Studi Semantik dan Kesinoniman .1

Sekarang juga saya masih ingat dengan jelas akan hari kematian ayah. • 立った とき 足 に 痛み を 覚えた。 Tatta toki ashi ni itami o oboeta. Terasa sakit pada kaki ketika berdiri. • 彼 の 行動 やり 方 に は 疑問 を 覚える。 Kare no Koudou Yari kata ni wa gimon o oboeru. Saya merasa ragu-ragu akan tindakan caranya. 2.2 Studi Semantik dan Kesinoniman 2.2.1 Definisi Semantik Kata semantik dalam bahasa Indonesia Inggris : semantics berasal dari bahasa Yunani sema kata benda yang berarti tanda atau lambang. Semantik imiron sendiri merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Semantik memegang peranan penting dalam berkomunikasi. Karena bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi adalah tidak lain untuk menyampaikan suatu makna Sutedi, 2003:103. Misalnya, seseorang menyampaikan ide dan pikiran kepada lawan bicara, lalu lawan bicaranya bisa memahami apa yang disampaikan, maka dengan begitu komunikasi bisa terjadi. Hal ini disebabkan karena ia bisa menyerap makna yang disampaikan dengan baik. Sutedi 2003:103 menyebutkan bahwa objek kajian semantik antara lain adalah makna kata satu per satu go no imi, relasi makna go no imi kankei antar satu kata dengan kata yang lainnya, makna frase dalam satu idiom ku no imi dan makna kalimat bun ni imi. 1. Makna Kata Satu per Satu go no imi Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian semantik, karena komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama seperti bahasa Jepang, Universitas Sumatera Utara baru akan berjalan lancar jika setiap kata yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut makna atau maksudnya sama dengan yang digunakan oleh lawan bicaranya. Dalam bahasa Jepang, banyak sekali terdapat sinonim ruigigo yang sangat sulit untuk bisa dipadankan ke dalam bahasa Indonesia satu per satu. Ditambah masih minimnya buku-buku atau kamus yang bertuliskan bahasa Indonesia yang membahas secara rinci dan jelas tentang persamaan dan perbedaan dari setiap sinonim tersebut. 2. Relasi Makna Antar Satu Kata dengan Kata yang Lainnya go no imi kankei Relasi makna adalah hubungan antara dua kata atau lebih sehubungan dengan penyusunan kelompok kata goi berdasarkan kategori tertentu. Misalnya, pada verba 「話す ‘hanasu’」berbicara,「言う ‘iu’」berkata,「しゃべる ‘shaberu’」ngomong, dan「食べる ‘taberu’」makan, dapat dikelompokkan ke dalam 「言葉を発する ‘kotoba o hassuru’」bertutur untuk tiga verba pertama, sedangkan taberu tidak termasuk ke dalamnya. Contoh lainnya, misalnya hubungan makna antara kata 「話す ‘hanasu’」dan「言う ‘iu’」,「高い ‘takai’」tinggi dan「低い ‘hikui’」rendah,「動物 ‘doubutsu’」binatang dan「犬 ‘inu’」anjing akan berlainan dan perlu diperjelas. Pasangan pertama merupakan sinonim hanasu dan iu, pasangan kedua merupakan antonim takai dan hikui, sedangkan pasangan terakhir merupakan hubungan superordinat doubutsu dan inu. 3. Makna Frase dalam Satu Idiom ku no imi Makna frase merupakan makna yang terkandung dalam sebuah rangkaian kata-kata yang disebut dengan ungkapan. Contohnya dalam bahasa Jepang ungkapan 「本を読む ‘hon o yomu’」membaca buku,「靴を買う ‘kutsu o kau’」membeli sepatu, dan「腹が立つ ‘hara ga tatsu’」perut berdiri = marah merupakan suatu frase. Frase ‘hon o yomu’ dan ‘kutsu o kau’ dapat dipahami cukup dengan mengetahui makna kata hon, kutsu, kau, dan o, ditambah dengan pemahaman tentang struktur kalimat bahwa ‘nomina + o + verba’. Jadi, Universitas Sumatera Utara frase tersebut bisa dipahami secara leksikalnya mojidouri no imi. Tetapi, untuk frase ‘hara ga tatsu’, meskipun seseorang mengetahui makna setiap kata dan strukturnya, belum tentu bisa memahami makna frase tersebut, jika tidak mengetahui makna frase secara idiomatikalnya kanyokuteki imi. Lain halnya dengan frase「足を洗う ‘ashi o arau’」, ada dua makna, yaitu secara leksikal mojidouri no imi, yaitu mencuci kaki, dan juga secara idiomatikal kanyokuteki imi, yaitu berhenti berbuat jahat. Jadi, dalam bahasa Jepang ada frase yang hanya bermakna secara leksikal saja, ada frase yang bermakna secara idiomatikal saja, dan ada juga frase yang bermakna keduanya. 4. Makna Kalimat bun ni imi Makna kalimat ditentukan oleh makna setiap kata dan strukturnya. Misalnya, pada kalimat ‘Watashi wa Yamada san ni megane o ageru’ Saya memberi kacamata pada Yamada dan kalimat ‘Watashi wa Yamada san ni tokei o ageru’ Saya memberi jam pada Yamada. Jika dilihat dari strukturnya, kalimat tersebut adalah sama, yaitu ‘A wa B ni C o ageru’, tetapi maknanya berbeda. Oleh karena itu, makna kalimat ditentukan oleh kata yang menjadi unsur kalimat tersebut.

2.2.1.1 Jenis-Jenis Makna Dalam Semantik

Menurut Chaer 2002:59, jenis ataupun tipe dari makna itu sendiri dapat dibedakan berdasarkan kriteria atau sudut pandang, yakni: 1. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan menjadi makna leksikal dan makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh- sungguh nyata dalam kehidupan kita. Contohnya seperti makna leksikal dari kata rumah merupakan bangunan, tempat tinggal suatu keluarga. Makna gramatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata dalam kalimat. Makna ini hadir sebagai akibat adanya proses Universitas Sumatera Utara gramatikal atau proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Seperti dalam contoh “tas yang berat itu terangkat 2. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kataleksem, dapat dibedakan menjadi makna referensial dan makna nonreferensial. juga oleh anak itu.”, proses afiksasi ter- pada kata angkat melahirkan makna “dapat”. Pada reduplikasi contohnya seperti “bangunan-bangunan” yang memiliki makna “banyak bangunan”, dan pada komposisi dapat dilihat contohnya pada kata “sate ayam” dan “sate Madura”. Yang pertama menyatakan bahan dari sate itu, sedangkan yang kedua menyatakan tempat asal dari sate itu. Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial adalah berdasarkan ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Namun jika kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata tersebut merupakan kata bermakna nonreferensial. Kata meja dan kursi termasuk kata yang bermakna referensial karena keduanya mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ‘meja’ dan ‘kursi’. Sebaliknya kata karena dan tetapi tidak mempunyai referen, jadi kedua kata tersebut termasuk ke dalam kelompok kata yang bermakna nonreferensial. 3. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kataleksem, dapat dibedakan menjadi makna denotatif dan makna konotatif. Pengertian makna denotatif adalah pada dasarnya sama dengan makna leksikal dan referensial, sebab makna denotatif ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif, dan sering disebut dengan istilah ‘makna sebenarnya’. 4. Berdasarkan ketepatan maknanya, dapat dibedakan menjadi makna umum dan makna khusus. Kata dengan makna umum memiliki pengertian dan pemakaian yang lebih luas, sedangkan kata dengan makna khusus mempunyai pengertian dan Universitas Sumatera Utara pemakaian yang lebih terbatas. Misalnya dalam deretan sinonim besar, agung, akbar, raya, dan kolosal. Kata besar adalah kata yang bermakna umum dan pemakaiannya lebih luas dibandingkan dengan kata yang lainnya. Kita dapat mengganti kata agung, akbar, raya, dan kolosal dengan kata besar secara bebas. Frase ‘Tuhan yang maha Agung’ dapat diganti dengan ‘Tuhan yang maha Besar’ ; frase ‘rapat akbar’ dapat diganti dengan ‘rapat besar’ ; frase ‘hari raya’ dapat diganti dengan ‘hari besar’ ; dan frase ‘film kolosal’ dapat diganti dengan ‘film besar’. Sebaliknya, frase ‘rumah besar’ tidak dapat diganti dengan ‘rumah agung’, ‘rumah raya’ ataupun ‘rumah kolosal’. 5. Berdasarkan kriteria atau sudut pandang lain, dapat dibedakan menjadi makna konseptual, asosiatif, idiomatik, dan sebagainya. 6. Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apapun. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa sebenarnya makna konseptual ini sama dengan makna leksikal, referensial, dan makna denotatif. Selanjutnya, makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan makna ‘suci’ atau ‘kesucian’ ; kata merah berasosiasi dengan makna ‘berani’ ; kata cenderawasih berasosiasi dengan makna ‘indah’. Makna idiomatik adalah makna sebuah satuan bahasa kata, frase, atau kalimat yang “menyimpang” dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Contohnya adalah pada frase ‘membanting tulang’ dan ‘meja hijau’. ‘Membanting tulang’ adalah sebuah leksem dengan makna ‘bekerja keras’, dan ‘meja hijau’ adalah sebuah leksem dengan makna ‘pengadilan’.

2.2.1.2 Perubahan Makna Dalam Semantik

Perubahan makna suatu kata dapat terjadi karena berbagai faktor, antara lain perkembangan peradaban manusia pemakai bahasa tersebut, perkembangan Universitas Sumatera Utara ilmu pengetahuan dan teknologi, atau pengaruh bahasa asing. Berikut akan dijelaskan beberapa jenis perubahan makna dalam bahasa Jepang Sutedi, 2003:108. a. Dari yang konkrit ke abstrak Kata 「頭 ‘atama’」kepala,「腕 ‘ude’」lengan, serta「道 ‘michi’」jalan yang merupakan benda konkrit, berubah menjadi abstrak ketika digunakan seperti berikut ini. 頭がいい atama 腕が上がる ga ii kepandaian ude 日本語教師への道 nihongo-kyoushi e no ga agaru kemampuan michi cara petunjuk b. Dari ruang ke waktu Kata 「前 ‘mae’」depan, dan「長い ‘nagai’」panjang, yang menyatakan arti ruang, berubah menjadi waktu seperti pada contoh berikut ini. 三年前 sannen mae yang lalu 長い時間 nagai c. Perubahan penggunaan indera jikan lama Kata 「大きい ‘ookii’」besar semula diamati dengan indera penglihatan mata, berubah ke indera pendengaran telinga, seperti pada「大きい声 ‘ookii koe’」suara keras. Kemudian pada kata「甘い ‘amai’」manis dari indera perasa menjadi karakter seperti dalam「甘い子 ‘amai ko’」anak manja. d. Dari yang khusus ke umum generalisasi Universitas Sumatera Utara Kata 「着物 ‘kimono’」yang semula berarti pakaian tradisional Jepang, digunakan untuk menunjukkan pakaian secara umum「服 ‘fuku’」dan sebagainya. e. Dari yang umum ke khusus spesialisasi Kata 「花 ‘hana’」bunga secara umum dan「卵 ‘tamago’」telur secara umum digunakan untuk menunjukkan hal yang lebih khusus seperti dalam penggunaan berikut. 花見 hana 卵を食べる -mi bunga Sakura tamago o taberu telur ayam f. Perubahan nilai positif Contoh dari kata yang mengalami perubahan nilai positif salah satunya adalah kata 「僕 ‘boku’」saya yang dulu digunakan untuk budak atau pelayan, tetapi sekarang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan adanya perubahan nilai, dari yang kurang baik menjadi baik. g. Perubahan nilai negatif Contoh dari kata yang mengalami perubahan nilai negatif salah satunya adalah kata 「貴様 ‘kisama’」kamu yang dulu sering digunakan untuk menunjukkan kata「あなた ‘anata’」anda , tetapi sekarang digunakan hanya kepada orang yang dianggap rendah saja. Hal ini menunjukkan adanya perubahan nilai, dari yang baik menjadi kurang baik.

2.2.1.3 Manfaat Mempelajari Semantik

Manfaat yang dapat kita petik dari studi semantik sangat tergantung dari bidang apa yang kita geluti dalam tugas kita sehari-hari Chaer, 2002:11. Bagi seorang wartawan, reporter, atau orang-orang yang berkecimpung dalam dunia persuratkabaran dan pemberitaan, mereka barangkali akan memperoleh manfaat Universitas Sumatera Utara praktis dari pengetahuan mengenai semantik. Pengetahuan semantik akan memudahkannya dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum. Bagi mereka yang berkecimpung dalam penelitian bahasa, seperti mereka yang belajar di Fakultas Sastra ataupun Fakultas Ilmu Budaya, pengetahuan semantik akan banyak memberi bekal teoritis untuk dapat menganalisis kata atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajarinya. Sedangkan bagi seorang guru atau calon guru, pengetahuan mengenai semantik akan memberi manfaat teoritis, karena sebagai seorang guru bahasa haruslah mengerti dengan sungguh-sungguh tentang bahasa yang akan diajarkannya. Sedangkan manfaat praktis yang diperoleh dari mempelajari teori semantik adalah pemahaman yang lebih mendalam mengenai makna dari suatu kata yang makna katanya berdekatan atau memiliki kemiripan arti. Sedangkan bagi orang awam atau orang kebanyakan pada umumnya, pengetahuan yang luas akan teori semantik sebenarnya tidakah diperlukan. Akan tetapi, pemakaian dasar-dasar semantik masih diperlukan untuk dapat memahami dunia yang penuh informasi dan lalu lintas kebahasaan.

2.2.2 Kesinoniman

Hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata dengan kata lainnya sering kita temui baik dalam bahasa apapun itu. Hal ini berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya Chaer, 2007:297. Satuan bahasa disini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat. Relasi makna ini dapat menyatakan kesamaan makna sinonim, pertentangan makna antonim, ketercakupan makna hiponim, kegandaan makna polisemi dan ambiguitas, dan kelebihan makna redundansi. Apabila suatu kata memiliki makna yang hampir sama mirip dengan satu atau lebih kata yang lain, maka dapat dikatakan bahwa kata-kata tersebut memiliki hubungan atau relasi makna yang termasuk ke dalam sinonim. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan Universitas Sumatera Utara ujaran dengan satuan ujaran lainnya Chaer, 2007:267. Akan tetapi meskipun bersinonim, maknanya tidak akan persis sama. Dalam bahasa Jepang, sinonim dikenal dengan istilah 「類義語 ‘ruigigo’」. Menurut Sutedi 2003:115, perbedaan dari dua kata atau lebih yang memiliki relasi atau hubungan kesinoniman「類義関係 ‘ruigi-kankei’」dapat ditemukan dengan cara melakukan analisis terhadap nuansa makna dari setiap kata tersebut. Misalnya pada kata agaru dan noboru yang kedua-duanya berarti ‘naik’, dapat ditemukan perbedaannya sebagai berikut. のぼる:下から上へ或経路に焦点を合わせて Noboru : Shita kara ue e wakukeiro ni shouten o awasete idou suru 移動する Noboru : berpindah dari bawah ke atas dengan fokus jalan yang dilalui あがる:下から上へ到達点に焦点を合わせて Agaru : Shita kara ue e toutatsuten ni shouten o awasete idou suru 移動する Agaru : berpindah dari bawah ke atas dengan fokus tempat tujuan Jadi, perbedaan verba agaru dan noboru terletak pada fokus 「焦点 ‘shouten’」gerak tersebut. Verba agaru menekankan pada tempat tujuan「到達点 ‘toutatsuten’」dalam arti tibanya di tempat tujuan tersebut hasil, sedangkan noboru menekankan pada jalan yang dilalui「経路 ‘keiro’」dari gerak tersebut proses. Sedangkan menurut Djajasudarma 1999:42, ada tiga batasan untuk sinonim, yaitu: 1. Kata-kata dengan referen ekstra linguistic yang sama 2. Kata-kata yang memiliki makna yang sama 3. Kata-kata yang dapat disulih dalam konteks yang sama.

2.2.3 Pilihan Kata

Tidak semua kata-kata yang bersinonim dapat saling menggantikan satu sama lain. Karena itu, kita harus memilihnya secara tepat dan seksama untuk Universitas Sumatera Utara menghindari kerancuan dalam menginterpretasikan maknanya. Hal ini berkaitan dengan pilihan kata atau diksi. Menurut Keraf 2006:24 pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai cocok dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Diksi atau pilihan kata harus berdasarkan tiga tolak ukur, yaitu ketepatan, kebenaran, dan kelaziman. Kata yang tepat adalah kata yang mempunyai makna yang dapat mengungkapkan gagasan secara cermat sesuai dengan gagasan pemakai bahasa. Kata yang benar adalah kata yang diucapkan atau ditulis sesuai dengan bentuk yang benar, yaitu sesuai dengan kaidah kebahasaan. Kata yang lazim berarti bahwa kata yang dipakai adalah dalam bentuk yang sudah dibiasakan dan bukan merupakan bentuk yang dibuat-buat. Universitas Sumatera Utara

BAB III ANALISIS MAKNA VERBA