statistic Alpha Cronbach
dengan menggunakan SPSS versi 16. hasil uji reliabilitas skala religiusitas dan
kecemasan adalah sebagai berikut:
1. Nilai reliabilitas skala religiusitas dengan 29 item valid adalah sebesar
0,833. Oleh karena itu, skala religiusitas dapat dikatakan reliabel dan dapat
digunakan sebagai alat ukur penelitian.
2. Nilai reliabilitas skala kecemasan dengan 15 item valid adalah sebesar
0,886. oleh karena itu, skala kecemasan ini dapat dikatakan reliabel dan
dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian.
Hal ini berdasarkan norma reliabilitas yang dikemukakan Guilford seperti dikutip
(1)
IslamicPositiveReligiousCoping
Regresi variabel 1, 2, 3, 4, 5 dengan kecemasan
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .379a .144 .082 3.42963
a. Predictors: (Constant), IslamicReligiousStruggle, IslamicNegativeReligiousCoping, IslamicDimensions, IslamicReligiousConversion, IslamicPositiveReligiousCoping
(2)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .379a .144 .068 3.45461
a. Predictors: (Constant), IslamicReligiousInternalizationIdentification, IslamicNegativeReligiousCoping, IslamicDimensions,
IslamicReligiousConversion, IslamicPositiveReligiousCoping, IslamicReligiousStruggle
Regresi variabel 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dengan kecemasan
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .383a .147 .058 3.47436
a. Predictors: (Constant), IslamicReligiousInternalizationIntrojection, IslamicNegativeReligiousCoping, IslamicReligiousConversion, IslamicDimensions, IslamicPositiveReligiousCoping,
(3)
Model R R Square Square Estimate
1 .387a .150 .047 3.49421
a. Predictors: (Constant), IslamicReligiousExclusivism, IslamicNegativeReligiousCoping,
IslamicReligiousInternalizationIntrojection, IslamicReligiousConversion, IslamicDimensions, IslamicReligiousStruggle,
IslamicPositiveReligiousCoping,
IslamicReligiousInternalizationIdentification
Regresi variabel 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dengan kecemasan
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
(4)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .387a .150 .032 3.52094
a. Predictors: (Constant), JenisKelamin, IslamicDimensions, IslamicNegativeReligiousCoping, IslamicReligiousExclusivism,
IslamicReligiousInternalizationIntrojection, IslamicReligiousConversion, IslamicReligiousStruggle, IslamicPositiveReligiousCoping,
IslamicReligiousInternalizationIdentification
Regresi variabel 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dengan kecemasan
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .437a .191 .065 3.46059
a. Predictors: (Constant), Usia, IslamicReligiousConversion, IslamicNegativeReligiousCoping,
IslamicReligiousInternalizationIntrojection, IslamicReligiousExclusivism, JenisKelamin, IslamicDimensions, IslamicReligiousStruggle,
IslamicPositiveReligiousCoping,
(5)
Model R R Square Square Estimate
1 .437a .191 .050 3.48792
a. Predictors: (Constant), PendidikanTerakhir, IslamicReligiousInternalizationIntrojection,
IslamicNegativeReligiousCoping, Usia, IslamicReligiousExclusivism, IslamicReligiousConversion, IslamicDimensions, JenisKelamin, IslamicReligiousStruggle, IslamicPositiveReligiousCoping, IslamicReligiousInternalizationIdentification
Regresi variabel 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 dengan kecemasan
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .440a .194 .038 3.51077
a. Predictors: (Constant), StatusBekerja, IslamicReligiousStruggle, PendidikanTerakhir, IslamicReligiousInternalizationIntrojection, Usia, IslamicReligiousExclusivism, IslamicNegativeReligiousCoping, IslamicDimensions, IslamicReligiousConversion, JenisKelamin, IslamicPositiveReligiousCoping,
(6)
Regresi variabel 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 dengan kecemasan
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .441a .194 .022 3.53869
a. Predictors: (Constant), SukuBangsa, IslamicNegativeReligiousCoping,
IslamicReligiousInternalizationIntrojection, IslamicReligiousExclusivism, Usia, IslamicReligiousConversion, PendidikanTerakhir, StatusBekerja, IslamicDimensions, JenisKelamin,
IslamicReligiousInternalizationIdentification, IslamicReligiousStruggle, IslamicPositiveReligiousCoping