BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia memerlukan bahasa dalam berkomunikasi. Bahasa adalah alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain
dan berperan dalam perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia Sutedi, 2003:2. Dengan demikian bahasa memiliki fungsi yakni sebagai media
dalam penyampaian informasi berisi gagasan, pemikiran, dan hasrat yang digunakan masyarakat untuk berkomunikasi yang berperan dalam berbagai aspek
kehidupan manusia. Fungsi dari bahasa itu sendiri dapat dikaji melalui dua cara, yaitu secara
internal dan secara eksternal. Kajian secara internal adalah pengkajian yang hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa, yang mencakup struktur
fonologi, morfologis, sintaksis dan semantik. Kajian ini dilakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang sudah ada dalam aturan dalam pengkajian disiplin
linguistik. Sedangkan kajian secara eksternal adalah pengkajian yang dilakukan terhadap struktur yang berada di luar bahasa tersebut, misalnya sosiolinguistik,
psikolinguistik, neurolinguistik, dan lain-lain. Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa dalam pengkajian secara
internal ada beberapa bidang kajian yang termasuk di dalamnya seperti morfologi, fonologi, sintaksis dan semantik. Morfologi yang istilahnya di dalam bahasa
Jepang disebut dengan keitairon adalah ilmu yang mengkaji tentang jenis-jenis dan proses pembentukan kata dalam suatu bahasa. Fonologi atau disebut dengan
on-inron merupakan cabang linguistik yang mengkaji tentang lambang bunyi bahasa berdasarkan fungsinya. Sintaksis yang juga disebut dengan tougoron
adalah ilmu yang mengkaji tentang struktur kalimat, atau kaidah-kaidah yang mengatur suatu kalimat dalam suatu bahasa. Dan bidang kajian terakhir dalam
pengkajian secara internal adalah semantik atau yang memilki isilah dalam bahasa jepang yaitu imiron,
Semantik atau imiron adalah ilmu yang mengkaji tentang makna kata, frase dan klausa dalam suatu kalimat. Verhaar dalam Pateda, 2001:7 mengatakan
Universitas Sumatera Utara
bahwa, Semantik merupakan teori makna atau studi ilmiah mengenai makna. Dalam berkomunikasi perlu pemahaman akan makna agar komunikasi berjalan
dengan lancar. Maka dapat dikatakan bahwa semantik memegang peranan penting dalam penggunaan bahasa. Ada pendapat yang menyatakan bahwa setiap jenis
penelitian yang berhubungan dengan bahasa, apakah itu struktur kalimat, kosakata, ataupun bunyi-bunyi bahasa, pada hakikatnya tidak akan terlepas dari
makna. Menurut Kridalaksana 2008:148,pengertian makna dijabarkan menjadi:
1. Maksud pembicara, 2. Pengaruh sauna bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku
manusia atau kelompok manusia, 3. Hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa
dan alam di luar bahasa, atau antara bentuk ujaran dan semua hal yang ditunjuknya,
4. Cara menggunakan lambing-lambang bahasa. Seperti kita ketahui, bahwa objek kajian semantik adalah makna yang antara
lain mencakup makna kata, relasi makna, makna frase dan makna kalimat. Dalam makna suatu kata biasanya akan berkembang, karena dipengaruhi oleh konteks
atau situasi dalam kalimatnya. Makna kata yang memiliki arti yang sama namun memiliki perbedaan dalam hal ini nuansa makna dan penggunaannya pada suatu
kalimat berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya
Chaer, 2007:297. Salah satu relasi makna yang dibahas dalam semantik adalah sinonim.
Secara etimologi sinonim yang berasal dari Yunani kuno ini berasal dari kata onoma yang berarti ‘nama’ dan dari kata syn yang berarti ‘dengan’. Secara
harfiah kata sinonim berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama Chaer, 1995:82.
Dalam Bahasa Jepang sinonim disebut denga ruigigo. Pengertian ruigigo adalah “katachi wa chigau ga, arawasu imi ga daitai nikayotteiru tango. Tatoeba
jikan to jikoku…nado.” Shirou, 1984:969. Artinya, yang dimaksud dengan
Universitas Sumatera Utara
sinonim adalah kata yang memiliki bentuk berbeda, tetapi memiliki pengertian atau makna yang hampir sama. Misalnya kata jikan dan jikoku dan lain-lain.
Sinonim dalam bahasa Jepang bisa terjadi dalam verba, nomina, adjektiva, ungkapan, dan partikel. Hal ini yang menyebabkan pembelajar bahasa Jepang
mengalami kesusahan saat harus memahami dan menggunakan kata-kata yang memilki makna yang hampir sama ini. Oleh karena itu, penganalisaan terhadap
perbedaan dan persamaan makna sinonim dalam bahasa Jepang perlu dilakukan, seperti sinonim Omoidasu dan Oboeru yang mempunyai makan “ingat”.
Contoh: 1. 思い出した だけ でも、 おかしく なります。
Omoidashita Kalau saya
dake demo, okashiku narimasu. ingat
Matsuura, 1994:762 , geli hati saya.
2. 私 は まだ よく 覚えています Watashi wa mada yoku
。 oboeteimasu
Saya masih .
ingat Matsuura, 1994:747
betul.
Melihat kedua contoh kalimat di atas, dapat diketahui bahwa meskipun kedua verba tersebut memiliki persamaan makna yaitu sama-sama mengandung
makna ‘ingat’, namun nuansa makna ‘ingat’ yang diberikan tiap-tiap verba di dalam kalimat terasa berbeda. Kata ini sering digunakan dalam kehidupan sehari-
hari sehingga diperlukan kecermatan dalam penggunaannya agar dapat dipahami oleh sesama pengguna bahasa Jepang.
Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sinonim kata Omoidasu dan Oboeru yang memiliki pengertian yang
sama sebagai verba, yaitu ‘ingat’ namun memiliki perbedaan nuansa makna dalam kalimat pada beberapa contoh kalimat bahasa Jepang yang diambil dari cuplikan
beberapa sumber seperti cuplikan dalam novel yang berjudul “Meian” karya Natsume Sôseki, surat kabar elektronik “Yomiuri”, surat kabar elektronik “Tokyo
Universitas Sumatera Utara
Shinbun” dan majalah elektronik “Shooting” yang selanjutnya akan penulis tuangkan dalam skripsi yang berjudul “Analisis Makna Verba Omoidasu dan
Oboeru dalam Kalimat Bahasa Jepang ”.
1.2 Perumusan Masalah