Minyak Jarak Pagar Utilization of glycerol by product of jatropha biodiesel production as coal dust suppressant component

2.3 Gliserol

Gliserol 1,2,3 propanatriol merupakan cairan bening tidak berwarna yang memiliki kelarutan yang baik terhadap air. Karakteristik gliserol ditampilkan pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Karakteristik gliserol Parameter Nilai Karakteristik Nomor registrasi CAS 56-81-5 Rumus formula C 3 H 8 O 3 Bobot molekul mol -1 92,1 Fasa Cair Warna Tidak berwarna sumber : Spectral Database for Organic Compounds 2010 Visualisasi molekul dan rumus struktur gliserol dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini. Gambar 3 Visualisasi molekul dan rumus struktur gliserol Gliserol merupakan salah satu hasil samping produksi biodiesel yang mempunyai jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan hasil samping lainnya. Jumlah gliserol yang dihasilkan dari setiap produksi biodiesel kurang lebih 10 dari total produksi biodiesel Dasari et al. 2005. Selama ini gliserol hasil samping produksi biodiesel masih bernilai ekonomis rendah, karena kemurniannya masih belum memenuhi standar. Gliserol hasil samping produksi biodiesel belum dapat dimanfaatkan, baik dalam bidang farmasi maupun makanan sebagaimana lazimnya gliserol paling banyak digunakan. Pachauri dan He 2006 melaporkan berbagai penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah gliserol hasil samping produksi biodiesel menjadi beberapa produk turunan seperti 1-3 propanadiol, 1-2 propanadiol, dihidroksiaseton, asam suksinat, hidrogen, poligliserol, poliester dan polihidroksialkonat. Proses pemurnian gliserol harus dilakukan untuk meningkatkan derajat kemurnian gliserol sebelum digunakan. Yong et al. 2001 melakukan pemurnian gliserol yang diperoleh dari industri metil ester minyak inti sawit melalui proses destilasi sederhana pada suhu 120 o C – 126 o C, tekanan 4,0 x 10 -1 - 4.0 x 10 -2 mbar dan kemudian didinginkan pada suhu 8 o C. Proses pemurnian ini berhasil meningkatkan kemurnian gliserol dari 50,4 menjadi 96,6. Adanya penggunaan panas pada proses destilasi metode tersebut menyebabkan meningkatnya biaya pemurnian gliserol yang tidak sebanding dengan nilai ekonomi yang diperoleh. Proses peningkatan kemurnian gliserol yang lebih sederhana dan relatif lebih murah dilakukan oleh Farobie 2009 dengan cara mereaksikan gliserol kasar dengan sejumlah asam fosfat sampai terbentuk endapan garam kalium fosfat. Tujuan utama proses ini adalah untuk menetralkan sisa katalis basa KOH dengan asam fosfat. Proses ini berhasil meningkatkan kemurnian gliserol dari 50 menjadi 80. Proses ini juga menghasilkan produk samping berupa garam kalium fosfat yang dapat digunakan sebagai pupuk. Selain garam kalium fosfat, produk lain yang dihasilkan pada saat pemurnian gliserol dengan menggunakan metode ini adalah asam lemak. Selain diproduksi melalui transesterifikasi minyak dan lemak, gliserol juga diproduksi melalui proses produksi dari alil klorida, propene oksida, proses fermentasi dari gula dan proses hidrogenasi karbohidrat. Beberapa proses non komersial lainnya yang memungkinkan terbentuknya gliserol adalah photoproduction dari biomassa, sintetis hidrogenasi katalitik karbon dioksida, serta proses produksi gliserol sintetis dari molase yang terhenti sejak tahun 1969. Gliserol yang dihasilkan baik dari proses transesterifikasi minyak dan lemak maupun yang disintesis dengan berbagai proses tersebut di atas merupakan bahan baku utama dan pendukung yang digunakan dalam berbagai industri. National Biodiesel Board 2010 menyatakan bahwa gliserol paling banyak digunakan di enam bidang industri yaitu industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetika, rokok, kertas dan percetakan serta industri tekstil. Gliserol digunakan baik sebagai bahan baku proses, bahan antara dan sebagai bahan tambahan yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas suatu produk. Rincian penggunaan gliserol di berbagai macam industri dapat dilihat pada Tabel 3.