FGM Sebagai Diskursus Maskulin

5.3 FGM Sebagai Diskursus Maskulin

Maskulinitas menjadi bagian dari masyarakat yang memperkuat mitos keideala seorang perempuan, bagaimana menjadi perempuan yang diinginkan oleh masyarakat patriarki dimana yang berlaku adalah gender seolah-olah telah mendahului seks. Sehingga vagina sebagai seks perempuan menjadi harus mengikuti aturan gender yang telah ditetapkan sebagai sosok perempuan ideal. Mitos ini merupakan hasil konstruksi yang akan diperkuat kembali oleh diskursus-diskursus yang berkembang di masyarakat kebanyakan. Berikut dua contoh diskursus yang dimunculkan dari sisi-sisi yang merupakan pondasi kokoh dari sebuah bangunan bernama patriarki yang terformalisasi dalam bentuk negara:

5.3.1. Pondasi Satu: Budaya

Kebudayaan dalam pengertian umumnya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Melalui pengertian ini sudah dapat dikatakan bahwa budaya itu adalah ciptaan manusia. Hal ini diperkuat oleh seorang antropolog Kebudayaan dalam pengertian umumnya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Melalui pengertian ini sudah dapat dikatakan bahwa budaya itu adalah ciptaan manusia. Hal ini diperkuat oleh seorang antropolog

Proses life cycle ini sangat erat kaitannya dengan patriarki, dimana dominasi maskulin menjadi sebuah penentu dari tanda yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Budi Rajab patriarki itu sangat ditunjukkan dalam budaya. Ini bertujuan untuk menaklukan perempuan, salah satunya dengan FGM ini. Mitos melalui menciptakan bahwa perempuan ideal adalah perempuan yang di FGM. Masyarakat yang mengagung-agungkan budaya termasuk perempuan sebagai bagian dari masyarakat itu juga akan meyakini FGM sebagai sebuah life cycle kehidupan yang akan membawa perubahan dalam dirinya. Meskipun tanpa tanda dengan FGM ini perempuan akan mengalami lifecycle juga, tapi dalam hal ini pengakuan akan hal tersebutlah yang menjadi terpenting. Pengakuan dari masyarakat yang berbudaya akan sah adanya ketika telah melalui tanpa yang sudah ditentukan oleh budaya

123 Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Budi Rajab 123 Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Budi Rajab

Kaum feminis tidak hanya terdiri dari kaum perempuan, tetapi juga laki-laki sebagai salah satu agen pembebasan atas diskriminasi perempuan ini. Ketika budaya telah berkuasa atas tubuh perempuan dengan FGM ini, dan kekuasaan identik dengan power, hukum rimba akan kembali berkuasa dimana yang kuatlah yang menjadi pemenang. Apalah arti perempuan dalam budaya patriarki yang dikuasai oleh dominan maskulin dan perempuan yang masih dalam kesadaran palsu menyetujui kekuasaan maskulinitas ini, ketika sebagian besar masyarakat budaya masih menganggap perempuan sebagai the second sex, meskipun ada laki-laki yang sudah bangkit dari kesadaran palsunya untuk menempatkan perempuan sebagai seks yang setara dengan seks laki-laki.

5.3.2. Pondasi Dua: Agama

Berbicara mengenai agama, identik sebagai sesuatu yang sakral, suci karena berhubungan dengan pencipta manusia itu sendiri karena kan selalu dikaitkan dengan Tuhan. Setelah melakukan penelitian terhadap dua agama yang ada di Sierra Leone yaitu Islam dan Kristen, peneliti menemukan bahwa Islam adalah agama yang memiliki aturan mengenai FGM ini. FGM dalam agama islam disebut dengan istilah khitan atau sunat.

Sumber hukum agama islam itu ada dua yaitu al Quran dan Hadist. FGM ini hanya terdapat dalam hadist sebagai sumber hukum kedua setelah Al

Quran. Berikut hadistnya: 124

1) Pendapat Imam Abu Hanifah mengenai berkhitan (sunat), yakni hukumnya sunat, berpedoman sebuah hadits yang bermaksud: “Berkhitan itu sunat bagi lelaki dan penghormatan bagi perempuan.”

2) Hadits Abu Dawud, “bahwa Nabi Muhammad pernah berkata kepada seorang perempuan juru khitan anak perempuan,

„sedikit sajalah dipotong, sebab hal itu menambah cantik wajahnya dan kehormatan bagi suaminya‟”

Dalam ajaran islam ada hal-hal yang tidak boleh dipertanyakan lagi kebenarannya dan ada yang masih boleh diperdebatkan, salah satu yang masih boleh diperdebatkan ini adalah FGM. Seorang pemimpin islam di Afrika Sheikh Musa Mohammed Omer, a yang merupakan anggota the Executive Committee of the Supreme Council for Islamic Affairs di Ethiopia, salah satu negara Afrika yang juga melakukan praktik FGM, menyatakan sebuah pendapatnya selaku tokoh agama Islam mengenai FGM ini. Berikut pernyataannya:

124 Ensiklopedi Hukum Islam, editor Abdul Azis Dahlan et al., Jakarta, 1997, Vol 3

This tradition, whether it is female or male circumcision, was done starting from prophet Muhammad and wehave practiced it for the last 1,000 years. He ... did not prohibit it, but gives the advice to moderate the surgery.So we, as Muslim s, believe that the prophet‟s advice was to moderate it - therefore, there is no problem withit in the religion. This conference, and the medical research associated with it, does not show that the Sunnahcircumcision - cutting only the outer part of the clitoris - has caused any medical complications. I believe that Islam condones the Sunnah circumcision; it is acceptable. What‟s forbidden in Islam is the pharaonic circumcision

but, in actuality, we see people execute the pharaonic method - this is bloodshed. And Islam rejects shedding the blood of a woman or any creature, so we have to avoid it - it is up to us to protect the life of a woman. If female circumcision is done according to the rulings of the Islamic Shari‟ah, I do not order people to avoid it. I do oppose

non-Islamic [pharaonic] circumcision. It should not be done anymore. 125

Berikut fakta baru yang dikeluarkan WHO mengenai dampak dari FGM ini dari segi kesehatan: 126

Studi terbaru yang dipublikasikan oleh WHO telah menunjukkan bahwa wanita yang pernah mengalami mutilasi alat vital secara signifikan cenderung mengalami kesulitan saat melahirkan dan bayi mereka pada umumnya meninggal sebagai akibat dari praktek kekerasan tersebut. Komplikasi yang serius selama melahirkan termasuk kebutuhan untuk mendapatkan bedah caesar, perdarahan parah yang membahayakan setelah persalianan, dan perawatan di Rumah Sakit setelah persalinan. Studi tersebut menunjukkan bahwa derajat komplikasi meningkat berdasarkan besar dan keparahan FGM (Female Genital Mutilation.).

Data-data kesehatan dari WHO ini memberikan pilihan bagi umat Islam yang masih mempertanyakan sunat perempuan sebagai aturan dari Tuhan yang wajib dilakukan atau perlu dipertanyakan kembali. Seorang feminis Islam yang

Berdasarkan hasil wawancara IRIN, Februari 2005 http://www.irinnews.org/pdf/in- depth/FGM-IRIN-In-Depth.pdf , diakses 20 Januari 2008

126 Informasi ini diperoleh dari website Departemen Kesehatan Republik Indonesia 126 Informasi ini diperoleh dari website Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Agama, jika melihat ajaran-ajarannya yang asli, tetap berpihak kepada tujuan-tujuan kebenaran, persamaan, keadilan, cinta dan kehidupan sehat yang bermanfaat bagi semua orang baik laki-laki atau perempuan. Bukankah agama sejati bila tujuannya adalah membawa penyakit, memotong anggota tubuh anak-anak perempuan dan membuang sebagian penting dari organ seksualnya Jika agama berasal dari Tuhan, bagaimana mungkin ia menyuruh manusia memotong sebuah organ yang Ia ciptakan, padahal organ itu bukanlah penyakit atau cacat? Tuhan tidaklah menciptakan klitoris sebagai organ seksual yang sensitif, yang fungsi satu-satunya agar mendapatkan kenikmatan semacam itu, juga normal dan sah bagi perempuan dan karenanya menjadi sebuah bagian yang integral dalam kesehatan mental. Kesehatan fisik dan mental perempuan tidak lengkap bila mereka tidak merasakan kenikmatan cinta.

Agama adalah sakral bagi masyarakat beragama, sehingga terkadang kesakralannya ini menjadi alat yang sangat kuat untuk melegalkan sebuah praktik kekerasan terhadap perempuan, seperti dalam kasus FGM ini. Karena terkadang hal-hal yang telah dituliskan Tuhan melalui agama secara benar bisa menjadi sebuah kesalahinterpretasian dari manusia sebagai makhluk Tuhan yang tidak sempurna.

Melalui dua diskursus yang sangat kuat posisinya dalam masyarakat secara keseluruhan yang patriarki akan sangat menimbulkan sebuah makna ketika kedua diskursus ini dikaji secara mendalam oleh pihak-pihak yang berkompeten dalam