Analisis Perubahan Iklim Tahapan Penelitian

3.3 Tahapan Penelitian

Analisis perubahan iklim yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data hasil keluaran model RegCM3 berupa data baseline dan scenario. Kedua data tersebut diolah dan kemudian diketahui persentase perubahan iklim yang digunakan untuk memprediksi kondisi iklim di waktu yang akan datang. Hasil perhitungan dan prediksi perubahan iklim kemudian digunakan untuk menghitung neraca air, waktu tanam, dan pola tanam di Jawa Barat. Penentuan waktu tanam dan pola tanam dilakukan dengan menghitung neraca air lahan yang ada di Jawa Barat. Neraca air lahan akan menghasilkan ketersediaan air tanah yang nantinya akan menjadi dasar penentuan waktu tanam. Penentuan pola tanam berdasarkan pada kebutuhan air tanaman untuk masing- masing tanaman pangan. Penentuan dan perhitungan waktu tanam dan pola tanam juga dilakukan untuk kondisi saat ini. 3.3.1 Plotting Stasiun Hujan Plotting atau penempatan posisi stasiun untuk masing-masing stasiun cuaca yang digunakan. Plotting dilakukan berdasarkan garis lintang dan bujur, serta ketinggian stasiun diatas permukaan laut. Plotting digunakan untuk menunjukkan jumlah dan titik lokasi stasiun yang terdapat pada suatu lokasi.

3.3.2 Pembuatan Curah Hujan Wilayah

Pembuatan curah hujan wilayah berdasarkan data curah hujan titik pada stasiun cuaca. Curah hujan wilayah yang digunakan menggunakan metode isohyet. Metode ini diawali dengan membuat peta isohyet dan mencari garis tengah antara masing-masing garis isohyet. Setelah itu menghitung luasan dari isohyet tersebut, kemudian mengkalikan antara curah hujan dengan luas dan membaginya dengan jumlah luasan keseluruhan isohyet. …… 1 Keterangan: P : Curah hujan rata-rata P i : Curah hujan pada isohyet ke-i A i : Luasan wilayah pada isohyet ke-i

3.3.3 Pengelompokkan Curah Hujan Jawa

Barat Pengelompokan curah hujan diawali dengan melakukan analisis komponen utama PCA menggunakan Minitab 14. PCA pada dasarnya bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan atau mereduksi dimensi sehingga menghasilkan komponen utama PC. PC adalah cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali Soemartini 2008, dengan keragaman data berdasarkan proporsi kumulatif minimal sebesar 90 atau pada saat grafik antara jarak level dan nomor kelompok terjadi pembelokkan pertama. Metode PCA dapat mengatasi masalah multikolinearitas tanpa membuang variabel bebas yang berkolinear tinggi. Setelah komponen utama didapat, kemudian dilakukan pengelompokkan dengan menggunakan Minitab 14. Pengelompokkan pola curah hujan Jawa Barat menggunakan metode hirarki. Metode hirarki dimulai dengan mengelompokkan dua atau lebih obyek yang mempunyai kesamaan paling dekat. Metode ini digunakan untuk menentukan banyaknya jumlah kelompok tanpa menentukan jumlahnya terlebih dahulu. Penentuan banyaknya jumlah kelompok dilihat dari pembelokkan pertama pada grafik hubungan antara tingkat kesamaan dan nomor kelompok yang diperoleh dari minitab. Dendograf digunakan untuk membantu memperjelas proses hirarki tersebut.

3.3.4 Analisis Perubahan Iklim

Simulasi model iklim RegCM3 dilakukan untuk memperoleh proyeksi iklim pada tahun 2055 sampai tahun 2069 dengan baseline periode tahun 1985 sampai tahun 1999. Pendugaan komponen atmosfer pada model ini menggunakan ECHAM5. ECHAM 5 merupakan model sirkulasi umum ECHAM versi ke-5 Jungclause et al 2005. Model ECHAM5 menggunakan skema adveksi semi- lagrangian, dengan kelebihan untuk mengetahui kadar air total. Resolusi horizontal ECHAM5 1.875 o × 1.875° sedangkan resolusi vertikal terbatas pada 10 hPa Liess 2005. Variabel ECHAM5 digunakan sebagai data boundary untuk menjalankan model iklim skala regional RCM dengan resolusi grid 25 km x 25 km. RCM merupakan teknik dynamical downscaling yang memperhitungkan + = − k i k i i i Ai Ai P P P 2 1 dinamika atmosfer, melalui model matematis yang konsisten dengan gambaran fisis sistem iklim Lenart 2008. Model permukaan daratan yang digunakan oleh RegCM3 yaitu BATS Biosphere Atmosphere Transfer Sceme. BATS adalah sistem permukaan yang dirancang untuk menjelaskan pertukaran momentum, energi, maupun uap air antara permukaan dengan atmosfer. Parameterisasi fluks lautan pada model ini menggunakan skema zeng. Skema zeng menggambarkan pertukaran panas dan momentum antara lautan dan atmosfer bawah. Sedangkan untuk parameterisasi awan atau skema konveksi, digunakan pendekatan parameterisasi Grell. Parameterisasi skema konveksi Grell mengasumsikan tidak adanya percampuran langsung antara udara yang terdapat di dalam awan dengan udara lingkungan, kecuali pada bagian atas dan bawah sirkulasi Elguindi 2007 . Skenario masa depan yang digunakan pada penelitian ini adalah skenario proyeksi iklim berdasarkan skenario SRES A1B. Skenario SRES A1B menggambarkan keseimbangan penggunaan energi fosil dan energi non fosil pada kondisi yang akan datang. Hasil luaran RegCM3 yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu curah hujan dan suhu, yaitu dengan membandingkan perbedaan antar data skenario dan baseline dari model . Nilai persentase perubahan curah hujan antara kondisi scenario dan baseline dihitung melalui persamaan berikut: perubahan = ...… 2 Nilai persentase perubahan yang diperoleh dengan menggunakan persamaan 2 antara baseline dan scenario, digunakan untuk menduga proyeksi curah hujan akan datang berdasarkan persamaan berikut: CH akan datang = data obs+data obs ...3 Nilai selisih perubahan suhu yang diperoleh dari model antara kondisi scenario dan baseline dihitung dengan persamaan berikut: Selisih perubahan =suhu scenario-suhu baseline … 4 Persamaan 4 digunakan untuk menduga kondisi suhu yang akan datang dengan menggunakan persamaan: Suhu akan datang=suhu observasi+selisih perubahan …5 3.3.5 Pendugaan Nilai Evapotranspirasi Potensial ETP Pendugaan evapotranspirasi potensial ETP dilakukan dengan menggunakan data suhu yang diperoleh dari stasiun cuaca yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Selain membutuhkan data CH dan suhu, pendugaan ETP juga memerlukan informasi mengenai panjang hari yang terjadi selama satu tahun pada letak lintang tertentu. Pendugaan nilai ETP menggunakan metode Thornhtwaite–Mather Chang 1968 dengan perhitungan sebagai berikut: ETp= ETp x f ............ 6 ETp = 16 ............ 7 i = , ............ 8 I = ............ 9 f = ............ 10 Keterangan : ETp = Evapotranspirasi terkoreksi T = suhu rata-rata bulanan o C a = 6,75x10 -7 I 3 – 7,71x10 -5 I 2 + 1,792x10 -2 I + 0,49239 D = panjang hari berdasarkan lintang 3.3.6 Perhitungan Neraca Air Lahan Perhitungan neraca air lahan merupakan langkah yang paling penting dalam penentuan waktu tanam dan pola tanam padi. Langkah-langkah dalam penyusunan neraca air lahan berdasarkan Thornthwaite- Mather 1957 adalah sebagai berikut: 1. Menghitung curah hujan dasarian 2. Menghitung suhu udara rata-rata dasarian 3. Menghitung nilai evapotranspirasi potensial ETP dengan menggunakan metode Thornhtwaite–Mather 4. Menghitung CH-ETP 5. Menghitung APWL Accumulation of Potensial Water Loss . Akumulasi air yang hilang secara potensial, yang nantinya menentukan kandungan air tanah pada saat CH lebih kecil dari evapotranspirasi potensial CHETP. APWL merupakan akumulasi CH-ETP yang bernilai negatif. 6. Menghitung nilai Kandungan Air Tanah KAT Perhitungan nilai KAT sangat tergantung dari nilai kapasitas lapang KL. Nilai KL berbeda-beda tergantung kepada jenis tanah yang ada pada wilayah tertentu. KAT = KL exp APWLKL …... 11 Keterangan: KAT = Kandungan Air Tanah KL = Kapasitas lapang 7. Menghitung KAT Perubahan Kandungan Air Tanah Perubahan KAT merupakan selisih antara KAT satu periode dengan periode sebelumnya. KAT = KAT i – KAT i-1 …… 12 Nilai KAT positif menunjukkan terjadinya penambahan kandungan air tanah, penambahan terhenti apabila KL telah terpenuhi. Sedangkan KAT negatif menunjukkan terjadinya pengurangan kandungan air tanah. 8. Menghitung nilai Evapotranspirasi Aktual ETA Perhitungan nilai ETA sangat tergantung pada nilai curah hujan dan evapotranspirasi potensial. Jika CHETP, ETA = ETP Jika CHETP, ETA = CH+ KAT Pada saat curah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi potensial maka tanah akan mulai mengering dan ETA menjadi lebih rendah dibandingkan dengan nilai ETPnya. 9. Menghitung Defisit Defisit disini berarti berkurangnya air untuk keperluan ETP. Nilai defisit merupakan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk memenuhi keperluan ETP tanaman. D = ETP – ETA …… 13 10. Menghitung Surplus Surplus air yang dimaksud merupakan kelebihan curah hujan setelah simpanan air mencapai kapasitas lapang. S = CH – ETP - KAT …… 14 11. Menghitung Limpasan Runoff Surplus air akan dilepaskan sebesar 50 secara bertahap, dengan rumus sebagai berikut: Ro 1 = 50 x S 1 …… 15 Untuk bulan-bulan berikutnya surplus air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Ro 2 = 50 x 50S 1 + 50 S 2 Ro 3 = 50 x 50S 1 +50 x 50S 2 +50 S 3 Keterangan: S 1 = Surplus pada bulan pertama S 2 = Surplus pada bulan kedua S 3 = Surplus pada bulan ketiga 3.3.7 Penentuan Waktu Tanam Penentuan waktu tanam didasarkan pada ketersediaan perhitungan lengas tanah hasil perhitungan neraca air lahan yang dilakukan sebelumnya. Penetapan periode tanam atau waktu tanam jika lengas tanah 50 dari air tersedia Water Holding Capacity . Hal ini mengacu pada Richard 1969 dalam Perdana 1995 yaitu untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air dalam tanah harus ditambahkan 50 - 85 dari air tersedia telah habis terpakai. Selain itu metode ini sudah banyak digunakan untuk penelitian terkait dengan penentuan waktu tanam, seperti yang dilakukan oleh Hidayat tahun 2005. 3.3.8 Penentuan Pola Tanam Penentuan pola tanam berdasarkan nilai kebutuhan air tanaman untuk masing- masing jenis tanaman. Kebutuhan air tanaman sering juga disebut sebagai Crop Water Requirement CWR yang merupakan banyaknya air yang hilang pada areal bervegetasi per satuan luas per satuan waktu yang digunakan untuk transpirasi dan evaporasi ETc Hidayat 2005. Nilai Kc akan berbeda-beda tergantung jenis tanaman dan fase-fase perkembangannya. CWR = ET crop = k c ETp …… 16 Keterangan: ET crop : Evapotranspirasi tanaman k c :Koefisien tanaman, untuk masing- masing tanaman memiliki nilai yang berbeda-beda ETp : Evapotranspirasi potensial 3.3.9 Analisis Perbandingan Waktu Tanam dan Pola Tanam Kondisi Saat Ini dan Akan Datang Perbandingan waktu tanam dan pola tanam ditentukan berdasarkan perubahan iklim yang terjadi. Kondisi iklim yang terjadi saat ini dan beberapa tahun yang lalu dilakukan dengan cara menghitung unsur iklim yang terkait dengan waktu dan pola tanam secara manual tanpa model. Sedangkan kondisi iklim yang terjadi di masa yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan perbandingan terhadap perubahan pola dan waktu tanam.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN