2. Program pengajaran
Dalam kurikulum 1994 ini, guru mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan dalam kurikulum sebelumnya dalam penjabaranmateri
kurikulum menjadi program-program pembelajaran. Program pengajaran untuk satu mata pelajaran terbagi menjadi program per kelas tingkat tahun.
Tujuan telah ditetapkan untuk setiap tahun tingkat kelas, tetapi materi pembelajaran disajikan untuk setiap semester. Menjadi tugas guru untuk
merancang alokasi waktu setiap pokok bahasan selama satu semester.
Berikut contoh untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas 1 Tujuan:
1. Siswa mampu menggunakan alat tulis brailli bermacam-macam reglet dan mesin ketik
2. Siswa mampu menulis kata-kata dan kalimat sederhana, dan membaca dengan lafal dan intonasi yang wajar
3. Siswa mampu menceritakan kegitaan sehari-hari dengan kalimat sederhana.
4. Dst.dst. Caturwulan 1 120 jam pelajaran
1. Pramembaca dan pramenulis : membiasakan diri
• Duduk wajar dan baik • Meraba bentuk dasar tanda braille terdiri dari 6 titik dengan
menggunakan papan baca, diteruskan menggunakan buku pelajaran membaca dan menulis permulaan braille
• Memasang kertas ... • Dst.dst.
2. Pembelajaran
• Menirukan atau membaca nyaring kata, kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang wajar
• Menceritakan pengalaman sehari-hari
75
• Bermain mendengarkan dan membedakan bunyi • Dst.dst.
GBPP inilah yang disusun secara bertahap untuk semua mata pelajaran sejak ditandatanganinya kurikulum oleh Mendikbud pada tahun 1994. GBPP mata
pelajaran bahasa Indonesia SLTPLB, misalnya dikembangkan tahun 1995, mata pelajaran IPA SDLB tahun 1997, mata pelajaran rekayasa kelistrikan
tahun 1998, layanan binadiri SLTPLB tahun 2001, program khusus braille tahun 2002.
3. Perencanaan pembelajaran
Dengan format kurikulum tahun 1994 ini, ada tiga macam penrencaan pembelajaran yang harus disusun oleh para guru, yaitu program tahuan,
program semester caturwulan, dan persiapan mengajar.
76
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
A. Latar Belakang
Kurikulum 2004 juga dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK, karena kurikulum ini menggunakan desain berbasis kompetensi. Kurikulum ini
dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa pemerataan memperoleh pendidikan masih menjadi masalah. Meskipun kesempatan mengikuti pendidikan pada jenjang SD
telah merata, pada jenjang SLTP dan SM kesempatan belum merata. Ini ditunjukkan oleh angka partisipasi murni yang baru mencapai 55 pada jenjang
SLTP dan 32 pada jenjang SM. Yang lebih memprihatinkan adalah mutu pendidikan. Hasil penelitian tentang penyelenggaraan pendidikan di Asia
menempatkan Indonesia pada peringkat 13, di bawah Vietnam. Masalah relevansi ditunjukkan oleh data yang dikeluarkan oleh BAPPENAS tahun 1996 yang
menggambarkan pengangguran terbuka lulusan SM sebesar 25, lulusan diploma sebesar 28, dan lulusan sarjana sebesar 37. Padahal, pada periode yang sama,
pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi, yaitu sebesar 13 untuk lulusan SM, 14 untuk lulusan diploma, dan 15 untuk lulusan sarjana. Proporsi lulusan
SM yang melanjutkan ke perguruan tinggi hanya antara 22-24. Masalah efisiensi diunjukkan oleh adanya penyebaran guru yang tidak merata, angka putus
sekolah, bangunan sekolah yang cepat rusak, jam belajar yang tersedia kurang digunakan secara optimal, dan alokasi dana yang tidak fleksibel.
Reformasi kurikulum dipandang sebagai salah satu upaya reformasi pendidikan. Perubahan kurikulum diharapkan dapat menjawab berbagai permasalahan bangsa
Indonesia untuk dapat mengejar kemajuan ilmu penegtahuan dan teknologi. Arah perubahan kurikulum ditujukan pada pengembangan potensi peserta didik yang
beragam. Setiap individu memiliki keunikan, baik dilihat dari berbagai karakteristik maupun keberagaman potensi yang dimililki. Perubahan kurikulum
diharapkan juga dapat memfasilitasi kreatifitas guru. Guru merupakan faktor penting dan menjadi ujung tombak proses pendidikan di sekolah. Peran guru
sangat penting, kreatifitas guru dalam merencanakan implementasi kurikulum
77