Kekuasaan Negara atas Vagina Perempuan Sierra Leone

5.2 Kekuasaan Negara atas Vagina Perempuan Sierra Leone

Negara adalah suatu lembaga politik dan hukum. Sebagai sebuah produk politik, seringkali ia dilihat sebagai suatu sistem yang natural, terberi dan terjadi dengan sendirinya. Negara dilihat terlepas dari segala kepentingan, baik kepentingan rezim pemerintahannya, maupun kepentingan kelompok-

115 Copyright © 2007 IPS-Inter Press Service. All rights reserved. : Q&A: "In Sierra Leone They Just Cut You, And There's Not Much Problem With That" 115 Copyright © 2007 IPS-Inter Press Service. All rights reserved. : Q&A: "In Sierra Leone They Just Cut You, And There's Not Much Problem With That"

tidak berjenis kelamin. 116

Kaum feminis hubungan internasional gelombang pertama telah mengklaim kenyataan akan adanya negara ini. Sebagaimana pernyataan Spike Peterson dalam Gendered State bahwa negara itu bergender dan kenyataannya gender yang dianut oleh kebanyakan negara adalah maskulin dimana ketika kebiasaan-kebiasaan patriakal mendahului dan memungkinkan pembentukan negara, itulah yang merupakan awal negara yang berdasar atas sistem maskulin dan dominasi kelas

diinstusionalisasikan; eksploitasi atas perempuan sebagai sebuah „kelas gender/seks‟ dilatarbelakangi oleh kekuasaan koersif negara dan reproduksi pengaturan gender dijadikan sebagai akibat dari suatu rekonfigurasi ideologi yang sah.

Negara itu maskulin karena masyarakatnya juga maskulin. Negara yang maskulin cenderung partriarki dan patriarki ini selalu terjebak dalam tiga bentuk kekuasaan atas negara yaitu struktur negara, hukum, dan kebudayaan. Hal ini

dijelaskan oleh Kurniasari N. Dewi, educator Komnas HAM 117 , sebagai balutan kekuasaan atas perempuan yang menjadikan perempuan mengalami lapisan yang

bertingkat-tingkat dalam menggapai kebebasan atas hak asasinya. Jika ditelaah melalui praktik FGM di Sierra Leone akan sangat banyak sekali ditemui kekuasaan-kekuasaan yang berlapis-lapis menyelubungi perempuan untuk

116 Dewi Novirianti, Negara dan Tubuh Perempuan, dalam Jurnal Perempuan, edisi 15, 2000, hal. 85 117 Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan Kurniasari N Dewi, lihat lampiran 116 Dewi Novirianti, Negara dan Tubuh Perempuan, dalam Jurnal Perempuan, edisi 15, 2000, hal. 85 117 Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan Kurniasari N Dewi, lihat lampiran

5.2.1. Ketidakkuasaan Perempuan Sierra Leone atas Vaginanya

Dalam hal ini perempuan Sierra Leone sama sekali tidak punya kekuasaan. Jangankan kekuasaan, hak untuk mengontrol vaginanya saja mereka tidak punya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mariana, bahwa FGM itu adalah sebuah tindakan untuk melakukan perubahan pada tubuh perempuan, dan setiap tindakan untuk melakukan perubahan terhadap tubuh ini seharusnya dengan ijin yang memiliki tubuh tersebut. Ini merupakan hak dasar setiap individu perempuan. Ketika praktik FGM berlangsung di Sierra Leone, perempuan Sierra Leone sama sekali tidak dimintai ijin dan ditanyakan apakah ia bersedia melakukan FGM ini. Ini jelas-jelas membuktikan bahwa perempuan Sierra Leone ini tidak perempuan tidak punya suara sama sekali, tidak punya ruang untuk berpendapat sama sekali tentang itu. Bahkan, jangankan untuk berpendapat, untuk berfikir bahwa FGM itu akan menganiaya tubuhnya saja perempuan ini tidak tahu. Selain itu, perempuan Sierra Leone ini Dalam hal ini perempuan Sierra Leone sama sekali tidak punya kekuasaan. Jangankan kekuasaan, hak untuk mengontrol vaginanya saja mereka tidak punya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mariana, bahwa FGM itu adalah sebuah tindakan untuk melakukan perubahan pada tubuh perempuan, dan setiap tindakan untuk melakukan perubahan terhadap tubuh ini seharusnya dengan ijin yang memiliki tubuh tersebut. Ini merupakan hak dasar setiap individu perempuan. Ketika praktik FGM berlangsung di Sierra Leone, perempuan Sierra Leone sama sekali tidak dimintai ijin dan ditanyakan apakah ia bersedia melakukan FGM ini. Ini jelas-jelas membuktikan bahwa perempuan Sierra Leone ini tidak perempuan tidak punya suara sama sekali, tidak punya ruang untuk berpendapat sama sekali tentang itu. Bahkan, jangankan untuk berpendapat, untuk berfikir bahwa FGM itu akan menganiaya tubuhnya saja perempuan ini tidak tahu. Selain itu, perempuan Sierra Leone ini

”They sometimes associate this with is demons. Whenever it happens that a girl bleeds excessi 118 vely they will say it‟s because she is a witch.” Ini sangat

membuktikan bahwa perempuan Sierra Leone yang di FGM sama sekali tidak punya hak atas vaginanya. Bahkan ketika vaginanya sangat kesakitan dan mengeluarkan banyak darah pun, perempuan tidak memiliki kemampuan untuk bersuara. Selain adanya aturan bahwa perempuan yang telah di FGM tidak boleh menceritakan pengalamannya kepada siapaun, perempuan ini telah meyakini mitos bahwa ketika ia mengeluarkan darah yang banyak berarti ia adalah seorang yang liar, nakal, identik dengan pelacur (witch), dan sebutan witch ini sangat rendah dipandang dalam masyarakat Sierra Leone. Bagaimana perempuan ini akan bersuara ketika ia sangat dikuasai oleh ketakuatan pikiran akan status witch. Tidak hanya di masyarakat Sierra Leone, di masyarakat Amerika Serikat yang sudah modern pun sebutan ini masih dianggap rendah dan hina, terbukti dengan film-film Hollywood yang sering menggunakan kata-kata wicth/bitch untuk merendahkan dan menghina orang lain. Mengapa bitch dianggap rendahan, Simone de Beauvoir menyatakan justru perempuan yang dianggap bitch ini lebih bisa mengontrol tubuhnya daripada

Berdasarkan video wawancara IRIN Berdasarkan video wawancara IRIN

5.1.2. Kekuasaan Budaya atas Perempuan Sierra Leone yang Tidak Berkuasa atas Vaginanya.

Kebudayaan di Sierra Leone erat kaitannya dengan mitos, terutama FGM. Mitos-mitos menjadi perempuan dengan FGM telah mengakar sangat dalam di kebudayaan Sierra Leone dan hal ini menjadi berkuasa dalam memperkuat stereotip terhadap perempuan Sierra Leone. Seperti yang diutarakan oleh salah seorang

perempuan Sierra Leone yang terekam dalam sebuah video Razor‟s Edge yang dikeluarkan oleh IRIN: “they avoid me, they abandon me, they abuse me, they look at

me with bad eyes, but I don‟t scare. I don‟t mind because I want a change”. Inilah sebuah pernyataan yang terkesan sangat tegar dari seorang perempuan Sierra Leone yang akan melakukan FGM. Ia rela melakukan semua proses penderitaan dan

kesakitan selama pelaksanaan FGM hanya demi sebuah pengakuan akan perubahan dalam dirinya untuk diakui oleh masyarakat sebagai seorang perempuan. Pernyataan yang sangat mengharukan sekaligus bodoh. Disebut bodoh karena perempuan Sierra

Leone ini hanya memperoleh pengetahuan dari mitos yang diturunkan nenek moyang mereka, tanpa proses berfikir, mereka tidak melihat fakta bahwa sebenarnya praktik ini sudah tidak di lakukan lagi di berbagai tempat di dunia. Mereka tidak tau bahwa sebenarnya tardisi itu bisa diubah. Mereka tidak mengenal bahwa sesungguhnya mereka itu berhak atas tubuhnya. Mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup layak tentang tubuhnya, tentang fungsi-fungsi tubuhnya. Mereka tidak menyadari bahwa ternyata ada yang salah dengan apa yang selalu mereka lakukan terus- menerus, turun-temurun. Mereka cenderung menutup erat segala sesuatu yang mereka alami selama proses FGM. Mereka diselubungi pikiran akan ketakutan untuk tidak diterima sebagai perempuan bagian masyarakat, tidak akan mendapatkan suami jika mereka tidak melakukan FGM ini. Mereka tidak peduli terhadap diri sendiri, tubuh sendiri. Mereka adalah bagian dari perempuan bodoh yang rela mengorbankan segala hak asasinya hanya untuk mendapatkan laki-laki.

Stereotip perempuan yang diagung-agungkan masyarakat Sierra Leone ini adalah bahwa perempuan yang baik yang akan diterima dalam masyarakat adalah ketika ia pasif, penurut, setia, mampu menjaga keperawanannya sebelum menikah. Ketakutan terbesar perempuan Sierra Leone ketika ia tidak di FGM adalah berujung pada tidak dianggap perempuan sehingga tidak bisa menikah karena tidak akan ada laki-laki Sierra Leone yang mau menikah dengan perempuan yang tidak di FGM. Kenyataan bahwa kehidupan perempuan di Sierra Leone ini memang akan berakhir dengan mendapatkan seorang suami, sehingga semua kehidupannya akan berada di tangan suaminya. Jadi seorang suami akan sangat penting bagi perempuan Sierra

Leone, sebelum diantara begitu banyak perempuan Sierra Leone yang sadar apakah mereka benar-benar interest dengan laki-laki (lesbian).

Keadaan seperti inilah yang merupakan patriarki dimana ketika masyarakat suatu negara telah menganut patriarki maka negaranya pun akan otomatis patriarki. Kurniasari N. Dewi kembali menegaskan bahwa patriarki itu juga terjebak dalam tiga hal pokok yaitu struktur negara, hukum, dan budaya. Budaya dalam kasus FGM di Sierra Leone ini adalah kekuasaan terkuat yang akan mempengaruhi struktur negara serta pembentukan hukum yang mengatur kehidupan bernegara.

5.2.2. Kekuasaan Negara Sierra Leone atas Kebudayaan Masyarakat Sierra Leone yang Berkuasa atas Perempuan Sierra Leone yang Tidak Punya

Kuasa atas Vaginanya . Pada sistem internasional negara diakui memiliki kedaulatan sehingga dengan

adanya kedaulatan ini negara memiliki kekuasaan dan kekuasaan negara ini ditentukan oleh bentuk sistem pemerintahannya. Negara Sierra Leone adalah negara yang memiliki pemerintahan berbentuk republik yang menggunakan sistem demokrasi. Negara demokrasi cenderung menggunakan sistem ”dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Jika diaplikasikan pada negara Sierra Leone sistem demokrasi ini akan berwuju d ”dari rakyat yang patriarki, oleh rakyat yang patriarki, dan untuk seluruh rakyat”.

Sierra Leone ini adalah negara yang konservatif. 119 Negara yang konservatif adalah perwujudan dari masyarakat yang konservatif juga. Sistem demokrasi adalah alatnya. Mariana menyatakan bahwa negara itu tidak pernah terlepas dari masalah politik. Kenyataannya negara akan selalu mengutamakan kepentingan masing-masing untuk mencapai kekuasaannya. Hal ini sangatlah maskulin dimana ciri dari maskulinitas itu adalah pengutamaan dalam mencapai kekuasaan.

Maskulinitas negara Sierra Leone ini terlihat dari fakta-fakta yang berhubungan dengan masalah FGM yang hingga saat ini masih belum menjadi sebuah isu yang diperhatikan oleh pemeritah sebagai salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan. Melalui laporan dari IRIN diketahui bahwa FGM dijadikan sebagai alat politik oleh presiden Sierra Leone, Ahmad Tejan Kabbah yang melalui istrinya Patricia Kabbah melakukan support terhadap praktik FGM ini terhadap 1500 perempuan dibiayai untuk melakukan tradisi FGM secara gratis dengan tujuan memenangkan suara pada saat pemilu hingga pada akhirnya ia terpilih menjadi presiden Sierra Leone. Secara tidak langsung tindakan yang dilakukan oleh presiden Sierra Leone ini menunjukkan dengan nyata dukungannya terhadap tradisi FGM ini sebagai bagian dari kebudayaan Sierra Leone. Terpilihnya ia sebagai presiden memperkuat kekuasaannya untuk terus membiarkan praktik FGM ini sebagai bagian dari tradisi rakyatnya.

119 Dr. Richard Fanthorpe. Writenet berjudul “Sierra Leone: The Influence of the Secret Societies, with special reference to female genital Mutilaiton ”. 2007

Hal ini sangat politis, dimana seorang pemimpin negara akan melakukan apapun dengan kekuasaan yang dimilikinya untuk tetap mendapatkan dukungan dari rakyatnya. Logikanya adalah bahwa pemerintah Sierra Leone yang berkuasa tidak berani ambil resiko untuk melakukan pelarangan terhadap praktik FGM karena pemerintah menyadari bahwa rakyatnya menerima mitos FGM ini, dan ketika dunia internasional salah satunya melalui PBB telah menyatakan himbauan pelarangan atas praktik FGM ini, pemerintah Sierra Leone tidak menghiraukannya karena ketika hal itu diaplikasikan melalui peraturan pelarangan terhadap FGM, rakyat Sierra Leone yang sangat mengagung-agungkan mitos FGM ini akan kehilangan kepercayaan atas pemerintah Sierra Leone ini dan hal ini merupakan ancaman bagi orang-orang yang duduk di pemerintahan. Di samping itu, ini akan menjadi sebuah dilema ketika seorang presiden Sierra Leone memenangkan pemilu dengan menggunakan FGM sebagai alat kampanyenya, akan sangat riskan bagi pemerintah untuk menciptakan suatu undang-undang pelarangan terhadap praktik FGM ini.

Tekanan dari dunia internasional hanya mampu dijawab oleh pemerintah Sierra Leone dengan pernyataan bodoh seorang menteri Kesejahteraan Sosial, Gender dan Perlindungan Anak, Shirley Yeama Gbujama : ”We will do something if the women themselves ask for it” 120 . Sementara ia tahu bahwa sebagian besar perempuan

Sierra Leone tidak berpendidikan, masih konservatif, masih sangat tradisional dan sangat mengagungkan mitos. Bagaimana mereka bisa berfikir, jangankan untuk berfikir mengenai hak asasinya, vagina sebagai hal yang paling dekat dengan mereka

120 IRIN Web special. Razor‟s Edge: The Controversy of female Genital Mutilation. 2005 120 IRIN Web special. Razor‟s Edge: The Controversy of female Genital Mutilation. 2005

Kerugian-kerugian yang diderita perempuan Sierra Leone ini tidak hanya dari segi fisik berupa kerusakan organ seksual beserta fungsi seksualnya tetapi hal ini menjadi sebuah bentuk opresi yang terus membelah diri dan menghasilkan opresi- opresi baru bagi perempuan. Feminis radikal telah menunjukkan bahwa berawal dari vagina kemudian perempuan ini jadi banyak masalah, banyak mendapat perlakuan tidak adil bahkan tindak kekerasan hanya karena perempuan punya vagina. Kenyataan ini secara jelas teraplikasi dalam budaya politik masyarakat Sierra Leone dimana terdapat perbedaan antara perempuan yang telah melakukan FGM dan yang

tidak melakukan FGM. Sebagaimana laporan IRIN: 121 “Women who have not undergone the ordeal are still considered children-not proper adults-who are

unworhty of marriage or any position of leadership in society.” Peryataan lain yang menjelaskan diskriminasi terhadap perempuan yang tidak melakukan FGM juga dituliskan oleh NAYD : “they are generally bared from taking up leadership position in Sierra Leone society”. 122

Tindakan pendiskriminasian ini menjadikan arti FGM begitu penting bagi perempuan Sierra Leone hingga begitu sulit untuk dihapuskan. Negara sebagai

121 http://www.irinnews.org/pdf/in-depth/FGM-IRIN-In-Depth.pdf , diakses pada 20 Januari 2008

122 Berdasarkan laporan NAYD Sierra Leone, lihat Lampiran 122 Berdasarkan laporan NAYD Sierra Leone, lihat Lampiran

Dimulai dari tidak adanya kekuasaan perempuan atas vaginanya telah menjadikan sebuah bentuk kekuasaan negara atas vagina perempuan. Itulah inti dari praktik FGM di Sierra Leone ini. Pemerintah Sierra Leone dalam hal ini benar-benar berkuasa atas tubuh perempuan dibuktikan dengan tindakan telah melanggar komitmen akan aturan mengenai hak asasi perempuan sebagai manusia yang sama- sama memiliki hak asasi dengan manusia yang berjenis kelamin laki-laki. Pengratifikasian CEDAW pada tahun 1988 dengan tidak adanya implementasi aturan pelarangan atas tindakan pendiskriminasian dan kekerasan terhadap perempuan melalui pengabaian masalah FGM adalah bukti nyata dari kekuasaan negara Sierra Leone atas tubuh perempuan. Berikut dua deretan ketidakadilan serta kekerasan yang Dimulai dari tidak adanya kekuasaan perempuan atas vaginanya telah menjadikan sebuah bentuk kekuasaan negara atas vagina perempuan. Itulah inti dari praktik FGM di Sierra Leone ini. Pemerintah Sierra Leone dalam hal ini benar-benar berkuasa atas tubuh perempuan dibuktikan dengan tindakan telah melanggar komitmen akan aturan mengenai hak asasi perempuan sebagai manusia yang sama- sama memiliki hak asasi dengan manusia yang berjenis kelamin laki-laki. Pengratifikasian CEDAW pada tahun 1988 dengan tidak adanya implementasi aturan pelarangan atas tindakan pendiskriminasian dan kekerasan terhadap perempuan melalui pengabaian masalah FGM adalah bukti nyata dari kekuasaan negara Sierra Leone atas tubuh perempuan. Berikut dua deretan ketidakadilan serta kekerasan yang

1) Kekerasan negara terhadap anak FGM di Sierra Leone ini dipraktikkan dengan objek anak perempuan. Kekerasan terhadap anak perempuan yang dipaksa untuk melakukan FGM oleh tradisi kebudayaan adalah kesalahan negara. Kelalaian negara dalam memberikan perlindungan terhadap anak sebagai generasi muda penerus bangsa

2) Ketidakadilan negara terhadap penjaminan akan perolehan hak perempuan atas kesehatan seksual dan reproduksinya.

Kerusakan vagina perempuan Sierra Leone atas praktik FGM ini adalah sebuah bentuk tindak penghilangan hak asasi perempuan Sierra Leone untuk mendapatkan hak atas kesehatan seksualnya. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa vagina perempuan tidak hanya berfungsi sebagai alat reproduksi saja, tetapi memiliki bagian-bagian yang memiliki fungsi kenikmatan seksual yaitu klitoris. Ketika FGM telah merusak klitoris dari vagina perempuan ini maka fungsinya akan tidak sempurna lagi. Sehingga perempuan kehilangan hak atas fungsi kesehatan dan fungsi seksual dari vagina ini.

Negara seharusnya punya tanggung jawab untuk menjamin teraplikasinya hak-hak perempuan ini. Kekuasaan yang dimiliki oleh negara seharusnya digunakan untuk menjamin keberadaan hak asasi perempuan bukan sebaliknya untuk menguasai tubuh perempuan yang jelas-jelas adalah bagian dari hak asasi perempuan. Ini adalah sebuah bukti dari negara yang maskulin dimana fokus utamanya adalah kekuasaan itu Negara seharusnya punya tanggung jawab untuk menjamin teraplikasinya hak-hak perempuan ini. Kekuasaan yang dimiliki oleh negara seharusnya digunakan untuk menjamin keberadaan hak asasi perempuan bukan sebaliknya untuk menguasai tubuh perempuan yang jelas-jelas adalah bagian dari hak asasi perempuan. Ini adalah sebuah bukti dari negara yang maskulin dimana fokus utamanya adalah kekuasaan itu