antara manusia dengan manusia pawongan, hubungan manusia dengan lingkungan alam nyata atau sekala palemahan dan hubungan manusia dengan
lingkungan alam tidak nyata atau niskala parhyangan. Dengan demikian, citra lingkungan masyarakat Bali terlihat bersifat ekosentrisme.
1.4.2 Kepentingan dan Partisipasi Masyarakat dalam Lingkungan
Beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai hutan menunjukkan bahwa dalam pemanfaatan potensi sumberdaya hutan bisa terjadi kompetisi dan konflik
antarkelompok pemanfaat. Salah satu contohnya adalah kompetisi yang berlanjut dengan konflik antara masyarakat setempat dan pengusaha hutan di Irian jaya
sebagaimana ditunjukkan oleh Soehendra dan Aninung 1993. Selain itu bisa pula terjadi kerjasama warga masyarakat dalam mengelola hutan sehingga
menghasilkan masukan finansial bagi mereka sekaligus menghasilkan kelestarian hutan yang bersangkutan. Contohnya adalah kasus pengelolaan hutan yang
dilakukan oleh orang Badui sebagaimana ditelaah oleh Iskandar 1992. Beberapa hasil penelitian tentang hutan di Bali khususnya menunjukkan
bahwa ada ada masyarakat-masyarakat yang mampu memanfaatkan sumberdaya hutan untuk memenuhi kebutuhannya dengan tetap melestarikan hutan yang
bersangkutan. Di antaranya adalah hasil penelitian Astika, dkk 1984 menunjukkan bahwa masyarakat Desa Adat
Tenganan Pegringsingan telah mampu memanfaatkan sekaligus melestarikan hutan setempat dengan
memberlakukan peraturan awig-awig dan sanksinya secara ketat. Begitu juga hasil penelitian Atmadja 1992; 1993, 1993a mengenai Hutan Wisata Kera
Sangeh 1992; 1993a dan Hutan Wisata Kera Kedaton 1993 menunjukkan
peran masyarakat setempat dalam mengelola hutan tersebut sehingga tetap lestari dan mampu memberikan masukan finansial, baik terhadap rumah tangga maupun
komunitas setempat. Mencermati hasil penelitian yang menunjukkan pemanfaatan hutan yang
menghasilkan masukan finansial bagi masyarakat yang bersangkutan sekaligus menghasilkan kelestarian hutan, maka segera dapat dipahami bahwa partisipasi
masyarakat dalam melestarikan hutan tidak lepas dari kepentingannya untuk meraih masukan finansial melalui pengelolaan hutan yang bersangkutan. Hal ini
dapat dilakukan tanpa dan danatau dengan menjadikan hutan sebagai objek wisata, tergantung dengan konteks ekologis serta kemauan dan kemampuan
masyarakat setempat. Dengan demikian, penelitian seperti itu, termasuk penelitian yang hendak dilakukan ini tetap perlu dilakukan untuk
mengembangkan model pengelolaan hutan yang berpoptensi untuk menghasilkan masukan finansial bagi para partisipannya sekaligus untuk melestarikan hutan
yang bersangkutan. Dikatakan demikian bukan hanya kerena keberhasilannya telah terbukti dari hasil penelitian terdahulu, melainkan juga karena masing-
masing hutan tentu memiliki kondisi ekologis yang tidak selalu sama, begitu pula masyarakat di sekitarnya tidak selalu memiliki kemauan dan kemampuan yang
sama dalam konteks pemanfaatan hutan. Menurut teori rasionalitas, manusia diasumsikan sebagai makhluk yang
rasional. Artinya, manusia selalu berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas dalam melakukan setiap tindakan Basrowi dan Sukidin, 2003; Mustain, 2007.
Sehubungan dengan itu, setiap individu manusia dalam kehidupan masyarakat
memiliki kesadaran akan keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan- tindakannya Yunita, 1986 : 68-69. Demikian juga teori insentif selektif
mengasumsikan bahwa keikutsertaan seseorang yang rasional dalam melakukan suatu kegiatan dipengaruhi oleh jenis, bentuk, dan isi harapan-harapan yang bakal
menguntungkan. Berdasarkan asumsi teori rasionalitas di atas, maka daoat diduga bahwa
warga masyarakat akan ikut berpartisipasi dalam kegiatan pelestarian lingkungan jika mereka memandang kegiatan tersebut memberi keuntungan bagi mereka, dan
sebaliknya. Berpegang pada dugaan ini maka tidak mengherankan jika masyarakat setempat telah berperan dalam melestarikan Hutan Wisata Kera di Bali
sebagaimana ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Atmadja 1992 dan 1993. Sebab dalam kenyataannya, hutan tersebut merupakan objek wisata yang
setiap hari dikunjungi banyak wisatawan, sehingga menghasilkan keuntungan finansial bagi masyarakat yang bersangkutan.
1.4.3 Refleksi tentang Model Pelestarian Hutan Berbasis Masyarakat