52.3 57.3 PERKEMBANGAN KOMPOSISI ANGGARAN PEMERINTAH, PERTUMBUHAN EKONOMI, KESEMPATAN

dominan dalam penguasaan sumber daya. Padahal sejatinya transfer ke daerah tersebut mempunyai tujuan antara lain untuk: 1 mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah vertical fiscal imbalance dan antardaerah horizontal fiscal imbalance , 2 meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah, 3 meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya nasional, dan 4 mendukung kesinambungan fiskal dalam kebijakan ekonomi makro. Proporsi terbesar didalam dana perimbangan yaitu Dana Alokasi Umum sebesar 64,80 persen. Dana Alokasi Umum tersebut umumnya digunakan untuk membayar gaji pegawai, sehingga peningkatan DAU seiring dengan peningkatan jumlah pegawai negeri ataupun peningkatan gaji pegawai. Kemudian, proporsi terbesar kedua yaitu Dana Bagi Hasil sekitar 28.50 persen. Terakhir Dana Alokasi Khusus sekitar 6.7 persen. Dana Alokasi Khusus sendiri memiliki fungsi yang sangat vital bagi proses pembangunan di daerah, terutama untuk pembangunan infrastuktur. Sehingga sebaiknya proporsi Dana Alokasi Khusus tersebut terus ditingkatkan agar pembangunan di daerah-daerah kian merata.

5.2.3. Defisit Anggaran dan Sumber Pembiayaan

Sejak terjadi perubahan struktur APBN dari T-Account menjadi I-Account, dimana komponen pendapatan negara dan belanja di satukan dalam satu kolom, dapat langsung diketahui ABPN dalam keadaan surplus ataupun defisit. Dengan format ini juga langsung terlihat sumber pembiayaan defisit anggaran, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Sejak pasca krisis ekonomi 1997, defisit anggaran pemerintah terus membengkak, dimana pada tahun 2009 dan 2010 defisit anggaran mencapai Rp112 triliun dan Rp133 triliun. Pada periode sebelumnya defisit anggaran paling besar hanya mencapai Rp40 triliun. Tabel 26. Perkembangan Defisit Anggaran dan Sumber Pembiayaan, Periode Pasca Krisis Ekonomi Rp Miliar Uraian 1999 2000 2001 2002 2003 2004 SurplusDefisit Anggaran -43 884 -16 132 -40 485 -23 652 -35 109 -23 810 Pembiayaan 43 884 16 232 40 485 23 652 35 109 20 796 1. Pembiayaan Dalam Negeri 14 497 5 937 30 218 17 024 34 562 48 553 a. Perbankan Dalam Negeri -2 117 -12 964 -1 228 -8 140 10 705 22 713 b. Non Perbankan DN 16 613 18 900 31 445 25 164 23 857 25 841 2. Pembiayaan Luar Negeri 29 388 10 196 10 267 6 628 575 -28 057 a. Penarikan Pinjaman LN 49 584 178 184 26 152 18 887 20 360 18 434 b. Pembayaran Pokok Utang LN -20 196 -7 623 -15 885 -12 259 -19 812 -46 491 Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 2010 SurplusDefisit Anggaran -14 408 -29 142 -49 844 -4 121 -112 583 -133 748 Pembiayaan 11 219 29 416 42 457 84 072 112 583 133 748 1. Pembiayaan Dalam Negeri 21 491 55 982 66 309 102 478 128 133 133 903 a. Perbankan Dalam Negeri -2 453 18 913 8 420 16 159 41 057 45 477 b. Non Perbankan DN 23 942 37 069 57 889 86 318 87 076 88 426 2. Pembiayaan Luar Negeri -10 272 -26 566 -23 852 -19 100 -15 550 -156 a. Penarikan Pinjaman LN 26 840 26 115 34 070 44 074 50 219 58 662 b. Pembayaran Pokok Utang LN -37 112 -52 681 -57 923 -63 175 -63 435 -68 031 Sumber : Nota Keuangan dan LKPP Kementerian Keuangan, Tahun 1999-2010. Sementara itu, sejak tahun 2001 sumber pembiayaan defisit anggaran terjadi pergeseran yang signifikan. Gambar 29 menunjukkan sebelum krisis sumber pembiayaan defisit didominasi oleh utang luar negeri beralih bersumber dari utang dalam negeri. Perubahan kebijakan ini didorong oleh terjadinya fluktuasi nilai tukar yang cukup tinggi sehingga berdampak pada peningkatan stok utang dan besarnya beban cicilan dan bunga utang. Sumber pembiayaan dalam negeri dipilih, disamping untuk mengoptimalkan potensi pendanaan dalam negeri, juga untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Permasalahannya, karena besarnya kebutuhan pendanaan pemerintah untuk menutup defisit anggaran menyebabkan suku bunga obligasi dan Surat Utang Negara menjadi sangat tinggi. Pada akhirnya perubahan kebijakan sumber pembiayaan defisit ini tidak berpengaruh signifikan terhadap pengurangan beban pembayaran bunga utang. Sumber : Nota Keuangan dan LKPP Kementerian Keuangan, 1999-2010. Gambar 29. Net Transfer Utang Luar Negeri Selama Periode Sebelum Krisis Tahun 1997

5.2.4. Kinerja perekonomian

Pasca krisis ekonomi 1997, kinerja perekonomian yang tercermin dari tingkat pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan yang sangat signifikan. Pertumbuhan ekonomi pada masa sebelum krisis mencapai 7-8 persen, pada tahun 1998 pertumbuhan mengalami minus sekiatar 13 persen. Gambar 30 menunjukkan, selama 2000-2003 pertumbuhan hanya mencapai sekitar 4 persen. Pada tahun 2004-2006 pertumbuhan mengalami kenaikkan mencapai sekitar 5 100.000 50.000 - 50.000 100.000 150.000 200.000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Total Bunga Cicilan Pokok Penarikan Pinjaman LN Net Transfer persen. Pada tahun 2007-2008, pertumbuhan ekonomi relatif menuju pemulihan, yaitu mencapai 6 persen. Namun pada tahun 2009, ketika terjadi krisis keuangan global pertumbuhan ekonomi kembali turun menjadi 4,59 persen. Ironisnya pertumbuhan ekonomi tersebut tidak berhasil menciptakan lapangan kerja yang memadai. Terbukti tingkat pengangguran justru mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2005 dan 2006 tingkat pengangguran terbuka justru meningkat mencapai 11.2 persen dan 10.3 persen. Demikian jumlah penduduk miskin hanya mengalami berkurang rata-rata sebesar 4.1 persen. Artinya prosentase pengurangan jumlah penduduk miskin ini lebih kecil dari rata-rata tingkat pertumbuhan. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang ada tidak mampu menciptakan lapangan kerja dan mengurangi jumlah penduduk miskin secara signifikan. Sumber : Nota Keuangan dan LKPP Kementerian Keuangan, Tahun 1999-2010. Gambar 30. Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran dan Tingkat Kemiskinan Selama Periode Pasca Krisis Ekonomi Persen -20,00 -15,00 -10,00 -5,00 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Pertumbuhan Ekonomi Pengangguran Penduduk Miskin

VI. DAMPAK KOMPOSISI BELANJA PEMERINTAH TERADAP PERTUMBUHAN EKONOMI, KESEMPATAN

KERJA DAN TINGKAT KEMISKINAN

6.1. Hasil Spesifikasi Model

Model yang dibangun dalam penelitian Dampak Komposisi Belanja Pemerintah ini diestimasi dengan menggunakan metode two stages squares 2- SLS. Dari spesifikasi model maka diperoleh hasil pendugaan yang secara ekonomi logis dan mempunyai arti serta dapat dibuktikan secara statistik. Hasil pendugaan ekonomi model penelitian ini cukup baik juga sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasi R 2 . Dari 18 persamaan perilaku yang diestimasi, sebagian besar persamaan mempunyai nilai R 2 berkisar antara 0.8040 sampai 0.9999. Hanya terdapat tiga 3 persamaan yang mempunyai R 2 kurang dari 0.8 yaitu persamaan Tingkat Pengangguran 0.7717, Jumlah Penduduk Miskin 0.7255, dan Investasi Pemerintah 0.5590. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum peubah-peubah penjelas exogenous variables yang ada di dalam persamaan perilaku mampu menjelaskan dengan baik perilaku peubah endogen. Dari indikator statistik diketahui bawah variasi variabel penjelas dalam setiap persamaan perilaku secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik variasi peubah endogennya, disamping itu setiap persamaan struktural mempunyai besaran parameter dan tandanya sesuai dengan harapan dan cukup logis dari sudut pandang teori ekonomi a priori economic. Nilai statistik-t, digunakan untuk menguji apakah masing-masing variabel penjelas berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya. Dalam studi ini taraf α yang digunakan α = 0.01, α = 0.05 dan α = 0.10. Berdasarkan hasil uji statistik durbin-w dw, terdapat beberapa persamaan yang mengalami masalah serial korelasi, terlepas dari ada tidaknya masalah serial korelasi yang serius, Pindyck dan Rubinfeld 1991 membuktikan bahwa masalah serial korelasi hanya mengurangi efisiensi pendugaan parameter dan serial korelasi tidak menimbulkan bias parameter regresi, oleh karena itu, hasil pendugaan model dalam kajian ini dapat dinyatakan cukup representatif dalam menggambarkan fenomena model dampak komposisi belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan tingkat kemiskinan. Secara keseluruhan model dalam penelitian terdapat 26 persamaan, yang terdiri delanpan 8 persamaan identitas dan 16 persamaan perilaku atau persamaan struktural. Adapun persamaan identititas dalam penelitian ini terdiri : 1. PDBI t = CONS t + INVT t + INVG t + CGOV t + EXPO- IMPO t 3.1 2. YD t = Y t - RTAX t + SNBM t + SBBM t 3.3 3. TREVt = RDOMt + HBHt 3.9 4. RDOMt = RTAXt + PNBPt 3.10 5. BTOTt = BTUSt + BTDRt 3.12 6. BTUSt = BPGWt + BBRGt + BMDLt + BUTGt + SNBMt + SBBMt + BLAINt 3.13 7. BTDRt = BDAKt + BDAUt + BDBHt + BDOPt 3.20 8. GPDBIt = PDBIt – PDBIt-1PDBIt-1 100 3.24 Sementara persamaan perilaku dalam penelitian ini terdiri dari 18 persamaan berikut : 1. 1. CON S t = a + a 1 YD t + a 2 LCONS t-1 + e t 3.2 2. CGOV t = b + b 1 RDOM t + b 2 DK t + b 3 LCGOV t-1 + e t 3.4 3. INVT t = c + c 1 PDBI + c 2 SBINV t + c 3 LINVT t-1 + e t 3.5 4. INVG t = d + d 1 SBI3 t + d 2 BMDL t + d 3 DK t + d 4 LINVT t-1 + e t 3.6 5. EXPO t = e + e 1 EXRR t + e 2 IHE t + e 3 INVT t + e 4 GIWL t + e 5 EXPO t-1 + e t 3.7 6. IMPO t = f + f 1 IHMt + f 2 PDBIt + f 3 LIMPO t-1 + e t 3.8 7. RTAX t = g + g 1 GDBIt + g 2 BTOT t + g 3 LRTAX t-1 + e t 3.11 8. BPGW t = h + h 1 PNS t + h 2 INFL t + h 3 RTAX t + h 4 DO t + h 5 LBPGW t-1 + e t 3.14 9. BBRG t = i + i 1 INVG t + i 2 TREV t + i 3 LBBRG t-1 + e t 3.15 10. BMDL t = j + j 1 RDOM t + j 2 DSPA t + j 3 LBMDL t-1 + e t 3.16 11. BUTG t = k + k 1 DFIS t +k 2 LIBOR3 t +k 3 DEBT t + k 4 LBUTG t-1 + e t 3.17 12. SNBM t = l + l 1 PUNEM t + l 2 NPOV t-1 + l 3 LSNBM t-1 + e t 3.18 13. SBBMt = m0 + m1 POILt + m2 IMPMt + j3LSBBMt-1 + et 3.19 14. BDAK t = n + l 1 RDOM t + l 2 PNPOV t + l 3 LBDAK t-1 + e t 3.21 15. BDAUt = o + o 1 RDOMt + o 2 PDBIt + o 3 LGPOPIt + o 4 DAUt-1 + et 3.22 16. BDBHt = p + p 1 RMGSt + p 2 RNMGSt + p 3 GPDBIt+ p 4 LBDBHt-1 +et 3.23 17. PUNEMt = q + q 1 WAGEt + q 2 TOTIt + q 3 LPUNEMt-1 + et 3.25 18. NPOVt = r + r 1 GPDBI t + r 2 TSUB t + r 3 PUNEM t + r 4 INFL t + r 5 LNPOV t-1 + e t 3.26 dimana : PDBI t = Produk Domestik Bruto Rp Miliar CONS t = Total konsumsi Rp Miliar CGOV t = Konsumsi pemerintah Rp Miliar INVT t = Total investasi Rp Miliar INVG t = Total Investasi Pemerintah Rp Miliar TOTI t = Total Investasi Rp Miliar EXPOt = Ekspor Rp Miliar IMPO t = Impor Rp Miliar YD t = Pendapatan disposabel Rp Miliar DK t = Dummy Krisis SBINVt t = Tingkat Suku Bunga Investasi Riil persen SBI3 t = Tingkat suku bunga SBI 3 bulan persen EXRR t = Nilai Tukar Riil USRp IHE t = Indeks Harga Ekspor GIWL t = Pertumbuhan Ekonomi Dunia persen IHM t = Indeks Harga Impor TREV t = Total penerimaan negara Rp Miliar RDOM t = Penerimaan dalam negeri Rp Miliar HBH t = Penerimaan dari hibah Rp Miliar RTAX t = Penerimaan negara dari pajak Rp Miliar PNBP t = Penerimaan negara bukan pajak Rp Miliar BTOT t = Total Belanja Pemerintah Rp Miliar BTUS t = Belanja pemerintah pusat Rp Miliar BTDR t = Belanja transfer daerah Rp Miliar BPGWt = Belanja Pegawai Rp Miliar BBRG t = Belanja Barang Rp Miliar BMDL t = Belanja Modal Rp Miliar BUTG t = Pembayaran Bunga Utang Rp Miliar SNBM t = Subsidi Non BBM Rp Miliar SBBM t = Subsidi BBM Rp Miliar BLAIN t = Belanja lain-lain Rp Miliar PNS t = Jumlah Pegawai Negeri Sipil Ribu orang INFL t = Tingkat Inflasi persen GPDBI t = Pertumbuhan Ekonomi persen DO t = Dummy otonomi daerah DSPA t = Dummy perubahan struktur APBN DFIS t = Defisit Anggaran Rp Miliar LIBOR3 t = Suku bunga Dunia Riil persen DEBT t = Stok Utang Pemerintah RP Miliar PUNEM t = Tingkat Pengangguran juta orang NPOV t-1 = Penduduk Miskin tahun Sebelumnya Juta orang POIL t = Harga Minyak Mentah Dunia Rp IMPM t = Impor Migas US RMGS t = Penerimaan dari Migas Rp Miliar RNMGS t = Penerimaan dari Non Migas Rp Miliar

6.2. Hasil Pendugaan Model

6.2.1. Blok Pendapatan Nasional Blok pendapatan nasional merupakan blok yang menunjukkan hubungan antar variabel dalam menciptakan pendapatan nasional. Seperti diketahui bahwa perhitungan pendapatan nasional dari sisi pengeluaran merupakan penjumlahan dari sektor Konsumsi, Investasi, Pemerintah dan Sektor Luar Negeri. Dengan demikian dalam model persamaan pendapatan nasional merupakan persamaan identitas, bukan persamaan perilaku. Masing-masing variabel yang membentuk pendapatan nasional mempunyai hubungan yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Untuk mengetahui hubungan dan pengaruh antar variabel pada blok pendapatan nasional maka akan dilakukan pendugaan terhadap perilaku masing- masing variabel. Dalam blok pendapatan nasional terdapat enam 6 persamaan perilaku yaitu persamaan Konsumsi Rumah Tangga CONS, Konsumsi Pemerintah CONG, Investasi Swasta INVT, Investasi Pemerintah INVG, Ekspor EXPO, dan Impor IMPO. Hasil dari pendugaan model diketahui bahwa konsumsi rumah tangga sangat dipengaruhi oleh variabel lag atau konsumsi tahun sebelumnya dan pendapatan yang siap dibelanjakan disposable income masyarakat. Hasil pendugaan perilaku konsumsi rumah tangga pada Tabel 27 menunjukkan bahwa respon konsumsi rumah tangga terhadap perubahan pendapatan disposable cukup elastis dalam jangka panjang. Pengaruh variabel lag yang signifikan menunjukkan pola konsumsi masyarakat tidak mengalami banyak perubahan dari waktu ke waktu. Hal ini juga mengindikasikan bahwa distribusi pendapatan masyarakat juga tidak banyak mengalami perubahan. Kondisi ini juga sekaligus menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah tidak banyak berpengaruh terhadap pola dan distribusi pendapatan disposable masyarakat. Hal ini ditunjukkan besarnya angka Koefisien Gini Gini Coefficient Indonesia yang diterbitkan Badan Pusat Statistik BPS, yang menyatakan bahwa kesenjangan di Indonesia tak kunjung membaik. Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan distribusi, nilai 0 menyatakan kesetaraan total dan nilai 1 ketidaksetaraan maksimal. Pada tahun 1999, koefisien Gini Indonesia berada di level 0.31 selanjutnya pada tahun 2005 dan 2009 justru meningkat berada pada level 0.36 dan 0.37. Pada tahun 2010 koefisien gini kembali berada pada level 0.33. Besarnya koefisien gini menunjukkan terjadinya kesenjangan atau ketimpangan pendapatan antara masyarakat yang kaya dan masyarakat yang miskin. Pola dan distribusi pendapatan masyarakat ini berpengaruh signifikan terhadap pola konsumsi masyarakat. Tabel 27. Hasil Estimasi Perilaku Konsumsi Rumah Tangga Variable Parameter Estimate Elastisitas Pr |t| Variable E SR E LR Intercept -21657.4 0.0143 Intercept Yd 0.174135 0.28492 1.3638 .0001 a Disposable Income LCONS 0.79108 .0001 a Lag Konsumsi Swasta Uji F = 7948.43 Prop F = .0001 R2 = 0.99768 DW=1.2884 Keterangan : a nyata pada taraf 0.01 Pendapatan disposable dipengaruhi oleh kebijakan perpajakan dan subsidi. Instrumen perpajakan dan subsidi idealnya adalah sebagai instrumen untuk pemerataan pendapatan antar golongan penerima pendapatan di masyarakat. Yaitu dengan membebankan pajak yang progresif untuk masyarakat yang berpenghasilan tinggi dan memberikan subsidi untuk golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Pajak progresif seharusnya tidak hanya dibebankan melalui Pajak Penghasilan PPh masyarakat yang berpenghasilan tinggi, namun