libido seksual, spermatogenesis dan diameter tubulus seminiferus. Menurut penelitian Das dan Ghosh 2010, pemberian MSG pada tikus menunjukkan mengecilnya
diameter tubulus seminiferus dibandingkan dengan kontrol.
Pemberian vitamin C dan vitamin E secara tunggal kurang mampu menunjukkan pengaruh yang besar dalam memulihkan diameter tubulus seminiferus
testis mencit yang dipajan MSG. Pemberian vitamin C dan E secara bersamaan mampu memulihkan diameter tubulus seminiferus testis mencit yang dipajan MSG.
Hal ini menunjukkan bahwa vitamin C dan E secara bersamaan berfungsi lebih baik dalam menangkal radikal bebas yang ditimbulkan MSG sehingga dapat meningkatkan
diameter tubulus seminiferus testis mencit.
4.4 Jumlah Sel Spermatogenik
Gambaran sel spermatogenik testis mencit hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 7. Jumlah spermatogonium pada K- dan K+ adalah 36 dan 39 sel. Pada P1 jumlah
spermatogonium mengalami penurunan sebesar 27,78. Pada P2 tidak menunjukkan pemulihan jumlah spermatogonium. Pada P3 dan P4 menunjukkan adanya pemulihan
jumlah spermatogonium masing-masing sebesar 30,56 dan 63,89. Jumlah spermatosit primer pada K- dan K+ adalah 30 dan 33 sel. Jumlah spermatosit primer
pada P1 mengalami penurunan sebesar 33,33. Pada P2, P3, dan P4 mengalami pemulihan masing-masing sebesar 10, 63,33, dan 56,67. Jumlah spermatid pada
K- dan K+ adalah 102 dan 104 sel. Pada P1 jumlah spermatid mengalami penurunan sebesar 58,82. Pada P2, P3, dan P4 jumlah spermatid mengalami pemulihan
masing-masing sebesar 58,82, 50,99, dan 53,92 .
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4 Penampang melintang tubulus seminiferus mencit Mus musculus
L. pewarnaan HE, perbesaran 400x. Keterangan; K-= Kontrol
Negatif, K+= Kontrol Positif, P1= MSG, P2= MSG Vitamin C, P3= MSG Vitamin E, P4= MSG Vitamin C Vitamin E,
Spermatogonium, B= Spermatosit Primer, C= Spermatid.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5 Jumlah sel spermatogenik tubulus seminiferus testis mencit. Huruf
yang sama pada perlakuan yang berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5 p0,05.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa jumlah spermatogonium pada P1 tidak berbeda nyata p0,05 dengan jumlah spermatogonium pada K-, K+, P1, P2, dan P3
tetapi berbeda nyata dengan P4. Jumlah spermatosit primer dan spermatid pada P1 tidak berbeda nyata dengan P2 tetapi berbeda nyata dengan K-, K+, P3, dan P4. Hal
ini menunjukkan bahwa pemberian MSG dengan dosis 4 mgg BB dapat menyebabkan gangguan spermatogenesis yang ditandai dengan menurunnya jumlah
spermatosit primer dan spermatid.
Menurut Sudatri 2011, MSG menyebabkan terjadinya gangguan spermatogenesis melalui pretestikular dan testikular. Mekanisme pretestikuler
menghambat spermatogenesis melalui poros hipotalamus, hipofisis dan testis. LH yang menurun dalam serum akan mereduksi testosteron intratestikuler yang diikuti
oleh penurunan FSH sehingga produksi sperma terhambat. Gangguan spermatogenesis melalui mekanisme testikuler bersifat sitotoksik. MSG menyebabkan terbentuknya
radikal bebas yang berlebih dan menimbukan stress oksidatif.
Pemberian MSG tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap jumlah spermatogonium. Hal ini mungkin disebabkan karena sel spermatogonium memiliki
Universitas Sumatera Utara
daya tahan yang paling tinggi terhadap faktor luar dari pada sel spermatogenik yang lainnya. Jumlah spermatosit primer mengalami penurunan akibat pemajanan MSG.
Hal ini mungkin disebabkan karena menurunnya hormon testosteron. Menurut Elpiana 2011, pemberian MSG dapat menyebabkan penurunan hormon FSH dan LH yang
kemudian disusul oleh menurunnya testosteron.
Testosteron diperlukan untuk memulai proses meiosis sel spermatosit. Menurut Soehadi 1979, testosteron berperan pada pembelahan profase meiosis
pertama tahap diakinesis, yaitu pada saat dimulainya pembelahan metaphase. Penurunan jumlah spermatosit primer ini didukung juga oleh pernyataan Everitt dan
Johnson 1990, spermatosit sangat sensitif terhadap pengaruh luar dan cenderung mengalami kerusakan setelah profase meiosis pertama khususnya pada tahap pakiten,
yaitu pada saat terjadinya pindah silang antara kromosom yang homolog. Bila spermatosit mengalami kerusakan maka akan mengalami degenerasi dan difagositosis
oleh sel Sertoli sehingga jumlah spermatosit menjadi berkurang. Penurunan jumlah spermatosit menyebabkan jumlah spermatid juga menurun karena spermatosit yang
mengalami meiosis kedua menjadi spermatid menurun. Menurut Tajudin 1986, hambatan pada satu tahapan spermatogenesis akan berpengaruh terhadap tahapan
berikutnya.
Pemberian vitamin C secara tunggal tidak mampu memulihkan jumlah sel spermatogenik pada mencit yang terpajan MSG. Hal ini mungkin disebabkan karena
dosis dari vitamin C yang belum optimal dalam memulihkan jumlah sel spermatogenik. Vitamin C sangat efektif sebagai antioksidan pada konsentrasi yang
tinggi. Pada penelitian terhadap efek vitamin C terhadap jumlah dan motilitas spermatozoa mencit yang dipapari MSG, menunjukkan bahwa pemberian vitamin C
dengan dosis 0,2 mgg BB tidak mampu memulihkan jumlah dan motilitas spermatozoa mencit yang dipajankan MSG Suparni, 2009.
Pemberian vitamin E secara tunggal mampu meningkatkan jumlah sel spermatogenik. Hal ini mungkin disebabkan karena vitamin E merupakan antioksidan
alami yang mampu menekan peroksidasi lipid pada membran sel sehingga akan melindungi membran sel dari kerusakan. MSG dapat menyebabkan keadaan stress
Universitas Sumatera Utara
oksidatif yang ditandai dengan pembentukan radikal bebas di dalam testis. Saat terdapat radikal bebas, lipid peroksida meningkat karena adanya reaksi antara lipid
dengan radikal bebas. Peroksidasi lipid dari membran sel tersebut mengakibatkan peningkatan fluiditas membran sel, dan gangguan permeabilitas membran sel.
Menurut Astuti 2009, vitamin E berperan dalam memperlambat berlangsungnya reaksi peroksidasi lipid karena mampu menangkap radikal bebas dan memutus
berantai proses peroksidasi lipid di dalam membran sel. Aksi vitamin E adalah dengan menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas
yang dibutuhkan untuk menstabilkan sebuah elektron yang tidak berpasangan akibat pembentukan radikal bebas. Hal ini menyebabkan terbentuknya radikal vitamin E
yang stabil dan tidak merusak, serta menghentikan reaksi rantai propagasi yang bersifat merusak pada proses peroksidasi lipid.
Pemberian kombinasi vitamin C dan E pada penelitian ini menunjukkan adanya pemulihan jumlah sel spermatogenik testis mencit yang telah dipajankan MSG.
Hal ini disebabkan karena adanya kerja sama yang sinergis dari vitamin C dan E. Vitamin E merupakan antioksidan yang bekerja pada membran sel yangmemerlukan
tekanan oksigen yang tinggi, sedangkan vitamin C bekerja pada sitosol dan secara ekstrasel. Dengan mekanisme kerja yang berbeda, jika kedua vitamin ini digunakan
bersamaan akan memberikan efek yang optimal dalam menghadapi aktifitas radikal bebas.Menurut Iswara 2009, Vitamin C bersama-sama dengan vitamin E dapat
menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat vitamin E radikal yang terbentuk pada proses pemutusan reaksi radikal bebas oleh vitamin E menjadi vitamin E bebas yang
berfungsi kembali sebagai antioksidan. Asam askorbat dengan cepat mengelimasi oksigen radikal dan mencegah proses oksidasi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan