Tingkat Kesulitan Adversity Intelligence Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adversity Intelligence

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan ada tiga tipe adversity intelligence, yaitu tipe climbers tingkat tinggi, quitters tingkat rendah, dan campers tingkat sedang.

4. Tingkat Kesulitan Adversity Intelligence

Stoltz 2000 mengklasifikasikan tantangan atau kesulitan menjadi tiga arah, yaitu: 1. Masyarakat 2. Tempat kerja 3. Individu Bagian pertama menggambarkan social adversity kesulitan di masyarakat. Kesulitan ini meliputi ketidakjelasan masa depan, kecemasan tentang keamanan, ekonomi, serta yang lainnya yang dihadapi seseorang ketika berada dan berinteraksi di dalam masyarakat Stoltz, 2000. Kesulitan kedua yaitu kesulitan berkaitan dengan workplace adversity kesulitan di tempat kerja, meliputi keamanan di tempat kerja, pekerjaan, jaminan penghidupan yang layak dan ketidakjelasan mengenai apa yang terjadi. Apabila terjadi pada mahasiswa, maka terkait dengan tempat ia belajar atau kampus. Kesulitan ketiga individual adversity kesulitan individu yaitu individu menanggung beban akumulatif dari ketiga tingkat, namun individu memulai perubahan dan pengendalian. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga tingkatan kesulitan adversity intelligence, yaitu social adversity quotient kesulitan di masyarakat, workplace adversity quotient kesulitan di tempat kerja, individual adversity quotient kesulitan individu.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adversity Intelligence

Faktor-faktor yang mempengaruhi adversity intelligence menurut Stoltz 2000 adalah sebagai berikut: 1. Daya Saing Seligman dalam Stoltz, 2000 berpendapat bahwa adversity intelligence yang rendah dikarenakan tidak adanya daya saing ketika menghadapi kesulitan, sehingga kehilangan kemampuan untuk menciptakan peluang dalam kesulitan yang dihadapi. 2. Produktivitas Dalam penelitiannya di Metropolitan Life Insurance Company, Seligman dalam Stoltz, 2000 membuktikan bahwa orang yang tidak merespon kesulitan dengan baik menjual lebih sedikit kurang berproduksi dan kinerjanya lebih buruk daripada mereka yang merespon kesulitan dengan baik. 3. Kreatifitas Inovasi pada pokoknya merupakan tindakan berdasarkan suatu harapan. Inovasi membutuhkan keyakinan bahwa sesuatu yang Universitas Sumatera Utara sebelumnya tidak ada dapat menjadi ada. Menurut Barker dalam Stoltz, 2000, kreatifitas juga muncul dari keputusasaan. Oleh karena itu, kreatifitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh hal-hal yang tidak pasti. 4. Motivasi Penelitian yang dilakukan Stoltz 2000 menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai motivasi yang kuat mampu menciptakan peluang dalam kesulitan, artinya seseorang dengan motivasi kuat akan berupaya menyelesaikan dengan menggunakan segenap potensi. 5. Mengambil resiko Penelitian yang dilakukan Satterfield dan Seligman dalam Stoltz, 2000 menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai adversity intelligence tinggi lebih berani mengambil resiko dari tindakan yang dilakukan. Hal itu dikarenakan seseorang dengan adversity intelligence tinggi merespon kesulitan secara lebih konstruktif. 6. Perbaikan Seseorang dengan adversity intelligence yang tinggi senantiasa berupaya mengatasi kesulitan dengan langkah maju dan melakukan perbaikan. Stoltz 2000 menemukan bahwa orang-orang yang memiliki adversity intelligence lebih tinggi menjadi lebih baik. Sedangkan orang-orang yang adversity intelligence -nya lebih rendah menjadi lebih buruk. Universitas Sumatera Utara 7. Ketekunan Ketekunan adalah kemampuan untuk terus berusaha. Seseorang yang merespon buruk ketika berhadapan dengan kesulitan, maka ia akan mudah menyerah. Adversity intelligence menentukan keuletan yang dibutuhkan untuk bertekun Stoltz, 2000. 8. Belajar Menurt Carol Dweck dalam Stoltz, 2000 membuktikan bahwa anak-anak yang merespon secara optimis akan banyak belajar dan lebih berprestasi dibandingkan dengan anak- anak yang memilih pola pesimistis. 9. Merangkul perubahan Dalam penelitian Stoltz 2000 menemukan bahwa orang-orang yang memeluk perubahan cenderung mnerespon kesulitan secara lebih konstruktif. 10. Keuletan Psikolog anak Emmy Werner dalam Stoltz, 2000 menemukan anak-anak yang ulet adalah perencana-perencana, mereka yang mampu menyelesaikan masalah dan mereka yang bisa memanfaatkan peluang. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi adversity intelligence terdiri dari sepuluh, yaitu Universitas Sumatera Utara daya saing, produktivitas, kreativitas, motivasi, mengambil resiko, perbaikan, ketekunan, belajar, merangkul perubahan, dan keuletan.

C. Kewirausahaan 1. Pengertian Wirausaha

Istilah wirausaha ini berasal dari entrepreneur bahasa Perancis yang diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dengan arti between taker atau go between. Wirausaha bila ditinjau dari segi etiologis berasal dari gabungan kata wira gagah berani, perkasa dan usaha. Jadi, wirausaha berarti orang yang gagah berani atau perkasa dalam usaha. Machfoedz dalam Suryana, 2010 berpandangan bahwa wirausaha adalah orang yang bertanggung jawab dalam menyusun, mengelola, dan mengukur risiko suatu usaha. Para wirausaha merupakan orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dari padanya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan kesuksesan Meredith et al., 2005. Wirausaha menurut Scarborough dan Zimmerer 2005 adalah seseorang yang membuat bisnis baru untuk menghadapi resiko ketidakpastian dengan tujuan untuk menerima keuntungan dan pertumbuhan dengan mengidentifikasi kesempatan dan menggabungkan sumberdaya yang diperlukan untuk dijadikan modal pada kesempatan tersebut. Universitas Sumatera Utara Joseph Schumpter dalam Alma , 2006 menyebutkan wirausaha adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru. Menger dalam Riyanti 2003 berpendapat bahwa wirausaha adalah orang yang dapat melihat cara-cara ekstrim dan tersusun untuk mengubah sesuatu yang tak bernilai atau bernilai rendah menjadi sesuatu yang bernilai tinggi, dengan cara dan memberikan nilai baru ke barang tersebut untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa wirausaha adalah orang yang membuat, menciptakan, dan mengolah bisnis baru dengan tujuan mendapatkan keuntungan untuk memenuhi kebutuhan manusia.

2. Karakteristik Wirausaha