dalam minyak jarak pagar. Pemanasan dan pengadukan kemudian terus dilakukan selama 1 jam.
Setelah reaksi esterifikasi selesai dilakukan, campuran sisa metanol, air dan katalis akan berada pada lapisan atas, sedangkan campuran antara FAME dan
minyak jarak pagar akan berada pada lapisan bawah. Terbentuknya dua lapisan produk dikarenakan adanya perbedaan densitas dan polaritas kedua campuran.
Kandungan asam lemak bebas dalam FAME dan minyak jarak pagar pada akhir tahap pertama proses esterifikasi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
sebelum esterifikasi, sehingga proses selanjutnya yaitu transesterifikasi dapat dilakukan. Pada proses transesterifikasi, 910 gram KOH dilarutkan dengan 13,65
kg metanol. Seperti halnya proses pelarutan asam sulfat dengan metanol, pelarutan KOH juga merupakan reaksi eksotermis yang menghasilkan panas.
Larutan metanol yang mengandung KOH biasa disebut sebagai metoksida. Metoksida kemudian ditambahkan ke dalam minyak jarak pagar dan kemudian
diaduk selama 1 jam pada suhu 50
o
C. Setelah proses transesterifikasi, maka campuran FAME dan metil ester
bersama dengan campuran gliserol dan katalis serta sisa metanol didiamkan dalam tangki pemisah untuk memisahkan fraksi polar dan non polar. Gliserol, katalis
KOH serta air akan berada pada lapisan bawah yang terpisah dari lapisan atas yang terdiri dari FAME dan metil ester. Lapisan-lapisan produk transesterifikasi
dapat dilihat pada Gambar 10.
Metil Ester
Gliserol Gambar 10 Lapisan-lapisan produk transesterifikasi minyak jarak pagar.
Pada akhir proses, biodiesel FAME dan ME kemudian dipisahkan untuk selanjutnya dicuci dan dikeringkan. Adapun gliserol kasar yang masih
mengandung senyawa pengotor lainnya akan dipisahkan untuk kemudian ditingkatkan kemurniannya sebelum digunakan sebagai salah satu komponen
penyusun formula CDS.
4.3 Peningkatan Kemurnian Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel
Jarak Pagar
Bahan dominan yang terkandung dalam gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar adalah sisa metanol yang tidak bereaksi, sabun sebagai hasil
reaksi antara asam lemak bebas dengan katalis KOH dan katalis KOH yang digunakan pada proses transesterifikasi, sehingga gliserol kasar bersifat basa
Kocsisová dan Cvengroš 2006, El-Diwani et al. 2009. Asam fosfat digunakan
untuk memisahkan gliserol dari katalis basa dan sabun. Asam fosfat digunakan karena sifatnya yang sangat higroskopis, sehingga sangat mudah berikatan dengan
bahan yang bersifat polar. Reaksi antara asam fosfat dengan KOH akan membentuk garam berupa kalium fosfat, sedangkan reaksi antara sabun dengan
asam fosfat akan membentuk asam lemak. Kedua reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
KOH + H
3
PO
4
K
3
PO
4
+ H
2
O A
sabun
R OH
O R
O
-
K
+
O
O P
OH
O-H OH
O P
OH
O
-
K
+
OH
Asam lemak bebas
B Gambar 11 Reaksi pembentukan K
3
PO
4
A dan asam lemak B pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar Farobie 2009.
Pemisahan garam kalium fosfat dari gliserol dilakukan dengan cara penyaringan vakum. Garam kalium fosfat yang diperoleh masih bersifat sedikit
asam, sehingga memerlukan perlakuan lanjutan yaitu pemurnian agar dapat digunakan sebagai pupuk. Garam kalium fosfat dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Garam kalium fosfat pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar.
Setelah garam terpisahkan dari gliserol, campuran gliserol akan memisah dari asam lemak yang terbentuk sebagai akibat adanya reaksi antara sabun dengan
asam fosfat. Produk yang dihasilkan pada proses peningkatan kemurnian gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Produk proses peningkatan kemurnian gliserol kasar.
Perbandingan kemurnian antara gliserol sebelum dengan setelah kemurniannya ditingkatkan sudah dilakukan oleh Farobie 2009 yang
menganalisis kemurnian gliserol menggunakan metode GC-MS Gas Chromatograhy
– Mass Spectroscopy. Hasil analisis GC-MS gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel jarak pagar sebelum dan sesudah peningkatan
kemurnian dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Hasil analisis GC-MS gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar. A Gliserol kasar B Gliserol hasil pengingkatan kemurnian
Farobie 2009. Pada Gambar 14 terlihat bahwa secara kualitatif pengurangan senyawa
pengotor gliserol terlihat dengan adanya pengurangan dari 17 puncak menjadi 11 puncak. Secara kuantitatif, analisis penentuan kadar gliserol yang dilakukan oleh
Farobie 2009 menunjukkan bahwa peningkatan kemurnian gliserol meningkat dari 40,19 menjadi 82,15. Tingkat kemurnian gliserol di atas 80 sudah
sesuai dengan SNI 06-1564-1195 yang menyatakan bahwa kadar gliserol hasil pemurnian yang diperbolehkan untuk dikomersialkan mempunyai kadar gliserol
minimum 80.
4.4 Formulasi Coal Dust Suppressant CDS
Setiap komponen penyusun formula CDS memiliki fungsi masing-masing. Polimer PVA merupakan polimer yang sangat larut di dalam air. Penggunaan
polimer PVA dalam formula CDS adalah sebagai pembentuk lapisan film pada