Studi tentang belanja pemerintah, tenaga kerja dan kemiskinan di Bangladesh dilakukan oleh Gazi Mainul 2008. Studi ini menekankan pada
hubungan antara belanja publik dengan pengurangan kemiskinan. Kesimpulan studi menunjukkan terdapat hubungan antara kedua hal tersebut dan sekaligus
mejawab melalui saluran mana belanja publik tersebut dapat mengurangi kemiskinan, yaitu melalui pertumbuhan ekonomi yang terarah, menghasilkan
tenaga kerja dan menaikkan upah nasional. Dengan menggunakan data nasional dari tahun 1995-2006, studi tersebut menemukan bahwa sebagian besar belanja
pemerintah seperti pembangunan pertanian dan pedesaan, pendidikan, dan kesehatan, secara langsung dapat mengurangi tingkat kemiskinan nasional.
Mehmood dan Sadiq 2010 melakukan studi mengenai hubungan antara belanja pemerintah dan kemiskinan, menggunakan analisis kointegrasi.
Analasis menggunakan data tahunan Pakistan antara tahun 1976 dan 2010. Hasil analisis menunjukkan bahwa kemiskinan berkurang akibat peningkatan
penghematan belanja publik dan peningkatan pengiriman uang. Belanja pemerintah dapat menstimulasi perekonomian dalam jangka panjang melalui
permintaan agregat. Dalam penelitian tersebut telah diketahui bahwa terdapat hubungan antara kemiskinan dan pengeluaran pemerintah bersama dengan
pengiriman uang dan modal manusia. Belanja pemerintah dan kemiskinan memiliki hubungan yang terbalik. Belanja pemerintah memiliki hubungan positif
terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang tetapi sayangnya dalam kasus negara-negara berkembang seperi Pakistan, keseimbangan anggaran hanya
dapat dicapai melalui pembatasan belanja pemerintah yang memiliki efek negatif terhadap produktifitas dan efisiensi dalam sistem ekonomi.
Kweka dan Morissey 2000, meneliti tentang pengaruh pengeluaran sektor publik terhadap pertumbuhan ekonomi di Tanzania periode 1965-1996
dengan menggunakan data runtun waktu time series selama 32 tahun. Metode analisis yang digunakan yaitu metode Error Correction Model ECM dan
pendekatan kointegrasi Johansen serta Engel-Granger. Kweka dan Morissey menggunakan empat variabel bebas, yaitu investasi swasta yang menggunakan
data pembentukan swasta, pengeluaran pemerintah yang produktif atau investasi fisik yang diproksikan dengan data pengeluaran pembangunan atau modal total
pemerintah, pengeluaran konsumsi pemerintah yang merupakan jumlah pengeluaran pemerintah yang bersifat konsumsi dikurangi pengeluaran di sektor
pendidikan dan kesehatan, dan pengeluaran modal manusia yang merupakan pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan. Kesimpulan
penelitian Kweka dan Morissey adalah disatu sisi peningkatan pengeluaran produktif investasi fisik mempunyai pengaruh yang negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi. Hubungan yang negatif ini diperkirakan karena adanya ketidakefisienan investasi publik yang terjadi di Tanzania pada periode
penelitian. Namun di sisi lain, pengeluaran konsumsi pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pada waktu tertentu berpengaruh
pula terhadap konsumsi swasta. Gupta et al. 2005 menemukan bahwa kondisi anggaran yang kuat secara
umum berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Komposisi investasi publik juga berpengaruh
dimana: negara dengan pengeluaran yang terkonsentrasi pada pembayaran gaji cenderung memiliki pertumbuhan yang lebih rendah, sedangkan negara yang
mengalokasikan pada barang dan jasa non gajirutin dan barang modal menikmati ekspansi output yang lebih cepat. Gupta et al. 2005 mengukur hubungan antara
komposisi pengeluaran, penyesuaian fiskal dan pertumbuhan diestimasi dengan regresi tingkat PDB riil per kapita terhadap beberapa variable regressor, termasuk
variable fiskal dan variable control lainnya. Model yang ada diestimasi dengan panel data menggunakan least-squares dummy variable LSDV.
Gupta et al. 2005 menyadari bahwa masalah umum dalam literatur mengenai kebijakan fiskal adalah keberadaan endogeneity atau reverse causality.
Hal ini dimungkinkan ketika pertumbuhan ekonomi itu sendiri mempengaruhi variable fiskal variable dependen mempengaruhi variable independen. Contoh
ketika pertumbuhan ekonomi melambat, rasio pengeluaran pemerintah terhadap PDB meningkat jika tingkat pengeluaran nominal tetap. Untuk mengatasi ini,
model dapat diestimasi dengan munggunakan estimator GMM. Estimasi GMM mengontrol endogeneity dengan menggunakan nilai lagged value dari tingkat
endogen dan variable instrumental. Paternostro, Rajaram, dan Tiongson 2007 memahami bahwa pengeluaran
publik memiliki dampak terhadap pertumbuhan dan distribusi yang kompleks dan sulit dihitung. Namun komposisi pengeluaran publik telah menjadi instrumen
utama yang dicari pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menyadari efek dari pengeluaran publik terhadap pertumbuhan dan pengurangan
kemiskinan pro-poor, pro-job, pro-growth. Rekomendasi kebijakan perlu disesuaikan dan didasarkan pada analisis empiris yang memperhitungkan lag dan
lead dari efek terhadap ekuitas dan pertumbuhan maupun kemiskinan.
Hoffer 2010 melihat peran pengeluaran pemerintah terhadap kesempatan kerja dari sudut pandang yang berbeda. Menurut Hoffer dalam kondisi
perlambatan ekonomi, investasi publik public investment memiliki intensitas penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi dibanding pemotongan pajak.
Syaratnya, peningkatan investasi publik harus disertai dengan perbaikan kelembagaan untuk memastikan kesejahteraan masyarakat tidak menurun.
Penyediaan infrastruktur dan layanan publik yang berkualitas merupakan kunci untuk mengurangi ketidaksetaraan, meningkatkan tenaga kerja, serta
memungkinkan bagi masyarakat miskin untuk keluar dari kemiskinan Hoffer, 2010. Kondisi ini akan lebih baik lagi jika didukung dengan pendidikan yang
berkualitas, pelayanan kesehatan yang memadai, perumahan yang terjangkau, serta pelayanan publik yang dapat diakses secara bebas. Adanya sarana dan
prasarana publik tersebut akan mengurangi kebutuhan tabungan individu dan meningkatkan proporsi pendapatan masyarakat. Dampaknya tentu saja
pertumbuhan ekonomi akan meningkat mengingat proprsi pendapatan masyarakat akan lebih banyak yang dibelanjakan daripada ditabung.
Pemikiran Jackson 2010 senada dengan Hoffer 2010 namun dengan sedikit tambahan, yaitu mengizinkan bagi pemerintah untuk membuat atau
menambah defisit anggarannya sepanjang penambahan tersebut dibelanjakan bagi infrastruktur publik. Menurut Jackson, infrastruktur publik yang baik dan
pelayanan publik yang efektif adalah kunci untuk mendorong produktivitas sektor swasta, khususnya yang bergerak di bidang industri strategis. Belanja publik
untuk infrastrukturt yang meningkat akan mendorong produktivitas ekonomi yang pada akhirnya mampu menciptakan lapangan kerja.
2.7.2 Penelitian Studi Kasus di Indonesia
Sihotang 2003, meneliti dampak kebijakan fiskal terhadap pendapatan nasional di Indonesia periode 1969-2000. Peneliti menggunakan model persamaan
simultan dengan metode pendugaan parameter yang digunakan yaitu metode Two Stage Least Square
TSLS. Persamaan simultan terdiri dari 14 persamaan termasuk persamaan identitas, yaitu pengeluaran konsumsi, pengeluaran investasi,
ekspor, impor, pendapatan nasional,pendapatan disposibel, permintaan uang, penawaran uang, permintaan tenaga kerja, penawaran tenaga kerja, tingkat
pengangguran, laju inflasi, tingkat suku bunga, dan tingkat upah. Selain mengestimasi persamaan-persamaan tersebut, Sihotang juga melakukan analisis
simulasi kebijakan fiskal yaitu dengan mengkombinasikan berbagai variabel fiskal dengan menggunakan data tahun 1969-2000 dimana persentase perubahan
variabel fiskal tersebut disesuaikan dengan rata-rata persentase perubahannya dari tahun 1969-2000. Kesimpulannya bahwa secara umum variabel-variabel
kebijakan fiskal kurang berpengaruh terhadap pendapatan nasional, konsumsi, investasi, ekspor, impor, permintaan uang, penawaran uang, permintaan tenaga
kerja, penawaran tenaga kerja, upah, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan pendapatan disposibel. Kebijakan fiskal hanya memiliki dampak kecil terhadap
pendapatan nasional dan kesempatan kerja. Sutriono 2006, meneliti tentang hubungan timbal balik antara
pengeluaran pemerintah dan Produk Domestik Bruto PDB di Indonesia periode 1970-2003. Metode yang digunakan adalah Granger Causality dan Vector
Autoregression VAR dengan memperlakukan kedua variabel sebagai variabel
endogen. Variabel yang digunakan yaitu PDB, total pengeluaran pemerintah riil,
realisasi pengeluaran rutin riil dan realisasi pengeluaran pembangunan riil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara perubahan
peningkatan atau penurunan total pengeluaran pemerintah dengan perubahan peningkatan atau penurunan PDB. Pengeluaran rutin tidak signifikan
mempengaruhi perubahan PDB karena lebih bersifat konsumtif dan tidak produktif serta sebagian besar bersifat kontraktif seperti belanja untuk
pembayaran bunga utang. Sementara perubahan pengeluaran pembangunan memiliki hubungan kausal positif dan signifikan terhadap perubahan PDB. Hal ini
dapat dijelaskan oleh pengaruh positif pengeluaran sektor pertanian, infrastruktur, dan transportasi serta pendidikan terhadap PDB dan pengaruh positif perubahan
PDB terhadap pengeluaran pemerintah di sektor infrastruktur dan transportasi. Siregar 2006 menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan
syarat keharusan necessary condition bagi pengurangan kemiskinan. Adapun syarat kecukupannya sufficient condition adalah pertumbuhan
tersebut efektif mengurangi kemiskinan. Artinya, pertumbuhan menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin growth
with equity . Hal ini berarti pertumbuhan dipastikan terjadi di sektor-sektor di
mana penduduk miskin bekerja pertanian atau sektor yang padat karya. Adapun secara tidak langsung, diperlukan pemerintah yang efektif meredistribusi manfaat
pertumbuhan yang mungkin hanya terjadi pada sektor moderen yang hanya padat modal.
Balisacan et al. 2002 melakukan studi mengenai pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan di Indonesia. Studi tersebut menyatakan bahwa
Indonesia memiliki catatan yang mengesankan mengenai pertumbuhan
ekonomi dan pengurangan kemiskinan selama dua dekade. Pertumbuhan dan kemiskinan menunjukkan hubungan kuat untuk tingkat agregat. Panel data
yang dibangun dari 285 KotaKabupaten menyatakan perbedaan yang besar pada perubahan dalam kemiskinan, pertumbuhan ekonomi subnasional, dan
parameter-parameter spesifik lokal. Hasil dari analisis ekonometrika menunjukkan bahwa selain pertumbuhan ekonomi, ada faktor lain yang secara
langsung mempengaruhi kesejahteraan masyarakat miskin, diantaranya adalah infrastruktur, sumberdaya manusia, insentif harga pertanian, dan akses
terhadap teknologi. Studi tentang pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di
Indonesia juga dilakukan oleh Suryahadi et al. 2006. Studi ini menekankan pada dampak lokasi dan komponen sektoral dari pertumbuhan. Hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan diperdalam dengan membedakan pertumbuhan dan kemiskinan ke dalam komposisi sektoral dan
lokasi. Hasil studi menunjukkan bahwa pertumbuhan pada sektor jasa di perdesaan menurunkan kemiskinan di semua sektor dan lokasi. Namun
pertumbuhan jasa di perkotaan memberikan nilai elastisitas kemiskinan yang tinggi dari semua sektor kecuali pertanian perkotaan. Selain itu pertumbuhan
pertanian di perdesaan memberikan dampak yang besar terhadap penurunan kemiskinan di sektor pertanian perdesaan, yang merupakan kontributor
terbesar kemiskinan di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa cara yang paling efektif untuk mempercepat pengurangan kemiskinan adalah dengan
menekankan pada pertanian di perdesaan dan jasa di perkotaan. Suryadarma dan Suryahadi 2007 melakukan studi mengenai
pengaruh pertumbuhan pada sektor swasta terhadap penurunan kemiskinan di Indonesia untuk melihat dampak pertumbuhan di sektor publik dan swasta
terhadap kemiskinan. Pertumbuhan belanja modal swasta digunakan sebagai proksi dari sektor swasta dan pertumbuhan pengeluaran konsumsi
pemerintah sebagai indikator sektor publik. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan di kedua sektor tersebut secara signifikan mengurangi
kemiskinan, selain itu juga menghasilkan elastisitas yang relatif sama. Oleh karena itu, pertumbuhan pengeluaran baik di sektor publik maupun swasta
akan mengurangi kemiskinan dua kali lebih cepat daripada hanya berharap dari pengeluaran publik saja. Implikasinya, sangat penting bagi pemerintah
untuk memperbaiki iklim usaha dalam negeri sehingga sektor swasta dapat berkembang dan pada akhirnya mempercepat pengurangan kemiskinan.
2.8. Kerangka Pemikiran Penelitian
Deduksi dari uraian pada tinjauan teori dan studi sejenis sebelumnya menunjukkan terdapat keterkaitan dan pengaruh yang erat antara perubahan
komposisi belanja Pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan tingkat kemiskinan. Dalam hal ini, mekanisme transmisi dampak perubahan
komposisi belanja Pemerintah adalah melalui perubahan keseimbangan Produk Domestik Bruto atau Pendapatan Nasional.
Secara umum peruntukan belanja Pemerintah dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu belanja pemerintah pusat dan belanja transfer untuk pemerintah
daerah. Belanja pemerintah pusat terdiri dari 1 Belanja Pegawai, 2 Belanja
Subsidi, 3 Belanja Pembayaran Bunga Utang, 4 Belanja Modal, 5 Belanja Barang, dan 6 Belanja Lainnya. Sementara itu belanja transfer ke daerah terdiri
3 jenis, yaitu belanja dalam bentuk Dana Alokasi Khusus DAK, Dana Alokasi Umum DAU, dan Dana Bagi Hasil DBH.
Selama tahun 1970-2010 kebijakan komposisi belanja pemerintah didominasi oleh belanja rutin dan rendahnya porsi belanja modal. Akibatnya
alokasi belanja untuk infrastruktur sangat terbatas dan selanjutnya peran stimulus fiskal pemerintah terutama dalam mendorong Investasi Swasta dan Ekspor
menjadi tidak optimal. Hasilnya Indonesia mempunyai pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah disertai pengangguran dan tingkat kemiskinan yang tinggi.
Bertolak dari dasar pemikiran tersebut maka dalam penelitian ini ditarik hipotesis bahwa jika terdapat perubahan komposisi belanja pemerintah dalam
bentuk peningkatan porsi belanja modal, maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat, diikuti oleh penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan.
Hipotesis ini berdasarkan asumsi bahwa kenaikan belanja modal akan efektif untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur. Dengan adanya infrastruktur
yang memadai akan mendorong peningkatan investasi swasta dan selanjutnya mendorong peningkatan produksi dan pendapatan nasional yang pada gilirannya
juga akan meningkatkan konsumsi masyarakat dan kinerja ekspor. Peningkatan kinerja makroekonomi tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan
menciptakan kesempatan kerja sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Kerangka pemikiran untuk mencapai tujuan penelitian tersebut dapat dilihat
dalam bagan alur pemikiran yang disajikan pada Gambar 12.