Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subyek Penelitian

urutan kedua prevalensi perokok berdasarkan usia. Sedangkan pada kelompok pria non perokok didapatkan jumlah terbanyak pada usia 17-24 tahun dengan jumlah 10 orang 33,3. Hal tersebut sesuai dengan data dari Riskesdas tahun 2010 yang menunjukkan bahwa prevalensi terbanyak kelompok non perokok berada di rentang usia 17-24 tahun. Dari penelitian ini juga didapatkan bahwa pada kelompok perokok sebagian besar subjek memiliki kebiasaan merokok 11-20 batang perhari 26.7. Hal ini hampir sesuai dengan data Riskesdas tahun 2010 dimana paling banyak jumlah rokok perhari yaitu 1-10 batang dan urutan kedua 11-20 batang. 2 Pada tabel 4.2 kita dapat menentukan status kesehatan gigi dan mulut subjek penelitian berdasarkan beberapa indeks. Pada tabel tersebut rerata OHIS pada perokok lebih tinggi dibandingkan non perokok, yang artinya status kesehatan mulut pada perokok lebih buruk dibandingkan non perokok. Begitu juga dengan PI, CI, GI, dan DMFT Index dimana pada kelompok perokok lebih tinggi dibandingkan kelompok non perokok. Nilai rerata OHIS dan GI pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arowojolu, dkk, tahun 2013 mengenai perbedaan status kebersihan mulut pada perokok dan non perokok di Ibadan, Oyo State, Nigeria dengan memperhatikan OHIS dan GI. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa rerata indeks OHIS dan GI lebih tinggi pada kelompok perokok dibandingkan non perokok. 31 33 Nilai rerata DMFT Index yang lebih tinggi pada perokok di penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya. Al-Weheb pada tahun 2005 melakukan penelitian untuk melihat hubungan merokok dengan karies gigi dan jumlah lactobacillus saliva, yang hasilnya menunjukkan DMFT Index pada perokok lebih tinggi dibanding non perokok. 35 Menurut Arowojolu, dkk, tingginya OHIS pada perokok berhubungan dengan fakta bahwa merokok dapat menyebabkan adanya penodaan pada gigi, dimana permukaan gigi akan menjadi kasar dan mempercepat akumulasi plak pada gigi yang menandakan buruknya kesehatan gigi dan mulut perokok. Peningkatan GI menandakan adanya inflamasi pada gingival, yang ditandai dengan adanya penurunan aliran darah gingival yang dipengaruhi oleh nikotin. Rokok terdiri dari substansi sitotoksik, seperti nikotin, yang dapat menginisiasikan danatau memperburuk penyakit periodontal. 33 Pada penelitian ini utamanya melihat keadaan saliva, khususnya pH pada saliva. Saliva merupakan suatu sekresi yang berkaitan dengan mulut, dan saliva merupakan cairan biologis pertama dari tubuh kita yang terpapar oleh tembakau dari rokok yang mengandung bahan-bahan bersifat toksik yang dapat mengubah saliva baik secara struktural maupun fungsional. Untuk pH, normalnya saliva memiliki pH antara 6,0 sampai 7,0. Namun pada keadaan saat kelenjar penghasil saliva sedang istirahat, pH saliva sedikit lebih rendah dari 7,0, sedangkan saat kelenjar sedang aktif melakukan sekresi, pH pada saliva dapat mencapai 8,0. Pada dasarnya derajat keasaman pH saliva antar individu bervariasi, hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pH saliva, yaitu salah satunya diet makanan. Pada diet yang mengandung karbohidrat dapat menaikkan metabolisme produksi asam oleh bakteri yang ada di mulut sehingga dapat menurunkan pH saliva, sedangkan protein dapat dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber makanan yang selanjutnya terjadi pengeluaran zat-zat basa seperti amoniak. 10 11 13 36 Berdasarkan gambar 4.1 diperoleh nilai rata-rata pH saliva pada kelompok pria perokok dan non perokok masih dalam batas normal. Akan tetapi jika kita bandingkan pH saliva antara kedua kelompok tersebut pH saliva pada kelompok perokok lebih rendah dari pada kelompok non perokok. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Trudgill tahun 1998 yang menunjukkan terjadinya penurunan kadar bikarbonat saliva pada sampel yang merokok selama 28 hari sehingga menyebabkan pH saliva perokok lebih rendah daripada non perokok. 30 Reibel tahun 2001 melaporkan bahwa pH saliva akan meningkat saat merokok namun setelah jangka waktu panjang pH saliva pada perokok mengalami penurunan jika dibandingkan dengan non perokok. Kemudian hal tersebut dikuatkan pada penelitian tahun 2013 yang dilakukan Kanwar, dkk, di India yang membandingkan kelompok perokok dan non perokok dimana masing-masing kelompok terdiri dari 20 orang menunjukkan bahwa kelompok