Analisis Pola Curah Hujan

Gambar 4 Sebaran suhu rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. Keragaman atau distribusi suhu udara rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan hasil yang diperoleh, kisaran suhu udara Jawa Barat berkisar antara 20.0 o C hingga 27.6 o C dengan suhu tertinggi terdapat di wilayah pesisir bagian utara Pulau Jawa seperti Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon dan lainnya. Sedangkan untuk suhu udara terendah terdapat di sekitar wilayah pegunungan dan dataran tinggi seperti Gunung Salak, Gunung Pangrango dan Gunung Papandayan. Selain keragaman pada distribusi curah hujan dan suhu, Jawa Barat juga mempunyai keragaman pada jenis tanah. Jenis tanah Provinsi Jawa Barat sebagian besar berjenis tanah podzolik kuning kemerahan yang keberadaannya menyebar diseluruh Jawa Barat. Pada wilayah pesisir bagian utara Jawa Barat, jenis tanah yang mendominasi adalah jenis tanah alluvial, sedangkan pada bagian selatan dan pegunungan jenis tanah yang mendominasi adalah jenis tanah latosol dan andosol. Untuk lebih jelas mengenai jenis tanah untuk masing-masing kabupaten dapat dilihat pada Lampiran 6. Keberagaman kondisi iklim, jenis tanah dan topografi yang ada di Provinsi Jawa Barat memungkinkan berbagai tanaman dapat ditanam disini. Provinsi ini memiliki banyak keunggulan dalam bidang perkebunan, antara lain kopi, teh, cengkeh, kakao, dan karet yang merupakan komoditas unggulan nasional BAPESITELDA 2008. Selain tanaman perkebunan, komoditas unggulan nasional lainnya adalah tanaman padi.

4.2 Analisis Pola Curah Hujan

Pola Curah hujan Jawa Barat secara umum memiliki pola curah hujan monsunal menurut BMKG. Pola curah hujan ini memiliki satu puncak hujan dengan terdapat perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau Kadarsah 2007. Pada analisis ini pola curah hujan Jawa Barat dikelompokkan lagi berdasarkan pola dan curah hujan setiap bulannya. Analisis pola curah hujan yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan cara mengelompokkan kesamaan karakteristik diantara obyek-obyek yang biasa disebut analisis cluster atau analisis gerombol Anderberg 1973 dalam Raharto 2008. Analisis pola curah hujan diawali dengan menghitung nilai komponen utama PC yang bertujuan menghilangkan korelasi antara variabel. Setelah diperoleh nilai PC, kemudian dilakukan penentuan jumlah kelompok dilihat dari pembelokkan pertama pada grafik hubungan antara tingkat kesamaan dan nomor kelompok seperti yang telihat pada Lampiran 7. Penentuan pola hujan dilakukan pada pola curah hujan observasi Gambar 5 dan curah hujan scenario pada Lampiran 8. Gambar 5 P Hasil analisis pola menggunakan analisis ger bahwa pola curah hujan menjadi tiga pola hujan ya 1. C1 untuk pola hujan k 2. C2 untuk pola hujan k 3. C3 untuk pola hujan k Stasiun cuaca yang terd masing kelompok pola observasi terdapat pada curah hujan observasi me yang nantinya menjad terhadap analisis selanjutn Analisis pola cur pada curah hujan observ skenario hasil proyeksi, tiga pola hujan C1, C2, CH observasi dan CH sk C1 Gambar 6 Pola cura Peta sebaran pola curah hujan observasi Provinsi Jawa la curah hujan dengan erombol menunjukkan an Jawa Barat terbagi yaitu: kelompok 1 kelompok 2 kelompok 3 erdapat pada masing- la hujan berdasarkan da Lampiran 3. Pola merupakan pola hujan adi dasar penentuan utnya. urah hujan dilakukan rvasi dan curah hujan si, kedua mempunyai 2, dan C3. Pada pola skenario, C1 ditandai oleh warna merah yan terletak pada wilayah utar hujan C2 observasi terdapa Jawa Barat, namun pada wilayahnya semakin mel pada bagian tengah hin bagian timur hingga barat. pada hasil proyeksi curah penurunan, sehingga pola semakin luas wilayahnya. observasi yang semula menjadi C2 pada kond proyeksi. Sehingga po ditandai oleh warna biru, skenario hanya terdapat d wilayah Jawa Barat saja. S observasi pola hujan C3 ter selatan sampai barat Provin C2 urah hujan dan suhu udara untuk masing-masing pola hu a Barat. ang sebagian besar ara Jawa Barat. Pola at pada bagian timur a pola CH skenario eluas yang tersebar ingga selatan, serta t. Hal ini dikarenakan ah hujan mengalami ola hujan C2 akan Perubahan pola CH C3 akan berubah ndisi CH skenario ola hujan C3 yang u, pada kondisi CH di beberapa bagian . Sedangkan pada CH terdapat pada wilayah insi Jawa Barat. C3 hujan observasi. Gambar 6 menunjukkan pola curah hujan pada masing-masing kelompok. Pola hujan C1 terlihat jelas memiliki pola monsunal. Puncak hujan tertinggi terdapat pada bulan Januari kemudian berkurang hingga medekati 0 mmbulan yang terjadi pada bulan Agustus. Jika dibandingkan dengan pola hujan observasi yang lain, C1 memiliki curah hujan yang paling rendah. Pola curah hujan ini tersebar di sebagian besar wilayah utara Jawa Barat. Suhu udara pada C1 tertinggi terdapat pada bulan Oktober dan terendah pada bulan Januari. Wilayah tengah dan selatan Jawa Barat memiliki pola curah hujan monsunal namun kurang begitu jelas seperti pada C1. Pada kedua pola ini C2 dan C3 terlihat bahwa puncak hujan terjadi pada bulan Januari kemudian turun pada bulan Februari dan pada bulan Maret curah hujan meningkat kembali namun tidak melampaui tinggi curah hujan pada bulan Januari. Hal ini masih termasuk hal yang wajar, karena pada bulan tersebut merupakan bulan basah musim penghujan. Perbedaan antara C2 dan C3 terdapat pada bulan kering musim kemarau dan peralihan. Pada C2 curah hujan terendah terjadi selama 3 bulan dengan curah hujan 50 mmbulan yang terjadi pada bulan Juli, Agustus, dan September. Memasuki musim penghujan, curah hujan meningkat drastis hingga puncak musim penghujan dengan suhu tertinggi terdapat pada bulan Oktober dan terendah terdapat pada bulan Januari. Sedangkan pada C3 penurunan curah hujan yang terjadi pada masa peralihan dan musim kemarau tidak terlihat drastis. Curah hujan terendah pada cluster ini bernilai lebih dari 100 mmbulan terjadi pada bulan Juli. Hal ini menandakan bahwa C3 memiliki wilayah yang paling basah dibandingkan dengan wilayah lainnya C1 dan C2.

4.3 Analisis Perubahan Iklim