II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa
Barat Jawa Barat terletak bagian barat Pulau
Jawa yang berbatasan langsung dengan Provinsi Banten di bagian barat. Di bagian
timur berbatasan dengan Jawa Tengah, di bagian utara berbatasan dengan DKI Jakarta,
serta
pada bagian
selatan berbatasan
Samudera Hindia. Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak pada 05°50 LS sampai
07°50 LS dan 104°48 BT sampai 108°48’ BT dengan luas wilayah 34.816,96 km
2
pada tahun 2008. Provinsi Jawa Barat terdiri atas
16 kabupaten dan 9 kotamadya dengan 584 kecamatan, 5.201 desa dan 609 kelurahan
BAPESITELDA 2008.
Jawa Barat
mempunyai bentuk
topografi yang beragam mulai dari dataran rendah hingga pegunungan. Salah satu ciri
utama dataran Jawa Barat adalah pada bagian utara berupa dataran rendah wilayah pesisir,
bagian tengah berupa wilayah lereng bukit yang landai dengan ketinggian 100 meter
hingga 1500 meter di atas permukaan laut. Sedangkan bagian selatan merupakan deretan
gunung api yang masih aktif maupun tidak aktif diantaranya Gunung Salak, Gunung
Patuha, Gunung Papandayan, dan lain-lain dengan ketinggian lebih dari 1500 meter di
atas permukaan laut.
Gambar 1 Peta Provinsi Jawa Barat Sumber: BAPESITEDAL 2008
2.2 Perubahan Iklim
Perubahan iklim adalah berubahnya variabel iklim, khususnya suhu udara dan
curah hujan yang terjadi secara berangsur- angsur dalam jangka waktu yang panjang
antara 50 multi decadal sampai 100 tahun inter centenial KLH 2004. Perubahan
iklim juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan berubahnya pola iklim dunia yang
diakibatkan oleh berbagai kegiatan manusia di bumi. Perubahan iklim mengakibatkan kondisi
cuaca yang tidak stabil sebagai contoh curah hujan yang tidak menentu, sering terjadi
badai, suhu udara yang ekstrim, arah angin yang
berubah drastis,
dan sebagainya
Ratnaningayu 2009.
Gambar 2 Perubahan curah hujan. Sumber: Naylor 2007 dalam UNDP
Indonesia 2007 Adanya
pemanasan global
akan menghasilkan
pengaruh nyata
terhadap perubahan iklim yang ditandai dengan
perubahan karakteristik musim musim hujan dan musim kemarau.
Perubahan iklim
pada sektor pertanian akan berpengaruh terhadap penurunan produktivitas tanaman
pangan, penurunan produksi tanaman pangan, penurunan areal yang dapat diirigasi dan
penurunan efektivitas penyerapan hara serta penyebaran hama dan penyakit Prihantoro
2008. Stabilisasi produksi pangan pada kondisi iklim yang berubah akan memakan
biaya yang sangat tinggi, misalnya dengan meningkatkan sarana irigasi, pemberian input
bibit, pupuk, insektisidapestisida tambahan. Di Indonesia dengan skenario konsentrasi CO
2
dua kali lipat dari saat ini produksi padi akan meningkat hingga 2,3 persen jika irigasi dapat
dipertahankan. Tetapi jika sistem irigasi tidak mengalami perbaikan produksi padi akan
mengalami penurunan hingga 4,4 persen Prihantoro 2008.
2.3 Skenario Perubahan Iklim
Isu mengenai perubahan iklim yang terjadi sekarang ini menimbulkan rasa
penasaran dari berbagai pihak, bagaimana kondisi iklim yang terjadi di masa yang akan
datang. Karena belum ada metode yang baik dan pas untuk memprediksi perubahan iklim
tersebut, maka dilakukan pendekatan untuk mengspesifikasikan kondisi iklim yang akan
datang
dengan menggunakan
skenario perubahan iklim. IPCC 2000 menyatakan
bahwa skenario iklim adalah representasi logis
yang akan datang secara konsisten terhadap asumsi emisi GRK yang akan datang dan
polutan lain, berdasarkan pemahaman efek peningkatan konsentrasi GRK pada iklim
global. Skenario iklim adalah suatu kondisi iklim yang akan datang yang dibangun secara
tegas digunakan dalam penelitian dengan terjadinya potensi perubahan antropogenik.
Skenario perubahan iklim yang banyak digunakan adalah skenario SRES Special
Report on Emissions Scenarios . Penelitian
tentang perbandingan
beberapa model
skenario perubahan iklim yang didasarkan pada
skenario SRES
telah dilakukan
Ruosteenoja et al 2004 dalam Kurniawan et al 2009. Skenario SRES menggambarkan
suatu bentuk dari ketidakpastian tentang ketersediaan sumber energi di masa depan
serta kaitannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Adanya ketidakpastian tentang ketersediaan sumber
energi diasumsikan dengan adanya perubahan penggunaan energi fosil menjadi energi non-
fosil. Sedangkan gaya-gaya pengendali yang dimasukkan ke dalam skenario SRES tidak
hanya mempengaruhi emisi CO
2
, tetapi juga GRK lain seperti SO
2
, metan dan lain sebagainya Kurniawan et al 2009.
Ada empat skenario emisi GRK utama yang disusun oleh IPCC dalam Special Report
on Emission Scenarios SRES. Keempat
skenario emisi utama tersebut disusun dengan menggunakan
beberapa pendekatan
pemodelan sehingga menghasilkan beberapa perkiraan emisi untuk masukan data penentu
emisi yang sama. Adapun asumsi-asumsi yang digunakan oleh keempat skenario emisi utama
tersebut adalah IPCC 2000 1.
Skenario emisi grup A1 SRESA1 Skenario
ini menggunakan
asumsi bahwa pada masa datang pertumbuhan
ekonomi berlangsung cepat, populasi global meningkat sampai pertengahan
abad 21 dan kemudian menurun dan cepatnya introduksi teknologi baru yang
lebih efisien. Skenario emisi grup A1 dibagi lagi kedalam tiga kelompok.
Ketiga sub-kelompok tersebut dibagi berdasarkan
penekanan pada
pemanfaatan teknologi
yaitu yang
menggunakan energi fosil secara intensif A1F1, energi non-fosil secara intensif
A1T, dan energi fosil dan non-fosil secara berimbang A1B.
2. Skenario emisi grup A2 SRESA2
Skenario ini
menggunakan asumsi
bahwa pada masa datang kondisi antar wilayah sangat beragam, dan kerjasama
antar wilayah sangat lemah dan cendrung lebih
bersifat individu
sehingga penurunan
tingkat perbedaan
antar wilayah
berjalan sangat
lambat. Pembangunan
ekonomi sangat
berorientasi wilayah sehingga akan terjadi fragmentasi antar wilayah baik
pertumbuhan, pendapatan per kapita maupun perubahan teknologi.
3. Skenario emisi grup B1 SRESB1
Skenario ini menggunakan asumsi sama seperti grup A1. Akan tetapi skenario ini
juga mengasumsikan bahwa terjadi perubahan struktur ekonomi yang cepat
melalui peningkatan pelayanan dan informasi ekonomi, dengan menurunnya
intensitas penggunaan bahan bakar, dan diperkenalkannya
teknologi-teknologi yang bersih dan hemat penggunaan
sumberdaya. Oleh karena itu, penekanan skanario ini terletak pada penyelesaian
masalah global
berkaitan dengan
ekonomi, sosial
dan lingkungan,
termasuk peningkatan tingkat kesamaan akan tetapi tanpa ada inisiatif khusus
berkaitan dengan perubahan iklim. 4.
Skenario emisi grup B2 SRESB2 Skenario ini menekankan pada upaya
penyelesaian masalah ekonomi, sosial dan lingkungan secara lokal. Populasi
global terus meningkat tetapi dengan laju sedikit lebih rendah dari skenario emisi
grup A2, pembangunan ekonomi pada tingkat sedang, perubahan teknologi
sedikit lebih lambat dari B1 dan A1. Skenario ini juga berorientasi pada
perlindungan lingkungan dan kesamaan sosial yang difokuskan pada tingkat
lokal dan regional.
2.4 Global Climate Model GCM