1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003; pasal 1, ayat 1 pengertian pendidikan adalah “usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara”. Pengertian tersebut merupakan ungkapan makna teleologis dari pendidikan yakni menciptakan warga yang bertaqwa, berakhlak dan terampil.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka diselenggarakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang bersifat formal, nonformal maupun informal dengan berbagai
jenjang mulai dari pendidikan usia dini hingga pendidikan tinggi. Sekolah Menengah Atas SMA, Sekolah Menengah Kejuruan SMK dan
Madrasah Aliyah MA merupakan salah satu jenjang pendidikan yang ditempuh anak dalam mengikuti kegiatan pembelajaran secara formal. Jenjang ini
merupakan tahapan-tahapan yang strategis dan kritis bagi perkembangan dan masa depan anak. Pada jenjang ini, anak berada pada pintu gerbang memasuki
dunia pendidikan tinggi yang merupakan wahana untuk membentuk integritas profesi yang didambakannya. Pada tahap ini pula, anak dipersiapkan untuk
memasuki dunia kerja yang penuh tantangan dan kompetisi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Secara psikologis, masa ini merupakan masa pematangan kedewasaan. Pada tahap ini anak mulai mengidentifikasi profesi dan jati dirinya secara utuh.
Para ahli pendidikan seperti Montessory dan Charless Buhler dalam Sugeng Santosa; 2000, menyatakan bahwa pada usia ini seseorang berada pada masa
‘penemuan diri’. Secara spesifik, Montessory menyebutkan pada usia 12 – 18 tahun, sementara Charles Buhler menyebutkan pada usia 13 – 19 tahun. Salah satu
aspek ‘penemuan diri’ pada anak yang paling penting pada tahap ini adalah pekerjaan dan profesi. Secara psikologis mereka mulai mengidentifikasi jenis
pekerjaan dan profesi yang sesuai dengan bakat, minat, dan kecerdasan serta potensi yang dimilikinya. Hayadin, 2008
Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa pada tiap akhir tahun ajaran, para orang tua siswa disibukkan dengan urusan pendidikan anak-anak mereka.
Urusan yang lebih besar terjadi ketika menghadapi masalah peralihan jenjang dari SD ke SMP, dari SMP ke SMA dan seterusnya, karena sesungguhnya pada masa
peralihan ini ada sebuah keputusan yang harus dibuat menyangkut masa depan anak.
Situasi yang menarik adalah pada saat peralihan dari jenjang pendidikan SMP ke SMA yang sudah mulai erat kaitannya dengan pilihan karir masa depan
anak. Dalam pilihan melanjutkan studi ke jenjang SMA ini, anak biasanya belum begitu peduli dengan karir masa depan mereka, sehingga dalam memilih
terkadang masih banyak dipengaruhi oleh pilihan orang tua dari pada pilihannya sendiri. Kenyataan lain menunjukkan mereka beramai-ramai masuk ke SMA
3
tanpa tahu mengapa harus masuk SMA. Sangat sedikit jumlahnya yang melanjutkan studi ke Sekolah Kejuruan SMK.
Perbandingannya cukup fantastis. Secara nasional, menurut data di Depdiknas, prosentase peminat SMK lebih kecil dari 5. Hanya di empat
provinsi DKI, Jawa Barat, Jateng, Jatim peminat lulusan SLTP melanjutkan ke SMK di atas 10. Selebihnya sangat mengharukan, karena di sebagian besar
daerah, peminat masuk SMK di bawah 2. Berdasarkan pengamatan di setiap kota hanya ada satu atau dua SMK saja yang memiliki siswa sesuai dengan daya
tampung. Umumnya adalah SMK Negeri yang dapat perhatian khusus dari Diknas. Selebihnya adalah SMK swasta yang bisa dikatakan kecil peminatnya
dengan kondisi sekolah yang memprihatinkan Jama, 2007 Sekolah Menengah Kejuruan SMK pada dasarnya adalah salah satu
lembaga pendidikan yang bertanggungjawab untuk menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, keterampilan dan keahlian, sehingga
lulusannya dapat mengembangkan kinerja apabila terjun dalam dunia kerja. Pendidikan SMK itu sendiri bertujuan meningkatkan kemampuan siswa untuk
dapat mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian, serta menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja
dan mengembangkan sikap profesional Isjoni, 2003 Apapun jenis pendidikan pada Sekolah Menengah Kejuruan tidak lain
muara dari lulusannya adalah agar mereka memiliki kemampuan, keterampilan serta ahli di dalam bidang ilmu tertentu. Selanjutnya mampu dan terampil
4
diaplikasi dalam dunia kerja. Oleh sebab itu, hakekat dari Sekolah Menengah Kejuruan sangat berbeda dengan SMA.
Ada dua kelebihan dari pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan ini, pertama lulusan institusi ini dapat mengisi peluang kerja pada dunia
usahaindustri, karena terkait dengan satu sertifikasi yang dimiliki oleh lulusannya melalui Uji Kemampuan Kompetensi. Dengan sertifikasi tersebut mereka
mempunyai peluang untuk bekerja. Kedua, sama seperti lulusan SMA lain, lulusan Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan dapat untuk melanjutkan
kejenjang pendidikan yang lebih tinggi, sepanjang lulusan tersebut memenuhi persyaratan, baik nilai maupun program studi atau jurusan sesuai dengan kriteria
yang dipersyaratkan. Isjoni, 2003 Perbedaan peluang untuk memasuki dunia kerja setelah menyelesaikan
jenjang pendidikan SLTA antara anak yang memilih masuk SMK daripada SMA sangat nyata. Karena sebagian besar anak yang lulus dari SMK dapat dipastikan
segera bisa memperoleh pekerjaan, sebaliknya sebagian besar anak yang lulus dari SMA akan lebih lama menganggur jika mereka tidak ingin atau tidak mampu
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan data statistik Biro Pusat Statistik BPS-RI; 2002 jumlah
pengangguran terbuka open unemployment di tanah air adalah sebanyak 9.132.104 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 41,2 3.763.971 jiwa adalah
tamatan SLTA jenjang pendidikan Menenga h, Diploma, Akademi dan Universitas atau ‘pengangguran terpelajar’. Di antara jumlah pengangguran
terbuka tersebut, 2.651.809 jiwa tergolong Hopeless of Job merasa tidak yakin PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
mendapatkan pekerjaan; 436.164 diantaranya adalah tamatan SLTA, Diploma, Akademi, dan Universitas. Hayadin, 2008
Terkait dengan pilihan melanjutkan pendidikan dari jenjang SMP ke SMA atau SMK, data lulusan siswa SMPN I Bayat Klaten Tahun Ajaran
20072008 yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang SLTA memperlihatkan persentase pilihan siswa yang melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah
Kejuruan SMK lebih tinggi dibanding siswa yang melanjutkan pendidikan ke SMA, seperti ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1.1 Rekapilulasi Minat Siswa Kelas IX SMPN I Bayat yang Melanjutkan
Pendidikan ke Jenjang SLTA Tahun Ajaran 20072008 Kelas
Minat SMA Minat SMK
Minat SMASMK Tidak
Melanjutkan
IXA 9
20 10
IXB 17
20 3
IXC 9
25 6
IXD 7
21 8
1 IXE
8 22
10 IXF
5 27
5 3
Jumlah 55
135 42
4
Data di atas menunjukkan perbandingan minat siswa yang sangat mencolok, dimana pilihan siswa lulusan SMPN I Bayat Klaten Tahun Ajaran
20072008 lebih banyak memilih melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan SMK dengan total siswa yang memilih 135 dari 206 siswa.
Sementara jumlah siswa yang memilih melanjutkan pendidikannya ke SMA adalah 55 siswa, 42 siwa masih belum menentukan pilihan ke SMK atau SMA
dan 4 siswa menyatakan tidak melanjutkan sekolah karena alasan tertentu. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Berdasarkan fenomena di atas ada fakta yang menarik untuk diteliti dari gejala perbedaan jumlah persentase pilihan sekolah yang diambil siswa SMPN I
Bayat, Klaten 1 ketika menentukan pilihannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTA
B. Identifikasi Masalah