Kategorisasi Kebutuhan Semua Subjek

44 Dari tabel kategorisasi kebutuhan-kebutuhan yang merupakan hasil analisis pada ke-sembilan subjek anak tunggal, dapat diketahui bahwa kebutuhan yang paling banyak muncul adalah kebutuhan berafiliasi, yang mencakup figur orang tua keluarga dan figur sebaya. Kebutuhan berikutnya yang cukup banyak muncul adalah kebutuhan akan kepatuhan. Kebutuhan yang paling sedikit muncul adalah kebutuhan kemandirian dan kebutuhan untuk membantu.

C. Pembahasan

Stereotip masyarakat yang berkembang bahwa anak yang berstatus sebagai anak tunggal itu berbeda tidak didukung oleh hasil penelitian ini. Dimana need-need yang ditemukan tidak menunjukkan sifat-sifat yang menjadi pandangan tersebut, yaitu egosentris, superioritas yang tinggi, maupun mengharapkan orang lain memanjakan dan melindungi. Kebutuhan-kebutuhan seperti agresi, intragresi, maupun mendominasi tidak muncul secara signifikan dalam penelitian ini. Adapun kebutuhan untuk dibantu masih muncul dalam intensitas yang normal. Namun pandangan bahwa anak tunggal itu matang secara sosial bisa didukung oleh hasil penelitian ini, karena ditemukan bahwa kebutuhan akan berafiliasi merupakan kebutuhan yang paling banyak muncul. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa sebagian besar kebutuhan yang dimiliki anak tunggal, jika dilihat secara umum tidak berbeda atau bisa dikatakan sama dengan kebutuhan anak pada umumnya. Kebutuhan- kebutuhan yang umum pada anak-anak, seperti kebutuhan untuk berafiliasi 45 dengan orang tua, keluarga dan teman sebaya, kebutuhan akan kepatuhan, kebutuhan berprestasi, kebutuhan bermain, kebutuhan akan pengakuan maupun kebutuhan kemandirian juga muncul pada subjek-subjek anak tunggal. Hal ini dikarenakan adanya karakteristik dan tugas-tugas perkembangan yang dihadapi memang atau berlaku relatif sama untuk setiap individu pada anak-anak pada umumnya. Karakteristik dan tugas-tugas perkembangan dijelaskan dalam teori- teori yang sudah ada sebelumnya, salah satunya adalah teori psikososial Erik Erikson. Teori psikososial Erikson berpendapat bahwa tiap individu harus melewati krisis yang ada sesuai dengan tahapan usia perkembangannya Santrock, 2011. Tahapan pertama yang harus dilalui individu adalah kepercayaan versus ketidakpercayaan. Rasa percaya meliputi rasa nyaman secara fisik dan tidak ada rasa takut atau kecemasan akan masa depan. Munculnya kebutuhan akan otonom atau kemandirian dimulai dari tahapan kedua psikososial. Tahapan kedua adalah otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu, yang merupakan tahapan yang harus dilalui untuk anak usia 1- 3 tahun. Tahapan ini adalah tahapan dimana bagaimana kebutuhan akan otonom atau kemandirian mulai dapat berkembang. Pada tahap ini, individu mulai menyadari kemandirian mereka otonomi dan menyadari keinginan mereka. Jika anak terlalu dibatasi atau dihukum dengan keras, mereka mungkin memunculkan rasa malu dan ragu-ragu. Tahapan ketiga adalah krisis antara inisiatif dengan rasa bersalah, yang terjadi pada masa prasekolah. Anak prasekolah memasuki dunia sosial yang lebih luas. Anak diminta memikirkan 46 tanggung jawab terhadap tubuh, perilaku, maupun mainan mereka. Mengembangkan rasa tanggung jawab dapat meningkatkan inisiatif. Namun jika anak tidak bertanggung jawab, rasa bersalah bisa muncul. Kebutuhan yang muncul dalam penelitian ini juga terkait dengan kebutuhan untuk berprestasi maupun belajar. Tahapan psikososial pada usia sekolah dasar anak usia 6-12 tahun adalah antara industri dengan perasaan inferior Alwisol, 2009. Anak usia sekolah belajar bekerja dan bermain untuk kemudian diarahkan memperoleh keterampilan kerja. Jika anak belajar mengerjakan sebaik-baiknya, mereka akan mengembangkan perasaan ketekunan, namun jika pekerjaannya tidak cukup mencapai tujuan, mereka akan mendapat perasaan inferiorita. Dari konflik antara dua hal tersebut, anak mengembangkan kekuatan dasar yang disebut “kemampuan” competency. Oleh karenanya, menurut Erikson dalam Alwisol, 2009, pada usia anak-anak, keingin-tahuan individu menjadi sangat kuat dan hal itu berkaitan dengan perjuangan dasar menjadi berkemampuan competence tersebut. Anak yang berkembang normal akan tekun belajar, baik membaca atau menulis, maupun mempelajari keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dalam bermasyarakat. Saat anak-anak memasuki tahun-tahun sekolah dasar, mereka mengerahkan energi mereka pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual Santrock, 2006. Hal inilah yang kemudian akan mengembangkan kebutuhan anak untuk berprestasi dan belajar. Selain muncul kebutuhan akan prestasi, ditemukan pula kebutuhan anak yang cukup tinggi untuk bermain. Ini bisa dikaitkan dengan prinsip kesenangan 47 pleasure principle dari Freud. Id beroperasi berdasarkan prinsip kesenangan pleasure principle, dimana individu berkecenderungan untuk menghindarkan ketidaksenangan dan sebanyak mungkin memperoleh kesenangan Alwisol, 2009. Kegiatan bermain merupakan kegiatan yang menimbulkan banyak kesenangan bagi anak Hurlock, 1988. Maka untuk memperoleh kesenangan itu, anak akan selalu berusaha menghabiskan waktunya untuk bermain. Kebutuhan yang muncul paling banyak dalam penelitian ini adalah kebutuhan untuk berafiliasi dengan orang tua dan sebaya. Pada masa prasekolah, keluarga merupakan agen sosialisasi terpenting. Namun, saat memasuki usia sekolah, hubungan atau pengaruh dengan teman sebaya lebih cenderung lebih besar dibanding dengan orang tua atau guru Hurlock, 1988. Kelompok teman sebaya merupakan interaksi awal bagi anak-anak pada lingkungan sosial. Mereka mulai bergaul dan berinteraksi dengan orang lain yang bukan anggota keluarganya Santrock, 2011. Munculnya kebutuhan berafliasi dengan figur orang tua yang masih tinggi dalam penelitian ini, diduga disebabkan karena masih ada kelekatan anak dengan figur orang tua. Selain kebutuhan untuk berafiliasi, kebutuhan anak akan kepatuhan juga muncul cukup tinggi dalam penelitian ini. Mengembangkan kepatuhan merupakan salah satu tugas dalam perkembangan anak Hurlock, 1990. Pada usia ini, anak menerima suatu peran baru, bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang dan kelompok yang baru, dan mulai mengembangkan standar- standar baru dalam menilai diri mereka sendiri Santrock, 2006. Perkembangan sosial pada masa anak-anak sudah mulai berkembang. 48 Perkembangan sosial dapat dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok, tradisi dan moral. Jika anak memiliki perkembangan sosial yang matang, ia dapat menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitar Yusuf,2010. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka baik secara disadari ataupun tidak, anak mulai mengikuti peraturan atau norma yang ada di masyarakat sehingga ia bisa diterima di lingkungannya. Jika dikaitkan dengan kebutuhan anak-anak usia sekolah pada umumnya, diduga hanya ada sedikit kebutuhan yang menunjukkan ke-khas-an subjek sebagai anak tunggal. Secara khusus muncul kebutuhan untuk berafiliasi dengan saudara yang cukup tinggi. Kemunculan kebutuhan ini diduga berkaitan dengan harapan seorang anak tunggal untuk bisa memiliki saudara kandung. Selain itu, kebutuhan emosional, seperti kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian orang tua tidak menduduki peringkat atas berdasar kuantitas kebutuhan yang muncul. Kebutuhan ini bahkan hanya dimiliki beberapa subjek, terutama subjek 6. Ini disebabkan karena anak tunggal merupakan anak yang mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang berlimpah dari orang sekitarnya, sehingga bisa dikatakan bahwa anak tunggal tidak akan kekurangan perhatian dan kasih sayang Gunarsa, 2003. Hanya ada beberapa subjek yang memunculkan kebutuhan akan kemandirian dan kebutuhan untuk membantu. Anak tunggal yang sangat di perhatikan dan ‘dijaga’ oleh orang tuanya, akan berdampak pada