Pola Pembentukan Ryakugo (Pemendekan) Bahasa Jepang: Suatu Tinjauan Morfologi Struktural

(1)

POLA PEMBENTUKAN RYAKUGO (PEMENDEKAN)

BAHASA JEPANG : SUATU TINJAUAN

MORFOLOGI STRUKTURAL

TESIS

OLEH

KHAIRA SEANTY DARLAN

117009038/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

POLA PEMBENTUKAN RYAKUGO (PEMENDEKAN)

BAHASA JEPANG: SUATU TINJAUAN

MORFOLOGI STRUKTURAL

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Sains dalam Program Studi Linguistik pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

KHAIRA SEANTY DARLAN

117009038/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

Judul Tesis : POLA PEMBENTUKAN RYAKUGO (PEMENDEKAN) BAHASA JEPANG: SUATU TINJAUAN

MORFOLOGI STRUKTURAL Nama Mahasiswa : Khaira Seanty Darlan

Nomor Pokok : 117009038 Program Studi : Linguistik Konsentrasi : Bahasa Jepang

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D) (Dra.Siti Muharami Malayu,M.Hum) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur,

Prof.T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D. Prof.Dr.Erman Munir, M.sc


(4)

Telah diuji

pada tanggal 26 Agustus2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Hamzon Situmorang,M.S.Ph.D. Anggota : 1. Dra.Siti Muharami Malayu,M.Hum 2. Prof. Dr. Robert Sibarani, M.Si

3. Drs. Yuddi Adrian Mulyadi, MA 4. Prof.T.Silvana Sinar, M.A.,Ph.D.


(5)

PERNYATAAN

TESIS

POLA PEMBENTUKAN RYAKUGO (PEMENDEKAN) BAHASA JEPANG: SUATU TINJAUAN

MORFOLOGI STRUKTURAL

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 26 Agustus 2013


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT., karena atas rahmat dan hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Pola Pembentukan

Ryakugo (Pemendekan) Bahasa Jepang: Suatu Tinjauan Morfologi Struktural”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mendapat magister pada Program Studi Magister (S2) Linguistik, Konsentrasi Bahasa Jepang, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Penulis juga tidak lupa mengucapkan salawat dan salam pada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.

Selama proses perngerjaan tesis ini, penulis memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D. sebagai Pembimbing I dan Dra. Siti Muharami Malayu, M. Hum. selaku pembimbing II. Selama penulis menjadi mahasiswa di Program Studi Magister, Program Studi Linguistik beliau telah banyak memberikan pelajaran yang berharga. Beliau dengan penuh ketelitian dan perhatian memberikan bimbingan, masukan dan motivasi yang sangat berharga demi perbaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu sangat diharapkan saran dan masukan yang konstruksi sehingga tulisan ini lebih baik.


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

Nama : Khaira Seanty Darlan Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 27 Agustus 1977 Alamat : Jl.STM 54 Medan

Agama : Islam

Telepon : (061) 7861951 Telepon Selular : 0819642708

E-mail : heramanis@gmail.com Nomor KTP : 1271036708770001

PENDIDIKAN FORMAL

2011-2013 : Program Pasca Sarjana Prodi Linguistik S2 Universitas Sumatera Utara

2000-2003 : Fakultas Sastra Program Ekstension S1 Sastra Jepang, Universitas Sumatera Utara Medan

1995-1998 : Fakultas Sastra Program Bahasa Jepang D3, Universitas Sumatera Utara Medan

1992-1995 : SMA Negeri 1 Medan

1989-1992 : Madrasah Tsanawiyah Negeri Padang Panjang 1983-1989 : SD Negeri 060812 Medan


(8)

PENGALAMAN KERJA

2013-sekarang : Tenaga Pengajar Sekolah Nahyang School Medan 2013-sekarang : Tenaga Pengajar Yayasan Graha Kirana Medan

2011-sekarang : Tenaga Pengajar di SMA Negeri 01 Medan 2010-sekarang : Tenaga Pengajar Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

2009-sekarang : Tenaga Pengajar di Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) Harapan Medan

1999-2003 : PT.Indonesia Asahi Denki, sebagai Supervisor 1998-1999 : Tenaga Pendamping dalam Program Aksi

Pemberdayaan Masyarakat Tani Menuju Ketahanan Pangan Nasional


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam menempuh perkuliahan dan penyelesaian tesis ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala doa, perhatian, bimbingan, arahan, serta dorongan yang telah diberikan kepada penulis oleh pihak-pihak berikut ini.

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K). selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Erman Munir, M.sc. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara beserta Staff Akademik dan Administrasinya

3. Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan sebagai penguji, Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. dan Dr. Nurlela, M.Hum. selaku Sekretaris Program Studi Linguistik Univesitas Sumatera Utara beserta Dosen dan Staf Administrasinya.

4. Prof. Dr. Hamzon Situmorang, M.S.,Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Utama dan Dra. Siti Muharami Malayu,M.Hum. selaku Pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian tesis ini serta memberikan dorongan dan motivasi.


(10)

5. Prof.Dr.Robert Sibarani,M.S.selaku Dosen dan Penguji yang telah memberikan kebaikan dan dorongan serta motivasi dalam menyelesaikan perkuliahan serta membangun logika berfikir penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Drs. Yuddi Andrian Mulyadi,M.A. selaku Dosen dan Penguji yang telah menyalurkan ilmu dan bertukar pikiran dalam berdiskusi dalam perkuliahan dan penyelesaian tesis ini.

7. Kedua Orang tua penulis Bapak Dr.H.Darlan Djali Chan dan ibu Roswita Yeti yang telah membesarkan dan membimbing dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

8. Ananda Orvalia Nurhadeni Nst, Orvandika Roslan Anwar Nst serta Orvan Muhammad Rizki Nst yang telah menjadi inspirasi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

9. Angkatan 2011 Program Studi Magister Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU. Terutama Nazaya dan Lisa serta teman-teman lain yang tidak disebutkan.

10.Hermawan Agus Riyanto yang telah banyak memberi semangat dari awal perkuliahan hingga akhir penulisan tesis ini.

11.Dan ucapan terima kasih special penulis ucapkan kepada Syarizal Nizam yang hadir sebagai pelengkap dalam penyelesaian penulisan tesis ini.

Semoga Allah SWT memberikan kemurahan rezeki, membalas segala doa dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga


(11)

tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam kajian Linguistik Bahasa Jepang. Terima kasih.

Medan, Agustus 2013 Penulis,

Khaira Senty Darlan NIM. 117009038


(12)

POLA PEMBENTUKAN RYAKUGO (PEMENDEKAN)

BAHASA JEPANG : SUATU TINJAUAN MORFOLOGI

STRUKTURAL

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembentukan kata yang berasal dari pemendekan kata, yang disebut abreviasi (shouryakugo). Di dalam kajian abreviasi mengkaji tentang akronim, penggalan dan singkatan yang di dalam bahasa Jepang disebut dengan ryakugo. Ryakugo yang merupakan kata yang dipendekkan dari bentuk yang panjang menjadi bentuk yang pendek dan sederhana. Data pemendekan bahasa Jepang (ryakugo) akan dianalisis jenisnya dan dirumuskan pola pembentukannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan analisis isi, serta menggunakan studi pustaka. Penelitian yang berdasarkan metode morfologi struktural ini mengambil sumber data dari koran, buku teks pelajaran, komik dan data yang ada di internet. Data dalam penelitian ini berupa kata yang disingkat dari bentuknya yang panjang sehingga membentuk kata baru dengan mengekalkan bagian huruf atau suku kata dalam tiap komponennya. Analisis data yang dilakukan, yaitu data kata, kaidah pembentukan kata dan analisis kontruksi pembentukan kata. Dari hasil temuan menunjukkan bahwa proses pembentukan kata dari ryakugo bahasa Jepang terdapat 8 jenis ryakugo dan terbagi pada 3 pola pembentukan ryakugo yang berupa akronim, penggalan dan singkatan. Ketiga pola tersebut diteliti berdasarkan bentuk huruf kanji, hiragana, katakana dan romaji. Karakter huruf yang berbeda antara bahasa Indonesia dan bahasa Jepang mempengaruhi perbedaan kontruksi pola pembentukan ryakugo dalam bahasa Jepang dan akronim dalam bahasa Indonesia.


(13)

ABSTRACT

The purpose of this research is to figure out the process of word formation which is derived from word shortening namely abbrevation (shouryakugo in Japanese Language). The study of abbreviation analyzes acronym, clipping and word abbreviation which is called ryakugo in Japanese language. Ryakugo is a word which is shortened from the long form to become a short and simple word. The research will identity the types of ryakugo and to formulate the formation patter of the data of ryakkugo.The research usee descriptive qualitative methodological research with contentanalysis, and library research. The research which is based on struktural morphology method takes data sourch from newspapers, textbooks, comics and existing data on the internet, The data in this research are shortened form from the long form of the word, which configurates a new word while perpetuating parts of letters or syllables in each component of the word. The data analysis uses the word data, the rules of word form ation and the analysis of word formation and the analysis of word formation construction. The research findings indicate that the process of word formation of ryakugo in japanese consist of 8 types of ryakugo and divided in to 3 formation patterns of ryakugo in the form of acronyms, clipping and word abbreviation. All these three patterns are examined based on the form of kanji, hiragana, katakana, and romaji. The difference of letter character between Indonesian and Japanese influence the different construction of ryakugo formation pattern in Japanese and the acronym in Indonesian.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA

PENGANTAR... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... ii

UCAPAN TERIMA KASIH... iv

ASTRAK………...………..…. vi

ABSTRACT……..…..………..………...……… vii

DAFTAR ISI…………..………....……….……. viii

BAB I PENDAHULUAN………...….…... 1

1.1.Latar Belakang ...………...……...…. 1

1.2.Batasan Masalah……...……...………..……….……. 15

1.3.Perumusan Masalah………..….…….……….. 15

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 15

1.4.1.Tujuan Penelitian ... 15

1.4.2.Manfaat Penelitian ... 16

1.4.2.1.Manfaat Teoritis ... 16

1.4.2.2.Manfaat Praktis ... 16

BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA..…...………….… 17

2.1.Morfologi………...……….... 17

2.1.1.Pengertian Morfologi ... 17

2.1.2. Morfologi Struktural... 18

2.1.2.1.Organisasi Morfologi Struktural... 22

2.1.3.Proses Morfologis... 24

2.1.4.Kata... 26

2.1.5.Proses Pembentukan Kata... 27

2.2.Abreviasi ... 32

2.2.1.Ryakugo... 37

2.2.1.1.Pola Pembentukan Ryakugo... 40

2.3.Penelitian yang Relevan... 45

BAB III METODE PENELITIAN………...……….….… 48

3.1.Metode Penelitian... 48

3.2.Data dan Sumber Data ... 49

3.3.Teknik Penelitian...52

3.4.Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.5.Tekhnik Analisi Data... 53

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN... 54


(15)

4.1.1.Jenis Ryakugo... 54

4.1.2.Kaidah Pembentukan Ryakugo.... 58

4.1.2.1.Akronim... 58

4.1.2.1.1.Pengekalan huruf kanji... 58

4.1.2.1.2.Pengekalan huruf hiragana...74

4.1.2.1.3.Pengekalan huruf katakana...77

4.1.2.1.4.Pengekalan kombinasi huruf kanji, hiragana Dan katakana...82

4.1.2.2.Penggalan...83

4.1.2.2.1.Penggalan huruf kanji...83

4.1.2.2.2.Penggalan huruf hiragana...84

4.1.2.2.3.Penggalan huruf katakana...84

4.1.2.2.4.Penggalan gabungan huruf kanji dan katakana...88

4.1.2.3.Singkatan...88

4.2.Pembahasan...89

4.2.1.Kaidah Pola Pembentukan Ryakugo...89

4.2.1.1.Proses pengekalan huruf kanji...90

4.2.1.2.Proses pengekalan hiragana ...104

4.2.1.3.Proses pengekalan katakana...105

4.2.1.4.Proses pengekalan huruf kanji dan huruf kataka...108

4.2.1.5.Proses pengekalan huruf kanji dan huruf hiragana...109

4.2.1.6.Proses pengekalan huruf romaji...110

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...112

5.1.Simpulan...112

5.2.Saran ... 114


(16)

PERNYATAAN

TESIS

POLA PEMBENTUKAN RYAKUGO (PEMENDEKAN) BAHASA JEPANG: SUATU TINJAUAN

MORFOLOGI STRUKTURAL

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Tesis ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Tesis ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 26 Agustus 2013


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Bahasa memegang peranan yang sangat penting untuk berkomunikasi di dalam kehidupan manusia. Penggunaan bahasa merupakan salah satu kelebihan yang dimiliki manusia karena melalui bahasa tersebut, maka dapat berinteraksi dengan baik secara lisan maupun tulisan, seperti pendapat Keraf (1980 : 53) yang menyebutkan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud dan tujuan kepada orang lain. Bahasa adalah alat komunikasi untuk berinteraksi antar manusia. Tanpa bahasa kita tidak mungkin dapat berinteraksi, karena bahasa adalah sumber untuk terciptanya interaksi antara manusia dengan manusia lainnya.

Mempelajari bahasa pada hakikatnya sama dengan belajar berkomunikasi. Seperti halnya mempelajari bahasa asing termasuk bahasa Jepang mempunyai tujuan untuk mencapai kemampuan berkomunikasi lisan dan tulisan untuk menyampaikan ide dan pikiran kepada orang lain. Dalam berkomunikasi dengan orang lain diperlukan pengetahuan mengenai aturan atau kaidah pemakaian yang berlaku pada bahasa asing tersebut, seperti yang disampaikan Samsuri (1994:10) bahwa bahasa adalah kumpulan aturan-aturan, kumpulan pola-pola dan kumpulan kaidah-kaidah atau dengan singkat merupakan sistem unsur-unsur dan kaidah.


(18)

Kimura (1988:27) menyebutkan, kajian kebahasaan dapat difokuskan kedalam dua aspek yaitu kaidah-kaidah bahasa (speech of code) dan cara pemakaiannya (speech of act). Kaidah bahasa meliputi kajian fonetik, fonologi, aksen, perbendaharaan kata, tata bahasa, cara penulisan, huruf, dan sebagainya, sedangkan cara pemakaian bahasa meliputi aspek berbicara, menulis, menyimak dan lain-lain. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kaidah bahasa dan penggunaannya merupakan aspek kajian kebahasaan yang sangat penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.

Salah satu yang menjadi kaidah bahasa adalah huruf. Situmorang (2007:3) mengatakan bahwa huruf yang digunakan di dunia ada tiga jenis. Yaitu:

1. 単音文字 tanonmonji , yaitu huruf yang mengutarakan potongan bunyi yang

terkecil, huruf ini dapat menuliskan muatan sebuah bunyi vokal maupun konsonan secara berdiri sendiri. Atau sebuah huruf sebagai gambaran sebuah konsonan atau vokal tertentu. Yang termasuk ke dalam jenis huruf ini misalnya adalah huruf romawi.

2. 音節文字 onsetsumonji , yaitu huruf yang menggambarkan potongan bunyi

suara, huruf ini dapat menuliskan muatan bunyi vokal, tetapi untuk bunyi konsonan biasanya diucapkan bersamaan dengan bunyi vokal. Huruf ini tidak menggambarkan bunyi konsonan berdiri sendiri. Contoh huruf yang termasuk ke dalam jenis ini adalah huruf hiragana dan katakana dan juga huruf-huruf dalam bahasa daerah di Indonesia pada umumnya.


(19)

3. 表意文字 hyouimonji , yaitu huruf yang menggambarkan sebuah arti, dalam huruf ini lebih dipentingkan mengutarakan muatan arti atau makna dari pada bunyi bacaannya. Dalam jenis huruf ini, sebuah huruf mempunyai satu arti atau makna, tetapi kadang-kadang sebuah huruf mempunyai cara baca yang lebih dari satu. Yang termasuk dalam jenis huruf ini adalah huruf kanji. Huruf kanji tidak sama bacaannya menurut orang Jepang dan menurut China.

Sutedi (2003 : 7) menjelaskan tentang huruf yang ada di Jepang, bahwa bahasa Jepang dikenal sebagai bahasa yang kaya dengan huruf, tetapi miskin dengan bunyi. Bunyi dalam bahasa Jepang terdiri dari lima vokal dan beberapa konsonan yang diikuti oleh vokal tersebut dalam bentuk suku kata terbuka kecuali kata yang diakhiri dengan konsonan [N]. Untuk menyampaikan bunyi tersebut, digunakan empat macam huruf, yaitu huruf hiragana, katakana, kanji dan romaji. Hiragana dan

katakana disebut juga dengan huruf kana. Hiragana digunakan untuk menulis kosakata bahasa Jepang asli, baik secara utuh maupun digabungkan dengan huruf

kanji. Katakana digunakan untuk menulis kata serapan dari bahasa asing selain bahasa Cina. Jumlah huruf hiragana dan katakana yang sekarang digunakan masing-masing 46 huruf, kedua huruf ini digunakan untuk melambangkan bunyi yang sama dari huruf tersebut, ada yang dikembangkan dengan menambahkan tanda tertentu untuk membentuk bunyi lainnya yang jumlahnya masing-masing mencapai 56 bunyi. Huruf-huruf tersebut berbentuk suku kata, sehingga bunyi dalam bahasa Jepang secara total terdiri dari 102 suku kata.


(20)

Sutedi (2003:8) menambahkan bahwa huruf Kanji yaitu huruf yang merupakan lambang, ada yang berdiri sendiri, ada juga yang harus digabung dengan huruf kanji

yang lainnya atau diikuti dengan hiragana ketika digunakan untuk menunjukkan satu kata. Kanji berasal dari Cina yang memiliki jumlah yang banyak dan terdiri dari dua cara baca, yaitu cara baca Jepang (kun-yomi) dan cara baca Cina (on-yomi). Seperti pada kanji中memiliki kunyomi (naka) dan onyomi (chuu).

Terakhir, yaitu huruf Romaji atau disebut juga huruf latin, digunakan pada buku pelajaran bahasa Jepang tingkat dasar yang diperuntukkan bagi pembelajar yang ingin mempelajari bahasa Jepang tanpa mempelajari tulisan huruf Jepang.

Dari rangkaian beberapa huruf maka akan terbentuk suatu kata. Berdasarkan asal usul kata, dalam bahasa Jepang terdapat 4 jenis kosakata yaitu wago, kango, gairaigo, dan konshuugo. Wago yaitu kosakata asli bahasa Jepang, kango yaitu kosakata yang berasal dari China yang ditulis dengan huruf kanji yang dibaca secara onyomi,

gairaigo yaitu bahasa serapan/pinjaman atau merupakan kosakata

selain wago dan kango, termasuk didalamnya kosakata yang masuk sejak abad pertengahan yang dibaca dengan cara baca China modern, dan konshugo yaitu kosakata yang terbentuk dari dua lebih jenis kosakata yang pada dasarnya terdiri atas tiga macam gabungan, yaitu wago dengan kango, kango dengan gairaigo dan wago

dengan gairaigo (Sudjianto dan Dahidi, 2007:99).

Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan bahasa, maka perpaduan huruf dan pembentukan kata juga berkembang. Hal ini diketahui dari munculnya kata baru yang terbentuk dengan menyingkat kata tersebut. Penyingkatan ini dapat


(21)

dibentuk dari satu kata atau lebih. Berbeda dengan bahasa Indonesia yang dapat menyingkat kata dengan satu fonem saja, bahasa Jepang berangkat dari dua fonem yang terdiri dari vokal dan konsonan, sehingga dalam menyingkat kata, singkatan tersebut terdiri dari suku kata yang dapat dibentuk dari gabungan onyomi dan gabungan kunyomi serta menyingkat kata dari kata yang berasal dari bahasa asing, namun terdapat juga singkatan yang ditulis dengan huruf alfabet, seperti NHK(Nihon Housou Kyoukai) yang artinya radio TV Jepang.

Penyingkatan kalimat bahasa Jepang banyak ditemukan pada bahasa yang digunakan oleh anak muda, karena kecenderungan anak muda yang ingin praktis sehingga menyingkat kalimat menjadi pendek. Bahasa anak muda ini disebut dengan

wakamono kotoba. Tanaka (1997:85-86) menyebutkan bahwa wakamono kotoba

dimulai sejak zaman Edo yang digunakan oleh kelompok-kelompok tertentu, seperti kelompok para pedagang, kelompok satuan militer, petani dan antar kelompok yang memiliki profesi atau lingkungan yang sejenis. Akan tetapi, bahasa ini lebih banyak digunakan oleh penjahat sehingga ada anggapan pada awalnya bahasa ini merupakan bahasa para pelaku kriminalitas. Hingga pada akhir zaman Restorasi Meiji

keberadaan bahasa ini masih terdapat di tengah masyarakat, tetapi sering digunakan oleh kaum mafia Jepang (yakuza).

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman, penggunaan bahasa anak muda (wakamono kotoba) di Jepang memiliki bahasa yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan terhadap sesuatu, seperti kekaguman, ketidaksukaan, dan


(22)

perasaan-perasaan lainnya. Kosakata yang digunakan dapat berupa pemendekan kata maupun kosakata baru.

Tanaka (1997:85-86) mengemukakan bahwa salah satu karakteristik bahasa anak muda dewasa ini adalah menyingkat unsur-unsur kata/kalimat yang disebut dengan

shouryaku.

Katou (1994 : 1) mengatakan lebih lanjut karakteristik dan fungsi wakamono kotoba ini yaitu:

1. Untuk membuat hubungan pertemanan lebih intim atau akrab, dan lebih santai. 2. Untuk mengungkapkan atau mengekspresikan segala sesuatu yang kurang

berkenan di hati.

3. Sebagian besar kosakata pada wakamono kotoba biasanya ditambahkan dengan perasaan yang baru atau sedang dirasakan oleh si pembaca pada saat itu.

4. Bentuk kosakata yang menjadisingkat. 5. Merupakan permainan kata.

Nakao dkk dalam Varda (2004 : 28) menyebutkan ciri-ciri wakamono kotoba

sebagai berikut :

1. Penyingkatan satu bagian kata atau kalimat.

Kata-kata yang panjang, dalam kehidupan sehari-hari orang Jepang, biasa disingkat agar mudah diingat dan dipakai. Namun penyingkatan kata atau kalimat oleh para remaja di Jepang terkesan seenaknya, dan berbeda dengan penyingkatan kata atau kalimat pada umumnya, seperti :


(23)

- ー ン(geesen)

Adalah singkatan dari ー ン ー(geemu senta) yang artinya’ game center’.

- 見 (getsudora miru)

Adalah singkatan dari 曜日 見 (getsu youbi nodorama wo miru) yang artinya ‘menonton drama yang dipertunjukkan pada hari senin’.

- (makudo)

Adalah singkatan dari (makudonarudo) yang artinya

McDonald’.

2. Adanya pembalikan urutan kata Contoh :

- ン(mono hon)

Adalah pembalikan urutan kata dari ン (hon mono) yang artinya

‘barang asli’.

- (derumo)

Adalah pembalikan urutan kata dari (moderu) yang artinya ‘model’. 3. Pada kata benda diberi akhiran ru dan tta sehingga menjadi kata kerja.

Contoh :

- (chariru)

Berasal dari kata + (chari + ru) yang artinya ‘bersepeda’


(24)

Berasal dari kata 行 食べ (makudonarudo e itte taberu) yang artinya ‘pergi makan ke Mc’Donal’

4. Membuat ungkapan dari ciri khas yang dimiliki seseorang Contoh :

- (gyaba)

Berasal dari kata い 格 好 い 中 年 以 女 性

(gyaru mitaina kakkoi wo shite iru chuunen ijou no josei ) yang artinya siswi

SMP yang ‘’genit

5. Menggunakan katakana go

Dikatakan bahwa anak muda Jepang sangat suka menggunakan kata yang diambil dari bahasa asing yang ditulis dengan huruf katakana.

Contoh di atas merupakan sebagian dari wakamono kotoba yang terdapat di Jepang. Wakamono kotoba yang merupakan singkatan atau gabungan dua kosakata atau lebih memiliki jumlah terbanyak diantara wakamono kotoba lain. Dapat dilihat pula bahwa kosakata tersebut biasanya merupakan gabungan antara bahasa asing (gairaigo) dengan bahasa Jepang asli. Wakamono kotoba juga banyak terdapat di komik yang merupakan salah satu manifestasi perkembangan kehidupan masyarakat pada masanya. Hal ini disebabkan oleh perkembagan komik yang sejalan dengan unsur-unsur budaya masyarakat yang melatarbelakanginya serta termasuk didalamnya adalah perkembangan bahasa. Penulis komik menangkap fenomena yang terjadi di masyarakat dan menuangkannya dalam bentuk dialog antar tokoh dalam komik


(25)

tersebut untuk menghidupkan suasana atau atmosfer remaja dalam komik. Dengan kata lain, komik mampu menjadi salah satu sarana untuk mensosialisasikan

wakamono kotoba yang kini banyak digunakan oleh remaja Jepang. Pemakaian

wakamono kotoba dalam komik, disamping untuk menghidupkan suasana/atmosfir remaja, juga sebagai publikasi dari komik tersebut sehingga komik dapat menjadi sumber pendistribusian wakamono kotoba dikalangan remaja, khususnya di kalangan remaja Jepang.

Proses pemendekan kata dalam bahasa Jepang disebut dengan shouryakugo. shouryakugo didalam bahasa Indonesia disebut dengan abreviasi. Hasil dari proses pemendekan kata tersebut disebut dengan ryakugo. Ryakugo terdapat pada komik, koran, buku-buku pelajaran tentang tata bahasa Jepang, kamus serta dapat ditemui pada istilah bahasa asing yang sering disebut dengan kata serapan.

Ryakugo berasal dari kata yang panjang yang disingkat atau dipendekkan agar lebih praktis. Bentuk ryakugo dapat berupa akronim, singkatan dan pemendekan dalam bahasa Indonesia. Ini disebabkan karena ryakugo merupakan pemendekan dari bentuk yang panjang menjadi bentuk yang singkat atau dipendekkan dari kata yang panjang dan dilafalkan sebagai suatu kata.

Dalam ryakugo, terdapat bermacam bentukan dan memiliki pola yang berbeda-beda. Pola pembentukan ryakugo tersebut dapat dengan menggabungkan huruf

hiragana pertama pada tiap komponen, atau gabungan huruf kanji pertama pada tiap komponen, atau dengan menggabungkan huruf kanji pertama dan kedua serta kata seutuhnya pada komponen kedua dan pola pembentukan lainnya.


(26)

- rajikase

ryakugo ini dipendekkan dari kata (rajio kasetto), yang artinya ‘radio kaset’.

Ini merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris, pada kata tersebut terjadi pemendekan kata dengan pola pengekalan pada dua huruf pertama

katakana yaitu huruf dan . Ryakugo ini merupakan bentuk akronim.

-東大 toudai

Ryakugo ini dipendekkan dari kata東京 大学 toukyou daigaku yang artinya

‘Universitas Tokyo’. Pada kata tersebut terjadi pemendekan pada huruf kanji

dengan pengekalan pada huruf kanji pertama tiap komponen yang merupakan gabungan onyomi tou (東) dan onyomi dai (大). Ryakugo ini merupakan akronim.

-能験 nouken

Ryakugo ini dipendekkan dari kata 能力試験 nouryouku shiken , yang artinya

‘ujian kemampuan’. Pada kata tersebut terjadi pemendekan pada huruf kanji

dengan pengekalan huruf kanji pertama pada komponen pertama dan kanji

terakhir pada komponen kedua dan merupakan gabungan onyominou (能) dan


(27)

- イ語 doigo

Ryakugo ini dipendekkan dari kata イ 語 doitsugo yang

artinya ’bahasa Jerman’. Pola pembentukan akronim pada kata doigo dengan melesapkan huruf yang ditengah (tsu) dan pengekalan dua huruf katakana di awal dan kata seutuhnya pada komponen kedua. Ryakugo ini merupakan bentuk akronim.

-折 電 oriden

Ryakugo ini dipendekkan dari kata 折 返 電話 orikaeshi denwa yang

artinya ’telepon balik’. Pada kata tersebut terjadi pemendekan dengan pengekalan pada dua huruf pertama (kanji 折dan huruf hiragana ) dari komponen pertama dan huruf kanji pertama pada komponen kedua. Ryakugo ini merupakan bentuk akronim.

-い (itaden)

Ryakugo ini dipendekkan dari kata い 電話 itazura denwa yang

artinya ’telepon iseng’. Pada kata tersebut terjadi pemendekan dengan pengekalan dua huruf hiragana pertama (い ) dan huruf kanji pertama ( 電) pada komponen kedua. Ryakugo ini merupakan bentuk akronim.

- 飲 ほう(nomihou)

Ryakugo ini dipendekkan dari kata 飲 題 nomimasu houdai

yang artinya ‘minum sesukanya/sepuas-puasnya’. Pada kata tersebut terjadi pemendekan dengan pengekalan pada dua huruf pertama pada komponen


(28)

pertama ( huruf kanji 飲 dan huruf hiragana ) dan pengekalan huruf kanji

pertama (huruf kanji ) pada komponen kedua. Ryakugo ini merupakan bentuk akronim.

-あけ (akeome)

Ryakugo ini dipendekkan dari kata あ け う akemashite

omedetou yang artinya ’selamat tahun baru’. Pada kata tersebut terjadi pemendekan dengan pengekalan pada dua huruf hiragana pertama pada tiap komponen, yaitu dengan menggabungkan kata あけ dan kata . Ryakugo ini merupakan bentuk akronim.

- (apo)

Ryakugo ini dipendekkan dari kata イン ン apointomento yang

artinya ‘perjanjian’. Pada kata tersebut terjadi pemendekan pada kata serapan dari bahasa asing dengan pengekalan dua huruf katakana pertama dan melesapkan semua huruf setelahnya. Ryakugo ini merupakan bentuk penggalan.

- (ANA)

Ryakugo ini merupakan pemendekan dari kata ’All Nippon Airlines’. Pada kata tersebut terjadi penyingkatan pada huruf pertama pada tiap komponen dan dilafalkan sebagai kata, sehingga ryakugo ini merupakan bentuk akronim.


(29)

- (OL)

Ryakugo ini merupakan singkatan dari kata ‘Office Lady’ yang artinya

‘karyawati wanita’. Bentuk ryakugo ini mengekalkan huruf pertama pada tiap kata dan merupakan bentuk singkatan.

Pada contoh ryakugo di atas, terdapat berbagai bentuk ryakugo dan pola pemendekan ryakugo yang berbeda. Ryakugo tersebut didalam bahasa Indonesia merupakan bentuk abreviasi yang berupa akronim, penggalan dan singkatan. Penulis mengumpulkan data ryakugo dan mengelompokan berdasarkan jenisnya berdasarkan pola pembentukannya yang terbentuk dari berbagai gabungan huruf kanji, hiragana dan katakana serta romaji sehingga pada akhirnya akan terbentuk suatu rumusan atau kaidah pola pembentukan ryakugo. Hal ini tentunya menarik untuk diteliti karena jenis dan rumusan kaidah ryakugo dapat dengan mudah difahami.

Pola pembentukan ryakugo ini dikaji dalam kajian morfologi, karena morfologi merupakan bidang linguistik yang mengkaji tentang pembentukan kata. Sutedi (2003:41) mengatakan bahwa morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Dalam bahasa Jepang morfologi disebut dengan keitairon (形態論)、keitai 形態 = bentuk, ron (論) = ilmu. Maka objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata (go (語) atau tango (単語)) dan

morfem yang disebut dengan ketaiso (形態素). Koizumi (1993: 89) mengatakan “形

態論 語形 分析 中心 ”(ketairon wa gokei no bunseki ga chusin to naru).


(30)

Dalam morfologi, terdapat morfem yang menjadi bagian yang dikaji karena kata merupakan satuan yang dianalisis sebagai satu morfem atau lebih. Morfem adalah satuan-satuan bahasa terkecil yang bermakna. Morfem dapat membentuk suatu kata. Kata adalah satuan morfemis atau bentuk bebas dalam tuturan. Bentuk bebas secara morfemis adalah bentuk yang dapat berdiri sendiri, artinya tidak membutuhkan bentuk lain yang digabungkan dengannya, dan dapat dipisahkan dari bentuk-bentuk bebas lainnya.

Penulisan ini secara umum menggunakan teori morfologi struktural. Chaer (1994:346) mengatakan bahwa teori morfologi struktural mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki suatu bahasa. Aliran ini menjelaskan seluk-beluk bahasa berdasarkan strukturnya. Aliran strukturalis yang dikembangkan oleh Bloomfield ini menganalisis dan mengklasifikasikan unsur-unsur bahasa berdasarkan hubungan hierarkinya dan level kegramatikalannya yang rapi mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat. Oleh karena itu, dalam menganalisis ryakugo, penulis menggunakan teori morfologi struktural dengan mengumpulkan data ryakugo dan menganalisis proses morfologis pada daftar

ryakugo tersebut yang pada akhirnya akan membentuk suatu kaidah atau rumusan. Kajian morfologi dalam bidang pembentukan kata merupakan subsistem dalam sistem bahasa. Pembentukan kata lazimnya diuraikan dari sudut prosesnya. Dalam pembicaraaan pembentukan suatu kata itu melalui proses-proses pengimbuhan, penggandaan, atau pemajemukan. Pembentukan kata yang terbentuk dari memendekkan kata yang panjang menjadi kata yang lebih singkat merupakan bagian dari pembentukan kata baru. Kata yang disingkat tersebut membentuk pola


(31)

pembentukan kata yang bervariasi. Terdapatnya variasi dan perbedaan dalam pembentukan ryakugo tersebut membuat para pembelajar bahasa Jepang menjadi sulit untuk memahami pola pembentukannya. Ditambah lagi banyaknya ryakugo yang jarang dipakai atau dipakai dalam bidang yang khusus seperti di bagian kepolisian dan bagian pemerintahan. Melihat permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk menganalisis bentuk dan proses pembentukan ryakugo dalam bahasa Jepang. Penulis akan menganalisis ryakugo yang terdapat pada bahasa Jepang berdasarkan proses morfologis. Penelitian ini mengambil data dari ryakugo yang ada di koran, komik, buku pelajaran, kamus dan internet. Permasalahan yang telah diuraikan tersebut akan dianalisis secara lebih rinci dalam bab selanjutnya.

1.2. Batasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan agar penelitian lebih fokus, perlu dibuat batasan masalah. Dalam penelitian ini, penulis akan membatasi ruang lingkup pembahasan pada bentuk ryakugo yang berupa akronim dan pola pembentukannya yang ada pada bahasa Jepang. Penulis mendeskripsikan bagaimana bentuk dan pola pembentukan ryakugo dalam bahasa Jepang. Ryakugo

yang telah ada tersebut akan dianalisis pola pembentukannya sehingga dapat ditemukan rumusan bentuk dan pola ryakugo yang ada pada bahasa Jepang berdasarkan pola pembentukan akronim menurut Kridalaksana.

1.3. Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pola pembentukan ryakugo bahasa Jepang”. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan penelitian ini mencoba


(32)

menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah jenis ryakugo dalam bahasa Jepang?

2. Bagaimanakah kaidah pembentukan ryakugo dalam bahasa Jepang ?

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan seluk beluk akronim dalam bahasa Jepang dan menemukan pola pembentukan akronim bahasa Jepang. Fokus penelitian berada pada :

1. Untuk mendeskripsikan jenis-jenis ryakugo dalam bahasa Jepang. 2. Untuk merumuskan kaidah pembentukan ryakugo dalam bahasa Jepang.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dicapai dalam penelitian ini antara lain :

1.4.2.1. Manfaat Teoritis :

Secara teoritis. hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai bahasa Jepang dan dapat menjadi acuan penelitian selanjutnya mengenai fenomena akronim bahasa jepang.

1.4.2.2. Manfaat Praktis

1. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kelancaran berkomunikasi dalam bahasa Jepang bagi pembelajar bahasa Jepang,


(33)

masyarakat dan peneliti khususnya.

2. Dapat menjadi suatu sumber pengetahuan bagi pembelajar bahasa Jepang mengenai ilmu bahasa Jepang.


(34)

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1.Morfologi

2.1.1.Pengertian Morfologi

Morfologi sebagai cabang ilmu bahasa yang khusus mengkaji proses pembentukan kata dalam suatu bahasa. Kajian morfologi merupakan kajian yang meneliti suatu bahasa dari bagian terkecilnya yaitu morfem. Morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya, bentuk bahasanya, pengaruh perubahan bentuk bahasa pada fungsi dan arti kata, serta mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Menurut Bauer dalam Ba’dulu dan Herman (2005:2), morfologi membahas struktur internal bentuk kata. Istilah morfologi dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan keitairon

dan morfem disebut keitaiso. Morfem ( keitaiso ) merupakan satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak dapat dipecahkan lagi ke dalam satuan makna yang lebih kecil lagi. Koizumi (1993:89) menyatakan keitairon wa gokei no bunseki ga chuusin to naru (morfologi adalah satu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata). Karena itu, tentu saja selalu terkait dengan kata, terutama dengan morfem. Koizumi (1993:91) mengatakan morfem adalah potongan yang terkecil dari kata yang mempunyai arti. Koizumi (1993:93) membagi morfem berdasarkan bentuk menjadi dua, yaitu:


(35)

1.自 由 形 (jiyuukei) yang artinya bentuk bebas, yaitu morfem yang dilafalkan/ diucapkan secara tunggal atau berdiri sendiri.

2. 結合形 (ketsugoukei) yang artinya bentuk terikat, yaitu morfem yang biasanya digunakan dengan cara mengikatnya dengan morfem lain tanpa dapat dilafalkan secara tunggal atau berdiri sendiri.

Batasan dan ruang lingkup morfologi dalam bahasa Jepang yaitu kata (tango). Morfem (keitaiso), alomorf (ikeitai), pembentukan kata (gokeisei), imbuhan (setsuji), perubahan bentuk kata (katsuyoukei) dan sebagainya.

2.1.2.Morfologi Struktural

Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori linguistik struktural yang memandang bahasa sebagai suatu kesatuan sistem yang memiliki strukur tersendiri. Struktur itu menandai kehadiran suatu bahasa yang membedakan dengan bahasa lain. Setiap struktur bahasa mencakup bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis. Teori struktural memandang bahwa setiap bahasa memiliki strukturnya sendiri, berbeda dengan teori tradisional yang menganggap bahwa semua bahasa harus berciri seperti bahasa Latin dan Yunani kuno seperti yang dikatakan Chaer (1994:346).

Teori ini dipelopori oleh seorang linguis ternama yang bernama Ferdinand de Saussure. Teori yang menyatakan bahasa sebagai sistem komunikasi mempunyai struktur yang dibangun oleh komponen atau perangkat. Perangkat yang dimaksud dimulai dari tata urutan yang paling kecil, yaitu bunyi bahasa sampai pada tata tingkat yang paling besar, yaitu wacana. Tiap-tiap komponen atau perangkat dibidangi oleh


(36)

ilmu masing-masing, yaitu fonologi (ilmu bunyi), morfologi (tata bentuk kata), sintaksis (tata kalimat), semantik (makna), dan wacana (teks). Tiap-tiap perangkat ini walaupun dibidangi oleh ilmu yang berbeda, tetap mempunyai hubungan antara satu bidang dan bidang yang lain. Hubungan inilah yang sering disebut dengan struktur. Jadi, fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan wacana merupakan bidang struktur bahasa. Selanjutnya, kajian bahasa yang dilakukan dengan pandangan Saussure disebut dengan kajian secara struktural.

Chaer (1994:346) menjelaskan bahwa Saussure dianggap sebagai bapak linguistik modern berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya

Course the linguistique Generale yang disusun dan diterbitkan oleh Charless Bally dan Albert Schehay tahun 1915 berdasarkan catatan kuliah selama dia memberi kuliah di Universitas Jenewa tahun 1906-1911. Buku tersebut sudah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa, kedalam bahasa inggis diterjemahkan oleh Wade Baskin (1966) dan kedalam Bahasa Indonesia di terjemahkan oleh Rahayu Hidayat(1988).

Chaer (1994:346-349) menambahkan bahwa Saussure mengungkapkan pandangannya mengenai konsep: (1) telaah sinkronik dan diakronik, (2) perbedaan

langue dan Parole, (3) perbedaan signifiant dan signifie dan (4) hubungan sintagmatik dan paradigmatik banyak berpengaruh dalam perkembangan linguistik dikemudian hari. Saussure membedakan telaah bahasa secara sinkronik dan telaah bahasa secara diakronik. Yang dimaksud dengan telaah bahasa secara sinkronik adalah mempelajari suatu bahasa pada sutu kurun waktu tertentu saja. Misalnya, mempelajari bahasa Indonesia yang digunakan pada zaman Jepang atau pada masa tahun 50 an. Sedangkan telaah bahasa secara diakronik adalah telaah bahasa


(37)

sepanjang masa, atau sepanjang zaman bahasa itu digunakan oleh para penuturnya. Jadi, kalau mempelajari bahasa Indonesia secara diakronik, maka harus dimulai sejak jaman Sriwijaya sampai zaman sekarang ini. Dengan demikian bisa dikatakan telaah bahasa secara diakronik jauh lebih sulit dari pada telaah bahasa secara sinkronik. Saussure juga membedakan adanya apa yang disebut la langue dan la parole. Yang dimaksud dengan la langue adalah keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa yang bersifat abstrak. Sedangkan yang dimaksud dengan la parole adalah pemakaian atau realisasi

langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa yang bersifat konkret karena

parole itu tidak lain dari pada relitasi yang bebeda dari orang yang satu dengan orang yang lain. Dalam hal ini yang menjadi obyek telaah linguistik adalah langue, yang tentu saja dilakukan melalui parole, karena parole itulah wujud bahasa yang konkret yang dapat diamati dan diteliti. Saussure mengemukakan teori bahwa setiap tanda atau tanda linguistik (signe atau signe lingustique) dibentuk oleh dua buah komponen yang tidak terpisahkan, yaitu komponen signifiant dan komponen signifie. Yang di maksud signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis yang timbul dalam pikiran kita. Sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita. Untuk lebih jelas, ada yang menyamakan signe itu sama dengan ‘kata’; signifie sama dengan ’makna’; dan signifiant sama dengan ‘bunyi bahasa dalam bentuk urutan fonem-fonem tertentu’. Hubungan antara signifiant dengan signifie sangat erat karena keduanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Signifie (makna), signe linguistique (kata), significant (Bentuk). Sebagai tanda linguistik, signifiant dan


(38)

nyata, sebagai sesuatu yang ditandai oleh signe linguistique itu. Sebagai contoh kita ambil kata bahasa Arab kitab dan dalam bahasa Inggris book yang berarti ’buku’ dan

mengacu pada sebuah acuan, yaitu buku. Saussure membedakan adanya dua macam hubungan, yaitu hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik. Yang dimaksud dengan hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan dan bersifat linear. Hubungan sintagmatik ini terdapat dalam tataran fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi tampak pada urutan fonem-fonem dengan urutan /k, i, t, a, b/. Apabila urutannya diubah, maka maknanya akan berubah, atau tidak bermakna sama sekali. Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi tampak pada urutan morfem-morfem pada suatu kata, yang juga tidak dapat diubah tanpa merusak makna dari kata tersebut. Ada kemungkinan maknanya berubah, tetapi ada kemungkinan pula tak bermakna sama sekali. Umpamanya kata ‘segiempat’ tidak sama dengan ‘empatsegi;, kata ‘barangkali’ tidak sama dengan ‘kalibarang’, dan kata

‘tertua’ tidak sama dengan ‘tuater’. Hubungan sintagmatik pada tataran sintaksis tampak pada urutan kata-kata yang mungkin dapat diubah, tetapi mungkin juga tidak dapat diubah tanpa mengubah makna kalimat tersebut, atau menyebabkan tidak bermakna sama sekali. Yang dimaksud dengan hubungan paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Hubungan paradigmatik dapat dilihat dengan cara subtitusi, baik dalam tataran fonologi, morfologi, maupun tataran sintaksis. Hubungan paradigmatik pada tataran fonologi tampak pada contoh: antara bunyi /r/,


(39)

/k/, /b/, /m/, dan /d/ yang terdapat pada kata rata, kata, bata, mata, dan data.

Hubungan paradigmatik pada tataran morfologi tampak pada prefiks me-, di-, pe-, dan te-. Yang terdapat dalam kata merawat, dirawat, perawat, dan terawat.

Sedangkan hubungan paradigmatik pada tataran sintaksis dapat dilihat pada hubungan kata-kata yang menduduki fungsi subjek, predikat, objek.

2.1.2.1. Organisasi Morfologi Struktural

Ba’dulu (2005:16) menjelaskan bahwa organisasi atau model morfologi struktural sebagai berikut:

Model tersebut terdiri atas empat komponen, yaitu, (1) Daftar morfem, (2) Pembentukan kata, (3) Proses Morfofonologis, dan (4) Kamus. Jika melihat bagan tersebut, tugas pertama seorang analis adalah mengidentifikasikan semua morfem, baik morfem bebas maupun morfem terikat dari data morfem yang telah dikumpulkan.

Daftar Morfem

Pembentukan Kata

Proses Morfofonologis


(40)

Kemudian morfem-morfem tersebut dimasukkan ke dalam daftar morfem sebagai komponen pertama.

Komponen kedua adalah pembentukan kata, yang menjelaskan bagaimana morfem-morfem suatu bahasa disusun dalam gugus-gugus untuk membentuk kata yang sesungguhnya dalam bahasa itu. Jadi, pembentukan kata harus mampu menghasilkan semua kata yang berterima dalam bahasa itu dan mengeluarkan semua kata yang tidak berterima.

Komponen ketiga adalah proses morfofonologis, yang merupakan suatu mekanisme mengenai proses-proses morfofonologis, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi dalam penggabungan morfem, seperti asimilasi, pelesapan, penambahan, penggantian, dan permutasi. Tidak semua kata dapat diturunkan melalui pembentukan kata, Proses ini dapat membentuk kata-kata secara fonologis, morfologis, sintaksis, dan semantis berterima, tetapi tidak pernah muncul dalam pemakaian bahasa.

Komponen terakhir adalah kamus. Semua kata yang telah melalui komponen ketiga, yaitu proses morfofonologis, membentuk kamus dari bahasa yang bersangkutan.

Sehubungan dengan penelitian ini, teori linguistik struktural digunakan sebagai acuan dalam menentukan bentuk pola akronim dalam bahasa Jepang. Bentuk yang dimaksud dalam penelitian ini adalah satuan gramatikal bahasa yang bisa berupa morfem, kata, frase, klausa dan kalimat. Ryakugo terbentuk dari penyingkatan kalimat atau kata yang panjang menjadi kata baru yang lebih pendek sehingga mempermudah pengucapan. Pembentukan kata baru ini terstruktur pada bidang


(41)

morfologi yang membahas proses morfologis yang didalamnya terdapat abreviasi yang merupakan proses penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga jadilah bentuk baru yang berstatus kata. Dari pemendekan kata tersebut akan terbentuk bentuk ryakugo yang merupakan proses menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata. Penulis mengumpulkan data ryakugo yang berupa akronim, singkatan dan penggalan serta mengidentifikasikan berdasarkan jenisnya dan menganalisis proses morfologisnya sehingga membentuk suatu rumusan.

2.1.3.Proses Morfologis

Chaer (2008:25) mengatakan bahwa proses morfologis pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi). Proses morfologis mencoba menyusun dari komponen-komponen kecil menjadi sebuah bentuk yang lebih besar yang berupa kata kompleks. Proses morfologis melibatkan komponen (1) bentuk dasar, (2) alat pembentuk (afiksasi, reduflikasi, komposisi, akronimisasi, dan konversi), (3) makna gramatikal, dan (4) hasil proses pembentukan.

Dalam bahasa Jepang, Koizumi (1993:104-109) membagi proses morfologi menjadi enam bagian, yaitu :

1. Penambahan

Koizumi (1993: 105) memberikan contoh penambahan huruf dalam kata kerja. Contoh:


(42)

付 (tsuku) menjadi 付け (tsukeru) 2. Pengurangan

Koizumi (1993:105-106) mengatakan ada juga kata kerja dalam bahasa jepang yang apabila berubah dari intransitif ke transitif akan kehilangan vokal pada kata dasar. Contoh:

け (sakeru) menjadi (saku)

3. Penggantian

Terdapat juga perubahan bentuk kata dalam kata kerja bahasa Jepang antara kata kerja intransitif dengan kata kerja transitifnya yaitu penggantian ujung dari kata dasar kata kerja tersebut.

Contoh:

集 (atsumaru) menjadi 集 (atsumeru)

4. Morfem Zero

Dari tiga perubahan bentuk kata kerja dari intransitif ke transitif, Koizumi (1993: 107) menambahkan satu lagi variasi morfemis dalam hubungannya dengan kata kerja transitif dan intransitif, yaitu morfem zero, perubahannya dapat dilihat sebagai berikut:

吹 (fuku) menjadi 吹 (fuku) 5. Reduplikasi

Kozumi (1993: 108-109) membaginya menjadi dua, yaitu - Reduplikasi kata dasar

Contoh:

人々(hitobito)、山々(yamayama) - Reduplikasi afiksasi

Contoh:

若い (wakai) menjadi 若々 い(waka-wakashii) 6. penggabungan (komposisi)

Dalam bahasa Jepang, komposisi menurut koizumi (1993:109) adalah merupakan penggabungan beberapa morfem yang terbagi atas berbagai variasi.


(43)

Contoh dari penggabungan dua buah morfem bebas:

- hondana (rak buku), berasal dari kata :

hon (buku) dan tana (rak)

Contoh dari penggabungan morfem terikat dengan morfem bebas:

- okuruma (mobil) , berasal dari kata : o (morfem terikat) dan kuruma (mobil)

- kagurai (hitam pekat), berasal dari kata : ka (morfem terikat) dan kuroi (hitam)

2.1.4. Kata

Konsep morfem tidak dikenal oleh para tata bahasawan tradisional, yang selalu ada dalam tata bahasa tradisional adalah satuan lingual yang disebut kata. Penelitian dalam bidang kebahasaan atau linguistik akan selalu membahas mengenai kata. Banyak ahli linguistik meneliti mengenai kata dan didefenisikan menurut bentuknya, jenisnya dan sebagainya. Verhaar (2001:97) mengatakan bahwa kata adalah satuan atau bentuk bebas dalam tuturan yang dapat berdiri sendiri, artinya tidak membutuhkan bentuk lain yang digabungkan dengannya, dan dapat dipisahkan dari bentuk-bentuk bebas lainnya di depannya dan dibelakangnya dalam tuturan. Selain itu Keraf (1980:53) menyatakan adanya perubahan pemakaian kata makna untuk pengertian dari kata dan menggantinya dengan ide. Dia mengatakan bahwa kesatuan-kesatuan yang terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat dibagi atas bagian-bagaiannya, dan yang mengandung suatu ide disebut kata.


(44)

Ramlan (1985:33) memberi definisi kata merupakan dua macam satuan, yaitu satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Misalnya kata belajar terdiri dari tiga suku yaitu be, la, dan jar. Suku /be/ terdiri dan dua fonem, suku /la/ terdiri dari dua fonem. Dan jar terdiri dari tiga fonem. Jadi kata belajar

terdiri dari tujuh fonem yaitu / b,e,l,a,j,a,r /. Jadi yang dimaksud dengan kata adalah satuan bebas yang paling kecil atau dengan kata lain setiap satuan bebas merupakan kata.

Kata dalam bahasa Jepang disebut dengan go atau tango. Iwabuchi Tadasu dalam Sudjianto dan Ahmad Dahidi (2007:136-137) menyebut tango dengan istilah go. Dia menyebutkan bahwa tsuki, hashira, omoshiroi, rippada, sono, mettani, shikashi,

rareru, dan sebagainya disebut go 語 atau tango ( 単語). Go merupakan satuan terkecil di dalam kalimat. Misalnya pada kalimat ‘Hana ga saku’ (bunga

berkembang) dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil akan menjadi hana

-ga-saku, bagian-bagian kalimat ini tidak dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi. Kalaupun dibagi-bagi lagi akan menjadi ha-na-ga-sa-ku yang hanya merupakan deretan silabel (onsetsu) yang tidak mempunyai arti apapun. Go memiliki arti tertentu, diucapkan sekaligus, dan memiliki arti tertentu. Di dalam sebuah kalimat


(45)

2.1.5.Proses Pembentukan Kata

Istilah kata sering kita dengar dan gunakan dalam kehidupan sehari-hari karena selalu ada di dalam segala kesempatan dan keperluan. Bukan begitu saja tercipta, tapi melalui proses pembentukan kata. Proses pembentukan yang ada pada suatu bahasa ada bermacam-macam jenisnya, begitupun halnya dengan bahasa Jepang. Proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang, seperti dalam pendapat Tsujimura (1996: 153) menyatakan bahwa ada beberapa cara pembentukan kata di dalam bahasa Jepang. Seperti berikut:

1. Pemberian imbuhan atau afiksasi

Afiksasi merupakan proses yang sangat umum dalam pembentukan sebuah kata. Proses ini terdiri dari pemberian awalan maupun akhiran.

2. Penggabungan kata atau komposisi

Penggabungan kata merupakan proses penggabungan dua morfem atau lebih. Pada umumnya, proses ini menggabungkan morfem bebas. Akan tetapi, terdapat juga proses penggabungan morfem bebas dengan morfem terikat. Ada berbagai cara penggabungan kata di dalam bahasa Jepang. Penggabungan kata di dalam bahasa Jepang asli, tulisan kanji, atau gabungan kata dari asal yang berbeda.

3. Reduplikasi Kata

Reduplikasi merupakan proses pengulangan kata atau suatu bagian dari sebuah kata dengan tujuan menciptakan kosa kata yang baru. Dalam bahasa Jepang, hasil proses reduplikasi ini salah satunya merupakan tiruan bunyi atau onomatope.


(46)

4. Pelesapan Kata

Proses pembentukan kata yang lain adalah pelesapan kata. Dengan proses ini, salah satu bagian dari sebuah kata dilesapkan.

5. Peminjaman Kata

Proses terakhir di dalam pembentukan kata adalah peminjaman kata. Semua kata pinjaman termasuk gabungan tulisan kanji merupakan bagian dari proses ini. Pada saat terjadi proses peminjaman kata dari bahasa asing lainnya, kata yang dipinjam akan mengalami perubahan fonetik sehingga sesuai dengan sitem fonetik yang berlaku dalam bahasa Jepang.

Berbagai ahli juga berpendapat tentang proses pembentukan kata (word formation). Sibarani (2006:65-100) membagi proses pembentukan kata menjadi 14 bagian: 1) compounding, 2) affixation, 3) reduplication, 4) internal modification, 5)

suppletion, 6) acronyms, 7) back formation, 8) blending, 9) clipping, 10) coinage, 11)

conversion, 12) morphological misanalysis (false etymology), 13) proper names, dan 14) deviating.

Kridalaksana (2010: 12), membagi tipe pembentukan kata ke dalam enam bagian: 1) afiksasi, 2) reduplikasi, 3) komposisi, 4) abreviasi, 5) derivasi balik, 6) metaanalisis.

Bahasa yang dibentuk oleh proses morfologis akan membentuk kata-kata yang secara normal menjadi kata yang beraturan. Pembentukan kata-kata secara produktif

tersebut menggunakan satu atau beberapa proses morfologis. O’Grady dan

Dobrovolsky dalam Ba’dulu dan Herman (2005:30) menyatakan bahwa ada dua jenis pembentukan kata yang paling umum, yaitu (1) derivasi dan (2) pemajemukan.


(47)

Keduanya menciptakan kata dari morfem-morfem yang ada. Derivasi adalah suatu proses, pembentukan suatu kata baru dari suatu pangkal, biasanya melalui penambahan suatu afiks. Derivasi juga merupakan suatu proses pembentukan kata yang menghasilkan leksem baru (menghasilkan kata-kata yang berbeda dari paradigma yang berbeda), dalam pembentukan derivasi bersifat tidak dapat diramalkan (unpredictable). Pemajemukan adalah suatu proses yang mencakup penggabungan dua kata (dengan atau tanpa afiks) untuk menghasilkan suatu kata baru.

Koizumi (1993:160) mengemukakan bahwa ada beberapa tipe pembentukan kata dalam bahasa Jepang. Hal ini tergantung pada bentuk katanya, ada juga yang dapat dilihat dengan memegang strukturnya, dan ada juga yang tidak terlalu rumit yaitu dapat dengan menebak susunannya saja. Penentuan struktur secara sintaksis lebih mudah bagi bahasa yang memiliki banyak perubahan bentuk kata, tetapi bagi bahasa yang miskin akan perubahan kata, maka harus dilihat dari awal sampai akhir urutan pembentukan kata. Jadi pembentukan kata tergantung juga sifat dari sebuah bahasa. Samsuri (1994: 190) menyatakan bahwa proses pembentukan kata (derivasi) dapat dikatakan juga dengan proses morfemis. Proses morfermis adalah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang disebut dengan istilah gokeisei.

Sutedi (2003:45) menyebutkan pembentukan bahasa Jepang dibagi atas empat bagian dan hasil dari pembentukan kata dalam bahasa Jepang tersebut, salah satunya adalah karikomi / shoryakugo.


(48)

(1) Haseigo, yaitu kata yang sudah mengalami perubahan bentuk, penambahan imbuhan dan proses perubahan ucap.

Contoh :

- benkyou (pelajaran)+ suru (melakukan) = benkyousuru (belajar)

- supotsu (olahraga) + suru (melakukan)= supotsusuru (olahraga)

(2) Fukugougo/goseigo, yang disebut juga dengan kata majemuk dalam bahasa Jepang. Kata majemuk (fukugo) yaitu penggabungan dua buah kata yang membentuk satu kata baru.

Contoh :

- ame (hujan) + kasa (payung) = amegasa (payung hujan)

-tabe (makanan)+ mono (barang)= tebemono (makanan)

(3) Karikomi/shouryaku, merupakan akronim yang berupa suku kata (silabis) dari kosakata aslinya.

Contoh :

- テレヒ (terebi)

Merupakan pemendekan dari kata テレヒ シ ョ (terebishon) yang artinya

‘TV’.

- パソコン (pasokon)

Merupakan pemendekan dari kata ー . ン ー ー

( paasonaru konpyuuta yang artinya ‘komputer pribadi’.


(49)

Merupakan pemendekan dari kata 東京大学 (toukyou daigaku) yang artinya ‘Universitas Tokyo’.

(4) Toujigo,merupakan singkatan huruf pertama yang dituangkan dalam huruf alfabet (romaji).

Contoh :

-NHK Nippon Housou Kyoukai

Adalah singkatan dari 日本 送協会 Nippon Housou Kyoukai yang artinya ’siaran TV Jepang’.

-WC

Adalah singkatan dari Water Closet yang artinya’ kamar kecil’.

Dalam pembentukan kata ini, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Sutedi yang membagi pembentukan kata ke dalam empat bagian. Sutedi mengemukakan bahwa salah satu pembentukan kata dapat dibentuk dari proses

shouryakugo. Shouryakugo merupakan proses memendekkan kata yang panjang menjadi pendek, hasil pemendekan kata tersebut dalam bahasa Jepang disebut dengan

ryakugo.

2.2.Abreviasi

Kridalaksana (2008:1), menjelaskan bahwa abreviasi merupakan proses morfologis berupa penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga terjadi bentuk baru yang berstatus kata.


(50)

Kridalaksana (2010:159) menjelaskan bahwa abreviasi adalah proses penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga jadilah bentuk baru yang berstatus kata. Istilah lain untukabreviasi ialah pemendekan, sedang hasil prosesnya disebut kependekan. Kridalaksana (2010:162) juga menambahkan bahwa abreviasimemiliki bentuk sebagai berikut:

(1)Singkatan, yaitu salah satu proses pemendekan yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf, seperti:

FSUI (Fakultas Sastra Universitas Indonesia) DKI (Daerah Khusus Ibukota)

KKN (Kuliah Kerja Nyata) dll (dan lain lain)

dng (dengan) dst (dan seterusnya)

(2)Penggalan, yaitu proses pemendekan yang mengekalkan salah satu bagian dari leksem, seperti :

Prof (profesor) Bu (ibu) Pak (bapak)

(3)Akronim, yaitu proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang sedikit banyak memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia, seperti:

FKIP dibaca /efkip/ dan bukan /ef/,/ka/,/i/,/pe/ ABRI /abri/ dan bukan /a/,/be/./er/,/i/


(51)

AMPI /ampi/ dan bukan /a/, /em/, /pe/. /i/

(4)Kontraksi, yaitu proses pemendekan yang meringkaskan leksem dasar atau gabungan leksem seperti:

Tak dari tidak

Takkan dari tidak akan

Sendratari dari seni drama dan tari

Berdikari dari berdiri di atas kaki sendiri

Rudal dari peluru kendali

(5)Lambang huruf, yaitu proses pemendekan yang menghasilkan satu huruf atau lebih yang menggambarkan konsep dasar kuantitas, satuan atau unsur, seperti:

g (gram) cm (sentimeter) Au (aurum)

Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayan (1996: 391-392) dalam buku

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan membagi abreviasi

sebagai berikut :

1) Singkatan, adalah bentuk yang dipendekan yang terdiri dari satu huruf atau lebih 2) Akronim, adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata,

ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret yang diperlukan sebagai kata. seperti ‘mayjen yang dipendekkan dari kata ‘mayor jenderal’, ‘rudal yang dipendekan dari ‘peluru kendali’, dan sidak singkatan dari kata ‘inspeksi mendadak’.


(52)

Senada dengan Chaer (2012:191) yang mengatakan bahwa abreviasi adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya. Hasil proses pemendekan ini disebut dengan kependekan. Chaer juga menambahkan bahwa proses pemendekan ini dibagi menjadi :

1) Penggalan.

Yaitu kependekan berupa pengekalan satu atau dua suku kata pertama dari bentuk yang dipendekkan itu. Misalnya, kata ‘lab’ yang dipendekkan dari kata laboratorium, kata ‘perpus’ yang dipendekkan dari kata ‘perpustakaan’.

2) Singkatan.

Yaitu hasil proses pemendekan. Misalnya, DPR yang merupakan singkatan dari kata ‘Dewan Perwakilan Rakyat’.

3) Akronim.

Yaitu hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Wujud pemendekannya dapat berupa pengekalan huruf-huruf pertama, pengekalan suku-suku kata dari gabungan leksem, maupun secara tak beraturan. Misalnya, kata ‘ABRI’ yang merupakan singkatan dari ‘Angkatan Bersenjata Republik Indonesia’, kata ‘juklak’ yang merupakan singkatan dari kata ‘petunjuk pelaksanaan’, kata ‘inpres yang merupakan singkatan dari kata’ instruksi presiden’, kata ‘wagub’ yang merupakan singkatan dari kata ‘wakil gubernur’, kata‘wakuncar’yang merupakan singkatan dari kata ‘waktu kunjung pacar’.


(53)

Dalam bahasa Jepang, abreviasi disebut dengan shouryakugo. Menurut Nomoto (1988:950) shouryakugo adalah penyingkatan, yaitu proses menyingkat suatu kalimat supaya menjadi lebih pendek dan sederhana.

Apabila dilihat dari pengertianabreviasi dalam kamus linguistik bahasa Jepang

Gendai Gengogaku Jiten menurut Harumi (1987:1) pengertian abreviasi adalah

shouryakugo, yaitu kakikotoba toshite, go ya gogun no bunsho o shouryakusurukoto yang berarti ‘ kata yang ditulis dengan menyingkatkan kata atau kalimat’.

Hal ini juga senada pada pengertian shouryaku menurut Haruhiko (1978:950) menyebutkan ‘kantan ni suru tameni, aru monogoto. bunshou nado no Ichibu o ryaku koto’,yaitu ’hal yang menyingkatkan satu kalimat atau hal yang ada supaya menjadi bentuk yang lebih gampang’. Maka dapat disimpulkan bahwa shouryakugo adalah proses pemenggalan kata dengan memotong kemudian membuangnya sehingga menjadi kata baru yang dalam bahasa Jepang disebut dengan ryakugo.

Ryakugo dapat berbentuk akronim, penggalan dan singkatan. Menurut Sutedi (2003:45), akronim merupakan bagian dari shouryakugo. Shouryakugo adalah akronim yang berupa suku kata (silabis) dari kosakata aslinya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan batasan akronim sebagai kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar (Moeliono dkk., 1990: 4). Menurut Kridalaksana (2010:162), Akronim yaitu proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang sedikit banyak memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia. Departemen Pendidikan


(54)

dan Kebudayaan (1996: 391-392) menjelaskan akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret yang diperlukan sebagai kata. Senada dengan hal tersebut, Chaer (2012:191) menyebutkan bahwa akronim adalah hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Wujud pemendekannya dapat berupa pengekalan huruf-huruf pertama, berupa pengekalan suku-suku kata dari gabungan leksem, atau bisa juga secara tak beraturan.

2.2.1.Ryakugo

Dalam kamus Kokugo Daijiten, pengertian ryakugo adalah gokei no ichi bubun o habuite kanshou ni shita tango, yaitu ‘kata yang telah disingkat dengan memotong satu bagian bentuk kata’.

Ryakugo menurut Mizutani (1985: 198), adalah ryakugo wa nagai meishou o shouryakushita tango, yang berarti ‘ ryakugo merupakan kata yang disingkat dari kalimat yang panjang’. Kemudian, Hayashi (1993:1042) mengatakan ryakugo wa kotoba no ichigo o shouryakushite, mijikakushitaihou desu, yang berarti ‘ryakugo

adalah kata yang disingkat dengan cara memendekkan dan menyingkatkan satu bagian kata’. Maka dapat disimpulkan bahwa ryakugo merupakan kata yang telah disingkat atau disederhanakan.

Ryakugo terbentuk dari kango (huruf Cina), wago (huruf Jepang), gairaigo (kata pinjaman), dan romaji (huruf latin) sehingga muncul berbagai ryakugo seperti OL, NHK, dan ryakugo yang terdiri dari satu karakter seperti 研(ken) dari 研究(kenkyuu) yang berarti penelitian, serta penyederhanaan kata-kata dari bahasa asing, contohnya:


(55)

baito, apo. Ada pula ryakugo campuran yang merupakan kombinasi dari unsur-unsurnya kango, wago, gairaigo, dan romaji seperti 学割 (gakuwari) singkatan dari

学生割引 gakusei waribiki yang artinya ‘potongan untuk pelajar’.

Ryakugo akan terus bertambah dan beragam karena struktur bahasa Jepang yang membuat ryakugo produktif. Sebagaimana sering terlihat bahwa naskah-naskah bahasa Jepang terdiri dari campuran huruf kanji, hiragana, katakana, dan romaji.

Dengan demikian dapat dengan mudah membuat kata-kata baru. Selain menambah kosakata bahasa Jepang, ryakugo juga digunakan untuk menyederhanakan nama orang, nama perusahaan dan nama organisasi, seperti penyingkatan nama diri yang dijadikan nama panggilan atau nama kesayangan seperti (sacchan), singkatan dari nama 子 (sachiko)

Ada juga ryakugo yang digunakan secara khusus agar istilah-istilah atau karakter-karakter tertentu tidak diketahui oleh orang lain maksudnya. Polisi dan kelompok anak muda banyak menggunakan ryakugo ini untuk tujuan tertentu. Contohnya:

-薬 (yaku) , singkatan dari kata 麻薬 (mayaku) yang artinya ‘obat narkotik’

- い (gaisha), singkatan dari kata い (higaisha) yang artinya

‘korban’

- ー (nooto), singkatan dari kata ー (nootobukku), yang artinya

‘notebook’

Ryakugo tidak hanya bertujuan agar sulit dimengerti, namun juga untuk mempererat solidaritas di kalangan mereka dan juga agar menarik. Ada juga ryakugo


(56)

yang dihasilkan dari kata-kata yang sedang populer digunakan masyarakat Jepang, seperti 銀ぶ (ginbura), singkatan dari kata 銀 ぶ (Ginza dori o burakutsu) yang artinya ‘jalan-jalan di jalan Ginza’.

Selain itu, ada juga ryakugo yang sudah biasa digunakan sehari-hari hingga menjadi sebuah kata yang independen. Secara tidak sadar orang Jepang banyak yang mengabaikan bahkan tidak tahu-menahu bentuk asal kata-kata itu, baik cara baca

kanjinya maupun dalam bentuk romaji. Padahal kata tersebut berasal dari pinjaman bahasa asing. Contohnya:

- ン (pasokon), singkatan dari kata ン ー ー (pasonaru

konpyuutaa) yang artinya ‘personal komputer’.

-ワ ー (waapuro), singkatan dari kata ワ ー サ ー(waado

purosessaa) yang artinya ‘word prosessor’.

Dalam penyingkatan ryakugo, pemilihan huruf kanji mana yang dipilih menjadi faktor penting yang menjadi pembentukan ryakugo karena dalam satu huruf kanji

terdapat cara baca yang lebih dari satu. Seperti pada ryakugo berikut ini: 阪神 (hanshin), yaitu singkatan dari kata 大阪 神戸 (oosaka koube). Pada kata ini, tidak disingkat menjadi 阪 戸 (saka be) atau 大 神 (daishin), kata sakabe dapat membingungkan karena bertentangan dengan kata yang sudah ada yaitu kata sakaba

yang artinya ‘tempat minuman keras’. Oleh karena itu, digunakan kata hanshin untuk menyingkat kata Oosaka dan Koube dengan cara baca onyomi yang digunakan. Begitu juga halnya dengan kata 神戸大学 (koebe daigaku) yang disingkat menjadi kata 神大(shindai) yang artinya ‘Universitas Kobe’.


(57)

Selanjutnya kata office lady yang disingkat menjadi OL dan dibaca dengan /oeru/

yang artinya ‘karyawati’. Bentuk ini dapat dikatakan dengan singkatan karena

terbentuk dari huruf awal tiap kata, tetapi dapat juga dikategorikan dalam akronim karena kata OL tidak dibaca dengan /oel/ seperti singkatan yang dibaca huruf demi huruf, tetapi dalam bahasa Jepang dibaca dengan ejaannya yaitu /oeru/. Oleh karena itu, singkatan ini dapat disebut sebagai akronim. Untuk mengatahui apakah gabungan huruf-huruf itu tersebut termasuk ryakugo atau bukan, harus tahu terlebih dahulu bagaimana orang Jepang melafalkannya. Jika melafalkannya seolah-olah seperti sebuah kata, maka gabungan huruf-huruf tersebut disebut dengan ryakugo. Contoh lainnya yaitu;

- (VIP) artinya Very Important Person

- (JAL) artinya Japan Airlines

- (ANA) artinya All Nipon Airlines

Karakter huruf kanji dalam pembentukan ryakugo mempengaruhi pembentukan

ryakugo. Pemilihan kata yang dipendekkan dapat mewakilkan arti dari kata yang dimaksud. Misalnya pada kata gakkoochoo yang artinya ‘kepala sekolah’. Pada kata tersebut dipendekkan menjadi koochoo. Jika dilihat pada arti tiap huruf kanjinya,

gaku berarti ‘belajar’, koo berarti ‘sekolah’ dan choo berarti ‘kepala’, maka dipilih gabungan huruf kanji koochoo yang dipendekkan untuk melambangkan arti ‘kepala sekolah’ dan membuang kata gaku yang berarti ‘belajar’ karena tidak berpengaruh


(58)

Dari beberapa penggunaan ryakugo tersebut, dapat kita lihat bahwa ryakugo digunakan oleh berbagai kalangan dan akan terus berkembang. Ryakugo juga bisa berbentuk akronim, penggalan dan singkatan dalam bahasa Jepang.

2.2.1.1. Pola Pembentukan Ryakugo

Dalam proses pembentukan akronim, Kridalaksana (2010:170) membagi menjadi 16 sub klasifikasi, yaitu :

1) Pengekalan suku pertama dari tiap komponen, misalnya orba = orde baru

2) Pengekalan suku pertama komponen pertama dan pengekalan kata seutuhnya, misalnya: banstir = banting stir

3) Pengekalan suku kata terakhir dari tiap komponen, misalnya : Menwa= resimen mahasiswa

4) Pengekalan suku pertama dari komponen pertama dan kedua serta huruf pertama dari komponen selanjutnya, misalnya: Gapani = Gabungan Pengusaha Apotek Nasional Indonesia

5) Pengekalan suku pertama tiap komponen dengan pelesapan konjungsi, misalnya: Anpuda = Andalan Pusat dan Daerah

6) Pengekalan huruf pertama tiap komponen, misalnya: KONI = Komite Olahraga Nasional Indonesia

7) Pengekalan huruf pertama tiap komponen frase dan pengekalan dua huruf pertama komponen terakhir, misalnya: Aika = Arsitek Insinyur Karya


(59)

8) Pengekalan dua huruf pertama tiap komponen, misalnya: Unud = Universitas Udayana

9) Pengekalan tiga huruf pertama tiap komponen, misalnya: Konwil = Komando Wilayah

10) Pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan tiga huruf pertama komponen kedua disertai pelepasan konjungsi, misalnya: abnon = abang dan none (jkt)

11) Pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan ketiga serta pengekalan tiga huruf pertama komponen kedua, misalnya : Nekolim = Neokolonialis, Kolonialis, Imperialis

12) Pengekalan tiga huruf pertama komponen pertama dan ketiga serta pengekalan huruf pertama komponen kedua, misalnya: Nasakom = Nasionalis, Agama, Komunis.

13) Pengekalan tiga huruf pertama tiap komponen serta pelepasan konjungsi, misalnya: Falsos = Falsafah dan sosial.

14) Pengekalan dua huruf pertama komponen pertama dan tiga huruf pertama komponen kedua, misalnya: Jabar = Jawa Barat.

15) Pengekalan empat huruf pertama tiap komponen disertai pelesapan konjungsi, misalnya: Agritpop = Agitasi dan propaganda.

16) Pengekalan berbagai huruf dan suku kata yang sukar dirumuskan, misalnya Akaba = Akademi Perbankan.


(60)

Chaer (2008:236) juga membagi proses pembentukan akronim, yaitu:

1) Pengambilan huruf-huruf (fonem-fonem) pertama dari kata-kata yang membentuk konsep itu. Misalnya:

-IKIP : Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan

-IDI : Ikatan Dokter Indonesia

-ABRI : Angkatan Bersenjata Repeublik Indonesia

2) Pengambilan suku kata pertama dari semua kata yang membentuk konsep itu. Misalnya:

-Rukan : rumah kantor

-Balita : bawah lima tahun

-Orpol : organisasi politik

3) Pengambilan suku kata pertama ditambah dengan huruf pertama dari suku kata kedua dari setiap kata yang membentuk konsep itu. Misalnya:

-Warteg : warung tegal

-Depkes : departemen kesehatan

-Kalbar : kalimantan barat

4) Pengambilan suku kata yang dominan dari setiap kata yang mewadahi konsep itu. Misalnya:

-Juklak : petunjuk pelaksanaan

-Tilang : bukti pelanggaran


(61)

5) Pengambilan suku kata tertentu disertai dengan modifikasi yang tampaknya tidak beraturan; namun masih dengan memperhatikan keindahan bunyi.

Misalnya:

-Pilkada : pemilihan kepala daerah

-Organda : organisasi angkutan darat

-Kloter: kelompok terbang

6) Pengambilan unsur-unsur kata yang mewadahi konsep itu, tetapi sukar disebutkan keteraturannya termasuk di seni. Misalnya:

-Sinetron : sinema elektronik

-Insert : informasi selebritis

-Satpam: satuan pengaman

Berdasarkan bagian yang dilesapkan dalam proses pembentukan ryakugo di dalam skripsi Ristanti (2009:23) diklasifikasikan menjadi empat seperti berikut ini.1

1. 略 Jouryaku ; merupakan kata yang bagian awalnya mengalami proses

pelesapan. Contohnya: mi ire yang dipendekkan dari kata kami ire.

2. 略 Geryaku ; merupakan kata yang bagian akhirnya mengalami proses

pelesapan. Contohnya : seiza yang dipendekkan dari kata seizaburou.

3. 中 略 Chuuryaku ; merupakan kata yang mengalami proses pelesapan di

bagian tengah. Contohnya: gomasu yang dipendekkan dari kata gomakasu .

1

Pada skripsi ini,penulis tidak mencantumkan nama pakar yang mengatakan teori pola pembentukan shouryakugo ini.


(1)

K2 = huruf kanji 2

Kt1 = huruf katakana 1 Kt2 = huruf katakana 2

Kt3 = huruf katakana 3

Kt4 = huruf katakana 4

5.2.Saran

Saran penulis kepada pembaca dan masyarakat :

1) Penelitian dalam kajian pembentukan kata (gokeisei) dalam bahasa Jepang khususnya dalam kajian ilmu morfologi bahasa Jepang harus lebih sering dilakukan oleh para peneliti yang mempelajari bahasa Jepang yang berasal dari Indonesia yang kemudian menuangkannya dalam tulisan bahasa Indonesia untuk selanjutnya akan menjadi sumber informasi maupun ilmu pengetahuan bagi para pelajar bahasa Jepang lainnya.

2) Bagi masyarakat umum yang ingin mengetahui bahasa Jepang, maka perlu untuk mengetahui dasar-dasar ilmu linguistik bahasa Jepang yang dimulai dari mempelajari kajian ilmu morfologi bahasa Jepang. Kajian pembentukan kata dan perubahan bentuk kata khususnya mempelajari ryakugo dalam bahasa Jepang karena ryakugo terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

3) Mempelajari ryakugo dapat menambah perbendaharaan kata-kata dalam bahasa Jepang, namun banyak ryakugo yang tidak diketahui artinya atau salah


(2)

memahami makna ryakugo yang disampaikan oleh pembicara atau penulis kepada pendengar atau pembacanya. Ryakugo yang berlaku dalam satu kalangan misalnya polisi, pelajar, militer atau ilmuwan, tidak harus berlaku pada kalangan lain namun akan lebih baik jika menggunakan kata-kata yang panjang tetapi dipahami oleh semua orang.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ba’dulu, A. Muis dan Herman. 2005. Morfosintaksis. Jakarta : Rineka Cipta

Bodgan, R. dan Tailor, J. Steven. 1993. Kualtatif: Dasar-Dasar Penelitian. Surabaya: Usaha Nasional.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta Chaer, Abdul. 2008. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Dimas,Andi.1995. Ryakugo Proses Morfologis Akronim Bahasa Jepang.Skripsi.Bandung.Universitas Padjajaran

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1996. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.

Haruhiko, Kanedaichi. 1978. Kamus Kokugo Daijiten. Tokyo: Gakken Harumi, Tanaka. 1987.Gendai Gengogaku Jiten. Honoruru : Seibido Hayashi, Shiro. 1993.Renkai Shinkokugo Jiten.Tokyo: Sanseido Co. Ltd Katou, Chikara. 1994, KyounoWakamono Kotoba Jiten, Tokyo: Kaisestu Keraf, Gorys. 1980. Tata Bahasa Indonesia. Flores : Nusa Indah

Kimura, Muneo. (1988). Nihongo Kyoujuhou Nyuumon. Tokyo: Bonjinsha

Koizumi, Tamotsu. 1993. Nihonggo Kyoushi no Tame no Genggogaku Nyuumon. Tokyo : Taishukan Shoten

Kridalaksana, Harimurti. 2010. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum

Mizutani.Osamu.1985. Nihongo no jousiki Daihyakkais . Tokyo :Koudansya Moeliono dkk.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Moleong, L.2006.Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Nomoto, Kikuo. 1988. Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar Edisi Bahasa Indonesia. Tokyo : Kokuritsu Kokugo Kekyusho

Ramlan, M. 1985. Morfologi : Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta : Karyono Ramlan, M. 1985. Tata bahasa Indonesia Penggolongan Kata. Yogyakarta : Andi


(4)

Ristanti, Destin Nurafiati. 2009. “Bahasa Yakuza dalam Drama Televisi Jepang Berjudul “My Boss My Hero”. Skripsi. Jakarta : Universitas Indonesia.

Samsuri. 1994. Analisis Bahasa : Memahami Bahasa Secara Ilmiah. Jakarta : Airlangga

Sibarani,Robert, 2006. An Introduction to Morphology. Medan : PODA

Situmorang, Hamzon. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Medan : USU Press

Sudjianto, dan Ahmad Dahidi. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta : Kesaint Blanc

Sugiono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press (UHP)

Tanaka, Harumi & Sachiko Tanaka. 1997. Shakai Genggogaku e no Shootai, Society-Culture-Communication, Mineruba Shoboo, Kyoto

Tsujimura, Natsuko. 1996. An Introduction to Japanese Linguistics. Massachussets : Blackwell

Varda, 2004. Analisis Penggunaan Wakamono Kotoba Pada Media Cetak Jepang.Skripsi pada UPI Bandung: Tidak diterbitkan.


(5)

Daftar Internet

hikarisubs.indoanime.net/?p=1580

id.wikipedia.org/wiki/Kosakata_dari_bahasa_asing_dalam_bahasa_Jepang http://id.wordpress.com/tag/singkatan-katakana/


(6)