PENGEMBANGAN JARINGAN AIR BAKU UNTUK AIR BERSIH

D. PENGEMBANGAN JARINGAN AIR BAKU UNTUK AIR BERSIH

Rencana pengembangan jaringan air baku untuk air bersih terdiri dari:

1. pemeliharaan dan optimalisasi sumber air baku eksisting yang terdiri dari:

a. Sungai APO (Army Post Office) Sungai APO yang terletak di bagian Utara Kota Jayapura mengalir dengan hulu

sungainya berada di tubuh G. Merahriboh. Intakenya terletak pada ketinggian 463 m dpl dan berjarak sekitar 5,5 km dari pusat Kota Jayapura, mengalir dengan debit sekitar 13 liter/detik (1996), air masih cukup jernih. Sumber air sungai ini dimanfaatkan untuk dikonsumsi masyarakat di Distrik Jayapura Utara

dan Distrik Jayapura Selatan, dengan daerah tangkapan sekitar 1 km 2 . Penggunaan lahan sampai saat ini masih terlihat rapat oleh hutan, diharapkan

kondisi ini akan tetap demikian, sehingga debit akan stabil atau mungkin meningkat. Sungai ini mempunyai panjang dari hulu ke hilir sekitar 3.550 m, intake terletak pada 1.150 m dari hulu sungai, debit andalan adalah 5,5 liter/detik.

Sungai APO ini mengalir pada batuan keras atau batuan bersifat massif, dengan ketebalan pelapukan umumnya <2 m, maka sumber air kali ini berasal dari resapan air hujan yang masuk celahan, rekahan dan tanah lapukan kemudian muncul secara gravitasi ke tempat yang lebih rendah berupa cekungan atau permukaan tanah yang telah membentuk alur-alur yang akhirnya masuk pada alur yang lebih besar. Kondisi tutupan lahan masih berupa hutan dan semak belukar sangat membantu proses peresapan air hujan ke tanah, melalui rekahan dan celahan atau pori-pori tanah lapukan secara perlahan. Indikasi tutupan lahan masih lebat adalah kualitas air yang jernih, debit stabil, baik musim hujan maupun musim kemarau. Sungai APO kualitas airnya masih cukup baik, jernih, tetapi semakin ke arah hilir sudah terlihat adanya perubahan warna, yaitu mulai agak keruh dan di bagian muara sungai sudah tercemar oleh air pasang dari laut.

b. Sungai Anafre Sungai ini mengalir di sisi selatan dari Sungai APO dan masih berhulu sama

yaitu di tubuh G. Merahriboh, intakenya terletak pada ketinggian 561 m dpl dan berjarak sekitar 9 km dari pusat Kota Jayapura. Debit kali Anafre berdasarkan pengukuran oleh DPU (1996) sekitar 24 L/dt, dan mempunyai daerah tangkapan yaitu di tubuh G. Merahriboh, intakenya terletak pada ketinggian 561 m dpl dan berjarak sekitar 9 km dari pusat Kota Jayapura. Debit kali Anafre berdasarkan pengukuran oleh DPU (1996) sekitar 24 L/dt, dan mempunyai daerah tangkapan

tetap seterusnya. Sungai Anafre dimanfaatkan untuk mengaliri konsumen Distrik Jayapura Utara dan Distrik Jayapura Selatan.

Sungai Anafre ini mengalir pada batuan keras atau batuan bersifat massif, keras, relatif kedap air dengan ketebalan pelapukan umumnya < 1, maka secara umum sumber air kali ini berasal dari resapan air hujan yang masuk ke lahan, rekahan, dan tanah lapukan kemudian muncul secara gravitasi ke tempat yang lebih rendah berupa suatu cekungan atau permukaan tanah yang telah membentuk alur-alur yang akhirnya masuk pada alur yang lebih besar. Sungai ini sebetulnya merupakan anak cabang dari kali Kloofkamp, bercabang sekitar Batu Putih, Sungai Anafre sendiri panjangnya dari hulu ke pertemuan dengan Sungai Kloofkamp sekitar 4.225 m, sedangkan intake terletak di hulu sungai dengan debit andalan adalah 14,5 L/dt. Penyadapan air dilakukan di ujung atau di hulu sungai, diperkirakan bahwa sumber air Kali Anafre merupakan mata air, yaitu aliran air tanah yang muncul ke permukaan air tanah.

Vegetasi masih berupa hutan dan semak belukar sangat membantu proses peresapan air hujan ke dalam tanah, melalui rekahan dan celahan ataupun pori- pori tanah lapukan secara perlahan. Salah satu indikasi tutupan lahan masih lebat adalah kualitas air yang jernih, debit stabil baik musim hujan maupun musim kemarau secara fisik kualitas airnya masih cukup baik, jernih, tetapi semakin ke arah hilir sudah terlihat perubahan warna, yaitu agak mulai keruh atau kurang jernih.

c. Sungai Kloofkamp Sungai ini terletak di sisi selatan Sungai Anafre atau di atas wilayah Gurabesi

atau Polimak, mempunyai daerah tangkapan air sekitar 7 km 2 , berjarak sekitar 7 km dari pusat Kota Jayapura. Terdapat 9 Intake yang terletak pada ketinggian

antara 67-227 m dpl. Kualitas air sungai ini masih cukup baik, jernih, tidak berbau, tetapi kadang sungai ini tercemar oleh aktivitas manusia yang menggunakan secara langsung, sehingga kadang air menjadi keruh. Debit terukur sungai ini adalah 242 L/dt (1996). Wilayah pelayanan Sungai Kloofkamp adalah Distrik Jayapura Utara dan Distrik Jayapura Selatan.

Sungai Kloofkamp ini mengalir pada batuan keras atau batuan bersifat massif, keras, relatif kedap air dengan ketebalan pelapukan umumnya <1,5 m, maka Sungai Kloofkamp ini mengalir pada batuan keras atau batuan bersifat massif, keras, relatif kedap air dengan ketebalan pelapukan umumnya <1,5 m, maka

Vegetasi mesih berupa hutan dan semak belukar sangat membantu proses peresapan air hujan ke dalam tanah, melalui rekahan dan celahan ataupun pori- pori tanah lapukan secara perlahan. Salah satu indikasi tutupan lahan masih lebat adalah kualitas air yang jernih, debit stabil baik musim hujan maupun musim kemarau.

d. Sungai Entrop Sungai ini terletak di sekitar Kota Entrop dan berhulu di bagian atas dari Entrop,

memiliki daerah tangkapan air seluas 5 km 2 , intake sebanyak 11 buah terletak pada ketinggian antara 21-108 m dpl. Berjarak 11,5 km dari Kota Jayapura.

Kualitas air sungai masih cukup baik, air jernih, debit terukur sekitar 145 L/dt, sungai ini mengaliri konsumen untuk Distrik Jayapura Utara dan Distrik Jayapura Selatan.

Di bagian hulu Kali Entrop mengalir pada sebaran batu gamping kemudian ke arah hilir melewati sebaran batuan keras atau batuan bersifat massif, keras, relatif kedap air dengan ketebalan pelapukan umumnya <1 m, maka secara umum sumber air sungai ini berasal dari resapan air hujan yang masuk celahan, rekahan dan tanah lapukan kemudian muncul secara gravitasi ke tempat yang lebih rendah berupa suatu cekungan atau permukaan tanah yang telah membentuk alur-alur yang akhirnya masuk pada alur yang lebih besar. Sungai Entrop ini mempunyai panjang dari hulu ke hilir sekitar 5.850 m, dan intake terletak pada 2.475 m dan 3.850 m dengan debit andalan adalah 95 L/dt.

Vegetasi masih berupa hutan dan semak belukar sangat membantu proses peresapan air hujan ke dalam tanah, melalui rekahan dan celahan atau pori-pori tanah lapukan secara perlahan. Salah satu indikasi tutupan lahan masih lebat Vegetasi masih berupa hutan dan semak belukar sangat membantu proses peresapan air hujan ke dalam tanah, melalui rekahan dan celahan atau pori-pori tanah lapukan secara perlahan. Salah satu indikasi tutupan lahan masih lebat

e. Sungai Kujabu Sungai ini terletak di Kota waena dan berhulu di bagian atasnya, mempunyai

daerah tangkapan hujan sekitar 17 km 2 dan intakenya terletak pada ketinggian antara 160-165 m dpl. Sungai ini mengaliri konsumen untuk Distrik Jayapura

Utara, Distrik Jayapura Selatan, dan Distrik Abepura, dengan debit 315 L/dt. Sungai ini letaknya sekitar 17 km dari Kota Jayapura dan sekitar 4 km dari kawasan perkotaan Abepura.

Di bagian hulu hingga hilir sungai ini melewati sebaran batuan keras atau batuan bersifat massif, keras, relatif kedap air dengan ketebalan pelapukan umumnya <1,5 m, maka secara umum sumber air kali ini berasal dari resapan air hujan yang masuk celahan, dan tanah lapukan, kemudian muncul secara gravitasi ke tempat yang lebih rendah berupa suatu cekungan atau permukaan tanah yang telah membentuk alur-alur yang akhirnya masuk pada alur yang lebih besar. Debit sungai yang besar ini, yaitu 315 L/dt, dan panjang Sungai Kujabu dari hulu ke hilir sekitar 14.425 m, dan intake terletak pada 5.250 m dengan debit andalan adalah 240 L/dt.

Vegetasi masih berupa hutan dan semak belukar sangat membantu proses peresapan air hujan ke dalam tanah, melalui rekahan dan celahan ataupun pori- pori tanah lapukan secara perlahan. Salah satu indikasi tutupan lahan masih lebat adalah kualitas air yang jernih, debit stabil baik musim hujan maupun musim kemarau.

f. Sungai Hubai Terletak di bagian Barat Waena, bermuara langsung ke Danau Sentani, sedang

bagian hulunya merupakan Rawa Hubai. Debit terukur sekitar 220 L/dt (1987) dan debit terendah 170 L/dt.

Di bagian hulu hingga hilir sungai ini melewati sebaran batuan keras atau batuan bersifat massif, keras, relatif kedap air dengan ketebalan pelapukan umumnya 0,25-2 m, maka secara umum sumber air kali ini berasal dari resapan air hujan yang masuk celahan, rekahan dan tanah lapukan kemudian muncul secara gravitasi ketempat yang lebih rendah berupa suatu cekungan atau permukaan tanah yang telah membentuk alur-alur yang akhirnya masuk pada alur yang lebih Di bagian hulu hingga hilir sungai ini melewati sebaran batuan keras atau batuan bersifat massif, keras, relatif kedap air dengan ketebalan pelapukan umumnya 0,25-2 m, maka secara umum sumber air kali ini berasal dari resapan air hujan yang masuk celahan, rekahan dan tanah lapukan kemudian muncul secara gravitasi ketempat yang lebih rendah berupa suatu cekungan atau permukaan tanah yang telah membentuk alur-alur yang akhirnya masuk pada alur yang lebih

Vegetasi masih berupa hutan dan semak belukar sangat membantu proses peresapan air hujan kedalam tanah, melalui rekahan dan celahan ataupun pori- pori tanah secara perlahan. Salah satu indikasi tutupan lahan masih lebat adalah kualitas air yang jernih, debit stabil baik musim hujan maupun musim kemarau, kealitas air saat penelitian jernih tidak berbau.

g. Sungai Siborogonyi Siborogonyi terletak di bagian barat, tepatnya di sebelah utara lahan Universitas

Cenderawasih, bermuara di sebelah utara Kotaraja/Bucen dan langsung ke laut, bagian hulunya merupakan Pegunungan Cycloops. Debit terukur sekitar 220-230 L/dt. Dibagian hulu hingga hilir sungai ini melewati sebaran batuan keras atau batuan bersifat massif, keras relatif kedap air dengan ketebalan pelapukan umumnya 0,25-1,5 m, maka secara umum sumber air kali ini berasal dari resapan air hujan yang masuk celahan, rekahan, dan tanah lapukan kemudian muncul secara gravitasi ketempat yang lebih rendah berupa suatu cekungan atau permukaan tanah yang telah membentuk alur-alur yang akhirnya masuk pada alur yang lebih besar. Sumber air ini dimanfaatkan untuk melayani masyarakat di Distrik Abepura.

Di sekitar Kotaraja alur sungai melewati daerah dataran yang tersusun oleh material lempung, pasir, dan kerikil. Jika dibandingkan dengan sungai-sungai yang telah diuraikan tersebut di atas Sungai Siborogonyi merupakan sungai terpanjang, yaitu sekitar 15.450 m lebih. Debit sungai ini cukup besar, yaitu sekitar 225 L/dt dan berdasarkan perhitungan debit andalannya adalah 140 L/dt.

h. Sungai Buper (Bumi Perkemahan) Di daerah Bumi Perkemahan Abepura dijumpai sebuah mata air yang keluar,

karena terpotong oleh permukaan tanah (topografi). Mata air terletak pada zona langka air atau sulit air, debit yang terukur adalah 5 L/dt walaupun relatif kecil karena terpotong oleh permukaan tanah (topografi). Mata air terletak pada zona langka air atau sulit air, debit yang terukur adalah 5 L/dt walaupun relatif kecil

Dari uraian di atas dapat digambarkan bahwa sungai-sungai tersebut mempunyai suatu karakteristik yang umumnya hampir sama, menempati pada sebaran Batuan Ultramafic, kemiringan yang relatif sama karena menempati morfologi perbukitan terjal, kondisi hidrogelogi menempati zona langkah air atau sulit air, hanya masing-masing sungai mempunyai panjang yang berbeda dan jumlah cabang yang berbeda pula.

Penyadapan atau penempatan intake akan mempengaruhi jumlah debit yang terambil, semakin ke arah hulu semakin kecil debit yang bisa disadap, tetapi semakin baik kualitas airnya, karena belum tercemar dan semakin baik pula gravitasinya. Sebaliknya semakin ke arah hilir semakin besar debit yang bisa disadap, tetapi semakin rawan terhadap pencemaran dan semakin rendah tekanan gravitasinya. Selain itu, jumlah anak cabang sungai pula akan mempengaruhi besarnya debit, semakin banyak anak cabang semakin besar debit sungai dan sebaliknya semakin sedikit anak cabang sungai debit makin kecil. Faktor lain yang sangat penting selain curah hujan adalah tata guna lahan, semakin lebat penggunaan lahan, seperti untuk hutan semakin baik dan membantu proses peresapan air ke dalam tanah.

TABEL III.11 SUMBER AIR BAKU DI JAYAPURA DENGAN DEBIT TERUKUR

SUMBER AIR BAKU

DEBIT

CATCHMENT VEGETASI

AREA (HA) Sungai Entrop

(LITER/DETIK)

Debit terukur minimum

Hutan dan semak Debit minimum

Debit rendah tahunan rata-rata

5 km 2 belukar Debit maksimum (minimum di pipa distribusi utama)

Debit Andalan

Sungai Kujabu (untuk Abepura)

17 km 2 Debit rendah tahunan rata-rata

Debit terukur minimum

Debit minimum

Debit maksimum (minimum di pipa distribusi utama)

Hutan dan semak Debit Andalan

Sungai Hubai

Debit terukur minimum

Debit rendah tahunan rata-rata

Debit minimum

Sungai APO

Debit andalan 13 1 km 2 Hutan dan semak belukar

Sungai Anafre

Debit andalan 34 1 km 2 Hutan dan semak belukar

AREA (HA) VEGETASI Sungai Kloofkamp

SUMBER AIR BAKU

DEBIT

CATCHMENT

(LITER/DETIK)

7 km 2 Hutan dan semak Debit andalan

belukar

Sungai Tami

Danau Sentani

Volume rata-rata

180 – 450 juta m3

Debit

3.273 (Okt.2002)

Sumber : Scott & Furphy Engineering, 1987 dan Sub Din Pengairan, DPU, 2002

2. Pengembangan potensi sumber air baku baru, yaitu Sungai Tami dan Danau Sentani

a. Sungai Tami Sungai ini memiliki aliran terbesar di DAS Tami, dengan debit andalan 65.750

L/det dan debit yang bisa dipakai 26.300 L/det, sehingga berpotensi dikembangkan sebagai sumber air baku masyarakat Distrik Muara Tami.

b. Danau Sentani Danau yang ada di Jayapura adalah Danau Sentani terletak di sebelah barat

Jayapura cukup luas dengan kedalaman antara 0-42 meter. Danau ini sejak lama telah dimanfaatkan oleh penduduk untuk penangkapan ikan, tidak kurang dari 1.660 nelayan bermata pencaharian di danau ini merupakan sarana transportasi untuk menghubungkan satu tempat ke tempat lain.

Outlet dari Danau Sentani ini berada di Sungai Jafuri dan merupakan hulu dari Sungai Skamto yang menyatu dengan Sungai Tami. Debit air yang keluar dari Jafuri ini mencapai 20.000 L/dt, debit yang cukup besar jika dimanfaatkan untuk

sumber baku air bersih. Volume Danau Sentani sekitar 450 juta m 3 , pada musim kemarau diperkirakan akan berkurang sekitar 60% atau sekitar 180 juta m 3 , debit

andalannya yang dapat dimanfaatkan untuk sumber air baku diasumsikan sebesar 80% dari volume danau (sekitar 144 juta m 3 ) atau sekitar 1.850 L/dt dan

diasumsikan cukup untuk men-supply dua bulan tanpa hujan. Pada tabel di bawah memperlihatkan debit sungai dan danau yang diukur oleh Scott dan Furphy Engineering.

Kondisi air Danau Sentani telah tercemar (lihat Tabel III.12). Sumber polutan berasal dari bahan-bahan kimia organik, seperti deterjen dan limbah domestik lainnya yang melebihi ambang batas dari Menteri Kesehatan. Untuk itu, Kondisi air Danau Sentani telah tercemar (lihat Tabel III.12). Sumber polutan berasal dari bahan-bahan kimia organik, seperti deterjen dan limbah domestik lainnya yang melebihi ambang batas dari Menteri Kesehatan. Untuk itu,

TABEL III.12 KANDUNGAN AIR DANAU SENTANI

SYARAT AIR BERSIH

NO PARAMETER

SATUAN

(PERMENKES RI NO. 416

HASIL ANALISIS

METODE ANALISIS

MENKES/PER/IX/90)

UJI FISIKA

Spektrofotometri 2 Rasa

1 Warna

Unit PtCo

- 3 Bau

Tak Berasa

Tak Berbau - 4 Kekeruhan

Tak Berbau

Turbidimetri 5 Jumlah zat padat terlarut (TDS)

Skala NTU

Gravimetri 6 Suhu

25 Termometer 7 Daya Hantar Listrik (DHL)

°C

Suhu udara +3°C

μmhos/cm

Conductivity meter

UJI KIMIA

a. Kimia Anorganik 1 pH

pH meter 2 Kesadahan Total

6,5-9,0

Kompleksometri 3 Khlorida

mg/L CaCO3

Argentometri 4 Sulfat

mg/L Cl -

Spektrofotometri 5 Nitrat

mg/L SO4

Spektrofotometri 6 Nitrit

mg/L NO3-N

Spektrofotometri 7 Amonia

mg/L NO2-N

Spektrofotometri 8 Besi

mg/L NH3-N

Spektrofotometri 9 Mangan

mg/L Fe

Spektrofotomet 10 Timbal

mg/L Mn

AAS 11 Seng

mg/L Pb

AAS 12 Kronium

mg/L Zn

AAS 13 Flourida

mg/L Cr 6+ 0,05

Spektrofotometri 14 Arsen

mg/L F

AAS 15 Raksa

mg/L As

AAS 16 Kadmium

mg/L Hg

AAS 17 Selenium

mg/L Cd

AAS 18 Sianida

mg/L Se

Spektrofotometri 19 Salinitas

mg/L CN

Argentometri b. Kimia Organik

Oksidasi/Titrimetri 2 Deterjen

1 Bilangan KmnO 4 mg/L KMnO 4 10 11,93

Spektrofotometri Sumber: Hasil Laboraturium ITS, 2009 dalam Bappeda Kabupaten Jayapura

3. Pengendalian dan pengembangan secara terbatas pemanfaatan air tanah dangkal dan air tanah dalam untuk sumber air baku. Air tanah dapat dipisahkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu air tanah dangkal dan air tanah dalam, masing-masing kondisi air tanah akan diuraikan sebagai berikut:

a) Air Tanah Dangkal

Air tanah dangkal atau air tanah bebas adalah air tanah yang terdapat dekat permukaan tanah setempat dan dapat diperoleh dengan membuat sumur gali dengan kedalaman beberapa meter. Air terdapat pada ruang antar butik, baik pada lapisan pasir, lempung pasiran, dan pasir lempungan. Lapisan yang paling Air tanah dangkal atau air tanah bebas adalah air tanah yang terdapat dekat permukaan tanah setempat dan dapat diperoleh dengan membuat sumur gali dengan kedalaman beberapa meter. Air terdapat pada ruang antar butik, baik pada lapisan pasir, lempung pasiran, dan pasir lempungan. Lapisan yang paling

Di Abepura air tanah dangkal dapat diperoleh dengan membuat sumur gali debit sekitar 5 L/dt, terdapat pada lapisan lempung pasiran dan pasir lempungan. Selain itu, di daerah Koya-Skouw Mabo dan sekitarnya air tanah dangkalterdapat pada kedalaman < 5 meter, kualitas air cukup baik dan telah dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari panduduk di daerah ini. Pada musim kemarau (Oktober 2002), debit sumur menurun jika dibandingkan dengan musim penghujan. Menurut keterangan penduduk sumur gali jika dipompa (tipe pompa air 125 watt), selama sekitar 1 jam air akan habis kemudian ditunggu sekitar 1 jam lagi air dapat dipompa. Secara umum kebutuhan air untuk keperluan sehari-hari masih tercukupi dari air tanah dangkal.

Pada masa mendatang jika daerah Koya –Skouw Mabo–Holtekamp sudah berkembang pesat, maka kebutuhan air bersih tidak akan tercukupi dari air tanah dangkal. Berdasarkan sistem akifer daerah Koya dan Skouw Mabo air tanah dangkal selain dapat resapan dari air hujan juga dapat suplai dari akifer dari perbukitan batu gamping (Perbukitan Karst), dimana pada kaki perbukitan ini kemungkinan muncul rembesan-rembesan air yang langsung mengisi pada lapisan pasir di dataran Koya dan Skouw Mabo. Debit sumur gali umumnya antara 5-10 L/dt, kemungkinan semakin dekat dengan kaki perbukitan debit semakin besar.

Pemanfaatan air tanah dangkal yang umumnya dimanfaatkan oleh permukiman, jasa, dan sebagainya harus dikendalikan di Kota Jayapura, agar keberlanjutan lingkungan tetap terjaga.

b) Air Tanah Dalam

Air tanah dalam atau air tanah tertekan, yaitu air tanah yang terdapat pada suatu lapisan pembawa air, biasanya kedalaman lebih dari 10 m, bahkan bisa mencapai 200 meter. Lapisan pembawa air pada suatu tempat dapat ditemukan lebih dari satu lapisan, biasanya 2, 4, kadang 7 lapisan pembawa air. Kualitas air bervariasi adanya yang jernih, agak jernih, atau berasa asin/payau. Kota Jayapura sebagian besar tersusun oleh batuan beku, ultramafik yang keras, kompak, dan masif, sehingga kurang berfungsi sebagai media penyimpan air secara baik, hanya pada rekahan atau celahan air dapat tersimpan. Kondisi ini sulit diperoleh adanya akifer air tanah dalam, kecuali pada batu gamping kemungkinan dapat dijumpai akumulasi air bawah tanah. Air tanah dalam umumnya dapat diperoleh pada lapisan batuan dari batuan sedimen yang mempunyai porositas besar, seperti batu pasir. Hasil pemboran yang dilakukan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan (1983) diketahui adanya lapisan pembawa air pada kedalaman 17-54 m, lapisan ini berupa pasir-pasir kerikilan. Belum diperoleh data berapa debit yang bisa diharapkan dari sumur bor tersebut. Pemanfaatan air tanah dalam biasanya dimanfaatkan oleh perdagangan skala besar, hotel berbintang, industri besar, dan sebagainya, namun ke depannya pemanfaatan air tanah dalam harus dikendalikan di Kota Jayapura agar tidak mempengaruhi penurunan tanah.

4. Pengembangan sumber mata air Mata Air adalah air yang muncul ke permukaan karena alur air bawah tanah

terpotong topografi, muncul dengan debit yang bervariasi tergantung sumber utamanya mulai dari 1 liter/detik – 500 liter/detik, bahkan > 500 liter/detik. Rekahan atau celahan batuan yang terisi air dan akan terakumulasi pada ruang rekahan, jika muncul ke permukaan akan disebut mata air.

Di Kota Jayapura terdapat mata air terletak di sekitar Jayapura, yaitu Dok IX Atas Kelurahan Imbi Distrik Jayapura Utara, Dok VIII Kelurahan Imbi Distrik Jayapura Utara, Palora di Koya Tengah Distrik Muara Tami, mata air di Kelurahan Angkasapura Distrik Jayapura Utara (RT 01 RW III, RT 03 RW I, RT 02 RW II, RT

06 RW II), Kelurahan Argapura (RT 02 RW IV) Distrik Jayapura Selatan, serta Telaga di Skouw Transat Distrik Muara Tami. Untuk itu, pengembangan sumber mata air sebagai air bersih untuk melayani seluruh Kota.