Studi deskriptif tentang Need pada anak tunggal.
STUDI DESKRIPTIF TENTANG NEED PADA ANAK TUNGGAL Leonhard Krista Pratama
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebutuhan atau need yang dimiliki oleh seorang anak tunggal. Data penelitian menggunakan data dokumen laporan praktikum CAT mahasiswa/i Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma tahun 2012. Data yang didapatkan berjumlah 9, yang terdiri dari 1 data subjek laki-laki dan 8 subjek perempuan, berusia antara 6 sampai 10 tahun. Analisis data dilakukan dengan menginterpretasi secara tematik kesepuluh cerita pada tiap-tiap subjek. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki anak tunggal relatif sama seperti yang dimiliki anak-anak pada umumnya. Pada beberapa kebutuhan dapat dijelaskan dengan latar belakang anak tunggal, sehingga menunjukkan ke-khas-an kebutuhan pada anak tunggal. Selain itu, kebutuhan yang muncul berkaitan dengan perihal penerimaan, interaksi dengan orang lain, penghargaan, kenyamanan, dan kesenangan.
(2)
DESCRIPTIVE STUDY IN NEED OF ONLY CHILD Leonhard Krista Pratama
ABSTRACT
This research aimed to know the need’s description of a only child. The research used
document data from CAT Laboratory report of Psychology students in Sanata Dharma University. There were 9 data consists of a man and 8 women between 6-10 years old. From the data gathering, the data analysis was conducted by thematically interpreting the 10thstories of each subject. The result of the research showed that a only child’s needs are relatively same with
common children. In several needs, it can be explained by the background of a only child, and it shows the unique needs of a only child. Besides, the needs appeared are dealing with the receiving, the interaction with others, reward, comfort, and enjoyment.
(3)
STUDI DESKRIPTIF TENTANG NEED PADA ANAK
TUNGGAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Leonhard Krista Pratama NIM : 099114033
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
(5)
(6)
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Bekerja keraslah dengan pintar,
karena tidak cukup hanya bekerja keras atau
bekerja dengan pintar saja.
Dengan bangga, ku
persembahkan skripsi ini untuk
…
Bapak, Ibu, Ardo, Lia
Rinda dan keluarga kos-ku
dan untuk diriku sendiri
(7)
(8)
vi
STUDI DESKRIPTIF TENTANG NEED PADA ANAK TUNGGAL Leonhard Krista Pratama
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kebutuhan atau need yang dimiliki oleh seorang anak tunggal. Data penelitian menggunakan data dokumen laporan praktikum CAT mahasiswa/i Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma tahun 2012. Data yang didapatkan berjumlah 9, yang terdiri dari 1 data subjek laki-laki dan 8 subjek perempuan, berusia antara 6 sampai 10 tahun. Analisis data dilakukan dengan menginterpretasi secara tematik kesepuluh cerita pada tiap-tiap subjek. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki anak tunggal relatif sama seperti yang dimiliki anak-anak pada umumnya. Pada beberapa kebutuhan dapat dijelaskan dengan latar belakang anak tunggal, sehingga menunjukkan ke-khas-an kebutuhan pada anak tunggal. Selain itu, kebutuhan yang muncul berkaitan dengan perihal penerimaan, interaksi dengan orang lain, penghargaan, kenyamanan, dan kesenangan.
(9)
vii
DESCRIPTIVE STUDY IN NEED OF ONLY CHILD Leonhard Krista Pratama
ABSTRACT
This research aimed to know the need’s description of a only child. The research used document data from CAT Laboratory report of Psychology students in Sanata Dharma University. There were 9 data consists of a man and 8 women between 6-10 years old. From the data gathering, the data analysis was conducted by thematically interpreting the 10thstories of each subject. The result of the research showed that a only child’s needs are relatively same with common children. In several needs, it can be explained by the background of a only child, and it shows the unique needs of a only child. Besides, the needs appeared are dealing with the receiving, the interaction with others, reward, comfort, and enjoyment.
(10)
(11)
ix
KATA PENGANTAR
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi mahasiswa untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus karena telah mencurahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dalam penulisan skripsi ini, banyak pula pihak yang telah membantu dan telah mendukung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Cornelius Siswa Widyatmoko M.Psi. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Kaprodi Psikologi.
3. Ibu Dr. Tjipto Susana, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dalam kelancaran akademik.
4. Ibu Agnes Indar Etikawati, M.Psi., Psi. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dalam pengerjaan skripsi ini.
5. Bapak Victorius Didik Suryo Hartoko, M.Si. dan Ibu P.H. Puji Dwi Astuti Dian Sabbati, M.A selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan pengetahuan guna menjadikan skripsi ini menjadi lebih baik.
6. Segenap staff dan karyawan Fakultas Psikologi yang telah membantu dan bekerjasama dengan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Mas Muji, Mas Doni, Mas Gandung, Bu Nanik terimakasih atas dukungannya.
(12)
x
7. Kedua orang tua dan adik-adikku atas dukungan, motivasi dan doanya.
8. Kekasih dan teman-teman kos-ku atas dukungan, perhatian, dan motivasi yang tiada henti.
9. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2009 Fakultas Psikologi, terutama kelas A. Terimakasih atas semangat dan kerjasamanya selama ini.
10. Teman-teman bimbingan asistensi tes kognitif, inventori, dan TAT. Terimakasih atas kerjasama dan pengalamannya yang sangat berharga.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas semua dukungan yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik.
Yogyakarta, 5 November 2013 Penulis,
(13)
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
1. Manfaat Teoritis ... 5
2. Manfaat Praktis ... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Anak Tunggal... 7
(14)
xii
2. Anak Tunggal...………. 11
B. Need (Kebutuhan)………... 13
1. Pengertian Need ...………. 13
2. Ragam Kebutuhan...………. 14
C. Tes Proyektif (CAT) ...………. 18
D. Kebutuhan pada Anak Tunggal...………. 21
E. Pertanyaan Penelitian ...………. 25
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 26
A. Jenis Penelitian...………. 26
B. Fokus Penelitian...………. 27
C. Subjek Penelitian ... 27
D. Metode Pengumpulan Data... 27
1. Data Utama: Respon CAT ... 28
2. Data Pelengkap: Latar Belakang Subjek... 29
E. Metode Analisis Data ...………. 29
1. Tema Deskriptif ... 29
2. Tema Interpretif ... 30
3. Tema Diagnostik ... 30
F. Pemeriksaan Keabsahan Data...………. 30
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32
A. Pelaksanaan Penelitian ... 32
1. Proses Pengumpulan Data... 32
(15)
xiii
B. Hasil Penelitian ... 33
1. Deskripsi Subjek ... 33
2. Kebutuhan pada Masing-masing Subjek... 34
3. Katergorisasi Kebutuhan Semua Subjek... 40
C. Pembahasan... 44
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50
A. Kesimpulan ... 50
B. Saran... 50
1. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 50
2. Bagi Orang Tua yang Memiliki Anak Tunggal ... 51
3. Bagi Masyarakat dan Lingkungan Sekitar ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 52
(16)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 33 Tabel 2. Ringkasan Kebutuhan Tiap Subjek... 38 Tabel 3. Kategori Kebutuhan Anak Tunggal ... 40
(17)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak sedikit keluarga yang hanya memiliki satu orang anak atau yang biasa disebut sebagai anak tunggal. Ada beberapa versi atau pendapat yang berkembang dalam masyarakat mengenai sifat atau karakteristik yang melekat pada anak yang berstatus sebagai anak tunggal. Ada anggapan atau stereotip bahwa anak tunggal berbeda dengan anak dengan saudara, maupun anggapan bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan antara anak tunggal dengan anak pada umumnya yang memiliki saudara.
Banyak stereotip atau pandangan mengenai anak tunggal di masyarakat, seperti misalnya bahwa anak tunggal itu manja, agresif, diktator, dan tidak dewasa (Golda, 2010). Salah satu konsepsi yang popular adalah anak tunggal
merupakan “anak nakal yang manja” dengan karakteristik yang kurang baik, seperti kurang kendali diri, egois dan sangat tergantung (Santrock, 2006). Selain itu, penelitian yang dilakukan Shulan Jiao (1986) di China mengungkapkan bahwa anak tunggal lebih egosentris dibandingkan dengan anak dengan saudara kandung.
Seorang tokoh psikologi ternama, Alfred Adler (dalam Alwisol, 2009) memiliki pendapat yang terkesan mendukung stereotip yang berkembang di masyarakat mengenai anak tunggal. Ia berpendapat bahwa karakteristik anak tunggal adalah ingin menjadi pusat perhatian, takut bersaing dengan orang lain,
(18)
selalu merasa dirinya benar, perasaan diri yang rendah, serta memiliki gaya hidup yang manja. Walaupun ia juga berpendapat bahwa anak tunggal adalah anak yang matang secara sosial.
Namun, pembicaraan mengenai anak tunggal masih dapat dikatakan kontroversial. Ini dibuktikan dari berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik kepribadian yang esensial antara seorang anak tunggal dan anak yang memiliki saudara kandung (Mellor dalam Wong, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan Toni Falbo (1977) menyebutkan bahwa konsepsi popular bahwa anak tunggal itu egois, kesepian dan maladjusted tidak didukung oleh penelitian-penelitian yang relevan. Hal ini diperkuat dengan penelitian kembali oleh Toni Falbo (1987), yang melakukan meta-analisis kualitatif dari 115 penelitian mengenai karakteristik anak tunggal, dimana hasilnya gagal untuk mendukung stereotip negatif pada anak tunggal, dikarenakan tidak adanya perbedaan yang signifikan antarkelompok anak tunggal dan anak dengan saudara.
Sebenarnya perspektif atau pandangan yang negatif bisa berdampak buruk pada anak. Walaupun banyak penelitian yang menepis segala stereotip mengenai anak tunggal, namun seorang anak tunggal harus tetap hidup dengan label atau kesan negatif. Pandangan atau stereotip masyarakat mengenai anak tunggal akan berpengaruh pada bagaimana mereka akan berperilaku atau bertindak, baik secara langsung maupun tidak langsung pada anak tunggal (Gustiana, 2012). Kondisi yang demikian tentu akan mempengaruhi kondisi
(19)
psikologis anak. Bagi anak-anak, pengalaman mendapatkan label tertentu, terutama negatif, dapat memicu pemikiran bahwa dirinya ditolak. Label negatif yang diberikan pada anak secara berulang-ulang pun akan mengusik kepercayaan diri, harga diri dan konsep diri anak (Gustiana, 2012).
Adanya perbedaan pandangan, baik yang memandang berbeda atau tidak berbeda antara sifat dan karakteristik yang melekat pada anak yang berstatus sebagai anak tunggal dengan anak yang memiliki saudara, membuat wacana atau perbincangan mengenai karakteristik atau kondisi psikologis anak tunggal bisa dikatakan masih membingungkan. Untuk itu, penelitian ini dilakukan guna mengetahui kondisi psikologis anak tunggal.
Dalam assesmen psikologi dengan teknik proyektif, kondisi psikologis seseorang seringkali dipahami dan dipelajari dengan mengetahui need orang tersebut. Menurut beberapa ahli (Muray dalam Alwisol, 2009; Bellack, 1997; Rotter dalam Jess&Gregory Feist, 2010), need inilah yang sering memainkan peran yang penting dalam kemunculan tindakan seorang individu. Tingkah laku individu akan mengarah pada usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan yang muncul. Oleh karena itu, dengan mengetahui need yang dimiliki anak tunggal, diharapkan bisa mengetahui apa yang mendasari anak tunggal dalam setiap perilakunya dan menjadi salah satu dasar untuk memprediksi perilaku maupun tindakan yang muncul. Dari need-need yang ditemukan dapat diketahui apakah need-need yang dimiliki anak tunggal tersebut sejalan dengan stereotip masyarakat maupun pendapat Adler mengenai sifat dan karakteristik
(20)
anak tunggal yang dianggap berbeda dengan anak pada umumnya, yaitu tergantung dengan orang lain, egosentris, dan lain-lain.
Need atau kebutuhan merupakan suatu konstrak yang abstrak dan
hipotesis, berkaitan dengan proses fisiologis yang terjadi di otak. Need dapat muncul karena dorongan dari dalam atau rangsangan dari luar. Menurut Murray (dalam Hartini, 2000), need adalah sebuah konstruk yang mengatur berbagai proses seperti persepsi, pikiran, dan tindakan dengan maksud untuk mengubah kondisi yang ada dan tidak memuaskan. Secara umum, need merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh perasaan kekurangan dan ingin diwujudkan melalui suatu usaha atau tindakan.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menjabarkan need apa saja yang dimiliki oleh seorang anak tunggal. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan analisis interpretif. Tujuan dari pendekatan ini adalah mengungkapkan bagaimana individu memaknai dunia personal dan sosialnya berdasarkan pengalaman, peristiwa, dan status yang dimiliki masing-masing individu tersebut (Smith, 2009).
Data penelitian menggunakan data dari hasil analisis CAT (Children
Apperception Test). Melalui CAT, anak diminta bercerita mengenai gambar
yang berupa stimulus dengan situasi ambigu. Penggunaan CAT ini dapat mengungkapkan atau memproyeksikan berbagai macam kebutuhan, dorongan, dinamika interpersonal, konflik, maupun kecemasan anak (Bellack, 1997).
(21)
CAT memiliki kelebihan dibandingkan alat assessment lain, seperti wawancara, atau observasi, karena dapat menggali atau mengekspresikan ide-ide ataupun gagasan yang terlalu mengancam bagi anak untuk diutarakan secara langsung (Wenar & Kerig, 2000).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka muncul pertanyaan apa saja need atau kebutuhan pada anak tunggal?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja need atau kebutuhan yang dimiliki oleh seorang anak tunggal.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan teoritis di bidang psikologi perkembangan anak dan psikologi kepribadian, khususnya mengenai need atau kebutuhan yang dimiliki anak tunggal.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi atau sumbangan pemikiran mengenai need atau kebutuhan yang dimiliki anak
(22)
tunggal pada keluarga-keluarga, khususnya yang memiliki anak tunggal, psikolog, maupun praktisi anak yang akan bermanfaat dalam pengasuhan dan pendampingan anak tunggal.
(23)
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anak Tunggal 1. Anak
Periode perkembangan anak-anak di masa pertengahan anak-anak (middle childhood) atau masa sekolah berada pada usia 6 hingga 12 tahun (Hurlock, 1990). Pada usia ini, anak menerima suatu peran baru, bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang dan kelompok yang baru, dan mulai mengembangkan standar-standar baru dalam menilai diri mereka sendiri (Santrock, 2006).
Anak-anak memasuki periode operasional konkret (anak usia 7-12 tahun), berdasarkan tahap perkembangan kognitif Piaget. Anak-anak dapat melakukan operasi, dan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam contoh-contoh yang spesifik atau konkret (Santrock, 2006).
Pada tahap psikoseksual menurut Freud, anak-anak memasuki tahap laten, dimana pada tahap ini dorongan seksual belum terlalu menonjol. Anak-anak banyak menyalurkan energi libido dalam bentuk-bentuk pengembangan keterampilan seksual dan intelektual (Santrock, 2011). Aktivitas ini mengarahkan banyak energi anak ke dalam bidang yang aman secara emosional.
(24)
Pada tahap psikososial menurut Erikson, anak-anak masuk di tahap
industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah diri). Ketika anak-anak
memasuki tahun-tahun sekolah dasar, mereka mengerahkan energi mereka pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual (Santrock, 2006). Anak yang berhasil menyelesaikan tugas perkembangannya dengan baik akan menjadi anak yang memiliki rasa percaya dan rasa aman yang tinggi dan memiliki inisiatif yang tinggi. Anak seperti itu akan lebih mudah untuk mengembangkan perasaan mampu. Sedangkan anak yang pemalu dan penuh rasa bersalah akan mengembangkan perasaan inferior atau kurang berharga.
Pada tahap ini, anak-anak harus menghadapi tugas-tugas perkembangannya, untuk menentukan apakah anak mengalami perkembangan dengan baik. Menurut Gunarsa (1997), tugas-tugas perkembangan anak usia 6 sampai 12 tahun adalah:
1. Belajar kemampuan-kemampuan fisik yang diperlukan agar bisa melaksanakan permainan atau olahraga
2. Membentuk sikap-sikap tertentu terhadap dirinya sebagai pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang
3. Belajar bergaul dengan teman-teman seumurannya
4. Mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar dalam mebaca, menulis, dan menghitung
5. Mengembangkan nurani, moralitas dan skala nilai 6. Memperoleh kebebasan pribadi
(25)
7. Membentuk sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan institusi
Hurlock (1990), menyusun tugas perkembangan anak berdasarkan teori Havighurst mengenai teori tugas berkembangan, yaitu:
1. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum dilakukan anak-anak
2. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai individu yang sedang tumbuh
3. Menyesuaikan diri dengan teman sebaya
4. Mengembangkan peran sosial pria dan wanita secara tepat
5. Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, berhitung
6. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari
7. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata nilai 8. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial di
lingkungan
9. Mencapai kebebasan pribadi
Tidak jauh berbeda dengan Hurlock, ahli psikologi lain, Collins, juga mengungkapkan pandangannya tentang tugas perkembangan yang harus dihadapi oleh anak-anak (dalam Nuryanti, 2008), yaitu:
(26)
1. Aspek fisik: meningkatkan kekuatan dan koordinasi otot, yaitu meningkatkan kemampuan beberapa aktivitas dan tugas fisik. 2. Aspek kognisi: pada taraf operasional konkret, berfokus pada
kejadian ‘saat ini’, menambah pengetahuan dan keterampilan baru,
mengembangkan perasaan mampu (self efficacy).
3. Aspek sosial: (a) mencapai bentuk relasi yang tepat dengan keluarga, teman, dan lingkungan; (b) mempertahankan harga diri yang sudah dicapai; (c) mampu mengkompromikan antara tuntutan individualitasnya dengan tuntutan konformitas; dan (d) mencapai identitas diri yang memadai atau adekuat.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai tugas-tugas perkembangan anak tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan anak usia 6-12 tahun meliputi:
1. Aspek fisik: yang meliputi meningkatkan kekuatan dan koordinasi otot dalam rangka mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan anak.
2. Aspek kogitif: memasuki periode operasional konkret; menambah pengetahuan dan keterampilan baru, mengembangkan perasaan mampu, mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, berhitung serta pengertian-pengertian yang diperlukan dalam kehiduapan sehari-hari.
(27)
3. Aspek sosial: Menyesuaikan diri dengan teman sebaya, mengembangkan peran sosial pria dan wanita secara tepat, mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial di lingkungan, mengikuti aturan-aturan sosial, hingga mencapai bentuk relasi yang tepat dengan keluarga, teman, dan lingkungan
4. Aspek moral: Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata nilai; anak hendaknya dapat mengontrol tingkah laku sesuai dengan nilai dan moral yang berlaku.
5. Aspek mental: Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai individu yang sedang tumbuh, mencapai kebebasan pribadi
2. Anak Tunggal
Sebuah keluarga dapat dikatakan sebagai keluarga dengan anak tunggal jika didalamnya terdiri dari orang tua (ayah dan ibu) dengan satu orang anak (Landis, 1997). Demikian pula yang dikemukakan oleh Gunarsa (2003), bahwa anak tunggal dalam suatu keluarga diartikan jika dalam suatu keluarga yang terdiri dari suami dan istri hanya memiliki seorang anak saja.
Terdapat beberapa faktor penyebab orang tua memiliki anak tunggal yakni, (1) faktor kesehatan, (2) faktor pilihan dari orang tua yang memang merencanakan memiliki anak tunggal, (3) faktor tradisi dimana
(28)
pada kebudayaan tertentu ada anggapan bahwa memiliki satu anak saja merupakan hal yang sangat baik dan (4) faktor lainnya yang merupakan anggapan dari orang tua bahwa bulan-bulan pertama masa perkembangan bayi mereka merupakan masa yang tidak menyenangkan sehingga mereka tidak ingin mengulanginya lagi (Laybourn dalam Sujata, 2012).
Anak tunggal bisa menikmati kasih sayang dari orang tua secara penuh tanpa harus berbagi dengan saudara kandung yang lain. Orang tua yang memiliki anak tunggal dapat mencurahkan lebih banyak waktu dan memusatkan lebih banyak perhatian padanya. Anak tunggal lebih banyak bercakap-cakap dengan orang tua mereka, serta lebih banyak menghabiskan waktu berdua dengan orang tua mereka (Papalia & Olds 2007). Namun demikian, anak tunggal juga dapat diberi tekanan lebih besar dari orang tua untuk memperoleh pencapaian dan perilaku matang di usia muda (Wong, 2009).
Menurut Adler (dalam Jess&Gregory Feist, 2010), anak tunggal berada pada posisi yang unik dalam hal daya saing, dimana mereka tidak bersaing dengan saudara-saudaranya untuk mendapat perhatian, namun terhadap ayah dan ibunya. Menurutnya, anak tunggal sering membentuk rasa superioritas yang tinggi dan konsep diri yang besar. Adler menyatakan bahwa anak tunggal bisa saja kurang memiliki sifat kerja sama dan minat sosial, bersikap parasit, serta mengharapkan orang lain untuk memanjakan dan melindungi mereka.
(29)
B. Need (Kebutuhan) 1. Pengertian Need
Kebutuhan manusia dibedakan menjadi dua yaitu kebutuhan biologis dan kebutuhan psikologis. Kebutuhan biologis diperlukan agar manusia dapat bertahan hidup, sedangkan kebutuhan psikologis diperlukan agar orang lebih bahagia hidupnya dan dapat mengaktualiasikan dirinya. (Prihantono, 2003).
Beberapa ahli memiliki beberapa deskripsi mengenai need. Chaplin (2001) menyebutkan need adalah sembarang kekurangan, ketiadaan, atau ketidaksempurnaan yang dirasakan seseorang sehingga merusak kesejahteraannya. Murray (dalam Hartini, 2000) mendefinisikan kebutuhan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh perasaan kekurangan dan ingin diwujudkan melalui suatu usaha atau tindakan. Lebih lanjut, Murray mendefinisikan kebutuhan sebagai kekuatan atau dorongan dari dalam diri individu yang mengatur dan mengorganisasi persepsi, apersepsi, kehendak serta perilaku untuk mencapai tujuan tertentu (Hall&Lindzey, 1993).
Berdasarkan deskripsi-deskripsi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kebutuhan adalah perasaan kekurangan atau dorongan dari dalam diri inidvidu yang dapat menggerakkan individu ke suatu tujuan tertentu dengan mengatur dan mengorganisasi persepsi, apersepsi, kehendak serta perilaku yang diwujudkan melalui suatu usaha atau tindakan.
(30)
Need bisa terbentuk oleh proses internal, namun lebih sering
dirangsang oleh faktor lingkungan (Alwisol, 2009). Ada beberapa faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi need individu. Faktor internal yang berpengaruh terhadap kemunculan need adalah tahap perkembangan usia maupun psikososial individu (Kusumaningtyas, 2008). Faktor yang berasal dari luaar atau lingkungan adalah penerimaan dan perlakuan orang tua, teman, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar individu (Widyaningrum, 2010).
Kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi akan membuat individu merasa kecewa atau sakit hingga mengalami tekanan. (Hall dan Lindzey, 1993). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Maisyarah (2013), tidak terpenuhinya kebutuhan menyebabkan timbulnya kecemasan dapat menjadi suatu pengalaman yang mengganggu kemampuan kognitif dan motorik individu.
2. Ragam Kebutuhan
Ada enam kriteria untuk dapat menyimpulkan adanya kebutuhan, dimana lima kriteria merupakan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti, sedangkan sisanya membutuhkan pasrtisipasi orang yang diamati (Alwisol, 2009), yakni: (1) Hasil dari tingkah laku, (2) Pola-pola khusus dari tinggkah laku, (3) Perhatian dan respon yang terjadi terhadap kelompok stimuli tertentu, (4) Ekspresi terhadap suasana emosi tertentu, (5) Ekspresi
(31)
kepuasan atau ketidakpuasan pada hasil akhir, (6) Ungkapan atau laporan subjektif mengenai perasaan, maksud dan tujuan.
Berdasarkan kriteria tersebut, Murray menyimpulkan ada
need-need yang penting, dimana semua need-need tersebut saling berhubungan satu
dengan lainnya dengan berbagai cara. Adapun need-need tersebut adalah (Murray, 1998):
1. n. Abasment (Kebutuhan untuk mengalah / menyerah)
Tunduk pada paksaan atau pengekangan untuk menghindari tuduhan, hukuman, dan penderitaan. Rela menanggung tekanan yang tidak mengenakkan tanpa berusaha melawan.
2. n. Achievement (Kebutuhan berprestasi)
Mengerjakan sesuatu yang penting dengan tekun dan bersemangat. Berusaha keras menyelesaikan sesuatu yang berarti.
3. n. Agression (Dorongan Agresif)
• Emosional dan verbal. Membenci, marah, terlibat dalam pertengkaran verbal
• Fisik, sosial. Berkelahi demi mempertahankan diri atau membela sesuatu atau seseorang yang dicintai
• Fisik, asocial. Menodong, menyerang, melukai orang lain secara melanggar hukum. Terlibat dalam suatu pertikaian tanpa alasan yang semestinya.
• Destruksi atau perusakan. Memecah, merusak, membakar, atau menghancurkan objek fisik
(32)
4. n. Dominance (Pengusaan)
Mencoba mempengaruhi perilaku, perasaan, atau pikiran orang lain. Memimpin, mengelola, memaksa, memerintah.
5. n. Intraggression (Agresi yang ditujukan pada diri sendiri)
Menyelahkan, mengkritik, memarahi, melecehkan diri sendiri karena kesalahan, kebodohan, atau kegagalan yang telah dilakukan.
6. n. Nurturance (Reksa pada sesama)
Mengungkapkan simpati dengan tindakan. Baik hati dan penuh perhatian pada perasaan orang lain. Menolong, melindungi orang lain. 7. n. Passivity (Sikap pasif)
Menikmati keheningan, merasa lelah atau menjadi malas setelah bekerja atau berusaha tak seberapa. Menyerah pada orang lain karena sikap apatis dan inersia atau rasa malas.
8. n. Sex
Mencari dan menyukai kebersamaan dengan lawan jenis 9. n. Succorance (Kebutuhan untuk dilindungi)
Mencari pertolongan, meminta atau menggantungkan diri pada orang lain untuk mendapat dorongan semangat, pengampunan, perlindungan, perhatian.
10. n. Intranurturance
Menghibur diri sendiri, kasian pada diri sendiri. Mencari kegembiraan di luar kesedihannya sendiri.
(33)
11. n. Acquisition (Kebutuhan memburu harta benda) 12. n. Affiliation (Kebutuhan menjalin persahabatan)
13. n. Autonomy (Kebutuhan untuk bebas menentukan pilihan)
14. n. Blameavoidance (Kebutuhan menghindari tudingan, kekangan, dan penolakan dari orang lain)
15. n. Cognizance (kebutuhan untuk memuaskan rasa ingin tahu) 16. n. Creation (Kebutuhan untuk berkreasi)
17. n. Deference (Kebutuhan untuk mengikuti/melayani atasan/pemimpin) 18. n. Excitance (Kebutuhan akan rangsangan)
19. n. Exposition (Kebutuhan menjelaskan/menggurui)
20. n. Harmavoidance (Kebutuhan untuk menghindar dari sakit/bahaya)
Menurut Rotter (dalam Jess&Gregory Feist, 2010), kebutuhan merupakan indikator dari tujuan perilaku. Perbedaan antara kebutuhan dan tujuan bersifat sematik. Rotter membuat enam kategori umum dari kebutuhan, yang setiap kategorinya merepresentasikan sekelompok perilaku yang berkaitan secara fungsional, yaitu: (1) Pengakuan status, merupakan kebutuhan untuk diakui oleh orang lain dan untuk mendapatkan status di mata orang lain; (2) Dominasi, kebutuhan untuk mengendalikan perilaku orang lain; (3) Kemandirian, kebutuhan untuk bebas dari dominasi orang lain; (4) Perlindungan-ketergantungan, kebutuhan untuk diperhatikan oleh orang lain; (5) Cinta dan afeksi; dan (6) Kenyamanan fisik.
(34)
C. Tes Proyektif (CAT)
CAT(Children’s Apperception Test)merupakan metode proyeksi untuk mengamati kepribadian dengan mempelajari dinamika dari respon individu dalam mempersepsi stimulus-stimulus gambar. CAT merupakan penurunan langsung dari TAT (Thematic Apperception Test), dimana CAT merupakan alat tes yang digunakan pada anak usia 3-10 tahun.
CAT digunakan untuk memahami hubungan anak dengan figur-figur penting dan dorongan-dorongannya. Gambar-gambar didesain untuk mengamati masalah persaingan dengan saudara, sikap dan hubungan anak terhadap figur orang tua, maupun fantasi anak mengenai orang tua yang buruk. Melalui CAT, diharapkan dapat mengeluarkan fantasi anak tentang agresi, penerimaan terhadap dunia orang dewasa, mempelajari mekanisme pertahanan diri anak dan membantu mengatasi masalah perkembangannya (Bellack, 1997). Secara klinis, CAT digunakan untuk mengamati faktor-faktor dinamis yang terkait dengan tingkah laku anak dan kelompok, sekolah atau di rumah.
Versi yang pertama dari CAT menggunakan gambar-gambar hewan sebagai stimulusnya (CAT-animal). Namun kemudian dikembangkan versi CAT dengan menggunakan figur manusia pada gambar-gambarnya, yang juga dikenal sebagai CAT-H (Children Apperception Test-Human). CAT-animal biasa digunakan pada anak usia prasekolah (3-5 tahun), sedangkan CAT-H biasa digunakan pada anak yang lebih besar (5-10 tahun) serta untuk anak yang lebih muda dengan kemampuan intelektual superior.
(35)
Setiap set CAT terdiri dari 10 kartu yang masing-masing kartunya memiliki tema dan kegunaan masing-masing untuk mengungkap kondisi psikologis anak.
1. Kartu 1 menampilkan gambar anak-anak ayam duduk mengitari meja yang
di atasnya terdapat mangkuk berisi makanan. Pada sisi kiri, ada seekor ayam besar yang tergambar samar; mengungkap persaingan antar
saudara, situasi pemberian hadiah atau pemberian hukuman, serta masalah umum yang berkaitan dengan oralitas.
2. Kartu 2 menampilkan gambar seekor beruang menarik tambang pada satu
ujung, sementara beruang lain dengan seekor anak beruang menarik ujung tambang yang lain; mengungkap permainan, ketakutan akan agresi,
sikap agresi anak.
3. Kartu 3 menampilkan gambar seekor singa dengan pipa dan tongkat
duduk di kursi; di sudut kanan bawah, seekor tikus muncul dari lubang;
mengungkap kebingunan akan peran, konflik antara pemenuhan kebutuhan dan otonomi.
4. Kartu 4 menampilkan gambar seekor kangguru memakai topi, membawa
keranjang berisi botol susu; di kantongnya ada anak kangguru yang sedang memegang balon; sedangkan anak kangguru yang lebih besar sedang mengendarai sepeda; mengungkap persaingan antar saudara,
hubungan antara ibu dan anak, serta keinginan untuk mandiri dan berkuasa.
(36)
5. Kartu 5 menampilkan gambar sebuah kamar yang gelap dengan tempat
tidur besar pada latar belakang; di depan terdapat tempat tidur bayi dengan 2 bayi beruang di dalamnya; mengungkap keterlibatan emosi pada
anak, pengamatan, kebingungan.
6. Kartu 6 menampilkan gambar suatu gua yang gelap dengan gambaran
yang samar dari 2 ekor beruang di latar belakang; seekor bayi beruang sedang berbaring di latar depan; merefleksikan perasaan cemburu.
7. Kartu 7 menampilkan gambar seekor harimau menunjukkan taring dan
cakarnya, menerkam seekor kera yang sedang melompat ke udara;
mengungkap tingkap kecemasan anak yang berkaitan dengan agresi. 8. Kartu 8 menampilkan gambar dua ekor kera dewasa duduk di sofa, minum
dari cangkir teh. Di depan, seekor kera dewasa tengah bicara dengan anak kera; mengungkap peran anak dalam keluarga, konsep anak
mengenai kehidupan sosial orang dewasa.
9. Kartu 9 menampilkan gambar sebuah kamar yang gelap terlihat melalui
pintu terbuka dari kamar yang terang. Dalam kamar gelap terdapat tempat tidur anak-anak yang di dalamnya berdiri seekor kelinci yang memandang melalui pintu; mengungkap ketakutan akan ditinggal sendiri,
dipisahkan oleh orang tua, rasa ingin tahu.
10. Kartu 10 menampilkan gambar seekor anak anjing telungkup di atas lutut
anjing dewasa dengan latar belakang situasi kamar mandi;
(37)
D. Kebutuhan pada Anak Tunggal
Anak-anak usia sekolah bisa dikatakan merupakan periode kritis yang harus dilalui individu. Setiap anak haruslah dapat menyelesaikan setiap tugas-tugas perkembangannya, agar dapat bertumbuh menjadi remaja yang matang serta memiliki harga diri yang tinggi. Untuk dapat menyelesaikan tugas perkembangan tersebut, tentu saja bukan hanya anak yang berperan, tetapi faktor eksternal, misalnya orang tua, keluarga, maupun masyarakat juga berpengaruh.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan anak usia 6-12 tahun (usia sekolah) dapat meliputi beberapa aspek, yaitu: (1) fisik, meliputi meningkatkan kekuatan dan koordinasi otot; (2) kogitif, meliputi mengembangkan perasaan mampu, keterampilan dasar dalam membaca, menulis, berhitung; (3) sosial, meliputi menyesuaikan diri dengan teman sebaya, mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial di lingkungan, mengikuti aturan-aturan sosial; (4) moral, meliputi mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata nilai; (5) mental, meliputi membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai individu yang sedang tumbuh, serta mencapai kebebasan pribadi.
Secara umum, berkaitan tugas-tugas perkembangannya tersebut, anak usia 6-12 tahun memiliki kebutuhan akan pemenuhan kebutuhan fisik atau jasmani dan kebutuhan akan kasih sayang yang akan terwujud pada hubungan relasi dengan orang tua, saudara, maupun pertemanan. Anak juga memiliki kebutuhan akan penghargaan pribadi serta kedisiplinan yang mulai diajarkan
(38)
dan ditanamkan. Selain itu anak juga memiliki kebutuhan akan aktualisasi diri yang ditunjukkan dengan mengembangkan berbagai aspek kehidupannya.
Seorang anak tunggal merupakan satu-satunya anak dalam sebuah keluarga. Hal ini menimbulkan situasi yang unik dalam kehidupan anak tunggal dibandingkan anak lain yang memiliki saudara. Ia tidak perlu bersaing dengan saudara-saudaranya, namun terhadap ayah atau ibunya (Jess&Gregory Feist, 2010). Segala perhatian dan waktu orang tua pun otomatis akan tertuju dan diberikan padanya (Falbo & Polit, dalam Papalia & Olds 2007). Namun di sisi lain, seorang anak tunggal harus menerima kenyataan bahwa ia tidak memiliki teman untuk bermain serta berbagi di dalam rumah.
Anak tunggal memiliki kemungkinan yang besar untuk dibesarkan dengan pola asuh yang dimanjakan oleh orang tua. Orang tua terkadang melakukan terlalu banyak untuk anaknya dan memperlakukan mereka seperti seolah-olah mereka tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Hal ini akan berdampak buruk jika anak kemudian tumbuh menjadi manja. Orang yang manja akan mengharapkan orang lain untuk merawat, melindungi dan memuaskan kebutuhan mereka. Karakteristik yang bisa terbentuk adalah putus asa yang berlebihan, kebimbangan, tidak sabar, dan emosi yang berlebihan (Adler dalam Jess&Gregory Feist, 2010). Hal tersebut tentu akan menghambat seorang anak dalam menyelesaikan tugas perkembangannya, terutama di aspek sosial, yang menuntut mereka untuk dapat menyesuaikan diri, berelasi dengan orang lain, dan mengikuti segala aturan di masyarakat dengan baik.
(39)
Selain pola asuh, seorang anak tunggal juga harus hidup di masyarakat yang sebagaian besar memiliki pandangan negatif terhadap mereka. Pandangan negatif ini tentu akan mempengaruhi bagaimana secara langsung maupun tidak langsung masyarakat akan memperlakukan mereka. Perbedaan perlakuan anak tunggal dengan anak lain ini tentu akan berdampak pada kondisi psikologis anak. Terlebih jika pandangan atau steriotip yang berkembang itu lebih melekat kearah negatif, tentu akan menghambat anak dalam menjalankan tugas-tugas perkembangan seperti yang seharusnya.
Segala situasi-situasi yang sedang dan harus dihadapi oleh anak tunggal tersebut, memunculkan perilaku atau karakteristik tertentu anak tunggal, yang juga coba dijabarkan oleh Adler. Menurut Adler (dalam Jess&Gregory Feist, 2010), seorang anak tunggal sering membentuk rasa superioritas dan harga diri yang tinggi. Adler menyatakan bahwa anak tunggal bisa saja kurang memiliki sifat kerja sama dan minat sosial, serta berharap orang lain untuk memanjakan dan melindungi mereka. Walaupun demikian, Adler berpendapat bahwa anak tunggal merupakan anak yang matang secara sosial.
Stereotip yang berkembang di masyarakat menyebutkan bahwa anak tunggal adalah anak nakal yang manja. Penelitian yang sudah dilakukan juga mengungkapkan bahwa anak tunggal lebih egosentris dibandingkan dengan anak dengan saudara kandung
Penelitian ini dilakukan guna mengetahui kondisi psikologis anak tunggal, dimana kondisi psikologis seseorang seringkali dipahami dan dipelajari dengan mengetahui need orang tersebut. Dari need-need yang
(40)
ditemukan juga dapat diketahui apakah need-need yang dimiliki anak tunggal tersebut sejalan dengan stereotip masyarakat maupun pendapat Adler mengenai sifat dan karakteristik anak tunggal yang dianggap berbeda dengan anak pada umumnya.
(41)
Skema Kerangka Penelitian: Gambaran Pembentukan Karakteristik Anak Tunggal
E. Pertanyaan Penelitian
Apa saja need atau kebutuhan yang dimiliki oleh seorang anak tunggal?
- Tanpa saudara kandung
- Pola asuh orang tua yang memanjakan
- Pandangan / steriotip masyarakat
Kondisi psikologis yaitu need Apa saja need atau kebutuhan yang dimiliki oleh seorang anak tunggal?
Perilaku atau karakteristik anak tunggal:
- rasa superioritas yang tinggi
- egosentris
- mengharapkan orang lain memanjakan dan
melindungi
(42)
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan interpretatif dengan metode proyektif. Jenis penelitian kualitatif memiliki beberapa kelebihan atau keuntungan, diantaranya meneliti manusia dalam latar sewajarnya, penekanan pada interpretasi dan mencari makna, dan mendapatkan pemahaman mendalam tentang dunia responden. Selain itu metode kualitatif juga memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi, serta menggambarkan pandangan dunia yang lebih realistik. (Pramono, 2010).
Melalui pendekatan interpretatif, dapat diketahui bagaimana individu atau responden mempersepsi situasi-situasi tertentu yang dihadapi, serta bagaimana mereka membuat pemahaman terhadap dunia personal dan sosialnya (Smith, 2009). Penggunaan metode proyektif diharapkan dapat menggali aspek psikologis yang ada di dalam diri subjek. Tradisi dalam teknik proyektif adalah menggunakan stimulus yang tidak terstruktur dan lebih ambigu, dan individu bebas untuk mengekspresikan perasaan batin terdalamnya (keinginan, kecemasan, dan konflik) dan mengungkapkan orientasi kepribadian dasarnya (Bellack, 1997).
(43)
B. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada mengetahui need atau kebutuhan yang dimiliki oleh seorang anak tunggal. Data yang akan diolah merupakan hasil dari analisis tematik CAT. Berdasarkan hasil analisis tematik masing-masing kartu yang diolah, akan ditemukan keberagaman need atau kebutuhan seorang anak tunggal tersebut.
C. Subjek Penelitian
Pemilihan subjek dilakukan dengan berdasarkan pada kriteria-kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti. Penentuan kriteria atau karakteristik subjek tersebut didasarkan pada kajian teoritik, serta tujuan dari penelitian. Adapun kriteria subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Subjek merupakan anak-anak, dengan kisaran usia antara 6 hingga 11 tahun
b. Subjek merupakan anak tunggal
c. Subjek merupakan anak satu-satunya yang diasuh di dalam rumah
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik dokumen. Metode dokumentasi dapat diartikan sebagai suatu cara pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang ada atau catatan-catatan yang tersimpan. Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy) (Sarosa,
(44)
2012). Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data CAT, yang meliputi respon CAT sebagai data utama dan data latar belakang subjek sebagai data pelengkapnya.
1. Data Utama: Respon CAT
CAT (Children’s Apperception Test) merupakan metode proyeksi untuk mengamati kepribadian dengan mempelajari dinamika dari respon individu dalam mempersepsi stimulus-stimulus gambar. Gambar-gambar dalam CAT didesain untuk memahami hubungan anak dengan figur-figur penting dan dorongan-dorongannya, mengamati masalah persaingan dengan saudara, sikap dan hubungan anak terhadap figur orang tua, maupun fantasi anak mengenai orang tua yang buruk. Melalui CAT, diharapkan dapat mengeluarkan fantasi anak tentang agresi, penerimaan terhadap dunia orang dewasa, mempelajari mekanisme pertahanan diri anak dan membantu mengatasi masalah perkembangannya (Bellack, 1997).
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran need yang dimiliki seorang anak tunggal ini, menggunakan data respon atau cerita responden atau subjek yang relevan. Need dalam cerita dapat ditemukan pada tindakan yang dilakukan oleh tokoh, pikiran serta perasaan tokoh, pola pikir serta pandangan tokoh, objek atau figur yang ditambahkan atau diabaikan oleh tokoh, maupun bagaimana relasi atau hubungan tokoh utama dengan tokoh lain dalam cerita.
(45)
2. Data Pelengkap: Latar Belakang Subjek
Data pelengkap yang digunakan dalam metode dokumen ini adalah latar belakang subjek. Latar belakang subjek tersedia pada bagian pendahuluan laporan, digali melalui wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan pada subjek sendiri dan pada significant person subjek, misalnya orangtua atau pengasuhnya. Dalam penelitian ini, latar belakang yang relevan dengan tujuan penelitian, yaitu mengetahui gambaran need, berada pada lingkup area keluarga, teman sebaya, konsep diri subjek, serta area vitalitas subjek yang terlihat dari cara subjek belajar atau mengerjakan tugas.
E. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian dengan metode proyektif ini adalah analisis tematik. Analisis tematik dalam CAT terdiri dari 3 tahapan, yaitu analisis tema deksriptif, tema interpretif, dan tema diagnostik (Bellack, 1997).
1. Tema Deskriptif
Tema deskriptif merupakan ringkasan cerita, yang berisi unsur-unsur cerita, yang memiliki sumbangan arti untuk menjelaskan psikodinamika subjek. Tema deskriptif berfungsi untuk mengetahui isi cerita, memilih bagian-bagian cerita yang memiliki arti agar tidak membingungkan dan memudahkan intepreter karena cerita yang mungkin
(46)
bertele-tele. Selain itu fungsi lainnya adalah agar tidak ada bagian cerita yang penting yang terlewat.
2. Tema Interpretif
Tema interpretif merupakan tema yang dinyatakan dalam kalimat yang bersifat hipotesis, dan dinyatakan dengan general meaning dari cerita. Fungsi tema interpretif ini adalah membantu interpreter dalam menangkap atau mengidentifikasi arti dari cerita subjek.
3. Tema Diagnostik
Pada tema diagnosis, sifat hipotesis dalam tema interpretif sebelumnya dihilangkan, dan diungkapkan dengan pernyataan yang bersifat definitif. Tahapan analisis diagnosis ini merupakan tahapan dimana interpreter mulai mendeteksi psychological problem pada diri subjek.
Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditentukan sebelumnya, maka analisis di tema diagnostik pada penelitian ini akan dibatasi pada kebutuhan
(need) yang dimiliki subjek.
F. Pemeriksaan Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dalam rangka meningkatkan derajat kepercayaan penelitian. Salah satu cara yang dilakukan guna memeriksa keabsahan data tersebut adalah melalui dependabilitas. Dependabilitas dilakukan untuk menanggulangi kesalahan-kesalahan dalam konseptualisasi
(47)
rencana penelitian, pengumpulan data, inteprestasi temuan, dan pelaporan hasil penelitian (Moleong, 2007). Dependabilitas dalam penelitian ini akan dilakukan dengan diskursus. Menurut Sarantakos (dalam Poerwandari, 2005), diskursus adalah sejauh mana dan sesensitif apa peneliti mau mendiskusikan temuan dan analisisnya pada orang lain. Dalam hal ini, peneliti mendiskusikan hasil interpretasi tematik dan analisis penelitian bersama dosen pembimbing.
(48)
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
1. Proses Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik dokumen. Data diambil dari Laboratorium Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang merupakan data-data dokumen laporan praktikum CAT mahasiswa/i Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma tahun 2012.
Pada penelitian ini, peneliti menentukan bahwa jumlah data yang akan diolah harus lebih dari lima data, agar diharapkan bisa mewakili atau merepresentatifkan subjek anak tunggal. Peneliti mencari dan menyeleksi data dari angkatan mahasiswa 2009 yang berjumlah 105 data. Penyeleksian dilakukan dengan kriteria subjek merupakan anak tunggal yang berusia antara 6 hingga 11 tahun, serta merupakan anak satu-satunya yang diasuh dalam rumah.
Awalnya didapatkan sepuluh data anak tunggal, namun subjek kesepuluh gugur, karena bukan anak satu-satunya yang di asuh dalam rumah. Maka, data yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah sembilan data, yang terdiri dari satu subjek laki-laki dan delapan subjek perempuan. Subjek berusia antara 6 sampai 10 tahun dan seluruhnya merupakan anak tunggal.
(49)
2. Proses Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menginterpretasi secara tematik kesepuluh cerita pada tiap-tiap subjek. Tahap pertama analisis tematik adalah menganalisis tema deskriptif. Analisis tema deskriptif dilakukan dengan meringkas cerita sehingga menghasilkan unsur-unsur cerita yang bertujuan untuk mempermudah peneliti menangkap bagian-bagian cerita yang penting. Tahapan kedua yaitu analisis interpretif, yang berbentuk kalimat hipotesis, bertujuan untuk menangkap dan mengidentifikasi arti dari cerita subjek. Tahapan terakhir dalam analisis tematik adalah analisis tema diagnostik. Tema diaogsitk ini bersifat hipotesis yang merupakan tahapan dimana peneliti mendeteksi psychological problem pada subjek. Dalam hal ini, sesuai dengan tujuan penelitian, analisis tema diagnostik hanya terbatas pada kebutuhan (need) subjek.
B. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subjek
Subjek dalam penelitian ini berjumlah 9 orang, yang masing-masing memiliki deskripsi sebagai berikut:
Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian
No. Nama
Jenis Kelamin
Usia
Ayah Ibu
Usia Pekerjaan Usia Pekerjaan
1. AN Perempuan 7 th 59 th Wiraswasta 36 th Wiraswasta 2. DCRZ Perempuan 9 th (alm.) - 49 th Wiraswasta
(50)
3. FFE Perempuan 10 th 47 th Pegawai swasta 37 th Bidan 4. GIR Permpuan 8 th 45 th Kepala sekolah 34 th Perawat 5. NF Laki-laki 10 th 44 th Wiraswasta 38 th Wiraswasta 6. RAPT Perempuan 6 th 32 th Wiraswasta 31 th Ibu RmhTngga 7. SW Perempuan 7 th 32 th Petani 36 th Petani
8. TEPR Perempuan 10 th 39 th Pegawai swasta 32 th Pegawai swasta 9. ZR Perempuan 7 th 31 th Pegawai swasta 30 th Pegawai swasta
2. Kebutuhan pada Masing-masing Subjek
a. Subjek 1 (AN)
Kebutuhan yang paling banyak muncul pada Subjek 1 (AN) adalah kebutuhan berafiliasi yang meliputi afiliasi dengan ibu, teman, keluarga dan saudara. Selain itu, AN memiliki kebutuhan untuk mendapat pertolongan dan bantuan, serta rasa aman. Kebutuhan-kebutuhan lain meliputi Kebutuhan-kebutuhan akan keadilan, agresifitas, dan lain-lain.
b. Subjek 2 (DCRZ)
Pada Subjek 2 (DCRZ), sebagian besar kebutuhan berkaitan dengan figur ibu, meliputi kebutuhan berafiliasi dengan ibu, kebutuhan mematuhi ibu, kebutuhan terpenuhinya kebutuhan oleh ibu. DCRZ juga memiliki kebutuhan untuk merasa bersalah dan kebutuhan untuk tidak
(51)
mengulangi kesalahan. Selain itu, DCRZ memiliki kebutuhan akan prestasi dan persaingan, serta kebutuhan-kebutuhan lain.
c. Subjek 3 (FFE)
Kebutuhan yang dimiliki oleh FFE terkait dengan afiliasi meliputi figur ibu, saudara, teman dan keluarga. Ada beberapa kebutuhan FFE terkait dengan figur ibu yang muncul, seperti kebutuhan tergantung dan dibantu, serta kebutuhan membantu ibu. Kebutuhan untuk menaati atau menjalankan aturan dan kebutuhan akan kepatuhan pada orangtua juga dimiliki FFE. Kebutuhan-kebutuhan lain yang muncul pada diri FFE, seperti kebutuhan untuk dibanggakan atau diakui, kebutuhan untuk otonom, dan lain-lain.
d. Subjek 4 (GIR)
Subjek 4 (GIR) memiliki kebutuhan cukup banyak mucul berkaitan dengan figur ayah, meliputi kebutuhan akan perhatian ayah serta kebutuhan untuk tergantung dan dibantu oleh ayah. Subjek juga memiliki kebutuhan berafiliasi dengan ibu, keluarga dan dengan teman. GIR memiliki kebutuhan akan kepatuhan dan kebutuhan akan kehadiran orangtua, serta kebutuhan-kebutuhan lain.
(52)
e. Subjek 5 (NF)
Kebutuhan yang paling banyak muncul pada NF adalah kebutuhan bermain, kebutuhan akan otonomi, serta kebutuhan berafiliasi dengan ibu dan dengan figur saudara. Kebutuhan NF berkaitan dengan figur ayah meliputi kebutuhan untuk tergantung dan dibantu ayah, serta adanya kebutuhan untuk menolak perilaku ayah yang buruk. NF juga memiliki kebutuhan yang berkaitan dengan kepatuhan dan kehadiran orangtua, dan lain-lain.
f. Subjek 6 (RAPT)
Subjek 6 (RAPT) memiliki kebutuhan yang cukup banyak muncul terkait dengan figur orang tua, meliputi kebutuhan akan kasih sayang, kehadiran, dan kebutuhan untuk mematuhi orangtua. RAPT juga memiliki beberapa kebutuhan yang terkait dengan figur ayah, seperti kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian ayah, dan kebutuhan menyenangkan ayah. Selain itu juga ada kebutuhan akan berafiliasi dan kebutuhan memiliki hubungan pertemanan, serta kebutuhan-kebutuhan lain.
g. Subjek 7 (SW)
Kebutuhan yang paling sering mucul pada SW adalah kebutuhan terkait dengan kepatuhan, yaitu kebutuhan untuk menaati peraturan dan kepatuhan pada orangtua. SW memiliki kebutuhan untuk berafiliasi
(53)
dengan ibu, saudara dan keluarga. Walaupun SW memiliki kebutuhan untuk dibantu dan dirawat, SW juga memiliki kebutuhan untuk membantu orang tua. Kebutuhan-kebutuhan lain yang ada pada diri SW seperti kebutuhan untuk bermain, kebutuhan untuk bersaing, dan lain-lain.
h. Subjek 8 (TEPR)
Pada TEPR, kebutuhan yang cukup banyak muncul adalah kebutuhan untuk berafiliasi dengan saudara, orangtua dan teman, serta kebutuhan untuk menaati peraturan dan bermain. Pada diri TEPR juga muncul kebutuhan akan kehadiran ayah dan juga kebutuhan untuk menolak perilaku ayah yang buruk. Selain itu, muncul kebutuhan-kebutuhan terkait dengan keluarga, kebutuhan didengarkan pendapatnya dan kebutuhan-kebutuhan lain.
i. Subjek 9 (ZR)
Kebutuhan-kebutuhan terkait figur ayah cukup banyak muncul pada Subjek 9 (ZR), diantaranya kebutuhan berafiliasi dengan ayah, kebutuhan akan perhatian dari ayah, dan kebutuhan untuk dibantu ayah. Selain itu, subjek juga memiliki kebutuhan berafiliasi dengan ibu dan keluarga, serta kebutuhan untuk merasa bersalah dan kebutuhan untuk mematuhi peraturan.
(54)
Tabel 2. Ringkasan Kebutuhan Tiap Subjek
(Lampiran kebutuhan subjek lengkap ada pada Lampiran.10)
No. Subjek Jenis Kelamin / Usia
Kebutuhan yang muncul 1. AN Perempuan / 7
tahun
- Kebutuhan rasa aman
- Kebutuhan berafiliasi dengan ibu - Kebutuhan berafiliasi dengan saudara - Kebutuhan berafiliasi dengan teman - Kebutuhan berafiliasi dengan keluarga - Kebutuhan untuk ditolong / mendapat
pertolongan
- Kebutuhan akan keadilan - Kebutuhan agresifitas 2. DCRZ Perempuan / 9
tahun
- Kebutuhan akan prestasi
- Kebutuhan berafiliasi dan beraktivitas dengan ibu
- Kebutuhan terpenuhi kebutuhannya oleh ibu
- Kebutuhan mematuhi ibu
- Kebutuhan untuk tidak mengulangi kesalahan
- Kebutuhan persaingan - Kebutuhan merasa bersalah 3. FFE Perempuan /
10 tahun
- Kebutuhan berafiliasi dengan ibu - Kebutuhan berafiliasi dengan saudara - Kebutuhan berafiliasi dengan keluarga - Kebutuhan berafiliasi dengan teman - Kebutuhan tergantung, dibantu oleh ibu - Kebutuhan membantu ibu
- Kebutuhan menjalankan aturan - Kebutuhan menaati peraturan - Kebutuhan akan kepatuhan pada
orangtua
- Kebutuhan untuk dibanggakan / diakui - Kebutuhan untuk otonom
4. GIR Perempuan / 8 tahun
- Kebutuhan berafiliasi dengan ibu - Kebutuhan untuk berafiliasi /
mempunyai teman
- Kebutuhan berafliasi dengan keluarga - Kebutuhan kehadiran orangtua
- Kebutuhan akan perhatian ayah - Kebutuhan untuk tergantung, dibantu
ayah
(55)
orangtua 5. NF Laki-laki / 10
tahun
- Kebutuhan bermain (n. Play) - Kebutuhan afiliasi dengan ibu
- Kebutuhan berafiliasi dengan saudara - Kebutuhan kehadiran orangtua - Kebutuhan untuk tergantung, dibantu
ayah
- Kebutuhan kepatuhan pada ibu - Kebutuhan kepatuhan pada ayah
- Kebutuhan untuk menolak perilaku ayah yang buruk
- Kebutuhan untuk otonom 6. RAPT Perempuan / 6
tahun
- Kebutuhan berafiliasi dengan teman - Kebutuhan berafiliasi dengan orangtua - Kebutuhan akan kehadiran orangtua - Kebutuhan akan pertemanan / memiliki
teman
- Kebutuhan kasih sayang orang tua - Kebutuhan akan perhatian ayah - Kebutuhan menyenangkan ayah
(memberi kejutan)
- Kebutuhan untuk memiliki barang (mainan)
7. SW Perempuan / 7 tahun
- Kebutuhan bermain
- Kebutuhan berafiliasi dengan ibu Kebutuhan berafiliasi dengan keluarga - Kebutuhan berafiliasi dengan saudara - Kebutuhan untuk dibantu / dirawat
keluarga
- Kebutuhan akan ditolong ibu
- Kebutuhan untuk membantu orang tua/ ibu
- Kebutuhan akan kepatuhan pada orangtua
- Kebutuhan menaati peraturan - Kebutuhan untuk persaingan 8. TEPR Perempuan /
10 tahun
- Kebutuhan berafiliasi dengan orangtua - Kebutuhan berafiliasi dengan teman - Kebutuhan berafiliasi dengan saudara - Kebutuhan akan kehadiran ayah - Kebutuhan mematuhi peraturan - Kebutuhan untuk didengarkan
pendapatnya
- Kebutuhan untuk berperan dalam keluarga
(56)
yang buruk 9. ZR Perempuan / 7
tahun
- Kebutuhan berafiliasi dengan ayah - Kebutuhan berafiliasi dengan ibu - Kebutuhan berafiliasi dengan keluarga - Kebutuhan dibantu ayah
- Kebutuhan akan perhatian ayah - Kebutuhan merasa bersalah - Kebutuhan mematuhi peraturan
3. Kategorisasi Kebutuhan Semua Subjek
Berdasarkan hasil analisis data secara tematik pada 9 subjek anak tunggal, didapatkan berbagai macam kebutuhan-kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut kemudian dikategorisasikan, dan didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 3. Kategori Kebutuhan Anak Tunggal
Ragam Kebutuhan Jumlah
Subjek
Subjek ke-….
Kategori Kebutuhan
- Kebutuhan berafiliasi dengan ibu 7 1,2,3,4,5,7,9 Kebutuhan berafiliasi dengan orangtua atau keluarga - Kebutuhan berafiliasi dengan
keluarga
6 1,3,4,7,8,9 - Kebutuhan berafilasi dengan
orangtua
2 6,8 - Kebutuhan berafiliasi dengan ayah 1 9 - Kebutuhan akan hubungan
keluarga yang harmonis
1 7 - Kebutuhan menjalin relasi yang
baik dengan ayah
1 9
- Kebutuhan berafiliasi dengan teman
5 1,2,4,6,8 Kebutuhan berafiliasi dengan figur sebaya - Kebutuhan memiliki teman
(pertemanan)
3 4,6,8 - Kebutuhan menjalin relasi yang
harmonis dengan teman
(57)
- Kebutuhan berafiliasi dengan saudara
5 1,3,5,7,8 Kebutuhan berafiliasi dengan saudara - Kebutuhan menjalin relasi yang
akrab / harmonis dengan saudara
1 1
- Kebutuhan menjalankan peraturan 6 1,2,3,7,8,9 Kebutuhan akan kepatuhan (deference) - Kebutuhan kepatuhan pada orangtua 5 3,4,6,7,8
- Kebutuhan mematuhi ibu 4 2,3,5,8 - Kebutuhan mentaati / mematuhi ayah 2 2,5 - Kebutuhan untuk memenuhi harapan
dalam hubungan pertemanan (agar berperilaku baik)
1 8
- Kebutuhan makan / oral 8 1,2,3,4,5,7,8 ,9
Kebutuhan fisik / fisiologis - Kebutuhan beristirahat 4 1,3,7,9
- Kebutuhan akan kenyamanan fisik 1 1
- Kebutuhan bermain 8 1,2,3,4,5,6,7 ,8
Kebutuhan bermain - Kebutuhan akan hiburan / rekreasi 2 4,6
- Kebutuhan bersenang-senang 1 1
- Kebutuhan akan rasa aman dari bahaya
8 1,2,3,4,5,6 ,8,9
Kebutuhan akan rasa aman - Kebutuhan rasa aman 2 1,7
- Kebutuhan menghindari bahaya (sakit)
1 8
- Kebutuhan tergantung, dibantu ibu 4 3,6,7,8 Kebutuhan untuk dibantu (succorance) - Kebutuhan tergantung, dibantu ayah 3 4,5,9
- Kebutuhan untuk ditolong / mendapat pertolongan
1 1 - Kebutuhan dibantu / dirawat keluarga 1 7
- Kebutuhan berprestasi (sekolah) 4 1,2,3,9 Kebutuhan prestasi / persaingan - Kebutuhan akan prestasi / menang
(persaingan)
2 6,7 - Kebutuhan persaingan 1 2
(58)
- Perasaan sedih karena kalah 1 1
- Kebutuhan kehadiran orangtua 6 1,4,5,6,7,8 Kebutuhan akan kehadiran / keberadaan orang lain - Kebutuhan akan kehadiran ayah 1 8
- Kebutuhan kehadiran teman 1 8
- Kebutuhan diperhatikan ayah (perhatihan dari ayah)
3 4,6,9 Kebutuhan akan perhatian dan kasih sayang - Kebutuhan kasih sayang ayah 1 6
- Kebutuhan diperhatikan ibu 1 6
- Kebutuhan merasa bersalah 3 2,6,9 Kebutuhan merasa bersalah (abasement) - Kebutuhan untuk tidak mengulangi
kesalahan
1 2
- Kebutuhan untuk diakui / dihargai atas kepatuhan
1 6 Kebutuhan akan pengakuan - Kebutuhan untuk didengarkan
pendapatnya
1 8 - Kebutuhan untuk berperan dalam
keluarga
1 8 - Kebutuhan untuk dibanggakan /
diakui
1 3
- Kebutuhan untuk otonom 2 3,5 Kebutuhan kemandirian - Kebutuhan otonom dari ayah 1 1
- Kebutuhan membantu orangtua 2 3,7 Kebutuhan untuk membantu (nurturance)
- Kebutuhan akan keadilan 2 1,5 (Kebutuhan-kebutuhan lain) - Kebutuhan agresifitas 2 1,9
- Kebutuhan akan pemenuhan kebutuhan keluarga
2 3,8 - Kebutuhan untuk menolak perilaku
ayah yang buruk
(59)
Berdasarkan hasil kategorisasi, didapatkan 13 macam kategori kebutuhan dan satu gabungan dari kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat dikategorikan. Beragam kebutuhan itu antara lain, kebutuhan berafiliasi (figur orang tua / keluarga dan figur sebaya), kebutuhan akan kepatuhan, kebutuhan fisiologis, kebutuhan bermain, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk dibantu, kebutuhan akan prestasi atau persaingan, kebutuhan akan kehadiran / keberadaan orang lain, kebutuhan akan perhatian dan kasih sayang, kebutuhan merasa bersalah, kebutuhan akan pengakuan, kebutuhan akan kemandirian, dan kebutuhan untuk membantu. Adapun kebutuhan lain yang tidak dapat dikategorikan meliputi kebutuhan akan keadilan, kebutuhan agresifitas, kebutuhan akan pemenuhan kebutuhan keluarga, kebutuhan untuk menolak perilaku ayah yang buruk, kebutuhan terpenuhinya kebutuhan oleh ibu dan ayah, kebutuhan berfantasi, kebutuhan mendapat perlakuan baik dari ibu, kebutuhan menyenangkan ayah, dan kebutuhan untuk memiliki barang. - Kebutuhan terpenuhi kebutuhannya
oleh ibu
2 2,5 - Kebutuhan terpenuhi kebutuhannya
oleh ayah
1 6 - Kebutuhan berfantasi 1 5 - Kebutuhan mendapat perlakuan baik
dari ibu
1 2 - Kebutuhan menyenangkan ayah
(memberi kejutan)
1 6 - Kebutuhan untuk memiliki barang 1 6
(60)
Dari tabel kategorisasi kebutuhan-kebutuhan yang merupakan hasil analisis pada ke-sembilan subjek anak tunggal, dapat diketahui bahwa kebutuhan yang paling banyak muncul adalah kebutuhan berafiliasi, yang mencakup figur orang tua / keluarga dan figur sebaya. Kebutuhan berikutnya yang cukup banyak muncul adalah kebutuhan akan kepatuhan. Kebutuhan yang paling sedikit muncul adalah kebutuhan kemandirian dan kebutuhan untuk membantu.
C. Pembahasan
Stereotip masyarakat yang berkembang bahwa anak yang berstatus sebagai anak tunggal itu berbeda tidak didukung oleh hasil penelitian ini. Dimana need-need yang ditemukan tidak menunjukkan sifat-sifat yang menjadi pandangan tersebut, yaitu egosentris, superioritas yang tinggi, maupun mengharapkan orang lain memanjakan dan melindungi. Kebutuhan-kebutuhan seperti agresi, intragresi, maupun mendominasi tidak muncul secara signifikan dalam penelitian ini. Adapun kebutuhan untuk dibantu masih muncul dalam intensitas yang normal. Namun pandangan bahwa anak tunggal itu matang secara sosial bisa didukung oleh hasil penelitian ini, karena ditemukan bahwa kebutuhan akan berafiliasi merupakan kebutuhan yang paling banyak muncul.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa sebagian besar kebutuhan yang dimiliki anak tunggal, jika dilihat secara umum tidak berbeda atau bisa dikatakan sama dengan kebutuhan anak pada umumnya. Kebutuhan-kebutuhan yang umum pada anak-anak, seperti Kebutuhan-kebutuhan untuk berafiliasi
(61)
dengan orang tua, keluarga dan teman sebaya, kebutuhan akan kepatuhan, kebutuhan berprestasi, kebutuhan bermain, kebutuhan akan pengakuan maupun kebutuhan kemandirian juga muncul pada subjek-subjek anak tunggal. Hal ini dikarenakan adanya karakteristik dan tugas-tugas perkembangan yang dihadapi memang atau berlaku relatif sama untuk setiap individu pada anak-anak pada umumnya.
Karakteristik dan tugas-tugas perkembangan dijelaskan dalam teori-teori yang sudah ada sebelumnya, salah satunya adalah teori-teori psikososial Erik Erikson. Teori psikososial Erikson berpendapat bahwa tiap individu harus melewati krisis yang ada sesuai dengan tahapan usia perkembangannya (Santrock, 2011). Tahapan pertama yang harus dilalui individu adalah kepercayaan versus ketidakpercayaan. Rasa percaya meliputi rasa nyaman secara fisik dan tidak ada rasa takut atau kecemasan akan masa depan.
Munculnya kebutuhan akan otonom atau kemandirian dimulai dari tahapan kedua psikososial. Tahapan kedua adalah otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu, yang merupakan tahapan yang harus dilalui untuk anak usia (1-3 tahun). Tahapan ini adalah tahapan dimana bagaimana kebutuhan akan otonom atau kemandirian mulai dapat berkembang. Pada tahap ini, individu mulai menyadari kemandirian mereka (otonomi) dan menyadari keinginan mereka. Jika anak terlalu dibatasi atau dihukum dengan keras, mereka mungkin memunculkan rasa malu dan ragu-ragu. Tahapan ketiga adalah krisis antara inisiatif dengan rasa bersalah, yang terjadi pada masa prasekolah. Anak prasekolah memasuki dunia sosial yang lebih luas. Anak diminta memikirkan
(62)
tanggung jawab terhadap tubuh, perilaku, maupun mainan mereka. Mengembangkan rasa tanggung jawab dapat meningkatkan inisiatif. Namun jika anak tidak bertanggung jawab, rasa bersalah bisa muncul.
Kebutuhan yang muncul dalam penelitian ini juga terkait dengan kebutuhan untuk berprestasi maupun belajar. Tahapan psikososial pada usia sekolah dasar (anak usia 6-12 tahun) adalah antara industri dengan perasaan inferior (Alwisol, 2009). Anak usia sekolah belajar bekerja dan bermain untuk kemudian diarahkan memperoleh keterampilan kerja. Jika anak belajar mengerjakan sebaik-baiknya, mereka akan mengembangkan perasaan ketekunan, namun jika pekerjaannya tidak cukup mencapai tujuan, mereka akan mendapat perasaan inferiorita. Dari konflik antara dua hal tersebut, anak
mengembangkan kekuatan dasar yang disebut “kemampuan” (competency).
Oleh karenanya, menurut Erikson (dalam Alwisol, 2009), pada usia anak-anak, keingin-tahuan individu menjadi sangat kuat dan hal itu berkaitan dengan perjuangan dasar menjadi berkemampuan (competence) tersebut. Anak yang berkembang normal akan tekun belajar, baik membaca atau menulis, maupun mempelajari keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dalam bermasyarakat. Saat anak-anak memasuki tahun-tahun sekolah dasar, mereka mengerahkan energi mereka pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual (Santrock, 2006). Hal inilah yang kemudian akan mengembangkan kebutuhan anak untuk berprestasi dan belajar.
Selain muncul kebutuhan akan prestasi, ditemukan pula kebutuhan anak yang cukup tinggi untuk bermain. Ini bisa dikaitkan dengan prinsip kesenangan
(63)
(pleasure principle) dari Freud. Id beroperasi berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle), dimana individu berkecenderungan untuk menghindarkan
ketidaksenangan dan sebanyak mungkin memperoleh kesenangan (Alwisol, 2009). Kegiatan bermain merupakan kegiatan yang menimbulkan banyak kesenangan bagi anak (Hurlock, 1988). Maka untuk memperoleh kesenangan itu, anak akan selalu berusaha menghabiskan waktunya untuk bermain.
Kebutuhan yang muncul paling banyak dalam penelitian ini adalah kebutuhan untuk berafiliasi dengan orang tua dan sebaya. Pada masa prasekolah, keluarga merupakan agen sosialisasi terpenting. Namun, saat memasuki usia sekolah, hubungan atau pengaruh dengan teman sebaya lebih cenderung lebih besar dibanding dengan orang tua atau guru (Hurlock, 1988). Kelompok teman sebaya merupakan interaksi awal bagi anak-anak pada lingkungan sosial. Mereka mulai bergaul dan berinteraksi dengan orang lain yang bukan anggota keluarganya (Santrock, 2011). Munculnya kebutuhan berafliasi dengan figur orang tua yang masih tinggi dalam penelitian ini, diduga disebabkan karena masih ada kelekatan anak dengan figur orang tua.
Selain kebutuhan untuk berafiliasi, kebutuhan anak akan kepatuhan juga muncul cukup tinggi dalam penelitian ini. Mengembangkan kepatuhan merupakan salah satu tugas dalam perkembangan anak (Hurlock, 1990). Pada usia ini, anak menerima suatu peran baru, bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang dan kelompok yang baru, dan mulai mengembangkan standar-standar baru dalam menilai diri mereka sendiri (Santrock, 2006). Perkembangan sosial pada masa anak-anak sudah mulai berkembang.
(64)
Perkembangan sosial dapat dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok, tradisi dan moral. Jika anak memiliki perkembangan sosial yang matang, ia dapat menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitar (Yusuf,2010). Berdasarkan hal-hal tersebut, maka baik secara disadari ataupun tidak, anak mulai mengikuti peraturan atau norma yang ada di masyarakat sehingga ia bisa diterima di lingkungannya.
Jika dikaitkan dengan kebutuhan anak-anak usia sekolah pada umumnya, diduga hanya ada sedikit kebutuhan yang menunjukkan ke-khas-an subjek sebagai anak tunggal. Secara khusus muncul kebutuhan untuk berafiliasi dengan saudara yang cukup tinggi. Kemunculan kebutuhan ini diduga berkaitan dengan harapan seorang anak tunggal untuk bisa memiliki saudara kandung.
Selain itu, kebutuhan emosional, seperti kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian orang tua tidak menduduki peringkat atas berdasar kuantitas kebutuhan yang muncul. Kebutuhan ini bahkan hanya dimiliki beberapa subjek, terutama subjek 6. Ini disebabkan karena anak tunggal merupakan anak yang mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang berlimpah dari orang sekitarnya, sehingga bisa dikatakan bahwa anak tunggal tidak akan kekurangan perhatian dan kasih sayang (Gunarsa, 2003).
Hanya ada beberapa subjek yang memunculkan kebutuhan akan kemandirian dan kebutuhan untuk membantu. Anak tunggal yang sangat di
(65)
kemandiriannya. Ini berkaitan dengan teori psikososial Erikson yang sudah dijelaskan diatas, dimana anak harus bisa mengembangkan kemandiriannya. Anak yang terlalu dibatasi ataupun dihukum dengan keras, mereka mungkin memunculkan rasa malu dan ragu-ragu. Hal ini sejalan dengan studi Falbo (dalam Hurlock, 1990), yang menemukan bahwa ketergantungan atau kemandirian anak tunggal tergantung dari perlakuan yang diberikan orang tua.
Jika dilihat secara menyeluruh dan lebih sederhana, semua kebutuhan terkait pada perihal penerimaan, interaksi dengan orang lain, penghargaan, kenyamanan, dan kesenangan. Masing-masing perihal ini meliputi kebutuhan-kebutuhan yang beragam. Pada perihal penerimaan meliputi kebutuhan-kebutuhan kepatuhan, kebutuhan kemandirian, kebutuhan merasa bersalah dan kebutuhan untuk membantu. Perihal interaksi dengan orang lain meliputi kebutuhan berafiliasi dan kebutuhan kehadiran orang lain. Pada perihal penghargaan, meliputi kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan pengakuan. Perihal kenyamanan meliputi kebutuhan fisiologis, rasa aman, serta akan perhatian dan kasih sayang. Pada perihal kesenangan meliputi kebutuhan bermain dan kebutuhan dibantu.
(66)
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan kebutuhan-kebutuhan anak tunggal yang beragam. Namun secara keseluruhan, kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki anak tunggal tersebut relatif sama seperti yang dimiliki anak-anak pada umumnya. Ini dikarenakan karakteristik dan tugas-tugas perkembangan yang dihadapi berlaku relatif sama pada anak-anak umumnya.
Beberapa kebutuhan yang muncul dapat dikaitkan dengan ke-khas-an yang dimiliki anak tunggal. Diantaranya adalah munculnya kebutuhan berafiliasi dengan figur saudara, kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian yang tidak menduduki jajaran atas kebutuhan yang sering muncul, serta munculnya kebutuhan kemandiran dan kebutuhan membantu yang dikaitkan dengan pola asuh orang tua.
Semua kebutuhan-kebutuhan anak tunggal yang ditemukan berkaitan dengan perihal penerimaan, interaksi dengan orang lain, penghargaan, kenyamanan, dan perihal kesenangan.
B. Saran
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini menggunakan CAT sebagai alat pengumpul data, dimana gambar-gambar yang dipakai merupakan gambar-gambar yang
(67)
sudah ditentukan. Gambar-gambar tersebut akan cenderung mengarahkan individu dalam bercerita. Oleh karena itu, bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk merancang sendiri gambar-gambar yang sesuai sehingga diharapkan mendapatkan gambaran kepribadian atau kondisi psikologis anak tunggal secara lebih khusus atau spesifik.
2. Bagi Orang Tua yang Memiliki Anak Tunggal
Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan kebutuhan-kebutuhan anak tunggal meliputi kebutuhan berafliasi, kepatuhan, bermain, kemandirian, kehadiran, kasih sayang, dan lain-lain. Oleh karena itu, bagi orang tua dengan anak tunggal hendaknya untuk memperhatikan dan bisa mendukung anak dalam terpenuhinya setiap kebutuhan tersebut.
3. Bagi Masyarakat dan Lingkungan Sekitar
Karakteristik dan kebutuhan anak tunggal relatif sama dengan anak-anak pada umumnya. Oleh karena itu, masyarakat dan lingkungan sekitar diharapkan untuk tidak memberikan perlakuan secara khusus, pada anak tunggal. Ini bertujuan supaya anak tersebut bisa berkembang dengan baik dan semestinya sesuai dengan perkembangannya.
(68)
52
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press
Bellak, L., & Abrams, David M. (1997). The TAT, The CAT, and The SAT in
Clinical Use. Boston: Allyn and Bacon
Chaplin, J.P., Kartono, Kartini (penerjemah). (2001). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosda
Falbo, Toni. (1977). The only child: A Review. Journal of Individual Psychology, Vol 33(1), May 1977, 47-61.
Falbo, Toni. (1987). Only Children in the United States and China. Applied Social
Psychology Annual, Vol. 7, 159-183
Feist, Jess & Gregory J. Feist. (2010). Teori Kepribadian (Buku 1). Jakarta: Salemba Humanika
Feist, Jess & Gregory J. Feist. (2010). Teori Kepribadian (Buku 2). Jakarta: Salemba Humanika
Goble, F.G. (1994). Mazhab Ketiga: Psikologi humanistic Abraham Maslow. Yogyakarta: Kanisius
Golda. (2010). Anak Tunggal Lebih Cerdas?. Diakses pada 26 April 2013 dari http://female.kompas.com/read/2010/01/14/09562187/anak.tunggal.lebih. cerdas
Gunarsa, Singgih D. (1997). Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: Gunung Mulia
Gunarsa, Singgih D. (2003). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Jakarta: Gunung Mulia
Gustiana, Irma. (2012). Labeling, Positf atau Negatif?. Diakses pada 26 April 2013 dari http://www.anakku.net/labeling-positif-atau-negatif.html Hall, C. S. & Lindzey, G. (1993). Psikologi Kepribadian 2: Teori-teori Holistik
(organismik-fenomenologis). Yogyakarta: Kanisius
Hartini, Nurul. (2000). Deskripsi Kebutuhan psikologis Pada Anak panti asuhan.
(1)
ketangkep terus di penjara.
mengganggunya tersebut
Kartu 8
Cerita : Apa ini dek? Gambar apa?Ini, ini baru.... mampir.
Inquiry :Baru mampir, trus ngapain? Trus anaknya dimarahin sama ibu. Dimarahin ibunya.Ini siapa dek?Ini keluarganya.Keluarganya.Kenapa sih kok bisa dimarahin?Soalnya udah nggak sopan sama... dua ini. Trus ini bisik-bisikan.Bisik-bisik apa?Tokohnya yang mana?Tokoh? Tokoh... (orang yang di dekat anak kecil). Ibunya? (mengangukan kepala). Bisik-bisik kenapa dek?Tentang anaknya.Tentang anaknya.Tentang anaknya yang ini (menunjuk anak kecil).Emang yang dipikirin ibunya apa dek? males sama anaknya. Males?Males kenapa?Soalnya kalo ada orang mesti nggak sopan.Trus akhir ceritanya gimana dek?Akhirnya ibunya marah.Marah-marah.
Sumber :Film
Tema Deskriptif Tema Interpretif Tema Diagnostik Anaknya dimarahin sama
ibu, soalnya udah gak sopan. Ibunya mikir males sama anaknya soalnya kalo ada orang mesti gak sopan.
Akhirnya ibunya marah.
Anak yang dimarahi oleh ibunya karena tidak sopan. Ibu marah pada anak karena setiap ada orang, anak pasti tidak sopan.
- Kebutuhan merasa bersalah
Kartu 9
Cerita : Nah ini gambar apa?Ini baru mau tidur.
Inquiry :Yang mau tidur siapa?Anaknya.Kelas berapa tuh?Kelas ....tiga.Kok anaknya baru mau tidur, sebelumnya ngapain?Sebelumnya belajar.Belajar.Tokohnya anaknya? (menganggukan kepala). Yang dipikirin apa dek?Yang dipikirin lupa udah...udah berdoa belum.Trus perasaanya gimana?Perasaannya....bahagia.Bahagia kenapa?Soalnya udah bisa tidur.Udah bisa?Tidur.Trus akhir ceritanya gimana dek?Akhir ceritanya....akhir ceritanya dia sekolah trus eh, dia mandi trus sekolah.
(2)
Tema Deskriptif Tema Interpretif Tema Diagnostik Anak baru mau tidur.
Sebelumnya belajar. Yang dipikirin udah berdoa belum. Perasaannya bahagia soalnya udah bisa tidur. Akhirnya dia mandi terus sekolah.
Anak yang baru tidur, sebelumnya belajar. Anak itu memikirkan sudah berdoa atau belum. Akhirnya ia mandi terus sekolah.
- Kebutuhan untuk tidur
- Kebutuhan berpretasi (sekolah dan belajar) - Kebutuhan untuk
menaati peraturan
Kartu 10
Cerita : Ini apa?Ini anaknya baru...di...handukin.He em.Habis...habis mandi. Inquiry :Sama siapa?Ayahnya.Ayah?Tokohnya siapa? (menunjuk orang dewasa). Sebelum mandi ngapain dek?Sebelum mandi ...ngelepas bajunya.Yang dipikirin ayahnya apa dek?Senang.Senang?Senang kenapa? Soalnya udah..udah bisa dimandiin sama ayahnya. Biasanya sama ibunya. Trus akhirnya gimana dek?Akhirnya...senang.Bahagia.Bahagia kenapa?Soalnya udah bisa dimandiin.Dimandiin ayahnya? (menganggukan kepala).
Sumber :buku
Tema Deskriptif Tema Interpretif Tema Diagnostik Anaknya baru
dihandukin, habis mandi sama ayahnya. Perasaan ayahnya senang soalnya udah bisa dimandiin sama ayahnya, biasanya sama ibunya. Akhirnya senang bahagia soalnya udah bisa dimandiin.
Anak yang habis dimandikan oleh ayah. Perasaan ayah senang karena bisa memandikan anak.
- Kebutuhan dibantu ayah
- Kebutuhan berafilasi dengan ayah
(3)
Lampiran 10. Kebutuhan Lengkap Tiap Subjek No. Subjek Jenis Kelamin /
Usia
Kebutuhan yang Muncul (Frekuensi Kemunculan dalam Cerita)
1. AN Perempuan / 7 tahun
- Kebutuhan makan / oral (3)
- Kebutuhan berafiliasi dengan teman (1) - Kebutuhan menjalankan peraturan (1) - Kebutuhan beristirahat (4)
- Kebutuhan bermain (3) - Kebutuhan akan keadilan (1) - Kebutuhan agresifitas (1)
- Kebutuhan berafiliasi dengan keluarga (2) - Kebutuhan berafiliasi dengan ibu (2) - Kebutuhan berafiliasi dengan saudara (2)
- Kebutuhan menjalin relasi yang akrab / harmonis dengan saudara (1)
- Kebutuhan akan kenyamanan fisik (1) - Kebutuhan akan rasa aman dari bahaya (1)
- Kebutuhan untuk ditolong / mendapat pertolongan (1)
- Kebutuhan bersenang-senang (1) - Kebutuhan berprestasi (sekolah) (1) - Kebutuhan rasa aman (1)
- Kebutuhan otonom dari ayah (1) 2. DCRZ Perempuan / 9
tahun
- Kebutuhan makan / oral (1)
- Kebutuhan berafiliasi dengan teman (1) - Kebutuhan menjalankan aturan (2)
- Kebutuhan terpenuhi kebutuhannya oleh ibu (1) - Kebutuhan bermain (2)
- Kebutuhan akan prestasi (2) - Kebutuhan persaingan (1) - Kebutuhan merasa bersalah (2)
- Kebutuhan mentaati / mematuhi ayah (1)
- Kebutuhan berafiliasi dan beraktivitas dengan ibu (1)
- Kebutuhan akan rasa aman dari bahaya (2) - Kebutuhan mematuhi ibu (1)
- Kebutuhan untuk mendapat perlakuan yang baik dari ibu (1)
- Kebutuhan untuk tidak mengulangi kesalahan (1) 3. FFE Perempuan / 10
tahun
- Kebutuhan makan / oral (1)
- Kebutuhan berafiliasi dengan keluarga (2) - Kebutuhan menjalankan aturan (1)
- Kebutuhan bermain (2)
- Kebutuhan berafiliasi dengan teman (1)
(4)
teman (1)
- Kebutuhan membantu ibu (1) - Kebutuhan berafliasi dengan ibu (2) - Kebutuhan berafiliasi dengan saudara (1) - Kebutuhan akan kepatuhan pada orangtua (2) - Kebutuhan menaati peraturan (1)
- Kebutuhan untuk beristirahat / tidur (1)
- Kebutuhan akan pemenuhan kebutuhan keluarga (1)
- Kebutuhan akan rasa aman dari bahaya (1) - Kebutuhan untuk berprestasi (1)
- Kebutuhan untuk membantu orangtua (1) - Kebutuhan untuk dibanggakan / diakui (1) - Kebutuhan untuk otonom (1)
- Kebutuhan tergantung, dibantu oleh ibu (1) - Kebutuhan untuk memenuhi harapan ibu / patuh
pada ibu (1) 4. GIR Perempuan / 8
tahun
- Kebutuhan makan / oral (2) - Kebutuhan diperhatikan ayah (1) - Kebutuhan bermain (3)
- Kebutuhan untuk berafiliasi / mempunyai teman (1)
- Kebutuhan akan perhatian ayah (1) - Kebutuhan berafliasi dengan keluarga (3) - Kebutuhan berafiliasi dengan ibu (1) - Kebutuhan akan hiburan / rekreasi (1) - Kebutuhan akan rasa aman dari bahaya (1) - Kebutuhan kehadiran orangtua (1)
- Kebutuhan untuk tergantung, dibantu ayah (1) - Kebutuhan akan patuh terhadap orangtua (1) 5. NF Laki-laki / 10 tahun - Kebutuhan makan / oral (1)
- Kebutuhan bermain (4)
- Kebutuhan akan rasa keadilan (1)
- Kebutuhan untuk menolak perilaku ayah yang buruk (1)
- Kebutuhan untuk otonom (3)
- Kebutuhan untuk terpenuhinya kebutuhan oleh ibu (1)
- Kebutuhan berafiliasi dengan saudara (1) - Kebutuhan berfantasi (1)
- Kebutuhan akan rasa aman dari bahaya (1) - Kebutuhan afiliasi dengan ibu (1)
- Kebutuhan kepatuhan pada ibu (1) - Kebutuhan kepatuhan pada ayah (1) - Kebutuhan kehadiran orangtua (1)
(5)
6. RAPT Perempuan / 6 tahun
- Kebutuhan terpenuhi kebutuhannya oleh ayah (1) - Kebutuhan berafiliasi dengan teman (2)
- Kebutuhan menyenangkan ayah (memberi kejutan) (1)
- Kebutuhan bermain (3)
- Kebutuhan akan prestasi / menang (1)
- Kebutuhan kasih sayang & perhatian ayah (1) - Kebutuhan untuk hiburan (jalan-jalan) (1) - Kebutuhan berafiliasi dengan orangtua (1) - Kebutuhan akan kehadiran orangtua (2) - Kebutuhan merasa bersalah (3)
- Kebutuhan untuk memiliki barang (mainan) (3) - Kebutuhan akan pertemanan / memiliki teman - Kebutuhan akan rasa aman dari bahaya (2) - Kebutuhan mematuhi orang tua (1)
- Kebutuhan akan diperhatikan ibu (1)
- Kebutuhan untuk diakui/ dihargai atas kepatuhan (1)
7. SW Perempuan / 7 tahun
- Kebutuhan makan / oral (1) - Kebutuhan menaati peraturan (3) - Kebutuhan untuk beristirahat (2) - Kebutuhan bermain (6)
- Kebutuhan berafiliasi dengan keluarga (2) - Kebutuhan untuk merasa menang/ persaingan (1) - Kebutuhan untuk membantu orang tua/ ibu (2) - Kebutuhan berafiliasi dengan ibu (2)
- Kebutuhan berafiliasi dengan saudara (1) - Kebutuhan akan rasa aman (1)
- Kebutuhan akan pemenuhan kebutuhan keluarga (1)
- Kebutuhan untuk dibantu / dirawat keluarga (1) - Kebutuhan akan hubungan keluarga yang
harmonis (1)
- Kebutuhan akan kepatuhan pada orangtua (1) - Kebutuhan akan kehadiran / ditemani orangtua (1) - Kebutuhan akan ditolong / dirawat ibu (1)
8. TEPR Perempuan / 10 tahun
- Kebutuhan makan / oral (2)
- Kebutuhan mematuhi peraturan (2) - Kebutuhan bermain (5)
- Kebutuhan menjalin pertemanan / memiliki teman (1)
- Kebutuhan untuk mematuhi harapan dalam hubungan pertemanan (agar berperilaku baik) (1) - Kebutuhan untuk menolak perilaku ayah yang
buruk (1)
(6)
- Kebutuhan untuk didengarkan pendapatnya (1) - Kebutuhan akan kehadiran ayah (1)
- Kebutuhan berafiliasi dengan saudara (2) - Kebutuhan berafliasi dengan keluarga (2) - Kebutuhan untuk mematuhi ibu (1) - Kebutuhan akan kehadiran orangtua (2) - Kebutuhan untuk berperan dalam keluarga (1) - Kebutuhan akan rasa aman dari bahaya (2) - Kebutuhan akan pemenuhan kebutuhan keluarga
(1)
- Kebutuhan berafiliasi dengan orangtua (2) - Kebutuhan berafiliasi dengan teman (1) - Kebutuhan akan kepatuhan pada orangtua (1) - Kebutuhan tergantung, dirawat ibu (1)
9. ZR Perempuan / 7 tahun
- Kebutuhan makan / oral (1)
- Kebutuhan mematuhi peraturan (3)
- Kebutuhan berafiliasi dengan keluarga (2) - Kebutuhan akan perhatian ayah (1)
- Kebutuhan merasa bersalah (2)
- Kebutuhan menjalin relasi yang baik dengan ayah (1)
- Kebutuhan berafiliasi dengan ibu (1) - Kebutuhan beristirahat / tidur (3) - Kebutuhan berafiliasi dengan ayah (2) - Kebutuhan akan rasa aman dari bahaya (1) - Kebutuhan agresifitas (1)
- Kebutuhan berpretasi (sekolah dan belajar) (1) - Kebutuhan dibantu ayah (1)