Geografi Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta

commit to user

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogjakarta

1. Geografi

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di Pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta dibagian selatan dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan di bagian Timur Laut, Tenggara, Barat, dan Barat Laut dibatasi oleh wilayah Povinsi Jawa Tengah yang meliputi : a Kabupaten Klaten disebelah Timur Laut b Kabupaten Wonogiri disebelah Tenggara c Kabupaten Purworejo di sebelah Barat d Kabupaten Magelang di sebelah Barat Laut. Berdasarkan satuan fisiografis, Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari : 1 Pegunungan Selatan dengan luas :  1.656,25 km2 dengan ketinggian : 150 - 700 m 2 Gunung berapi Merapi dengan luas :  582,81 km2 dengan ketinggian : 80 - 2.911m 3 Dataran rendah antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulonprogo dengan luas :  1215,62 km2 dengan ketinggian : 0 - 80 m commit to user 4 Pegunungan Kulonprogo dan Dataran Rendah Selatan dengan luas :  706,25 km2 dengan ketinggian : 0 - 572 m. Posisi D.I. Yogyakarta yang terletak antara 7 .33 - 8.12 Lintang Selatan dan 110 .00 - 110.50 Bujur Timur, tercatat memiliki luas 3.185,80 km2 atau 0,17 dari luas Indonesia 1.860.359,67 km2, merupakan provinsi terkecil setelah Provinsi DKI Jakarta, yang terdiri dari : a Kabutapaten Kulonprogo, dengan luas 586,27 km2 18,40 b Kabutapaten Bantul, dengan luas 506,85 km2 15,91 c Kabutapaten Gunungkidul, dengan luas 1.485,36 km2 46,63 d Kabutapaten Sleman, dengan luas 574,82 km2 18,04 e Kota Yogyakarta, dengan luas 32,50 km2 1,02 .

2. Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta

Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai pemerintahan sendiri atau disebut Daerah Swapraja, yaitu Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1755, sedangkan Kadipaten Pakualaman didirikan oleh Pangeran Notokusumo saudara Sultan Hamengku Buwono II yang bergelar Adipati Paku Alam I pada tahun 1813. Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan kepada Presiden RI, bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi wilayah Negara RI, commit to user bergabung menjadi satu, mewujudkan satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI. Dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI, DIY mempunyai peranan yang strategis, sehingga pada tanggal 4 Januari 1946 sd tanggal 27 Desember 1949 pernah dijadikan sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Pada saat ini Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Kadipaten Pakualaman dipimpin oleh Sri Paduka Paku Alam IX, yang sekaligus menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DIY. Keduanya memainkan peran yang menentukan dalam memelihara nilai-nilai budaya dan adat istiadat Jawa dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta. Pada hakekatnya, seni budaya yang asli dan indah, selalu terdapat didalam lingkungan istana Raja dan di daerah-daerah sekitarnya. Sebagai bekas suatu Kerajaan yang besar, maka Yogyakarta memiliki kesenian dan kebudayaan yang tinggi dan bahkan merupakan pusat serta sumber seni budaya Jawa. Banyak peninggalan seni-budaya yang masih dapat disaksikan di monumen dan candi- candi, istana Sultan yang masih berkaitan dengan kehidupan istana. Kehidupan seni budaya di Yogyakarta tampak masih berkembang pada kehidupan seni tari dan kesenian lainnya. commit to user Nilai-nilai budaya masyarakat Yogyakarta, terungkap pula pada bentuk arsitektur rumah penduduk, dengan bentuk joglonya yang banyak dikenal masyarakat di seluruh Indonesia. Seniman - seniman terkenal dan seniman besar yang ada di Indonesia saat ini, banyak yang dididik dan digembleng di Yogyakarta. Sederetan nama seperti Affandi, Bagong Kussudiharjo, Edhi Sunarso, Saptoto, Wisnu Wardhana, Amri Yahya, Budiani, W.S. Rendra, Kusbini, Tjokrodjijo, Basijo, Kuswadji K, Sapto Hudoyo, Ny. Kartika dan lain-lain merupakan nama-nama yang ikut memperkuat peranan Yogyakarta sebagai Pusat Kebudayaan. Transportasi tradisional di DIY berupa :  Andong: alat transportasi tradisional berupa kreta kayu dengan empat roda yang ditarik satu atau dua ekor kuda, roda depan labih kecil dari pada roda belakangnya, supirnya disebut Kusir.  Becak: alat transportasi becak merupakan kendaraan umum di Yogyakarta, beroda tiga dengan tempat duduk di depan dan pengayuh becaknya duduk dibelakang.

3. Penduduk