BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kelapa sawit bukanlah tanaman asli di Indonesia. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika
itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan
dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Indonesia menggeser dominasi ekspor Negara Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang
dialami oleh Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil pengolahan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing
termasuk Belanda. Kelapa sawit termasuk produk yang banyak diminati oleh investor karena nilai ekonominya cukup tinggi. Para investor menginvestasikan modalnya untuk
membangun perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit Tim penulis, 2000 .
Selain memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia juga terus mengembangkan industri turunan kelapa sawit, dimana salah satunya industri oleokimia
ialah PT. SOCIMAS. Hingga saat ini, di Indonesia tercatat sembilan produsen oleokimia dasar yang memproduksi fatty acid, fatty alcohol dan glycerine. Kapasitas terpasang fatty
acid mencapai 986.000 tontahun, fatty alcohol mencapai 490.000 ton tahun dan
Universitas Sumatera Utara
glycerine mencapai 141.700 tontahun. PT.SOCIMAS memproduksi fatty acid 80.000 ton
per tahun dan gliserin 8.000 ton per tahun www.kemper
RI co.id. Bahan baku raw material yang digunakan PT. SOCIMAS adalah asam stearat
yang melalui tahap penyulingan, penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPS Refined Bleached Deodorized Palm Stearin.
Untuk menperoleh RBDPS yakni dengan cara tandan buah segar TBS direbus sampai mendidih kemudian disisir maka akan lepas
terpisah menjadi biji dan seratnya, yang menghasilkan crude palm oil CPO kemudian dilanjutkan dengan proses penghilangan lendir degumming dengan penambahan asam
asetat kemudian melalui proses penjernihan bleaching menghasilkan minyak kelapa sawit yang telah melalui proses penjernihan dan penghilangan bau atau DBPO
Deodorized Bleached Palm Oil kemudian didestilasi maka dihasilkan minyak kelapa sawit yang melalui tahap penyulingan, penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO
Refined Bleached Deodorized Palm Oil. Selanjutnya RBDPO ini dikristalisasi akan menghasilkan asam stearat yang melalui tahap penyulingan, pemurnian dan penghilangan
bau atau RBDPS dan minyak goreng. RBDPS ini kemudian dihidrolisa displitting sehingga diperoleh asam lemak dari minyak kelapa sawit yaitu asam lemak dari minyak
kelapa sawit atau PSOFA Palm Stearine Oil Fatty Acid dan hasil sampingnya Sweet Water. Selanjutnya, dihidrogenasi dengan menggunakan katalis Nikel sehingga diperoleh
asam stearat 3 kali penekanan dihidrogenasi atau FAH-H Triple Pressed Stearic Acid- Hidrogenated
kemudian didestilasi sehingga menghasilkan asam stearat dengan hasil 3 kali proses penekanan atau FAH Triple Pressed Stearic Acid www.socimas.
Heat Stability adalah salah satu parameter mutu asam stearat yang akan mengukur
stabilitas warna pada fatty acid. Heat stability ini dilakukan dalam suatu oil bath pada
Universitas Sumatera Utara
suhu 205
o
C selama 2 jam tanpa dihubungkan dengan gas nitrogen gas N
2
. Nilai heat stability
dinyatakan dalam satuan warna, yaitu Colour APHA American Public Health Association
dengan standar mutu internasional asam lemak yang dilakukan oleh PT. SOCIMAS. Standar mutu heat stability pada produk FAH memiliki batas maksimum
colour APHA 90, jika melebihi batas maksimum maka produk tersebut bukan merupakan FAH melainkan FAB. Hal ini sesuai dengan standar PT. SOCIMAS
www.socimas .
1.2. Permasalahan