Seks dan Gender dalam Hubungan Internasional

2.1.2 Seks dan Gender dalam Hubungan Internasional

Memasuki abad ke-20 dunia dihadapkan pada permasalahan-permasalahan global yang semakin meningkat hingga kemunculannya tidak dapat dipecahkan oleh teori-teori hubungan internasional mainstream yang ada. Ketika penelitian kontemporer terhadap negara mulai berpengaruh terhadap lahan hubungan internasional, tidak satupun yang memberikan perhatian terhadap gender, para peneliti negara tidak memunculkan peran bahwa pembagian kerja yang bergender dan kekuasaan memainkan peran dalam memelihara negara dan fungsinya, mereka juga tidak menyelidiki implikasi dari fakta bahwa sebagian besar dunia publik negara dan kekuasaan politik antar negara didominasi oleh laki-laki. Jika kita melihat pada

58 Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought, terj Aquarini Priyatna Prabasmoro Bandung , Jalasutra, 2004. hal. 73 58 Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought, terj Aquarini Priyatna Prabasmoro Bandung , Jalasutra, 2004. hal. 73

dan hubungan ketidakadilan gender. 59 Hal inilah yang di klaim oleh kaum feminis dimana mereka mengkritik teori-teori mainstream hubungan internasional sekaligus

mempertanyakan dimana keberadaan perempuan dalam hubungan internasional. Beberapa kritik feminis terhadap hubungan internasional: 60

1. Hubungan internasional secara implisit terikat pada pengetahuan yang prinsip- prinsip serta sistemnya merupakan sebuah tempat untuk manusia yang disebut laki-laki. Hal ini disebabkan karena salah satu karakteristik dari hubungan internasional yang mainstream dimunculkan sebagai gender blind (hubungan internasional itu tidak mempelihatkan adanya perbedaan gender antar aktor- aktornya).

2. Bahwa laki-laki memiliki keterkaitan yang erat dengan hubungan internasional, sedangkan perempuan hanya ditempatkan sebagai yang mendukung kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh laki-laki.

3. Bahwa laki-laki dalam hubungan internasional digambarkan sebagai negara, pembuat kebijakan, tentara, teroris, dan karakter-karakter lainnya yang menggambarkan kekuatan dan kekuasaan laki-laki itu lebih daripada perempuan.

59 J. Ann Tickner, “Foreward” dalam . Peterson, V Spike, Gendered States, Lynne Rienner Publisher Inc, 1992.

60 Christine Sylvester. 1994. Feminist Theory and International Relations in a Postmodern Era. Cambridge University Press. Hal. 4 -5.

Negara sebagai aktor yang dominan dalam hubungan internasional dan menjadi aktor penting dalam realisme sudah tidak mampu lagi menjawab segala permasalahan dalam hubungan internasional karena sebagai yang bergender, negara

memihak salah satu gender yang dominan yaitu maskulin. V. Spike Peterson 61 dalam bukunya yang berjudul Gendered State menjelaskan bahwa ketika kebiasaan- kebiasaan patriakal mendahului dan memungkinkan pembentukan negara, itulah yang merupakan awal negara yang berdasar atas sistem maskulin dan dominasi kelas diinstusionalisasikan; eksploitasi atas perempuan sebagai sebuah „kelas gender/seks‟ dilatarbelakangi oleh kekuasaan koersif negara dan reproduksi pengaturan gender dijadikan sebagai akibat dari suatu rekonfigurasi ideologi yang sah. Negara yang maskulin tidak hanya berdasarkan atas konstruksi tetapi juga merupakan manipulasi atas ideologi penggambaran ruang publik dan ruang privat dalam kehidupan.

Ideologi ini berasal dari ilmu pengetahuan yang berlaku dalam masyarakat dibuat oleh laki-laki dan pengetahuan ini dikenal sebagai pengetahuan manusia tanpa mempertimbangkan perempuan. Sehingga teori, konsep, dan metodologi serta tujuannya diklaim sebagai hasil pemikiran manusia. Dengan demikian implikasi dari fakta bahwa pengertian publik atas kealamian negara serta tujuan-tujuan dibentuknya negara otomatis dianalisis berdasar atas pengalaman laki-laki.

61 V. Spike Peterson, “Security and Sovereign State” dalam Peterson, V Spike, Gendered States. Lynne Rienner Publisher Inc, 1992

Negara mengggambarkan dirinya sebagai dunia politik dan mempromosikan defenisi politik dekat dengan hubungan kekuasaan. Hubungan kekuasaan ini

berkaitan dengan tiga macam dikotomis dalam konsep negara: 62

1. Pembagian antara publik-privat dan produksi-reproduksi telah dimunculkan kepermukaan secara berulangkali sebagai sebuah prinsip yang mengatur pembuatan negara modern. Secara historis, pembagian ini tidak hanya dipolakan sebagai aktifitas yang saling berlawanan, tetapi juga menuntut pengangkatan dimana yang satu lebih daripada yang lain. Sehingga berbagai pola dari pekerjaan perempuan dicemarkan dan secara harfiah diturunkan nilainya. Contoh jelasnya adalah masalah aktifitas reproduktif baik biologis maupun sosial dimana secara sistematis memiliki konsekuensi terhadap kehidupan perempuan dan pilihan-pilihan. Dalam hal ini kaum feminis mengambil sebuah kesimpulan bahwa pembagian kerja membutuhkan sebuah transformasi dimana tidak hanya memberikan hak kepada perempuan untuk melakukan apa yang laki-laki lakukan tetapi membuat sebuah kesepakatan mengenai reproduktif.

2. Pembagian wilayah publik dan privat ini juga dimunculkan dalam dikotomi yang kedua yang dikenal dengan reason-affect, mind-body, freedom-nessecity, abstract-concrete, culture-nature. Filosofi maskulin mengkonstruksi politik sebagai suatu ketetapan (disembedded) dan bukan suatu hal yang substansial (dissembodied). Dalam hal ini feminis

62 Ibid, hal.54-55 62 Ibid, hal.54-55

3. Ketiga,

protector-protected yang mengkonstruksikan bahwa protected dipandang lebih rendah daripada protector. Ini adalah hasil dari pengdikotomian kedua diatas dimana setelah konstruksi pendikotomian tesebut berlangsung maka akan timbul protected dan protector sebagai sebuah inferior dan superior dalam sistem negara.

Feminis mengklaim bahwa dalam hal ini dekonstruksi diperlukan dengan menambahkan perempuan serta pengalaman perempuan dalam struktur sistem. Perempuan tidak lagi menjadi invisible karena pengalaman perempuan yang berbeda berdasarkan kelas, etnis, kebangsaan, umur, orientasi seksual atau kemampuan fisik telah dimasukan ke dalam sistem sosial yang hirarki. Kunci untuk proyek rekonstruksi ini adalah hubungan konsep gender, feminis mengklaim bahwa semua kehidupan sosial itu bergender. Berikut dua asumsi feminis mengenai hal ini:

1. Bahwa gender adalah konstruksi sosial, menghasilkan identitas subjektif melalui apa yang kita lihat dan ketahui tentang dunia.

2. Bahwa isi dunia ini dibentuk oleh pengertian gender.

Kenyataan-kenyataan tersebut sangat jelas terlihat dalam hubungan internasional yang mainstream yang menempatkan aktor-aktor dalam hubungan internasional ( state-non state) sebagai representasi dari gender maskulin. Sebagaimana dalam kegiatan-kegiatan hubungan internasional seperti di dalam pengambilan keputusan, negosiasi internasional, bahkan perang, perempuan seringkali tidak dilibatkan sebagai aktor utama, selalu sebagai pelengkap laki-laki.

Sebagaimana yang disebutkan Cynthia Enloe 63 dalam Bananas, Beach and Bases dimana perempuan dalam perang hanya menempati fungsi sexism, dengan contoh

nyata kasus perempuan jugun ianfu 64 pada masa perang dunia ke-2. Sebagai representasi dari kritik feminisme hubungan internasional gelombang pertama ini, Cynthia Enloe memunculkan bahwa sesungguhnya perempuan juga ada sebagai bagian dari hubungan internasional melalui dua konsepnya yaitu pesonal is political dan personal is international

2.1.2.1 Personal is Political

Personal is political menekankan pada penolakan atas pendikotomian wilayah publik dan privat dimana hal-hal yang bersifat personal dibatasi oleh politik sehingga hubungan antara privat dan sosial pada kenyataannya termasuk kekuasaan. Biasanya

63 Cynthia Enloe. Bananas, Beach, and Bases. London: Pandora Press. 1990 64 Perempuan yang dijadikan budak seks selama perang 63 Cynthia Enloe. Bananas, Beach, and Bases. London: Pandora Press. 1990 64 Perempuan yang dijadikan budak seks selama perang

politik juga berarti pertarungan perempuan atas kedaulatan tubuhnya. 65 Ini menjelaskan bagaimana pada wacana hak asasi perempuan, konsep personal is political sangat membantu untuk menempatkan kekerasan domestik sebagai sebuah isu internasional yang mencakup pelanggaran hak asasi manusia yang dipandang sebagai sebuah masalah yang bersifat publik bahkan mengglobal.

Feminis juga mengklaim bahwa „the political is personal‟ dimana manusia (laki-laki) yang menguasai kehidupan publik telah menggunakan kekuatan kekuasaan mereka untuk mengatur hubungan privat dalam kontrol politik maskulin. 66 Dalam hal

ini kekuasaan yang telah lebih dahulu diperoleh laki-laki menjadikan mereka memanfaatkan ini sebagai suatu politik penguasaan terhadap ranah privat yang telah dikonstruksi sebagai tempat perempuan ada.

2.1.2.2. Personal is International

Personal is international adalah kelanjutan dari konsep personal is political. Cynthia Enloe dalam bukunya Bananas, Beach and Bases menjelaskan bahwa untuk

65 R. Valentina Sagala dan Ellin Rozana, Pergulatan Feminisme dan HAM, Bandung: Institut Perempuan,2007, hal. 50

66 Cynthia Enloe. Bananas, Beach, and Bases. London: Pandora Press. 1990, Hal. 195 66 Cynthia Enloe. Bananas, Beach, and Bases. London: Pandora Press. 1990, Hal. 195

is international‟. Cynthia Enloe menjelaskan bahwa „the personal is political‟ memberi kesan bahwa politik tidak dibentuk hanya oleh apa yang terjadi dalam debat

legislatif, kedai voting, atau ruang perang. Ketika laki-laki, yang telah mendominasi publik kehidupan, dan telah mengatakan kepada perempuan untuk tinggal di dapur, mereka (laki-laki) menggunakan kekuasaan publik mereka untuk mengonstruk

hubungan privat dalam segala cara yang mengandalkan kontrol politik maskulin. 67 Personal is international mengimplikasikan bahwa pemerintah bergantung

pada bentuk yang pasti dari dugaan hubungan privat dalam konteks untuk membentuk kebijakan luar negeri mereka. Pemerintah membutuhkan lebih dari sekedar kerahasiaan dan intelegensi, mereka butuh istri yang akan mempertimbangkan keputusan diplomatis mereka. Oleh sebab itu maka dalam sebuah politik pemikiran perempuan sebagai bagian dari sistem dibutuhkan karena sistem dunia ini terdiri dai manusia yang sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Konsep „personal is internasional‟ ini lebih menekankan bahwa

pemerintahan tergantung pada berbagai macam dugaan hubungan privat yang pada dasarnya untuk mendukung kebijakan luar negerinya. 68 Lingkaran pembuatan

keputusan internasional seperti layaknya sebuah men‟s club, namun politik

67 Ibid 68 Ibid, hal. 196 67 Ibid 68 Ibid, hal. 196