Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa pubertas Berk, 2008 adalah masa seorang remaja mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Remaja yang memasuki masa pubertas mengalami perubahan perilaku dan sikap serta perubahan-perubahan lain di dalam tubuh, sehingga remaja dapat bereproduksi dan berketurunan Atkinson, 2000. Pada masa pubertas, remaja juga mengalami perkembangan psikologis pada dirinya, yakni perubahan emosi Yusuf, 2004. Orang tua merasa cemas ketika anak mereka menunjukkan banyak perubahan-perubahan pada masa pubertas Gunarsa, 2007. Pada jaman ini banyak fenomena memprihatinkan di kalangan para remaja. Menurut survey Badan Pusat Statistik 2015, kenakalan remaja mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013 angka kenakalan remaja di Indonesia mencapai 6325 kasus, sedangkan pada tahun 2014 berjumlah 7007 kasus dan pada tahun 2015 mencapai 7762 kasus. Kenakalan remaja dari tahun ke tahun mengalami kenaikan sebesar 10,7, yang terdiri dari kasus pencurian, tawuran, pergaulan bebas dan narkoba. Perubahan perilaku pada remaja seringkali membuat orang tua cemas Dariyo, 2004. Penelitian Nainggolan dan Tambunan 2003 mengatakan bahwa akibat-akibat perubahan remaja pada masa pubertas, yakni ingin menyendiri, antagonisme sosial, dan kehilangan rasa kepercayaan diri remaja, membuat orang tua merasakan kecemasan yang berat bahkan panik. Orang tua juga merasa khawatir pada anak remaja karena ia mengalami atau mengetahui kejadian tertentu yang tidak menyenangkan Gunarsa, 2007. Freud Feist Feist, 2010 mengemukakan bahwa kecemasan adalah perasaan terhadap situasi afektif yang tidak menyenangkan, disertai sensasi fisik sebagai tanda bahaya yang mengancam seseorang. Perasaan tersebut tidak jelas dan sulit dipastikan namun selalu terasa. Hasil penelitian Kaplan dan Sadock dalam Stuart Laraia, 2015 menunjukkan bahwa perempuan cenderung lebih mudah cemas dibandingkan laki-laki. Kepribadian wanita yang cenderung lebih labil dan peran hormon mempengaruhi keadaan emosi wanita. Ibu bekerja yang memiliki anak pada merasakan kecemasan ketika anak mereka memasuki masa pubertas Wawancara, Mei 2017. Para ibu merasa anak mereka mulai sulit untuk diberi arahan, suka melawan, dan mulai merahasiakan sesuatu. Para ibu juga merasa cemas karena banyak pemberitaan di media massa maupun di lingkungan sekitar yang membahas perilaku negatif remaja. Ibu khawatir anak mereka melakukan perbuatan-perbuatan negatif ketika di luar rumah, seperti terlibat dalam kasus-kasus kriminalitas, seks bebas, merokok, minum minuman keras dan melanggar norma di lingkungan sekitar. Rata-rata dari ibu bekerja merasakan gejala-gejala kecemasan, yakni sulit tidur, mudah marah, mudah curiga, gelisah dan sering merasa pusing ketika membayangkan dan melihat perubahan perilaku anak mereka. Kecemasan ibu terhadap anak-anak remaja mereka tidak tiba-tiba muncul dengan sendirinya, melainkan dipicu oleh beberapa faktor. Faktor-faktor penyebab kecemasan ibu antara lain adalah perilaku anak, keadaan fisik, pengalaman masa lalu, dan stressor eksternal Margianti Basuki, 2012. Bower dalam Gottlieb Abramson, 1983 mengatakan bahwa pikiran kognitif merupakan salah satu unsur yang membentuk kecemasan seseorang, karena pikiran mempunyai hubungan dengan kecemasan seseorang. Kecemasan ibu tidak hanya berasal dari kenyataan bahwa anak menjadi remaja, tetapi kecemasan ibu juga berasal dari perilaku anak sebagai tanggapan dari pola asuh Hurlock, 1997. Pola asuh adalah cara orang tua membesarkan anak dengan memenuhi kebutuhan, melindungi, mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari. Baumrind dalam Santrock, 2003 mengatakan pola asuh orang tua terbagi ke dalam beberapa macam, yaitu pola asuh otoriter, otoritatif, permisif, dan uninvolved . Orang tua dengan pola asuh otoriter cenderung mengontrol anak secara ketat dan tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaikan pendapat. Orang tua dengan pola asuh otoritatif cenderung mengontrol, mengarahkan dan membimbing anak. Orang tua menggunakan cara-cara yang rasional ketika menghadapi perilaku remaja pada masa pubertas dan memiliki komunikasi yang baik dengan anak remaja mereka. Orang tua dengan pola asuh permisif cenderung memberikan kelonggaran dan kebebasan, serta kurang mengontrol anak. Orang tua juga bersikap acuh tak acuh dalam menyikapi perilaku anak puber, sehingga mereka tidak membimbing dan memberikan arahan kepada anak mereka Campbell, 1975. Orang tua dengan pola asuh uninvolved tidak memberikan kontrol dan tidak memberikan perhatian kepada anak. Orang tua hanya berfokus pada kebutuhannya sendiri dan mengabaikan kebutuhan anak Santrock, 2003. Hasil penelitian Baumrind dalam Santrock, 2003 menunjukkan bahwa orang tua yang berpola asuh otoritatif lebih mendukung perkembangan anak dalam hal kemandirian dan tanggung jawab. Orang tua dengan pola asuh otoriter membuat anak menjadi rendah diri dan kurang tanggung jawab serta agresif. Orang tua dengan pola asuh permisif mengakibatkan anak suka menuntut dan bergantung pada orang lain. Orang tua dengan pola asuh uninvolved membuat anak memperlihatkan banyak masalah dan kurang memiliki kemampuan sosial yang baik Berk, 2008. Salah satu faktor penyebab ibu merasa cemas adalah perilaku anak. Pola asuh ibu bekerja kepada anak berpengaruh besar dalam membentuk sikap dan perilaku serta kepribadian anak mereka Desmita, 2010. Ibu bekerja yang memberi pengasuhan yang baik kepada anak, menyebabkan anak memiliki sikap dan perilaku yang baik, sehingga ibu bekerja tidak cemas. Ibu bekerja yang memberikan pengasuhan yang kurang baik kepada anaknya, menyebabkan anak tersebut memiliki sikap dan perilaku yang buruk dan membuat ibu bekerja cemas Desmita, 2010. Pola asuh yang diterapkan oleh ibu bekerja dalam kehidupan sehari-hari ditangkap oleh para remaja dan menimbulkan persepsi tersendiri bagi ibu bekerja terhadap pola asuh yang selama ini mereka terapkan. Persepsi berarti proses menyeleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasi serta menilai sesuatu. Persepsi tentang pola asuh berarti gambaran tentang pola asuh yang mereka terapkan kepada anak remaja mereka. Persepsi penting karena perilaku seseorang didasarkan pada persepsi mereka mengenai objek yang dilihat, bukan mengenai objek itu sendiri. Persepsi pengasuhan bukan hanya hubungan antara orang tua dan anak, tetapi lebih-lebih penilaian anak atau orang tua mengenai hubungan tersebut Hurlock, 1997. Persepsi merupakan salah satu bagian dari proses berpikir. Persepsi yang bias berhubungan dengan kecemasan Beck dkk dalam Mineka dan Thomas, 1999. Seseorang yang berada pada situasi yang ambigu cenderung mengembangkan pikiran-pikiran yang negatif dan merasakan kecemasan Atkinson, 2000. Ibu berpersepsi pola asuh otoriter, permisif dan uninvolved merasa lebih cemas daripada ibu yang bersepsi pola asuh otoritatif. Banyak penelitian tentang persepsi pola asuh mempunyai sudut pandang anak remaja. Penelitian Prayoga 2009, Marthan 2009, Pravitasari 2012, dan Basembun 2008 juga meneliti persepsi pola asuh dari sudut pandang anak remaja. Penelitian tentang persepsi pola asuh dari sudut pandang ibu yang merupakan pemberi pola asuh masih jarang. Peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi pola asuh dari sudut pandang ibu dan kecemasan ibu bekerja yang memiliki anak remaja pada masa pubertas.

B. Rumusan Masalah