Analisis Morfologi Bahasa Jepang

(1)

ANALISIS MORFOLOGI BAHASA JEPANG

NIHONGO NO DOSHI NO KEITAIRONTEKI BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan

untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

ROMEO KURNIAWAN NIM : 040708038

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis hanturkan kehadirat Allah S.W.T Yang Maha Pengasih dan Penyayang karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya yang senantiasa menyertai penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini guna memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Dengan keterbatasan ilmu dan kemampuan, maka penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak terutama dosen pembimbing, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Untuk itu dengan ketulusan hati, penulis sangat menghargai dan mengucapkan terimakasih yang tulus kepada :

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D selaku Ketua Jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum selaku Dosen Pembimbing satu yang telah banyak memberikan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.

4. Bapak Drs. Hamzon Situmorang, M.S., Ph.D selaku Dosen Pembimbing dua yang telah meluangkan waktu untuk memberi petunjuk dalam menyelesaikan skripsi ini.


(3)

5. Seluruh Dosen Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara .

6. Teristimewa buat kedua orang tua penulis yang tercinta Ayahanda Yurnaidi dan Ibunda Gusniarni atas segala doa, cinta, dukungan dan pengorbanan yang tidak ternilai sampai selesainya studi ini. Pengorbanan kalian tidak akan pernah terlupakan dan tergantikan untuk selamanya. 7. Buat seluruh keluarga di Bukittinggi yang telah memberikan dukungan

dalam segala hal sampai berakhirnya studi ini.

8. Buat seluruh teman-teman jurusan Sastra Jepang, semoga kita selalu dapat saling mengingat kenangan selama kita kuliah dan terima kasih atas segala kebaikan yang telah diberikan selama ini.

Penulis sadar skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca.

Medan, Juni 2008 Penulis


(4)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan ... 8

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 10

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1.6. Metode Penelitian ... 14

BAB II MORFOLOGIS DAN VERBA BAHASA JEPANG ... 16

SERTA BENTUK WAKTU DALAM BAHASA JEPANG 2.1. Morfologi Bahasa Jepang ... 16

2.1.1. Morfem dalam Bahasa Jepang ... 16

2.1.2. Jenis Morfem Bahasa Jepang ... 18

2.2. Verba Bahasa Jepang ... 20

2.2.1. Pengertian Verba ... 21

2.2.2. Jenis-Jenis Verba dalam Bahasa Jepang... 22

2.3. Pengertian Bentuk Waktu... 25

2.3.1. Bentuk Waktu Kini ... 26

2.3.2. Bentuk Waktu Mendatang ... 29

2.3.3. Bentuk Waktu Lampau ... 31

BAB III ANALISIS MORFOLOGI VERBA BAHASA JEPANG ... 36

3.1. Verba Jotai ... 37

3.2. Verba Keizoku ... 47

3.2. Verba Shukan ... 51

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

4.1. Kesimpulan ... 56

4.2. Saran... 57 DAFTAR PUSTAKA


(5)

要旨

言 語 は 他 の 人 に アイ デ ィ ア 、 考 え、 意 志 、希 望 を 伝 え る た め に 、 使 わ れ る 用具 で あ る。 と きど き 、 私達 が 言語 を 使 う のは 他 の 人に 考 え の 内容を伝えるためではなく、自分で話す時のような自分のに言われるだけ である。話なしている時は、話相手側に豪快することが現れることできる のは何かこと表す時、話手が間違たからだ。だから、言語を使う時は、豪 快しないように、私達が言語の使い方を注目しなければならない。インド

ネシア語で言語の使い方はTata Bahasaという。一方、日本語で文法という。

日 本 語 は 状 態 に 影響 さ れ る 言 語 であ り 、 動詞 に 自 制 の 使 い 方 か ら 裂けられない。だから、述語としての機能を持つ動詞は発話時から始まる 状態と合う形が変わる。日本語の動詞の変化は述語の変化に基づく見ると、 三つグルプとなっている。五段動詞という一グルプ、一段動詞という二グ ルプ、変格動詞という三グルプである。日本語の動詞の変化は活用という。 この活用はあとに従い、いろいろな意味を作る言葉に基づくであり、自制 の表し方からも裂けられない。

活用は形態論の経過の部分である。形態論は単語のことと、単語の 作り方の経過のことを学ぶ言語学の部分であり、学ばれる対象語は単語と 形 態 素 で ある 。 そ の形 態 論の 経 過 が起 こ るの は 付 加 、消 除 、 重複 、 ゼ ロ 接辞があるからだ。日本語で活用も自制の表し方に影響を与える。自制は 発話時の時間に状態を表すために、使われる言語の用具である。その自制 は過去という話す前の時間、現在という話している時間、未来という話す


(6)

日本語で動詞の種類は四つがある。「状態動詞」という動詞であり、 この動詞の種類には「存在、必要、関係、可能、知覚、思考」という動詞 がある。「継続動詞」という動詞であり、この動詞の種類には人間の活動 と自然の活動を表す動詞という動詞がある。瞬間動詞という動詞であり、 最後、第四種動詞という動詞である。この四つ動詞の種類は活動それとも、

何か状態を表すために使うことでき、形が変わり、述語になることできる.

形態論の経過、活用、自制は日本語の文章と単語を作るために、機

能を持つ言語の用具である。だから、伝えられる文章の意味と目的が 理


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Penggunaan Bahasa merupakan salah satu kelebihan manusia dari makhluk lain dimuka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan bahasa sebagai alat komunikasi. Melalui bahasa kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina, dan dapat dikembangkan serta dapat diturunkan kepada generasi-generasi mendatang. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang ada disekitar manusia seperti peristiwa-peristiwa, binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, hasil cipta karya manusia dan sebagainya, mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun dan diungkapkan kembali kepada orang lain sebagai bahan komunikasi. Mengingat pentingnya bahasa, kita dapat membatasi pengertian bahasa, menurut (Dedi Sutedi 2003 : 2), bahwa bahasa adalah alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada orang lain.

Bahasa mempunyai keterikatan dan keterkaitan dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupannya di masyarakat, kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis. Dengan perkataan lain, hidup manusia dan segala kegiatannya yang bergerak dari masa silam, masa kini dan masa mendatang tidak terlepas dari pemakaian waktu. Hal ini terbukti dari tulisan-tulisan atau ucapan yang selalu dikaitkan dengan waktu.


(8)

Komunikasi melalui bahasa memungkinkan setiap orang untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial yang memungkinkan setiap orang untuk mempelajari kebiasaan, adat istiadat, kebudayaan serta latar belakang masing-masing. Dalam berkomunikasi bisa saja terjadi kesalahpahaman pada pihak lawan bicara, yang disebabkan oleh kekeliruan si pembicara dalam mengukapkan sesuatu hal. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, maka dalam berbahasa kita harus memperhatikan kaidah-kaidah penggunaan bahasa. Kaidah-kaidah penggunaan bahasa ini dalam bahasa Indonesia disebut dengan tata bahasa, sedangkan dalam bahasa Jepang disebut dengan bunpoo 「文法」.

Bahasa Jepang merupakan bahasa yang selalu dipengaruhi oleh keadaan dan juga tidak terlepas dari pemakaian bentuk waktu pada verbanya, sehingga verba yang berfungsi sebagai prediket akan berubah bentuknya sesuai dengan kondisi dan keadaan yang diacu dari saat pengucapan. Perubahan verba dalam bahasa Jepang jika dilihat berdasarkan pada perubahan prediketnya digolongkan ke dalam kelompok verba yang terdiri dari tiga kelompok. Kelompok I disebut (godandoushi), kelompok II (ichidan doushi) dan kelompok III (henkaku duoshi). Perubahan bentuk verba disebut konjugasi 「活用 ‘katsuyou’」yang secara garis

besar terdiri dari enam macam :

a. 末然形 ‘mizenkei’, yaitu perubahan verba didalamnya mencakup bentuk

menyangkal (bentuk NAI), bentuk maksud (bentuk OU/YOU). Bentuk pasif (RERU) dan bentuk menyuruh (bentuk SERU).


(9)

b. 連用形 ‘renyoukei’, yaitu perubahan bentuk verba yang mencakup bentuk

sopan (bentuk MASU), bentuk sambung (bentuk TE), dan bentuk lampau (bentuk TA).

c. 終 止 形 ‘shuushikei’, yaitu verba bentuk kamus atau yang digunakan

diakhir kalimat.

d. 連 体形 ‘rentaikei’, yaitu verba bentuk kamus yang digunakan sebagai

modifikator.

e. 仮定形 ‘kateikei’, yaitu perubahan verba ke dalam bentuk pengandaian

(bentuk BA).

f. 命令形 ‘meireikei’, yaitu perubahan ke dalam bentuk perintah.

Dari jenis-jenis perubahan diatas, dapat kita lihat perubahan bentuk verba secara umum dalam bahasa Jepang pada tabel berikut ini :

Kel Bentuk Kamus Bentuk MASU Bentuk MASEN Bentuk MASHITA Bentuk MASENDESHITA I 買う

ka-u

立つ

ta-tu

買います

ka-i-masu

立ちます

ta-ti-masu

買いません

ka-i-masen

立ちません

ta-ti-masen

買いました

ka-i-masita

立ちました

ta-ti-mashita

買いませんでした

ka-i-masendesita

立ちませんでした

ta-ti-masendesita II 見る

mi-ru

起きる

oki-ru

見ます

mi-masu

起きます

oki-masu

見ません

mi-masen

起きません

oki-masen

見ました

mi-masita

起きました

oki-masita

見ませんでした

mi-masendesita

起きませんでした

oki-masendesita III する

su-ru

くる

ku-ru

します

si-masu

きます

ki-masu

しません

si-masen

きません

ki-masen

しました

si-masita

きました

ki-masita

しませんでした

si-masendeshita

きませんでした


(10)

Verba kelompok I jika diubah dari bentuk kamus (shuuseikei) diubah ke dalam bentuk renyoukei bentuk MASU dan yang lainnya hanya mengganti morfem {U} pada setiap akhir verba dengan {MASU}, {MASEN}, {MASHITA}, atau {MASENDESHITA}.

ka - u = ka – i – masu ka – i – masen ka – i – mashita

ka – i – masendeshita (masing-masing 3 morfem)

Pada verba kelompok II, di antaranya terdapat verba 「 見 る ‘miru’」dan 「起きる ‘okiru」jika diubah ke dalam bentuk MASU, MASEN dan sebagainya,

yaitu dengan cara mengganti {RU} di akhir verba tersebut dengan {MASU}, {MASEN} dan sebagainya.

mi – ru = mi – masu

oki – masu (masing-masing terdiri dari 2 morfem)

Untuk verba kelompok III sebagai verba tidak beraturan, perubahan pun secara tidak beraturan pula. Hal ini terlihat bahwa bagian gokan kedua verba tersebut tidak tetap. Misalnya, morfem {来} pada verba /kuru/ akan berubah –ubah

menjadi {ku}, {ki} atau {ko} sama halnya dengan morfem {su} pada verba /suru/ terkadang menjadi {su} dan terkadang menjadi {si}. Perubahan verba dari bentuk kamus ke bentuk (MASU, MASEN, MASITA, MASENDESHITA) tetap dengan cara mengganti diakhir.

SURU = SIMASU KURU = KIMASU


(11)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa perubahan verba bentuk kamus ke dalam bentuk halus (MASU, MASEN, MASITA, MASENDESITA) sebagai berikut :

Kelompok I …...U = ...IMASU dst. Kelompok II ….RU = ....MASU dst. Kelompok III SURU = SIMASU dst.

KIMASU dst.

Verba bentuk TE digunakan sebagai bentuk sambung, yaitu dikuti oleh verba lainnya. Verba bentuk TA merupakan verba bentuk lampau biasa (tidak halus). Aturan dalam perubahan verba bentuk kamus ke dalam verba bentuk TE dan TA sama persis, namun aturan ini ada sedikit pergeseran, karena adanya

「音便 ‘onbin’」<eufon>, yaitu perubahan fonem atau bunyi karena pengaruh

bunyi yang mengapitnnya, bagaimana perubahannya perhatikan table berikut : KAMUS MASU TE (asal) TA (asal) TE (onbin) TA (onbin) ka-u tat-u ka-i-masu ta-ti-masu ka-i-te ta-ti-te ka-i-ta ta-ti-ta ka-t-te ta-t-te ka-t-ta ta-t-ta mi-ru ne-ru mi-masu ne-masu mi-te ne-te mi-ta ne-ta mi-te ne-te mi-ta ne-te su-ru ku-ru si-masu ki-masu si-te ki-te si-ta ki-ta si-te ki-te si-ta ki-ta

Dalam menganalisis morfem jika mengacu pada penggunaan huruf Jepang (Hiragana dan Kanji) yang merupakan suatu silabis atau suku kata, akan lain hasilnya dibanding dengan mengacu pada Alfabet. Machida dan Momiyama dalam Dedi Sutedi (2003:50) berpendapat bahwa analisis morfem jika mengacu pada huruf Alfabet akan semakin jelas. Tentunya huruf Alfabet yang dimaksud


(12)

dengan menggunakan sistem Jepang (nihon-shiki) atau sistem Kunrei, bukan mengacu pada Hepburn.

Bentuk waktu dalam bahasa Jepang disebut dengan 自制 (jisei) atau テンス (tense). Bentuk waktu adalah kategori gramatikal yang menyatakan waktu

terjadinya suatu peristiwa atau berlangsungnya suatu aktifitas dengan bertitik tolak dari waktu saat kalimat tersebut diucapkan. Jika waktu berbicara 「発話時

‘hatsuwaji’」 atau waktu mengucapkan kalimat tersebut diumpamakan dengan

waktu sekarang (saat ini), maka waktu terjadinya suatu peristiwa atau aktifitas tersebut ada tiga, yaitu waktu yang sebelumnya atau waktu yang telah berlalu

「過去 ‘kako’」 (lampau), waktu saat berbicara 「現在 ‘genzai’」 (sekarang), dan

waktu yang akan datang. Rentetan ketiga jenis waktu seperti ini dapat dilustrasikan dengan gambar berikut :

kako/lampau genzai/sekarang mirai/mendatang

過去 現在 未来

jikan

時間 発話時

hatsuwaji / saat berbicara

Dalam bahasa Jepang, untuk menyatakan bentuk lampau – sekarang –

mendatang 「過去;現在;未来 ‘kako – genzai – mirai’」, hanya digunakan

dua bentuk verba saja, yaitu : bentuk akan dan bentuk lampau. Verba bentuk lampau didalamnya mencakup bentuk halus, yaitu MASHITA terdiri dari dua morfem MASHI - TA dan MASENDESHITA terdiri dari dua morfem MASEN - DESHITA, verba bentuk biasa, yakni bentuk TA dan NAKATTA terdiri dari 3 morfem NA – KAT - TA. Verba bentuk akan di dalamnya mencakup bentuk


(13)

kamus RU, NAI, dan bentuk halusnya seperti bentuk MASU dan MASEN, bahkan bentuk TE IMASU pun termasuk ke dalam kategori ini. Jadi, berdasarkan pada bentuk verbanya, bentuk waktu dalam bahasa Jepang hanya ada dua macam, yaitu bentuk lampau 「過去‘kako’」 dan bentuk bukan lampau 「非過去’hikako’」.

Bentuk waktu dalam bahasa Jepang, bisa ditemui ketika verba tersebut digunakan sebagai prediket dalam induk kalimat atau dalam kalimat tunggal

「 主 文 ’shubun’」 dan dalam anak kalimat 「 従 属 節 ‘juuzokusetsu’」. Contoh

penggunaan bentuk verba dalam menyatakan bentuk dalam kalimat tunggal (shubun).

(4) 私は今夜テレビを見ます。 (bentuk akan)

Watashi wa kon-ya terebi o mi-masu. 2 morfem ( Saya nanti malam akan nonton TV )

(5) 私は今テレビを見ています。 (bentuk kini)

Watashi wa ima terebi o mi-teimasu. 2 morfem ( Saya sekarang sedang nonton TV )

(6) 私は今朝テレビを見ました。 (bentuk lampau)

Watashi wa kesa terebi o mi-masita. 2 morfem ( Saya tadi pagi nonton TV )

Berdasarkan uraian di atas, kita dapat melihat bagaimanakah variasi perubahan verba bahasa Jepang yang berfungsi sebagai prediket sehingga mempengaruhi makna dari kalimat yang berkaitan dengan pengukapan bentuk waktu. Bertitik tolak dari hal tersebut, oleh karena itu penulis berminat membahas proses morfologis verba yang berjudul “Analisis Morfologis Verba Bahasa Jepang”.


(14)

1.2. Perumusan Masalah

Orang yang baru belajar Bahasa Jepang, tanpa menguasai gramatika bahasa Jepang dengan baik akan mendapatkan kesulitan dalam memahaminya. Misalnya, hanya dengan membuka kamus barangkali akan mengerti apa yang dimaksud dengan kata watashi, hon, dan yomu, namun jika kita berbicara tentang partikel atau joshi pasti tidak ada di dalam kamus tetapi mungkin artinya dapat diperkirakan apa makna dan fungsinya. Tetapi apabila dihadapkan pada suatu kalimat yang pada verbanya mengalami berbagai perubahan bentuk dan proses morfologis, maka barulah akan muncul permasalahan. Contoh :

- 山田先生は学校へ行きます。

- 山田先生は学校へ行っています。

- 山田先生は学校へ行きました。

- 山田先生は学校へ行けます。

- 山田先生は学校へ行きたい。

Bertitik tolak dari hal tersebut maka penulis ingin mengajukan permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perubahan bentuk verba dalam bahasa Jepang yang diakibatkan oleh proses morfologis ?

2. Bagaimanakah membedakan bentuk waktu dalam bahasa Jepang ?

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka penulis menganggap perlu adanya ruang lingkup pembahasan permasalahan agar masalah penelitian tidak


(15)

terlalu luas dan berkembang jauh sehingga masalah yang akan dikemukan lebih dapat terarah dalam penulisan.

Kalimat bahasa Jepang dapat terbentuk dari sebuah bunsetsu, dua buah bunsetsu, atau terdiri dari sejumlah bunsetsu. Kalaupun sebuah kalimat terdiri dari beberapa bunsetsu, namun kalimat tersebut tidak dibentuk secara sembarangan, melainkan harus tersusun rapi berdasarkan struktur yang benar sesuai dengan aturan-aturan gramatikanya. Bunsetsu adalah satuan kalimat yang lebih besar dari pada tango yang pada akhirnya dapat membentuk sebuah kalimat (bun). Struktur kalimat dalam bahasa Jepang dapat dibentuk dengan pola ‘subjek-prediket’ atau ‘subjek-objek-prediket’ yang nantinya disesuaikan dengan perubahan verba dan mengacu pada keadaan dan kontek dari kalimat tersebut.

食べる = 私は昼ご飯を食べます。

私は昼ご飯を食べています。

私は昼ご飯を食べました。

私は昼ご飯を食べたい。

Dalam bahasa Jepang bentuk waktu atau テンス (tensu) merupakan suatu

bentuk kategori gramatikal yang selalu terikat pada verbanya. Bentuk waktu atau

テンス (tensu) dalam bahasa Jepang ada dua bentuk yaitu bentuk ‘ru’ termasuk

bentuk ‘te iru’ dan bentuk ‘ta’ termasuk bentuk ‘te ita’.

Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka penulis akan membahas permasalahan mengenai perubahan verba pada kalimat berbahasa Jepang tinjauan morfologis. Permasalahan yang dimaksud, difokuskan pada pembahasan mengenai perubahan bentuk verba yang bisa berfungsi menjadi prediket dalam


(16)

yaitu waktu yang sebelumnya atau waktu yang telah berlalu 「 過 去 ‘kako’

(lampau), waktu yang sedang berlangsung 「現在 ‘genzai’」 (sekarang), dan waktu

yang akan datang 「未来 ‘mirai’」. Kemudian dianalisis lebih diarahkan kepada

penjabaran verba secara morfologi yang dikaitkan pada bentuk waktu.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Kalimat mempunyai fungsi menyampaikan sebuah makna, sehingga prediket merupakan bagian yang terpenting dalam suatu kalimat, karena dengan adanya prediket, maka bentuk (struktur kalimat), fungsi, dan makna kalimat akan berbeda-beda.

Menurut pakar bahasa Jepang, gramatika bahasa Jepang modern ada beberapa macam, salah satunya yaitu ( Motojiro dalam Sudjianto, 1996 : 27 ) mengklasifikasikan kelas kata menjadi 10 kelas kata yaitu :

1. Doushi ( kata kerja )

2. Keiyoushi ( kata sifat yang berakhiran –i) 3. Keiyoudoushi ( kata sifat berakhiran –na) 4. Meishi ( kata benda )

5. Fukushi ( kata keterangan ) 6. Rentaishi ( pra kata benda ) 7. Setsuzokushi ( kata sambung )

8. Kandoushi ( kata seru / kata serapan / kata panggilan ) 9. Jodoushi ( kata kerja kopula )


(17)

Penelitian ini difokuskan pada analisis verba pada kalimat bahasa Jepang yang menghubungkan dengan perbuatan, kejadian atau peristiwa bahasa yang diacu pada perubahan prediketnya yang mencakup bentuk MASU, bentu sambung (bentuk TE), dan bentuk lampau (bentuk TA) serta bentuk lainnya sesuai dengan prediket yang bersangkutan. Untuk itu penulis menggunakan konsep atau defenisi yang berhubungan dengan linguistik, terutama dalam bidang morfologi yang mengkaji tentang proses pembentukkan verba. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Karena bentuk digunakan untuk menempatkan perubahan bentuk yang terdapat pada verba, maka hal ini berkaitan dengan tatanan linguistik yaitu morfologi. Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan atau arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk beluk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik (M. Ramlan, 1987:21)

Perubahan bentuk verba pada bahasa Jepang dalam pengukapannya mempengaruhi pada bentuk waktu. Bentuk waktu adalah alat kebahasaan yang digunakan untuk menempatkan peristiwa didalam waktu. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Machida dalam bukunya Nihongo no Jisei to Aspek ( 1989 ) memberikan definisi bentuk waktu atau kala, bahwa bentuk waktu (kala) adalah perubahan secara gramatikal unsur didalam prediket yang merupakan bagian yang menunjukkan konsep kewaktuan.


(18)

1.4.2. Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana penelitian akan disoroti (Namawi, 2001 : 39 – 40).

Menurut Dedi Sutedi (2003 : 47), bahwa perubahan bentuk verba bahasa Jepang dalam bentuk kamus (jishokei) berdasarkan pada perubahannya digolongkan kedalam tiga kelompok :

a. Kelompok I disebut dengan 「 五 段 動 詞 ‘godan-doushi’」, karena

mengalami perubahan bentuk dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang, yaitu

「 あ い う え お ‘a-i-u-e-o’」. Cirinya verba yang berakhiran (gobi) huruf

「う、つ、る、く、ぐ、む、ぬ、す ‘u-tsu-ru-ku-gu-mu-nu-bu-su’」.

b. Kelompok II disebut dengan 「 一 段 動 詞 ‘ichidan-doushi’」, karena

perubahannya terjadi pada satu deretan deretan bunyi saja. Ciri utama verba ini, yaitu berakhiran suara 「e-る ‘e-ru’」(disebut ichidan-doushi) atau

berakhiran 「 i-る ‘i-ru’」(disebut shimou-ichidan-doushi)

c. Kelompok III disebut dengan 「変格動詞 ‘henkaku-doushi’」karena verba

yang perubahannya tak beraturan.

Menurut Machida (1989 ; 23-50), jenis verba dalam bahasa Jepang ada empat macam, yaitu : (1) jotai-doshi yakni verba yang menunjukkan keadaan, yang termasuk pada tipe verba ini yaitu verba yang berarti ada, keperluan, hubungan, kemampuan, persepsi, dan pikiran; (2) keizoku-doushi yaitu verba untuk menyatakan suatu kegiatan atau aktifitas yang terjadi pada suatu jangka


(19)

waktu, yang termasuk pada tipe verba ini antaralain verba yang menunjukkan aktifitas manusia dan aktifitas alam; (3) shukan-doushi yakni verba yang menujukkan suatu aktifitas yang berakhir dalam sekejap; (4) dai yoshuu no doushi yaitu verba yang menunjukkan suatu keadaan tanpa terpengaruh oleh konsep waktu.

Sesuai dengan judul skripsi ini, pendekatan yang digunakan untuk menganalisis perubahan bentuk verba dalam bahasa Jepang adalah pendekatan Linguistik dalam kajian bidang morfologi. Morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang verba dan proses pembentukkan verba. Perubahan verba dalam bahasa Jepang tidak akan terlepas dari bentuk waktu , verba bahasa Jepang selalu terikat dengan prediketnya dan ditandai dengan pembentuk secara morfemis. Verba bentuk RU merupakan verba bentuk kamus yang jika dikaitkan dengan bentuk waktu dapat berarti akan, sedangkan verba bentuk TA merupakan verba bentuk lampau. Verba bentuk RU dan verba bentuk TE IRU merupakan verba bentuk kini (Dedi Sutedi 2003 : 82)

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulis melakukan penelitian :

a. Memahami satu kaidah dalam bahasa Jepang, yaitu tentang konsep perubahan bentuk verba dalam bahasa Jepang berfungsi sebagai verba dasar (prediket) pada sebuah kalimat.

b. Mengetahui tentang bentuk waktu yang ditimbulkan dari perubahan bentuk verba tersebut.


(20)

1.5.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain adalah :

a. Bagi peniliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perubahan bentuk verba yang berfungsi sebagai prediket dalam bahasa Jepang.

b. Menambah referensi yang berkaitan dengan bidang linguistik khususnya mengenai morfologi.

c. Dan juga agar mempermudah kita bagaimana bisa memahami bahasa Jepang jika ditinjau dari segi pengukapan yang dipengaruhi oleh perubahan verbanya dengan mengacu pada keadaan (waktu) dan memudahkan kita untuk bisa berkomunikasi dengan baik.

1.6. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif (deskriptif research). Isyandi (2003 : 13), menyatakan bahwa penelitain deskriptif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Data-data diperoleh melalui metode penelitian pustaka (Library Research), dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan masalah yang dikaji, terutama buku-buku yang berhubungan dengan linguistik bahasa Jepang baik yang berbahasa Jepang ataupun yang menggunakan bahasa Indonesia.

Mengingat karena adanya data-data yang diperoleh dari buku yang ditulis dalam bahasa Jepang maka penulis harus menterjemahkannya ke dalam bahasa


(21)

Indonesia agar memudahkan penulisan nantinya. Dalam menterjemahkan penulis berusaha dengan cermat dan teliti serta menggunakan teori terjemahan untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Menurut Euge A. Nida dan Charles R. Taber dalam Widyamarta (2000:11), menterjemahkan merupakan kegiatan menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima barang yang secara sedekat-dekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertama-tama menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gaya bahasanya.

Setelah menganalisis data-data, kemudian dilanjutkan mencari, mengumpulkan dan mengklasifikasikan kalimat-kalimat yang menggunakan bentuk waktu dalam bahasa Jepang. Tahap berikutnya adalah proses merangkum dan menyusun data-data dalam satuan-satuan untuk dikelompokkan dalam setiap bab dan anak bab. Dan yang terakhir berupa penarikan kesimpulan berdasarkan data-data yang telah diteliti, lalu dari kesimpulan yang ada dapat diberikan saran-saran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan bahasa Jepang.

Penelitian Kepustakaan dilakukan pada perpustakaan USU, Perpustakaan Jurusan Sastra Jepang, Perpustakaan Universitas Bung Hatta Padang, Perpustakaan Konsulat Jenderal Jepang di Medan, serta koleksi pribadi penulis.


(22)

BAB II

MORFOLOGIS DAN VERBA BAHASA JEPANG SERTA BENTUK WAKTU DALAM BAHASA JEPANG

2.1. Morfologi Bahasa Jepang

Morfologi dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan 「 形 態 論

‘keitairon’」. Morfologi mempelajari seluk beluk kata. Satuan paling kecil yang

diselidiki oleh morfologi ialah morfem 「形態素 ‘keitaiso’」, sedangkan yang

paling besar berupa kata 「語・単語 ‘go / tango’」. Proses morfologi adalah

apabila dua buah morfem disatukan maka mengakibatkan terjadinya penyesuaian diantara kedua morfem tersebut. Proses tersebut terjadi dengan cara penambahan

「 付 加 ‘fuka’」, penghapusan 「 消 除 ‘shouji’」, penggulangan 「 重 複

‘jufuku’」, imbuhan kosong 「ゼロ接辞 ‘zero-setsuji’」( Hamzon Situmorang,

2007 : 11 ).

2.1.1. Morfem dalam Bahasa Jepang

Morfem 「 形 態 素 ‘keitaiso’」merupakan satuan bahasa terkecil yang

memiliki makna dan tidak bisa dipecah lagi ke dalam satuan makna yang lebih kecil lagi. Misalnya, kata 「大学 ‘daigaku’」 <universitas>, terdiri dari dua huruf

kanji, yaitu 「大 ‘dai’」dan 「学 ‘gaku’」. Banyak kosakata yang lainnya yang

mengandung kedua huruf tersebut, seperti : 「大臣 ‘dai-jin’」<menteri>, 「拡大

‘kaku-dai’」<pembesar>, 「学校 ‘gaku-kou’」<sekolah>, 「学生 ‘gaku-sei’」


(23)

<universitas> terdiri dari dua satuan, yaitu 「大 ‘dai’」dan 「学 ‘gaku’」, tetapi

kedua satuan tersebut tidak bisa dipecahkan lagi menjadi satuan yang lebih kecil yang mengandung makna. Satuan terkecil { 大 } yang secara leksikal bermakna

<besar> dan { 学 } yang secara leksikal bermakna <belajar ilmu>, masing-masing

merupakan satu morfem.

大学 = { 大 } { 学 }

Kata Morfem

Dalam bahasa Jepang, ada kata yang hanya terdiri dari satu kata seperti

「蚊 ‘ka’」<nyamuk> dan 「輪 ‘wa’」<gelang / ring>. Ini juga merupakan satu

morfem, tetapi kata 「 川 ‘kawa’」<sungai> meskipun terdiri dari dua silabis,

yaitu kata /ka/ dan /wa/ tetap satu morfem saja. Karena kata /ka/ dan /wa/ pada kata {kawa} tidak menganudung suatu makna. Lain halnya dengan verba atau adjektif bisa terdiri dari beberapa morfem. Misalnya, verba 「書く’kaku’」

<menulis> dan adjektif 「高い ‘takai’」<tinggi / mahal> terdiri dari dua bagian

yaitu bagian depan { 書 ‘ka’ } dan { 高 ‘taka’ } yang tidak mengalami perubahan

disebut dengan 「語幹 ‘gokan’」dan bagian belakang { く ‘ku’ } dan { い ‘i’ }

yang mengalami perubahan disebut dengan 「 語 尾 ‘gobi’」, kedua bagian

tersebut masing-masing merupakan satu morfem. Akan tetapi, jika diubah ke dalam bentuk yang lain, misalnya 「 書 か な い ‘ka-ka-nai’」dan 「 高 く な い

‘taka-ku-nai’」yang masing-masing menjadi tiga morfem. Oleh karena itu

kosakata dalam bahasa Jepang ada yang terdiri dari satu morfem saja, dan ada juga yang terdiri lebih dari dua morfem.


(24)

2.1.2. Jenis Morfem Bahasa Jepang

Secara garis besar pembagian jenis kata 「 品 詞 分 類’hinshi-bunrui」

dalam bahasa Jepang terdiri dari enam macam :

1. Nomina 「 名 詞 ‘meishi’」yaitu kata benda yang bisa berfungsi

sebagai subjek atau objek dalam kalimat, bisa disertai dengan kata tunjuk 「この ‘kono’, その ‘sono’, あの ‘ano’」 dan bisa berdiri

sendiri.

2. Verba 「動詞 ‘doushi’」yaitu kata kerja yang bisa befungsi menjadi

prediket dalam suatu kalimat, mengalami perubahan bentuk 「活用

‘katsuyou’」dan bisa berdiri sendiri.

3. Adjektiva 「形容詞 ‘keiyoushi’」yaitu kata sifat yang mengalami

perubahan bentuk dan bisa berdiri sendiri.

4. Adverbia 「 副 詞 ‘fukushi’」 yaitu kata keterangan yang tidak

mengalami perubahan bentuk.

5. Kopula 「 助 動 詞 ‘jodoushi’」 yaitu kata kerja bantu yang

mengalami perubahan bentuk dan tidak bisa berdiri sendiri.

6. Partikel 「 助詞 ‘joshi’」yaitu kata bantu, tidak bisa berdiri sendiri

dan tidak mengalami perubahan bentuk.

Kata yang bisa berdiri sendiri dan bisa menjadi suatu kalimat tunggal, meskipun hanya terdiri dari satu kata disebut 「 自 由 形 態 素 ‘jiyuu-keitaiso」

<morfem bebas>. Sedangkan kata yang tidak bisa berdiri sendiri disebut 「拘束 形態素 ‘kousoku-keitaiso’」<morfem terikat> ( Dedi Sutedi, 2003 : 43). Contoh :


(25)

太郎がよくテレビを見た。

Tarou ga yoku terebi o mita ‘Taro sering menonton televisi’

Pada contoh diatas, kata { Taro } dan { terebi } merupakan morfem bebas, karena satuannya bisa berdiri sendiri dan bisa menjadi kalimat cukup dengan satu kata. Partikel { ga } dan { o }, kata keterangan { yoku } dan verba { mita } baik gokan-nya 「見 ‘mi’」 maupun gobi-nya 「た ‘ta’」, karena masing-masingnya

tidak bisa berdiri sendiri termasuk ke dalam morfem terikat. Kata 「蚊 ‘ka’」

<nyamuk> dan 「輪 ‘wa’」<gelang / ring> dan 「川 ‘kawa’」<sungai> yang

telah disinggung diatas, merupakan contoh dari morfem bebas. Salah satu keistimewaan morfem bahasa Jepang yaitu lebih banyaknya morfem terikat dibanding morfem bebas. Karena pada nomina seperti kata「大学 ‘daigaku’」

<universitas> yang juga sudah disinggung di atas, setiap morfemnya tidak bisa berdiri sendiri dan merupakan morfem terikat.

Pemilahan lain dalam morfem bahasa Jepang, yaitu adanya 「内容形態素

‘naiyou-keitaiso’」<content morphem> dan 「 機 能 形 態 層 ‘kinou-keitaiso’」

<function morpheme>. 内 容 形 態 素 ‘naiyou-keitaiso’ adalah morfem yang

menunjukkan makna aslinya, seperti nomina, adverbial, dan gokan dari verba atau adjektiva, sedangkan 機 能 形 態 層 ‘kinou-keitaiso’ adalah morfem yang

menunjukkan fungsi gramatikalnya, yakni partikel, gobi dari verba, adjektiva, kopula dan morfem pengekspresi kala 「時制 形態素 ‘jisei-keitaiso」. Untuk

kedua istilah tersebut disebut morfem isi dan morfem fungsi. Misalnya, verba


(26)

{ る ‘ru’ }, bagian gokan tersebut sudah menunujukkan arti <berlari> yang

merupakan morfem isi, sedangkan bagian gobi-nya menunjukkan kala akan yang merupakan morfem fungsi. Dalam bahasa Jepang partikel (joshi), kopula (jodoushi), dan unsur pembentuk kala (jisei-keitaiso) merupakan morfem yang termasuk ke dalam kousoku-keitaiso (morfem terikat) dan juga termasuk ke dalam kinou-keitaiso (morfem fungsi).

Koizumi dalam Hamzon Situmorang ( 2007 : 11 ), juga membagi morfem atas empat bagian :

a. Morfem dasar 「形態素 ‘keitaiso’」adalah bagian kata yang menjadi kata

dasar dari perpaduan dua buah morfem atau lebih dalam proses morfologis. b. Morfem terikat 「 結 語 形 態 ‘ketsugokeitai’」adalah morfem yang

ditambah untuk merubah makna kata dasar. Morfem ini tidak mempunyai arti apabila berdiri sendiri.

c. Morfem berubah 「 異 形 態 ‘ikeitai’」adalah morfem yang bunyinya

berubah apabila digabungkan dengan morfem lain dalam pembentukkan kata. Baik morfem dasar maupun morfem terikat berubah bunyinya apabila diikatkan satu sama lain.

d. Morfem bebas 「自由形態素 ‘jiyuu-keitaiso」adalah morfem yang tidak

berubah bunyi walaupun ada proses morfologis.

2.2. Verba Bahasa Jepang

Verba dalam bahasa Jepang akhirannya mengalami perubahan yang dikenal dengan istilah konjugasi, konjugasi ini tergantung pada kata yang mengikutinya dan membuat arti yang bermacam-macam, juga tidak terlepas dari


(27)

pengukapan bentuk waktu. Menurut konjugasinya terbagi dalam 3 kelompok yaitu kata kerja golongan I atau godan doushi, kata kerja golongan II atau ichidan dosushi dan kata kerja golongan III atau henkaku doushi.

2.2.1. Pengertian Verba Bahasa Jepang

Verba 「動詞 ‘doushi’」adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang,

sama dengan adjektiva – i dan adjektiva – na menjadi salah satu jenis yoogen. Yoogen yaitu kelas kata yang dapat mengalami perubahan dan dapat menjadi prediket ( Sudjianto, 2004 : 148 ). 動詞 ‘doushi’ dapat dipakai untuk menyatakan

aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu. 動詞 ‘doushi’ juga dapat mengalami

perubahan bentuk dan dengan sendirinya dapat menjadi prediket. Contoh : 1. 太郎さんは 日本 へ 行く。

Tarou sang wa nihon e iku ‘Taro (akan) pergi ke Jepang’ 2. 机の上に ラジオ が ある。

Tsukue o ue ni rajio ga aru ‘Di atas meja ada radio’

3. インドネシアは 資源 に とんでいる。

Indonesia wa shigen ni tondeiru

‘Indonesia kaya akan sumber daya alam’

Kata iku, aru dan tomu pada kalimat-kalimat di atas termasuk dooshi. Kata Iku pada kalimat (1) menyatakan aktivitas Amir yang akan pergi ke Jepang, kata aru pada kalimat (2) menyatakan keberadaan radio di atas meja, sedangkan kata


(28)

sumber daya alam. Kata-kata seperti itu dapat mengalami perubahan tergantung pada konteks kalimatnya. Dooshi termasuk pada jiritsugo, dapat membentuk sebuah bunsetsu walau tanpa bantuan kelas kata lain, dan dapat menjadi prediket bahkan dengan sendirinya memiliki potensi untuk menjadi sebuah kalimat. Selain itu, verba juga dapat menjadi keterangan bagi kelas kata lainnya pada sebuah kalimat, dalam bentuk kamus selalu diakhiri dengan vocal /u/ dan memiliki bentuk perintah. Hamzon Situmorang (2007 : 8), mengatakan bahwa dooshi memiliki ciri-ciri :

1. Dapat berdiri sendiri

2. Berkonjugasi dan mengalami perubahan bentuk

3. Bermakna suatu kegiatan, keberadaan, atau perubahan keadaan 4. Dapat menjadi prediket dalam kalimat

2.2.2 Jenis-jenis verba dalam bahasa Jepang

Kindai (1950) membedakan verba dalam bahasa Jepang menjadi empat tipe verba. Pembagian tersebut sebenarnya didasarkan pada titik pandang secara aspek ( dapat atau tidaknya suatu verba menggunakan bentuk ‘te iru’). Namun pada perkembangan selanjutnya, pembagian tersebut tidak cukup memenuhi maksud di atas ( Teramura, 1984 : 124 ), oleh karena itu secara lebih rinci Machida (1989 : 23-50) mengemukakan bahwa jenis verba dalam bahasa Jepang terdiri atas empat tipe :


(29)

P

... 1. Verba Jotai 「状態動詞 ‘jootai dooshi’」

Tipe verba yang menunjukkan keadaan 「状態」. Peristiwa ( P ) yang

diacu oleh verba tersebut, berada pada suatu garis tanpa jelas titik mulai dan titik akhirnya.

Adapun yang termasuk tipe verba ini, antara lain : a. verba yang berarti ‘ada’ 「存在 ‘sonzai’」

misalnya : ある、いる

b. verba yang berarti ‘keperluan’「必要 ‘hitsuyou’」

misalnya : 要る

c. verba yang berarti ‘hubungan’ 「関係 ‘kankei’」

misalnya : 異なる、反対する dan lain-lain

d. verba yang berarti ‘kemampuan’ 「可能 ‘kanoo’」

misalnya : できる、読める

e. verba yang berarti ‘persepsi’ 「知覚 ‘chikaku’」

misalnya : 見える, 聞こえる

f. verba yang berarti ‘pikiran’ 「思考 ‘shikoo」


(30)

P- P P+ ………...……….

tm ta 2. Verba Keizoku 「継続動詞 ‘keizoku-dooshi」

Tipe verba yang menunjukkan suatu kegiatan atau aktifitas yang berlangsung pada suatu jangka waktu. Peristiwa ( P ) yang diacu oleh verba tersebut, jelas titik mulai ( tm ) dan titik akhirnya ( ta ).

Adapun yang termasuk kedalam tipe verba ini :

a. Verba yang menunjukkan aktivitas manusia Misalnya : 読む、書く、笑うdan lain-lain

b. Verba yang menunjukkan kejadian alam Misalnya : 降る、ゆれる dan lain-lain

3. Verba shukan 「瞬間動詞 ‘shunkan-dooshi」

Tipe verba yang menunjukkan suatu aktivitas atau peristiwa yang berakhir dalam sekejap. Karena peristiwa tersebut yang diacu oleh verba tersebut hanya sekejap, maka jangka waktu peristiwanya tidak ada (dalam hal ini menjadi satu).

Misalnya : 死ぬ、さわる、とどく、決まる dan lain-lain.

P- P P+ ………..


(31)

4. Verba daiyonshu 「第四種動詞 ‘daiyonshu-dooshi」

Tipe verba yang menunjukkan suatu keadaan secara khusus, dan selalu dinyatakan dalam bentuk sedang ( TE IRU ). Pada verba ini pun jika dilihat dari titik waktu tertentu tidak akan terjadi suatu perubahan memang sudah menjadi suatu kondisi yang tetap.

Misalnya : すぐれる、似ている

- 次郎の作品はもっとすぐれている

Jiro no sakuhin wa motto sugureteiru ‘Karya Jiro lebih unggul’

- 私は父に似ているが、姉は母に似ている。

Watashi wa chichi ni niteiru ga, ane wa haha ni niteiru ‘Saya mirip ayah, tetapi kakak (perempuan) mirip ibu’.

2.3. Pengertian Bentuk Waktu

Dalam istilah Linguistik di Indonesia, bentuk waktu biasanya diterjemahkan dengan kala. Istilah kala atau tense diturunkan (melalui bahasa Perancis kuno) dari terjemahan Latin kata Yunani untuk time (Yunani : khronos, Latin : tempus). Kategori bentuk waktu sejauh ini diungkapkan secara sistematis melalui perbedaan kontras gramatikal. Tiga macam kontras itu dikenal sebagai past, present dan future serta telah sering dianggap bahwa posisi tiga macam bentuk itu merupakan ciri bahasa yang universal.

Menurut Kusanagi (1983 : 175) dalam bahasa Jepang, bentuk yang mengukapkan bentuk waktu atau テンス (tensu) ada bentuk ‘ru’ dan bentuk ‘ta’.


(32)

bentuk ‘te iru’. Sedangkan bentuk ‘ru’ dan ‘te iru’ disebut bentuk ‘ru’ dan bentuk ‘ta’ dan ‘te ita’ disebut bentuk ‘ta’. Sehingga secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :

bentuk ‘bukan te iru’ bentuk ‘te iru’ bentuk ‘ru’ ru te iru bentuk ‘ta’ ta te ita

Bentuk ‘ru’ dapat menunjukkan bentuk kini 「 現 在 ‘genzai’」 atau bentuk

mendatang 「 未 来 ‘mirai’」sedangkan bentuk ‘ta’ dapat menunjukkan bentuk

lampau 「過去 ‘kako’」. Bentuk ‘ru’ dikenal juga sebagai bentuk kamus 「辞書形

‘jishokei’ 」 sedangkan bentuk ‘ta’, cara pembentukkannya adalah dengan

menambah akhiran ‘ta’ tanpa merubah akar katanya. Hal ini sama dengan bentuk ‘ed’ dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan bentuk lampau (past tense). Bentuk waktu dalam bahasa Jepang sangat dipengaruhi oleh tipe-tipe verba yang telah diungkapkan oleh Machida seperti di atas.

2.3.1 Bentuk Waktu Kini

Dalam bahasa Jepang bentuk waktu kini 「 現 在 」diungkapkan dengan

bentuk ‘te iru’, tetapi bentuk ‘ru’ juga termasuk nomina dan adjektif. 1. 太郎は医者だ。

Taro wa isha da ‘Taro adalah dokter’


(33)

2. 次郎はげんきだ。

Jiro wa genki da ‘Jiro sehat’ 3. 花子は美しい。

Hanako wa utsukushi ‘Hanako cantik’ 4. ここに本がある

Koko ni hon ga aru ‘Disini ada buku’

Bentuk ‘ru’ pada nomina + da ( 1 ), adjektif-i (2), serta adjektif-na (3) selalu menunjukkan kala kini, tetapi bila prediketnya adalah verba terbatas pada verba jotai (4). Tetapi pada verba jotai selain verba yang berarti ‘ada’, ‘keperluan’ dan kemampuan, bukan hanya bentuk ‘ru’, bentuk ‘te-iru’ pun dapat menunjukkan bentuk waktu kini.

5. ( a ) 論理と理論は異なる。

( b ) 論理と理論は異なっている。

Ronri dan Riron berbeda 6. ( a ) 太郎には遠く山が見える。

( b ) 太郎には遠く山が見えている。

Kelihatan gunung yang jauh oleh Taro

Diterimanya bentuk ‘te iru’ pada verba jotai ( 5b ) dan ( 6b) karena dianggap bahwa ‘kadar keadaan’ yang ditunjukkan oleh verba tersebut lebih rendah dari verba yang berarti ‘ada’, ‘keperluan’, dan ‘kemampuan’ ( Machida, 1989 : 57 ).


(34)

Pada verba keizoku yang menunjukkan kala kini, baik itu peristiwa telis

「 限界的 ‘genkai-teki’」maupun peristiwa atelis 「非限界的 higenkai-teki」

adalah bentuk ‘te iru’. Peristiwa telis adalah peristiwa yang memiliki sifat penyelesaian sedangkan peristiwa atelis adalah peristiwa yang tidak memiliki sifat penyelesaian ( Comrie, 1976 : 71 ).

7. 太郎 は走っている

Taro wa hashitteiru ‘Taro sedang berlari’

8. 太郎は椅子を作っている

Taro wa isu wo tsukutteiru ‘Taro sedang membuat kursi’

Pada verba shukan, karena peristiwa tersebut terjadi secara sekejap maka tidak mungkin untuk menyatakannya pada saat pengujaran. Bentuk ‘te iru’ dari verba tersebut biasanya menunjukkan ‘kelanjutan akibat’ 「結果の継続 ‘kekka

no keizoku」.

9. 太郎は眠っている

Taro wa nemutteiru ‘Taro ( sedang ) tidur

10. 花子は結婚している

Hanako wa kekkoshiteiru ‘Hanako ( sudah ) menikah’


(35)

Tetapi pada peristiwa yang akibatnya tidak dapat dipersepsikan, bentuk ‘te iru’ dari tipe verba ini dapat berarti ‘kenangan’ 「回想 ‘kaisoo’」 atau pengalaman 「経験 ‘keiken’」.

11. 花子は町で次郎を見かけている

Hanako wa machi de Jiro wo Mikaketeiru ‘Hanako melihat Jiro di kota’

2.3.2. Bentuk Waktu Mendatang

Dalam bahasa Jepang, bentuk waktu mendatang secara khusus tidak ada, namun karena ada peristiwa yang dipersepsikan terjadi setelah saat pengujaran, maka peristiwa yang menunjukkan waktu mendatang berkaitan dengan pandangan pembicara terhadap peristiwa yang dipersepsikan tersebut. Peristiwa yang bermakna ‘keinginan’ pun berkaitan dengan peristiwa mendatang.

1. 太郎は明日東京へ行く。

Besok Taro ( akan ) pergi ke Tokyo

2. 太郎は明日東京へ行くだろう。

Besok Taro mungkin pergi ke Tokyo

3. 太郎は明日東京へ行くはずだ。

Besok Taro pasti pergi ke Tokyo

4. 太郎は明日東京へ行くつもりだ。


(36)

Berdasarkan kalimat di atas, perubahan gramatik verba yang menunjukkan bentuk mendatang hanya ditunjukkan pada kalimat (1). Pada kalimat-kalimat lainnya harus menyatakan verba bantu だろう maupun はず dan lain-lain.

Sementara itu, karena konsep mendatang mengandung keterlibatan pembicara, maka dapat mengandung makna seperti : pernyataan ‘keinginan’

「 意 志 ‘ishi’」, rencana 「 予 定 ‘yotei’」dan ramalan 「 運 命 ‘unmei’」.

Misalnya :

5. 我われは来月まで家を建てる。

Kita akan membangun rumah hingga bulan depan 6. 私は来月必ず泳げる

Watashi wa raigetsu kanarazu oyogeru ‘Saya bulan depan pasti bisa berenang’

Kalimat-kalimat di atas memang mengukapkan bentuk waktu mendatang, tapi pada kalimat ( 1 ) tidak menyatakan ‘keinginan’, kalimat tersebut mengandung makna ‘rencana’. Kemudian kalimat ( 2 ) pun tidak menyatakan ‘keinginan’, tetapi ‘ramalan’. Maka untuk mengukapkan dengan jelas makna ‘keinginan’ tersebut biasanya menggunakan ungkapan つもりだ ( 4 ).

Dengan demikian, dalam bahasa Jepang bentuk waktu mendatang dapat bergeser ke modalitas. Hal tersebut karena waktu mendatang sangat mudah dipengaruhi oleh pandangan pembicara, bentuk waktu tersebut juga dibebani oleh muatan semantik modalitas. Di sinilah terdapat pertumpang tindihan antara modus (pengukapan modalitas) dengan bentuk waktu ( pengukapapan konsep mendatang ).


(37)

Apabila ditinjau dalam bahasa Indonesia keadaannya juga hampir sama, hanya saja bahasa Indonesia tidak menggunakan konsep waktu untuk menyatakan modalitas karena tidak memilikinya. Untuk mengukapkan waktu mendatang, bahasa Indonesia memiliki bentuk seperti akan, misalnya :

Anak itu akan makan nanti siang

Disini kata akan mengukapkan konsep waktu sehingga peristiwa makan dianggap terjadi di waktu mendatang. Meskipun demikian, bila ditinjau lebih jauh anggapan itu sendiri sudah mencerminkan keterlibatan pembicara bila keterlibatannya menyangkut keyakinannya bahwa peristiwa makan akan terjadi.

2.3.3 Bentuk Waktu Lampau

Dalam bahasa Jepang Kala lampau ditunjukkan dengan dua macam bentuk, yakni bentuk ‘ta’ dan ‘te ita’. Bentuk ‘ta’ dapat digunakan pada semua tipe verba tetapi bentuk ‘te ita’ tidak dapat digunakan pada verba jotai yang berkadar tinggi.

Prediket adjektif dan nomina menggunakan bentuk ‘ta’ untuk menunjukkan bentuk waktu lampau, peristiwa tersebut berarti ‘keadaan’ dimasa lampau.

( 1 ) 花子は美しかった。

Hanako utsukushikatta ‘Hanako cantik’

Verba yang berkadar keadaan tinggi seperti ある、 いる、 要る juga


(38)

( 2 ) 机の上に本があった

Tsukue no ue ni hon ga atta ‘Ada buku di atas meja’

Tetapi pada verba yang berarti ‘hubungan’ bentuk ‘ta’ tidak dapat digunakan untuk menunjukkan kala lampau, untuk menunjukkan kala lampau digunakan bentuk ‘te ita’.

( 3 ) 次郎の性格と太郎の性格は異なっていた。

Jiro no seikaku to Taro no seikaku wa kotonatteita ‘Sifat Jiro dan sifat Taro berbeda’

Pada verba yang berarti ‘kemampuan’ pada umumnya dapat berarti keadaan pada masa lampau dan perubahan keadaan.

( 4 ) a. 太郎は泳げた。

Taro wa oyogeta ‘Taro dapat berenang’

( 5 ) a. 花子はたくさんの人と友達になることできます。

Hanako wa takusan no hito to tomodachi ni naru kotodekimasu

‘Hanako bisa berteman dengan banyak orang’

Kalimat ( 4a ) berarti ‘Taro memiliki kemampuan berenang’ dan ‘Taro menjadi mampu berenang’. Kemudian kalimat ( 5a ) juga berarti ‘Hanako memiliki kemampuan untuk bergaul dengan banyak orang’ dan ‘Hanako menjadi mampu bergaul dengan banyak teman’. Tetapi, verba dasar kalimat ( 4a ) 泳 ぐ

merupakan verba keizoku dan bila menggunakan bentuk yang berarti ‘kemampuan’, berarti keadaan memiliki kemampuan pada suatu waktu. Sehingga


(39)

kalimat ( 4a ) lebih diprioritaskan berarti keadaan pada masa lampau, namun bila kalimat tersebut hanya berarti ‘perubahan keadaan’ perlu disertai adverbial seperti

やっと、 とうとう maupun ungkapan ~ようになった。

( 4 ) b. 太郎 はやっと泳げた。

Taro wa yatto oyogeta

‘Taro akhirnya dapat berenang’

( 4 ) c. 太郎 はやっと泳げるようになった。

Taro wa yatto oyogeru youni natta ‘Taro akhirnya dapat berenang’

Sementara itu, verba dasar kalimat ( 5a ) adalah友 達 に な る yang merupakan

verba shukan. Sehingga kalimat tersebut lebih diprioritaskan berarti perubahan keadaan. Tetapi karena objeknya jamak, maka memungkinkan peristiwa tersebut dapat dialami kembali sehingga dapat berarti kebiasaan pada masa lampau. Bila objeknya tunggal atau tertentu, maka tidak dapat dialami kembali maka berarti perubahan keadaan.

( 5 ) b. 花子は良子と友達になることできます。

Hanako wa Ryouko to tomodachi ni naru kotodekimasu ‘Hanako bisa berteman dengan Ryouko’

Verba yang berarti ‘persepsi’ juga sama dengan verba kemampuan yang berarti perubahan keadaan, tetapi karena verba tersebut merupakan verba jotai maka lebih cenderung berarti ‘keadaan pada masa lampau’.

( 6 ) 太郎には富士山が見えた。


(40)

Kalau berarti keadaan perlu menyatakan adverbia やっと dan lain-lain.

( 7 ) 望遠鏡を使って、太郎にはやっと富士山が見えた。

Booenkyou wo tsukatte, Taro ni wa yatto fujisan ga mieta ‘Dengan menggunakan teropong, akhinya gunung Fuji kelihatan oleh Taro’

Pada verba berarti ‘pikiran’ karena merupakan verba yang berkadar keadaan rendah, bila bentuk ‘ru’ yang menunjukkan keadaan pada masa kini adalah subjek persona pertama. Tetapi bentuk ‘ta’ dengan subjek persona ke berapapun tidak dapat berarti keadaan di masa lampau, untuk itu harus menggunakan bentuk ‘te ita’.

( 8 ) a. 私は花子が美しいと思っていた。

Watashi wa hanako ga utsukushii to omotteita ‘Menurut saya Hanako cantik’

Arti bentuk ‘ta’ pada verba ini berarti ‘perubahan keadaan’, yakni perubahan dari keadaan tidak merasa ke keadaan merasa bahwa Hanako itu cantik.

( 8 ) b. 私は花子が美しいと思った。

Pada verba keizoku bentuk lampau dinyatakan dengan bentuk ‘ta’ maupun bentuk ‘te ita’.

( 9 ) 太郎は走った。

Taro wa hashitta ‘Taro berlari’

( 10 ) 太郎は走っていた。

Taro wa hashitta ‘Taro berlari’


(41)

Perbedaan antara bentuk ‘ta’ dan ‘te ita’ sebenanrnya berkaitan dengan aspek. Bentuk ‘ta’ menunjukkan aspek perfektif 「完結相 ‘kanketsusou’」, sedangkan

bentuk ‘te ita’ menunjukkan aspek imperaktif 「非完結相 ‘hikanketsusou’」.

Aspek imperaktif merupakan cara memandang suatu peristiwa masih dalam proses dan aspek perfektif merupakan cara memandang suatu peristiwa sebagai suatu kebulatan yang prosesnya telah selesai ( Comrie, 1981 : 1-13 ).

Pada verba shukan, untuk menyatakan keadaan pada masa lampau adalah dengan bentuk ‘ta’, bentuk ‘te ita’ berarti kelanjutan akibat.

( 11 ) 太郎は駅に着いた。

Taro wa eki ni tsuita

‘Taro telah sampai di stasiun’ ( 12 ) 太郎は駅に着いていた。

Taro wa eki ni tsuiteita ‘Taro telah sampai di stasiun’


(42)

BAB III

ANALISIS MORFOLOGI VERBA BAHASA JEPANG

Telah dikemukan dalam latar belakang masalah dan kerangka teori bahwa dalam bahasa Jepang, mengenal perubahan konjugasi pada verbanya yang bergantung pada kata yang menyertainya dan tidak terlepas dari pengukapan bentuk waktu. Semua itu merupakan alat kebahasaan yang berfungsi untuk membentuk kata dan kalimat dalam bahasa Jepang, sehingga dapat dimengerti maksud dan tujuan dari kalimat yang disampaikan berkaitan dengan proses morfologi pada prediket bersangkutan.

Morfologi merupakan disiplin ilmu yang menyelediki seluk beluk kata, perubahan-perubahan bentuk kata yang menyebabkan adanya golongan dan arti kata. Perbedaan golongan dan arti kata-kata tersebut tidak lain disebabkan oleh perubahan bentuk kata, karena itu morfologi disamping bidangya yang utama menyelidiki seluk beluk bentuk kata juga menyelediki kemungkinan adanya perubahan golongan dan arti kata yang timbul sebagai perubahan kata.

Pengukapan suatu peristiwa secara kebahasaan terjadi sesudah peristiwa itu terlaksana. Dengan demikian, bentuk waktu dalam bahasa Jepang hanyalah untuk mengukapkan anggapan bahwa suatu peristiwa itu terjadi dimulai dengan mengacu pada saat pengujaran dan setelah pengujaran dari terjadinya suatu peristiwa yang bergantung pada bentuk konjugasi verba yang berfungsi sebagai prediket.

Dalam bab ini akan dianalisis mengenai proses perubahan atau konjugasi verba dalam suatu kalimat sesuai dengan golongan dan tipe verbanya, yang


(43)

nantinya akan diuraikan berdasarkan morfem yang mengalami perubahan bentuk dan yang tidak mengalami perubahan bentuk. Setelah diuraikan berdasarkan bentuk morfemnya, maka ditentukan bentuk waktu yang diungkapkan pada suatu kalimat sesuai dengan situasi dan kondisi yang berkaitan dengan jenis dan tipe-tipe verba yang ada.

3.1. Verba Jotai

Pada prediket verba jotai 「状態動詞 ‘jotai dooshi」sebagaimana telah

dikemukakan pada bab II, bahwa verba jotai merupakan verba yang menunjukkan suatu keadaan yang peristiwanya diacu oleh verba atau perubahan verba dan ada beberapa verba yang termasuk dalam tipe ini, diantaranya adalah verba yang berarti ‘ada’ 「存在 ‘sonzai’」, ‘perlu’ 「必要 ‘hitsuyou’」, ‘hubungan’ 「関 係 ‘kankei」dan lain sebagainya.

1. verba jotai pada kata golongan pertama a. Verba yang berarti ada 「存在 ‘sonzai’

(1) 机の上に写真があります。

Tsukue no ue ni shasin ga arimasu. Di atas meja ada foto

(1) 机の上に写真がありました。

Tsukue no ue ni shasin ga arimashita Di atas meja ada foto

Pada kalimat (1) dan (2) yang menjadi verba dasar dari kalimat di atas


(44)

yang berubah dari 「ある」yang disebut gokan, dan 「ます」 adalah morfem

terikat yang berubah bentuk dan memberi makna sopan atau gobi. Pada kata あり ました terjadi perubahan verba pada bagian gobi 「mashita」 menjadi bentuk 「た」 dalam bentuk sopan.

Kalimat (1) dan (2) jika dilihat pada situasi yang ditunjukkan, maka kalimat ini tidak dapat ditentukan bentuk waktunya walaupun pada kalimat (2) telah terjadi perubahan verba menjadi bentuk lampau. Pada verba jotai yang berarti ‘ada’ bila subjeknya berupa benda seperti 「本、写真、カメラ dan lain-lain」

apabila sudah disertai nomina temporal mendatang ataupun lampau tetap tidak bisa menyatakan bentuk waktu. Tetapi, jika subjek berupa aktifitas atau kejadian dan disertai nomina temporal mendatang atau lampau bisa ditentukan bentuk waktunya. Contoh :

(2) きのう事故がありました

Kinou jiko ga arimasita

Kemarin telah terjadi kecelakaan

(3) あした会議があります

Ashita kaigi ga arimasu Besok ada rapat

Pada kalimat (3) dan (4) jelas terlihat perbedaan diantara kedua kalimat tersebut dari segi pengukapan bentuk waktu, kalimat (3) mengukapkan ‘bentuk waktu lampau’ dan kalimat (4) mengukapkan ‘bentuk waktu mendatang’.


(45)

b. Verba yang berarti ‘keperluan’ 「必要 ‘hitsuyou’

日本で結婚式をするのに200万円は要ります。

Nihon de kekkonshiki wo suru noni 200 man en wa irimasu

Di jepang untuk melangsungkan pernikahan membutuhkan uang 200 juta yen.

Pada kalimat diatas yang menjadi verba dasar 「要ります ‘irimasu’」, arti

dalam bahasa Indonesia ‘memerlukan’ dan berasal dari bentuk kamus 「 要 る

‘iru’」.「要り ‘iri’」merupakan morfem dasar yang berubah dari 「要る ‘iru’」,

sedangkan 「 ま す 」sebagai gobi merupakan morfem terikat yang memberi

makna sopan. Kalimat tersebut menyatakan keadaan yang terjadi pada masa sekarang sehingga dapat berarti bentuk waktu kini, walaupun tidak disertai dengan bentuk 「 て い ま す 」karena dengan adanya kata 「 日 本 で 」tanpa diikuti

nomina temporal sekarang, kalimat tersebut dapat diterima menunjukkan bentuk waktu kini.

c. Verba yang berarti kemampuan 「可能 ‘kano’

(1) 私は日本語が話せます。

Watashi wa nihongo ga hanasemasu Saya bisa berbicara bahasa Jepang

(2) 私は日本語が話せました。

Watashi wa nihongo ga hanasemashita Saya sudah bisa berbicara bahasa Jepang


(46)

Verba 「話せます ‘hanasemasu’」pada kalimat diatas berasal dari verba 「 話 し ま す ‘hanashimasu’」dan bentuk kamusnya 「 話 す’hanasu’」yang

berarti berbicara . Pada verba 「話 しま す」terjadi proses morfologis menjadi 「話せます」yang mengukapkan bentuk kemampuan. 「話 ‘hana’」merupakan

morfem dasar yang tidak mengalami perubahan bentuk atau gokan, sedangkan

「せます ‘semasu’」merupakan makna yang memberi bentuk kemampuan dapat

melakukan sesuatu hal dalam bentuk sopan, sehingga verba tersebut berarti ‘bisa berbicara’.

Verba dasar dari kalimat (1) merupakan verba yang menyatakan ‘kemampuan’, pada verba tersebut menggunakan bentuk 「 ま す 」yang mana

lazimnya bentuk 「ます」menyatakan bentuk waktu kini. Namun, dalam kalimat

ini tidak bisa menyatakan bentuk waktu kini ataupun bentuk waktu mendatang karena kalimat tersebut tidak diikuti nomina temporal mendatang seperti kata

「 あ し た 、来 月 、 来週 」dan juga tidak menyatakan keinginan. Dalam verba

yang berarti ‘kemampuan’ untuk menyatakan waktu mendatang setidaknya terdapat nomina temporal mendatang dan kalimat tersebut mengandung keinginan, namun dalam kalimat (1) tidak terdapat kedua unsur tersebut oleh karena itu kalimat tersebut tidak dapat ditentukan bentuk waktunya dan hanya berarti ‘perubahan keadaan’ dari keadaan belum bisa ke keadaan mampu berbahasa Jepang.

Pada kalimat (2) verba dasar dari kalimat tersebut adalah 「 話 す 」

merupakan verba keizoku yang menyatakan aktifitas manusia. Verba 「 話 す


(47)

merupakan morfem dasar (gokan) yang tidak mengalami perubahan bentuk, sedangkan 「 せ ま し た ’semashita’」 bagian gobi yang telah mengalami

perubahan bentuk kepada bentuk sopan lampau yang menyatakan ‘telah dapat berbicara’ . Kalimat tersebut dapat menyatakan bentuk waktu lampau walaupun tidak menggunakan nomina temporal, namun bila menyatakan perubahan keadaan biasanya kalimat tersebut akan disertai dengan kata やっと atau ~ようになり ます。Misalnya :

(3) 私はやっと日本語が話せました。

Watashi wa yatto nihongo ga hanasemasita Saya akhirnya bisa berbahasa Jepang

d. Verba yang berarti ‘pikiran’ 「思考 ‘shikou’

(1) 私は、赤くて長いオーバーがいい、と思いました。

Watashi wa akakutenagai oobaa ga ii, to omoimashita.

Menurut saya over coat yang panjang dan berwarna merah bagus. Verba dasar pada kalimat diatas 「思います ‘omoimasu’」 yang berasal

dari bentuk kamusnya「 思 う ‘omou’」berarti ‘memikirkan’.「 思 ’omo’」

berfungsi menjadi bagian depan (gokan) yang tidak mengalami perubahan atau morfem yang tidak mengalami perubahan bentuk.. Kata「 ま し た ’mashita’」

merupakan gobi yang telah mengalami perubahan bentuk dari bentuk kamus yang menyatakan bentuk sopan lampau 「思う menjadi 思いました」. Bentuk ‘ta’

pada verba 思う pada kalimat diatas, bukan menunjukkan bentuk waktu lampau,


(48)

keadaan sebelumnya yang tidak berpikir menjadi ke keadaan yang berpikir. Karena verba yang berarti pikiran bila menggunakan bentuk ‘ru’ dapat menyatakan bentuk waktu kini, namun bentuk ‘ta’ pada tipe verba ini tidak dapat mengukapkan bentuk waktu lampau hanya berarti ‘perubahan keadaan’

(2) す ば ら し い プ レ ゼ ン ト だっ た の で 、 私 も早 く 結 婚 し た い と

思いました。

Meskipun kalimat diatas telah menggunakan kalimat yang menunjukkan nomina yang berarti lampau 「 プレゼントだった」, namun karena bentuk ‘ta’ pada

verba 思う berarti perubahan, maka kalimat tersebut bukan hanya menunjukkan

pengertian lampau tetapi juga berarti ‘perubahan’.

2. Verba jotai pada kata kerja golongan kedua

a. Verba yang berarti ‘kemampuan’ 「可能 ‘kanou

私は辛い食べ物が食べられます。

Watashi wa karai tabemono ga taberaremasu Saya bisa memakan makanan pedas

Verba dasar pada kalimat di atas adalah 「食べられます ‘taberaremasu’」

yang berasal dari bentuk kamus 「 食 べ る ‘taberu’」yang berarti ‘makan’. 「 食 べ ‘tabe’」 morfem yang tidak mengalami perubahan bentuk sedangkan 「 ら れ ま せ ん ’raremasen’」morfem yang mengalami perubahan bentuk yang

memberikan makna dapat dalam bentuk sopan sehingga verba ini berarti ‘dapat memakan’. 「 食 べ ら れ ま す 」pada dasarnya verba shukan yang mengalami


(49)

mengarah kepada ‘perubahan keadaan’. Tetapi bila kalimat ini, objeknya jamak bisa berarti bentuk waktu lampau. Karena pada verba shukan jika objeknya tunggal hanya berarti ‘perubahan keadaan’.

b. Verba yang berarti ‘persepsi’「思考 ‘shikou’

Pada verba yang berarti ‘persepsi’ perubahan pada bentuk verbanya tanpa diikuti nomina temporal tidak akan jelas menyatakan kapan berlangsungnya suatu keadaan.

(1) 新幹線から富士山が見えます。

Shinkansen kara fujisan ga miemasu Dari shinkansen kelihatan gunung fuji

(2) 新幹線から富士山が見えています。

Shinkansen kara fujisan ga mieteimasu Dari shinkansen kelihatan gunung fuji

Pada kalimat (1) dan (2) yang menjadi verba utamanya adalah 「見えま す’miemasu’」yang berasal dari bentuk kamusnya 「 見 え る ‘mieru’」berarti

‘kelihatan’. 「 見 え’mie’」merupakan morfem dasar yang tidak berubah atau

gokan, sedangkan「 ま す ’masu’」 merupakan morfem terikat pemberi makna

sopan dan bagian yang mengalami perubahan (gobi) dan pada kalimat (2) mengalami proses morfologis menjadi 「ています」serta mengalami perubahan

bunyi pada 「て」atau adanya proses onbin.

Kalimat (1) dan (2) tergolong pada kalimat yang menyatakan bentuk


(50)

「見えています ‘mieteimasu’」.Namun, pada verba yang berarti persepsi jika

tidak menggunakan nomina temporal mendatang tidak bisa menyatakan waktu mendatang. Bila kalimat tersebut, mengalami perubahan verba menjadi bentuk

「た」dalam keadaan lampau tanpa adanya nomina temporal lampau seperti きの う、おととい ataupun yang lainnya dapat menyatakan bentuk waktu lampau.

きのう新幹線から富士山が見えていました。

Kinou shinkansen kara fujisan ga mieteimasita Kemaren dari shinkansen kelihatan gunung fuji

c. Verba yang berarti pikiran 「思考 ‘shikou

案籐さんはどんびりの代わりに軽くて、捨てられるカップを

使おうと考えました。

Antou sang wa donbiri no kawari ni karakute, suterareru kappu wo tsukaou to kangaemashita.

Saudara Anto telah memikirkan rencana penggunaan kap yang bisa dibuang, ringan sebagai pengganti panci.

Verba dasar dari kalimat diatas adalah verba 「考えました」yang berasal

dari bentuk kamusnya 「 考 え る ‘kangaeru’」 berarti ‘pikiran’. 「 考 え

‘kangae’」morfem dasar yang tidak mengalami perubahan bentuk (gokan),

sedangkan 「ました ‘masita’」morfem terikat yang berubah bentuk (gobi) dan


(51)

Pada kalimat diatas walaupun verba utamanya 「 考 え ま し た

‘kangaemasita’」dalam bentuk lampau, tapi kalimat tersebut tidak mengukapkan

‘bentuk waktu lampau’, oleh karena itu kalimat tersebut hanya berarti ‘perubahan keadaan’ dari tidak berniat memikirkannya menjadi berniat memikirkannya. Pada kalimat diatas juga ada kata 「使います ‘tsukaimasu’」dan bentuk kamusnya 「 使 う ‘tsukau’」berarti ‘menggunakan’, dan berubah menjadi 「 使 お う

‘tsukaou’」yang menyatakan keinginan, 「使おう ‘tsukao’」morfem dasar yang

berubah dari「 使 う ‘tsukau’」dan「 う’u’」morfem terikat yang tidak

mengalami perubahan bentuk yang memberi makna akan atau hendak. Adanya makna yang mengandung kehendak pada kalimat tersebut, lebih menjelaskan lagi bahwa keadaan yang terjadi pada kalimat tersebut bukanlah ‘bentuk lampau’ tetapi ‘perubahan keadaan’. Tetapi kalau pada verba utamanya diubah ke dalam bentuk 「ていました」,maka dapat mengukapkan ‘bentuk waktu lampau’.

案籐さんはどんびりの代わりに軽くて、捨てられるカップを

使おうと考えていました。

Antou sang wa donbiri no kawari ni karakute, suterareru kappu wo tsukaou to kangaeteimashita.

3. Verba jotai pada kata kerja golongan III

a. Verba yang berarti hubungan 「関係 ‘kankei’」 彼は先生に意見を賛成されました。

Kare wa sensei ni iken wo sanseisaremasita. Pendapat dia telah disetujui oleh sensei


(52)

Verba dasar pada kalimat diatas 「 賛 成 し ま す ‘sanseishimasu’」yang

berasal dari bentuk kamus 「 賛 成 す る ‘sanseisuru’」berarti menyetujui, dan

terjadi proses morfologis menjadi 「 賛 成 さ れ ま し た ‘sanseisaremashita’」ke

dalam bentuk pasif sehingga berarti ‘disetujui’.「賛成され ‘sanseisare’」adalah

morfem dasar mengalami perubahan bentuk dari 「 賛 成 す ’sanseisu’」dan 「 さ れ ま し た ‘saremashita’」morfem terikat pembentuk makna pasif bentuk

sopan lampau.

Pada kalimat ini verba yang berarti ‘hubungan’ tidak bisa berarti ‘bentuk waktu lampau’ tetapi berarti ‘perubahan keadaan’, apabila terjadi kembali proses morfologis menjadi bentuk 「 て い ま し た 」dapat mengukapakan arti dari

kalimat ini ‘bentuk waktu lampau’,

彼は先生に意見を賛成されていました。

Kare wa sensei ni iken wo sanseisareteimasita

b. Verba yang berarti ‘kemampuan’ 「可能 ‘kanou’

田中さんがあした来られます

Tanaka sang ga ashita koraremasu Saudara Tanaka besok bisa datang

「来られます ‘koraremasu」berasal dari bentuk kamus「来る ‘kuru’」yang

berarti ‘datang’, 「来 ‘ko’」morfem dasar yang mengalami perubahan bentuk

dari 「 来 ‘ku’」dan 「 ら れ ま す ‘raremasu’」morfem terikat yang memberi


(53)

Kalimat ini sudah pasti bisa mengukapkan ‘bentuk waktu mendatang’, karena kalimat ini diikuti oleh nomina temporal mendatang 「あした」.

3. 2 Verba Keizoku

Verba keizoku 「継続同士 ‘keizoku doushi’」, sebagaimana yang telah

dikemukan pada bab II bahwa verba keizoku adalah verba yang menunjukkan suatu kegiatan dalam jangka waktu tertentu yang mempunyai titik mulai dan titik akhir yang diacu pada perubahan verba. Dalam pengukapan bentuk waktu pada verba ini, bentuk ‘ru’ dapat mengukapkan dua pengertian yaitu bentuk waktu kini dan bentuk waktu mendatang, sedangkan bentuk ‘ta’ mengukapkan bentuk waktu lampau.

1. Verba keizoku pada kata kerja golongan I a. Verba yang menunjukkan aktifitas manusia

(1) 今年も頑張ろう。

Kotoshi mo ganbarou

Tahun ini saya akan bekerja keras

Verba dasar pada kalimat diatas adalah 「頑張ろう ‘ganbarou’」berasal

dari bentuk kamus「頑張る’ganbaru’」berarti ‘berusaha’.「頑張ろう

‘ganbaro’」merupakan morfem dasar yang mengalami perubahan, , sedangkan 「u」morfem terikat yang tidak mengalami perubahan bentuk yang memberi

makna hendak atau akan. Kalimat ini mengandung pernyataan keinginan atau ishi sehingga berarti ‘bentuk waktu mendatang’.


(54)

(2) 山田さんはぜひ雪祭りへみに行きたい。

Yamada sang wa zehi yukimatsuri e mini ikitai Tuan Yamada ingin sekali pergi melihat yukimatsuri

「行きたい ‘ikitai’」pada kalimat di atas merupakan verba dasar yang berasal

dari bentuk kamus「 行 く ‘iku’」berarti ‘pergi’.「 行 き ‘iki’」adalah morfem

dasar yang berubah dari「 行 ‘iku’」dan「 た い‘tai’」morfem terikat yang

berkonjugasi tergantung pada pemakaian waktu dan memberi makna keinginan, sehingga verba tersebut berubah arti menjadi ‘ingin pergi’.

Verba 「 行 き た い 」mengandung unsur keinginan dan berarti ‘ingin

pergi’, sehingga kalimat ini dapat berarti ‘bentuk waktu mendatang’. Pada kalimat (1) dan (2) walaupun kalimat tersebut tidak menggunakan bentuk ‘ru’ atau ‘te iru’ dan juga tidak disertai dengan nomina temporal mendatang bisa berarti ‘bentuk waktu mendatang’ karena kalimat (1) dan (2) mengandung makna keinginan. Karena salah satu syarat konsep menentukan bentuk waktu mendatang mengandung makna keinginan.

Verba yang menunjukkan kejadian alam

雨 が 降っています

Ame ga futteimasu Hujan turun

Verba dasar dari kalimat diatas 「 降 っ て い ま す ‘futteimasu’」yang

berasal dari bentuk kamus 「降る ‘furu’」berarti ‘turun’.「降 ‘fu’」merupakan


(55)

kanji, 「 り ‘ri’」berasal dari 「 る ‘ru’」dan berubah ke dalam bentuk 「 て い ま す ‘te imasu’」 sehingga terjadi perubahan bunyi atau eufon.「 り

‘ri’」merupakan morfem terikat yang mengalami perubahan bentuk (gobi).

Kalimat ini berarti ‘bentuk waktu kini’ karena bersifat kejadian alam yang terjadi secara alami, dan ditunjukkan dengan bentuk ‘te imasu’ yang menegaskan kejadian yang sedang berlangsung.

2. Verba keizoku pada kata kerja golongan II a. Verba yang menunjukkan aktifitas manusia

むすめに 野菜を 食べさせる。

Musume ni yasai wo tabesasemasu

Menyuruh anak perempuan memakan sayur

「 食 べ さ せ る ‘tabesaseru’」pada kalimat diatas adalah yang menjadi

morfem dasar berasal dari bentuk kamus 「 食 べ る ‘taberu’」berarti ‘makan’. 「食べる ‘tabe’」morfem bebas yang mencakup sebagai dasar kata yang tidak

mengalami perubahan bentuk,「させる ‘saseru’」morfem terikat yang memberi

makna menyuruh 「 た べditambahさ せ る 」yang mempunyai arti ‘menyuruh

makan’.

Bentuk ‘ru’ pada verba dari kalimat diatas menunjukkan arti ‘kebiasaan’ dan tidak mempunyai kaitan dengan bentuk waktu, walaupun bentuk ‘ru’ pada verba keizoku dapat menunjukkan bentuk waktu mendatang. Karena pada verba keizoku ada juga bentuk ‘ru’ yang menunjukkan kebiasaan. Disamping itu, verba


(56)

diatas menunjukkan aktifitas tersebut dapat dialami kembali dan diulang sebagai suatu kebiasaan.

b. Verba yang menunjukkan kejadian alam

けさこうべで大きい地震が起きました。

Kesa kobe de ookii jisin ga okimasita Tadi pagi di Kobe terjadi gempa

Pada kalimat tersebut yang menjadi verba dasar 「起き まし た

‘okimashita’」berasal dari bentuk kamus 「 起 き る 」yang berarti ‘terjadi’. 「起き ‘oki’」yang ditandai dengan huruf kanji merupakan morfem yang tidak

mengalami perubahan dan juga sebagai dasar kata,「ました ‘masita’」morfem

yang mengalami perubahan bunyi dalam bentuk sopan lampau. Kalimat ini mengukapkan ‘bentuk waktu lampau’ karena telah diikuti oleh nomina temporal lampau sebagai penegasan yang lebih jelas.

3. Verba keizoku pada kata kerja golongan III a. Verba yang menunjukkan aktifitas manusia

リーさんは7年も日本語を勉強している。

Ri sang wa nana nen mo nihongo wo benkyoushiteiru Saudara Ri belajar bahasa Jepang selama 7 tahun

「勉強している ‘benkyoushiteiru’」berasal dari bentuk kamus 「勉強する」yang berarti belajar.「勉強し ‘benkyoushi’」morfem dasar yang


(57)

‘te-imasu’」 morfem terikat yang mengalami perubahan bentuk yang adanya

perubahan fonem atau bunyi. Kalimat ini berarti ‘bentuk waktu kini’ karena pada verba keizoku bentuk ‘te iru’ tanpa adanya nomina temporal kini yang mengikuti dapat mengukapkan keadaan yang sedang berlangsung.

b. Verba yang menunjukkan kejadian alam

けさ東京にたいふが来た。

Ashita no asa, Tokyo ni taifu ga kimasu Pagi besok angin topan datang ke Tokyo

「来た ‘kita’」pada kalimat diatas merupakan verba dasar yang berasal dari

bentuk kamusnya 「 来 る ‘kuru’」berarti ‘datang untuk menyatakan kejadian

alam’「来 ‘ki’」adalah morfem dasar yang berubah dari「来 ‘ku’」atau gokan, 「た ‘ta’」morfem terikat yang tidak mengalami perubahan bentuk dan memberi

makna lampau atau gobi.

Kalimat ini dapat mengukapkan bentuk lampau karena telah disertai dengan nomina temporal lampau, dan pada verba 「来た」pada kalimat diatas

menunjukkan kejadian alam yang termasuk kepada aspek perfektif yang mana suatu peristiwa itu dipandang sebagai suatu kebulatan proses yang telah selesai.

3.3 Verba Shukan

Ciri khas dari verba shukan 「瞬間動詞 ‘shukan douushi’」adalah bahwa

verba ini mengukapkan suatu peristiwa yang terjadi secara sekejap. Sebagaimana verba keizoku, bentuk ‘ru’ dapat mengukapkan suatu peristiwa yang terjadi pada


(58)

masa kini atau pada masa mendatang, sedangkan bentuk ‘ta’ mengukapkan peristiwa yang terjadi pada masa lampau.

1. Verba shukan pada kata kerja golongan I

先生はそれひみつを奥さんに隠して死んだ。

Sensei wa himistsu wo okusan ni kakushiteshinda

Sense meninggal dengan menyembunyikan rahasia itu kepada istrinya

Verba shukan pada kalimat diatas 「死んだ ‘shinda’」berasal dari bentuk

kamusnya 「死ぬ ‘shinu’」berarti meninggal, 「死 ‘shin’」adalah morfem dasar

yang berubah dari 「死ぬ ‘shinu’」, dan 「だ ‘da’」 morfem terikat pemberi

makna lampau. Verba 「死ぬ ‘shinu’」menunjukkan perubahan keadaan secara

sekejap dari keadaan sebelum meninggal ke keadaan meninggal, sehingga proses morfogis kepada bentuk ‘ta’ pada verba tersebut menunjukkan keadaan yang terjadi pada masa lampau dan kalimat ini berarti ‘bentuk waktu lampau’.

木村さんに赤ちゃんが生まれたのを知っていますか。

Kimura san ni akachan ga umareta no wo shiteimasuka Apakah anda tahu anak ibu Kimura sudah lahir ?

「 知 っ て い ま す ‘shiteimasu」pada kalimat diatas berasal dari bentuk

kamusnya 「 知 る ‘shiru’」yang berarti ‘mengetahui’ adalah verba yang

menunjukkan verba shukan. 「 知 っ て ‘shite’」adalah morfem yang berubah

bunyi dari 「知る ‘shiru’」, dan「ています ‘te imasu’」morfem terikat yang

memberi makna sekarang. Bentuk ‘te imasu’ pada verba 知る memberi makna


(59)

kini’, walaupun pada kalimat ini diikuti oleh verba 生 ま れ るdalam bentuk

lampau. Karena, verba 生まれる objek dari kalimat ini yang telah terjadi.

2. Verba shukan pada kata kerja golongan II

物を買うなら、フリーマーケットと決めている

Mono wa kau nara, furimaketto to kimetteiru

Kalau membeli maka memutuskan barang separuh pakai

Verba「決めて いる ‘kimeteirui」pada kalimat diatas merupakan verba

dasar yang berasal dari bentuk kamusnya「 決める ‘kimeru’」adalah verba yang

tergolong pada verba shukan berarti ‘memutuskan’.「 決 め ‘kime’」morfem

dasar yang tidak mengalami perubahan bentuk dan juga sebagai dasar kata,「てい る ‘te iru’ 」morfem yang mengalami perubahan bentuk dari 「る ‘ru’」. Bentuk

‘te iru’ pada verba ini menunjukkan suatu kebiasaan.

Kalimat ini mengandung unsur pengandaian, yang terlihat pada verba

「買うなら ‘kau nara’」, bentuk 「なら ‘nara’」merupakan aturan tata bahasa

Jepang untuk mengukapkan ‘pengandaian’, oleh karena itu, kalimat ini lebih diprioritaskan menyatakan suatu kebiasaan karena kondisi memungkinkan untuk terulang lagi. Tetapi, apabila kalimat ini disertai dengan nomina temporal waktu, maka dapat mengukapkan bentuk waktu, baik waktu kini, mendatang, maupun lampau.


(60)

c. Verba shukan pada kata kerja golongan III

山田さんが結婚している

Yamada san ga kekkon shiteiru Yamada telah menikah

「結婚している ‘kekkonshiteiru’」verba dasar dari kalimat diatas yang

berasal bentuk kamusnya 「結婚する ‘kekkonsuru’」berarti ‘menikah’.「結婚 し ‘kekkonshi’」merupakan morfem dasar yang mengalami perubahan bentuk

dari 「結婚す ‘kekkonsu’」, 「ている ‘te iru’」morfem terikat yang mengalami

perubahan bentuk, dan memberi makna sedang berlangsung. Verba 「結婚する

‘kekkonsuru’」pada kalimat diatas menerangkan keadaan dari tidak menikah

menjadi menikah, perubahan ini terjadi dalam waktu yang singkat. Maka verba pada kalimat ini mengukapakan ‘bentuk waktu kini’ karena keadaan yang digambarkan masih berlangsung.


(61)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Melihat dari uraian sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Morfologi adalah cabang dari linguistik yang menyelidiki kata dan proses pembentukannya, selain itu morfologi juga menyelidiki perubahan golongan dan arti kata yang disebabkan adanya perubahan bentuk verba pada prediket suatu kalimat

2. Terjadinya proses morfologi disebabkan karena disatukannya dua buah morfem yang mengakibatkan terjadinya penyesuaian diantara kedua morfem tersebut. Proses tersebut terjadi karena adanya proses penambahan, pengurangan, dan penghapusan.

3. Morfem pada bahasa Jepang mempunyai fungsi untuk memberi makna atau arti dasar kata kerja.

4. Perubahan pada verba yang berfungsi sebagai prediket dalam bahasa Jepang dipengaruhi oleh golongan dari verba tersebut, dan tidak terlepas dari pengukapan konsep kewaktuan.

5. Bahasa Jepang merupakan bahasa yang mengenal adanya bentuk waktu yang dapat mengukapkan sejumlah peristiwa berdasarkan pada perubahan verba yang berfungsi sebagai prediket dan waktu kejadian secara kebahasaan.


(1)

kini’, walaupun pada kalimat ini diikuti oleh verba 生 ま れ るdalam bentuk lampau. Karena, verba 生まれる objek dari kalimat ini yang telah terjadi.

2. Verba shukan pada kata kerja golongan II

物を買うなら、フリーマーケットと決めている Mono wa kau nara, furimaketto to kimetteiru

Kalau membeli maka memutuskan barang separuh pakai

Verba「決めて いる ‘kimeteirui」pada kalimat diatas merupakan verba dasar yang berasal dari bentuk kamusnya「 決める ‘kimeru’」adalah verba yang tergolong pada verba shukan berarti ‘memutuskan’.「 決 め ‘kime’」morfem dasar yang tidak mengalami perubahan bentuk dan juga sebagai dasar kata,「てい る ‘te iru’ 」morfem yang mengalami perubahan bentuk dari 「る ‘ru’」. Bentuk ‘te iru’ pada verba ini menunjukkan suatu kebiasaan.

Kalimat ini mengandung unsur pengandaian, yang terlihat pada verba 「買うなら ‘kau nara’」, bentuk 「なら ‘nara’」merupakan aturan tata bahasa Jepang untuk mengukapkan ‘pengandaian’, oleh karena itu, kalimat ini lebih diprioritaskan menyatakan suatu kebiasaan karena kondisi memungkinkan untuk terulang lagi. Tetapi, apabila kalimat ini disertai dengan nomina temporal waktu, maka dapat mengukapkan bentuk waktu, baik waktu kini, mendatang, maupun lampau.


(2)

c. Verba shukan pada kata kerja golongan III

山田さんが結婚している Yamada san ga kekkon shiteiru Yamada telah menikah

「結婚している ‘kekkonshiteiru’」verba dasar dari kalimat diatas yang berasal bentuk kamusnya 「結婚する ‘kekkonsuru’」berarti ‘menikah’.「結婚 し ‘kekkonshi’」merupakan morfem dasar yang mengalami perubahan bentuk dari 「結婚す ‘kekkonsu’」, 「ている ‘te iru’」morfem terikat yang mengalami perubahan bentuk, dan memberi makna sedang berlangsung. Verba 「結婚する ‘kekkonsuru’」pada kalimat diatas menerangkan keadaan dari tidak menikah menjadi menikah, perubahan ini terjadi dalam waktu yang singkat. Maka verba pada kalimat ini mengukapakan ‘bentuk waktu kini’ karena keadaan yang digambarkan masih berlangsung.


(3)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Melihat dari uraian sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Morfologi adalah cabang dari linguistik yang menyelidiki kata dan proses pembentukannya, selain itu morfologi juga menyelidiki perubahan golongan dan arti kata yang disebabkan adanya perubahan bentuk verba pada prediket suatu kalimat

2. Terjadinya proses morfologi disebabkan karena disatukannya dua buah morfem yang mengakibatkan terjadinya penyesuaian diantara kedua morfem tersebut. Proses tersebut terjadi karena adanya proses penambahan, pengurangan, dan penghapusan.

3. Morfem pada bahasa Jepang mempunyai fungsi untuk memberi makna atau arti dasar kata kerja.

4. Perubahan pada verba yang berfungsi sebagai prediket dalam bahasa Jepang dipengaruhi oleh golongan dari verba tersebut, dan tidak terlepas dari pengukapan konsep kewaktuan.

5. Bahasa Jepang merupakan bahasa yang mengenal adanya bentuk waktu yang dapat mengukapkan sejumlah peristiwa berdasarkan pada perubahan verba yang berfungsi sebagai prediket dan waktu kejadian secara kebahasaan.


(4)

6. Bentuk waktu yang dimaksud dalam bahasa Jepang sebenarnya hanya ada dua bentuk, yaitu bentuk ‘ru’ dan bentuk ‘ta’, namun fungsi maupun makna yang dapat diungkapkan oleh kedua bentuk tersebut beragam.

7. Verba bahasa Jepang mengalami perubahan bentuk dan makna sebagai akibat dari proses morfologis.

4.1 Saran.

Skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, baik dari segi pemahaman, penulisan maupun lainnya. Jadi disarankan bagi para pembaca yang juga ingin meneliti bagaimana proses morfologi dalam bahasa Jepang, maka sebaiknya harus benar-benar memahami konsep tentang linguistik umum dan konsep tentang bagaimana pembentukan kata dalam bahasa Jepang dengan baik dan benar sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya serta didukung dengan data yang akurat.

Skripsi ini hendaknya berguna bagi pembaca dan mahasiswa yang juga ingin meneliti tentang pengukapan konsep kewaktuan dalam bahasa Jepang, hingga menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang terdapat didalamnya.


(5)

Daftar Pustaka

Ba’dulu, H. Abdul Muis dan Herman. 2005. Morfo Sintaksis. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Isyandi, 2003. Strategi Penyusunan Rencana Penelitian Berdaya Saing Tinggi. Pekanbaru: Universitas Riau

Kusanagi Yutaka. 1983 Tense, Aspekuto no Bunpo to Imi “Bunpo to Imi I” Japan.

Kato Yasihito dan Fukuchi Tsutomu. 1989 Tensu. Asupeku. Moda. Japan Kochiku Shuppan

Machida Ken.1989 Nihongo no jisei to Aspekuto. Japan: Kabushiki Kaisha Aruku.

Ramlan, M. 1987. Morfolgi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV. Karyono

Situmorang, Hamzon. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Medan: USU Press

Semita, Muryani J. 2005. Cara Mudah Belajar Bahasa Jepang. Yogyakarta: CV. Media Abadi

Sudjianto, 1996. Gramatika Bahasa Jepang Modern. Jakarta: Kesaint Blanc Sudjianto dan Ahmad Dahidi. 2004 Pengantar Linguistik Bahasa Jepang.

Jakarta: Kesaint Blanc

Sutedi, Dedi. Drs. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press.


(6)

Taniguchi, Goro. Kamus Standar Bahasa Jepang - Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat

Verhaar.2001. Asas-Asas Linguistik Umum, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Widyamarta, A. 2000. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius

Yudi Cahyono, Bambang.1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.

2004. Minna no Nihongo I, Surabaya: PT. Pustaka Lintas Budaya 2005. Minna no Nihongo II, Surabaya: PT. Pustaka Lintas Budaya