dan tidak diperhitungkannya biaya transaksi serta dalam kondisi pasar yang sempurna, maka kebijakan dividen tidak akan memberikan pengaruh apa pun
terhadap harga pasar saham tersebut.
c. Bird In Hand Theory
Gordon mengatakan bahwa dengan mendapatkan dividen a bird in hand adalah lebih baik daripada saldo laba a bird in the bush karena pada akhirnya saldo laba
tersebut mungkin tidak akan pernah terwujud di masa depan it can fly away.
d. Tax Preference Theory
Teori ini diungkapkan oleh Bhattacharya yang menjelaskan bahwa berkaitan dengan pajak, investor lebih memilih pembayaran dividen rendah dibandingkan dengan
dividen yang tinggi.
e. Clientele Effect Theory
Teori ini diungkapkan oleh Black dan Scholes yang mengasumsikan jika perusahaan membayar dividen, investor seharusnya mendapatkan keuntungan dari dividen
tersebut untuk menghilangkan konsekuensi negatif dari pajak.
e. Keputusan Dividen Dalam Praktek
Pada prakteknya, ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan bagi perusahaan dalam menentukan kebijakan dividen. Menurut Keown 2000: 621 antara lain faktor-faktor yang
mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan adalah pembatasan hukum, posisi likuiditas, tak ada atau kurangnya sumber pendanaan lain, kemungkinan pendapatan diramalkan, kontrol
kepemilikan, inflasi.
1 Pembatasan hukum
Pembatasan hukum tertentu bisa membatasi jumlah dividen yang bisa dibayarkan perusahaan. Batasan hukum ini ada dua kategori. Pertama, pembatasan menurut
undang-undang. Kedua, unik untuk setiap perusahaan dan hasil dari batasan dalam kontrak utang dan saham preferen. Untuk meminimumkan resiko, investor sering kali
menerapkan aturan pembatasan atas manajemen sebagai syarat investasi mereka dalam perusahaan. Batasan ini meliputi aturan bahwa dividen takkan diumumkan
sebelum utang dibayar kembali. Perusahaan juga mungkin disyaratkan mempertahankan jumlah modal tertentu. Pemegang saham preferen bisa menuntut
agar dividen biasa takkan dibayar jika saham preferen tidak dibayarkan.
2 Posisi likuiditas
Terbalik dengan pendapat umum, fakta bahwa perusahaan menunjukkan jumlah laba ditahan yang besar dalam neraca tak berarti kas tersedia untuk pembayaran dividen.
Universitas Sumatera Utara
Posisi perusahaan saat ini dalam aset lancar, termasuk kas, pada dasarnya independen atas pos laba ditahan. Secara historis, perusahaan dengan laba ditahan yang besar
sukses dalam mengumpulkan kas dari operasi. Kalau dana ini tidak diinvestasikan kembali dalam perusahaan untuk periode pendek atau digunakan untuk membayar
utang yang jatuh tempo biasanya perusahaan dapat sangat untung dan tetap tidak memiliki kas. Dividen kas dibayarkan dengan kas, dan tidak dengan laba ditahan,
perusahaan harus memiliki kas tersedia untuk pembayaran dividen. Posisi likuiditas perusahaan sangat berpengaruh pada kemampuannya membayar dividen.
3 Tak ada atau kurangnya sumber pendanaan lain.
Perusahaan bisa menahan laba untuk tujuan investasi atau membayar dividen dan menerbitkan utang baru atau sekuritas modal untuk mendanai investasi. Untuk
sebagian besar perusahaan kecil atau baru, pilihan kedua ini realistis. Perusahaan ini tak memiliki akses ke pasar modal, jadi mereka harus sangat bergantung pada dana
internal. Sebagai akibatnya, rasio pembayaran dividen biasanya jauh lebih rendah untuk perusahaankecil atau baru daripada perusahaan besar dan milik publik.
4 Kemungkinan pendapatan diramalkan.
Rasio pembayaran dividen perusahaan hingga suatu titik tergantung pada kemungkinan diramalkannya laba perusahaan sepanjang waktu. Jika pendapatan
berfluktuasi jelas, manajemen tak dapat bergantung pada dana internal untuk memenuhi kebutuhan di masa depan. Jika laba tak dihasilkan, perusahaan bisa
menahan jumlah yang lebih besar untuk memastikan bahwa uang tersedia saat dibutuhkan. Sebaliknya, perusahaan dengan tren pendapatan yang stabil biasanya
akan membayar bagian yang besar dari pendapatannya dalam bentuk dividen. Perusahaan ini tak terlalu memerlukan ketersediaan laba untuk memenuhi kebutuhan
modal di masa depan.
5 Kontrol kepemilikan
Untuk banyak perusahaan besar, kontrol melalui pemilikan saham biasa bukan masalah tetapi bagi banyak perusahaan kecil dan menengah, mempertahankan kontrol
suara merupakan prioritas utama. Jika pemegang saham sekarang tak bisa berpartisipasi dalam penawaran baru, menerbitkan saham baru tak menarik, dalam arti
bahwa kontrol pemegang saham yang sekarang tak berarti. Pemilik mungkin lebih suka manajemen mendanai investasi baru dengan utang dan melalui laba daripada
melalui penerbitan saham biasa baru. Pertumbuhan perusahaan ini karenanya dibatasi dengan jumlah modal utang yang tersedia dan oleh kemampuan perusahaan
menghasilkan laba.
6 Inflasi.
Dalam periode inflasi, idealnya setelah aset tetap rusak dan usang, dana yang dihasilkan dari depresi digunakan untuk mendanai penggantian karena harga peralatan
Universitas Sumatera Utara
pengganti terus naik, dana depresiasi tak cukup. Ini membutuhkan retensi laba yang lebih besar, yang berarti bahwa dividen harus terpengaruh secara tak menguntungkan.
Tampubolon 2005:186 menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah sebagai berikut:
1 tingkat pertumbuhan korporasi company grow rate,
2 keterikatan dalam rapat restrictive convenant,
3 profitability,
4 stabilitas laba earning stability,
5 kontrol perbaikan maintenance control,
6 memahami pengungkit keuangan degrre of financial leverage,
7 kemampuan untuk kondisi eksternal ability to finance externally,
8 keadaan tak terduga uncertainity,
9 ukuran dan umur korporasi age and size.
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan laba bersih, arus kas operasi dan dividen kas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.2 Hasil Penelitian terdahulu
Nama Judul
Variabel yang digunakan
Uraian
Hermi 2004
Hubungan Laba Bersih
dan Arus kas Operasi
Terhadap Dividen Kas
pada Perusahaan
Perdagangan Besar Barang
Produksi di Bursa Efek
Independen: - laba bersih,
- arus kas operasi.
Dependen:
- dividen Periode penelitian adalah tahun
1999-2002.
Jumlah sampel penelitian adalah sebanyak 20
perusahaan.
Analisis data yang digunakan adalah Spearman Rank
Correlation Coefficient.
Hasil penelitian:
Universitas Sumatera Utara