Analisis Tataniaga Sayuran Kubis Ekspor di Desa Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun.
ANALISIS TATANIAGA SAYURAN KUBIS EKSPOR DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA
KABUPATEN SIMALUNGUN
SKRIPSI
OLEH:
ROMA KASIHTA SINAGA 090304055
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
ANALISIS TATANIAGA SAYURAN KUBIS EKSPOR DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA
KABUPATEN SIMALUNGUN
SKRIPSI
OLEH:
ROMA KASIHTA SINAGA 090304055
AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Ir. Yusak Maryunianta, M.Si Ir. M. Jufri, M.Si NIP. 196206241986031001 NIP. 196011101988031003
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
ABSTRAK
ROMA KASIHTA SINAGA (090304055) dengan judul skripsi Analisis Tataniaga Sayuran Kubis Ekspor di Desa Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun. Penulisan skripsi ini dibimbing oleh Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si dan Bapak Ir. M. Jufri, M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis jumlah saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian, (2) menganalisis fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing lembaga yang terlibat dalam tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian, (3) menganalisis biaya tataniaga, Price Spread, dan Share Margin masing-masing lembaga tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian, dan (4) menganalisis tingkat efisiensi tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan menghitung Margin tataniaga (price spread), share margin, dan efisiensi tataniaga.
Hasil penelitian diperoleh (1) Terdapat satu saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian, yaitu Petani – Gapoktan – Eksportir; (2) Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga, antara lain pembelian, penjualan, pengangkutan, pengemasan, penanggungan resiko, pembiayaan, standarisasi, dan informasi pasar. Lembaga tataniaga yang paling banyak melakukan fungsi tataniaga adalah Gapoktan; (3) Besarnya biaya tataniaga pada masing-masing lembaga, antara lain biaya produksi petani sebesar Rp 527.27/Kg, biaya tataniaga Gapoktan Rp 350.00/Kg, dan biaya tataniaga Eksportir Rp 442.00/Kg. Sebaran harga (price spread) dan share margin untuk setiap lembaga tataniaga, antara lain biaya produksi petani Rp 527.27/kg (17.58%), harga jual petani Rp 1,200.00/kg (40%), dan keuntungan petani Rp 672.73/kg (22.42%); biaya tataniaga Gapoktan Rp 350.00/kg (11.67%), harga jual Gapoktan Rp 1,800.00/kg (60%), dan keuntungan yang diperoleh Gapoktan Rp 250.00/kg (8.33%); dan biaya tataniaga eksportir Rp 442.00/kg (5.00%), harga jual Rp 3,000.00/kg (100%), dan keuntungan eksportir Rp 758.00 (25.27%); dan (4) Tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian efisien, karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil daripada nilai produk yang dipasarkan, nilai Efisiensi tataniaga kubis ekspor sebesar 13.20%
(4)
RIWAYAT HIDUP
Roma Kasihta Sinaga lahir pada tanggal 24 Oktober 1990 di Sosa – Kabupaten
Padang Lawas, anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Januara
Sinaga dan Ibunda Siti Maryam Siregar.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah:
1. Tahun 2003 lulus dari Sekolah Dasar Negeri 148208 di Sosa.
2. Tahun 2006 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 di Sosa.
3. Tahun 2009 lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 2 di Kota
Pematangsiantar.
4. Tahun 2009 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur Ujian Masuk Bersama
(UMB).
5. Juni 2013 melakukan penelitian skripsi di Desa Saribudolok Kecamatan
Silimakuta Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.
6. Juli – Agustus 2013 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa
Paya Pinang Kecamatan Tebing Syahbandar Kabupaten Serdang Bedagai
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat kesehatan dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan dan
memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul penelitian ini adalah “ANALISIS TATANIAGA SAYURAN KUBIS EKSPOR DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA KABUPATEN SIMALUNGUN”.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Bapak Ir. M. Jufri, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
banyak membimbing dan memberikan masukan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.
2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Bapak
Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc, selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
3. Seluruh staff pengajar di Program Studi Agribisnis yang telah memberikan
ilmu kepada penulis selama penulis masih di perkuliahan.
4. Seluruh staff pegawai di Program Studi Agribisnis yang telah membantu
(6)
6. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Januara Sinaga dan Siti Maryam Siregar, serta
Abang dan adikku tersayang Dear Mando Sinaga, Amd dan Sani Anggian
Sinaga yang telah banyak memberikan motivasi dan dukungan berupa doa
dan semangat.
7. Faisya Aqnal, S.Pd yang selalu mendampingi dengan setia serta memberikan
semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Seluruh sahabat (Asmi, Kiki, Litna, Ummul, Sri, Fauzul, dan Arie) yang telah
menemani dan banyak membantu semasa perkuliahan, serta semua
rekan-rekan stambuk 2009 di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Univeritas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu
namanya.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis
menerima saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan
skripsi ini.
Penulis berharap semoga penelitian yang dilakukan bermanfaat bagi pembaca dan
pihak-pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Oktober 2013
(7)
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
RIWAYAT HIDUP ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 6
1.3 Tujuan Penelitian 6
1.4. Kegunaan Penelitian 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,
DAN KERANGKA PEMIKIRAN 8
2.1 Tinjauan Pustaka 8
2.2 Landasan Teori 10
2.3 Kerangka Pemikiran 17
2.4 Hipotesis Penelitian 18
BAB III. METODE PENELITIAN 19
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian 19
3.2 Metode Penentuan Sampel 21
3.3 Metode Pengumpulan Data 22
3.4 Metode Analisis Data 22
3.5 Definisi dan Batasan Operasional 24
3.5.1 Definisi 24
3.5.2 Batasan Operasional 26
BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 27 4.1 Letak Geografis dan Batasan Wilayah 27
4.2 Keadaan Penduduk 27
(8)
4.6 Karakteristik Pedagang Pengumpul 31
4.7 Karakteristik Eksportir 32
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 34
5.1 Saluran Tataniaga 34
5.2 Fungsi Tataniaga yang Dilakukan Oleh Lembaga
Tataniaga 35
5.3 Biaya Tataniaga yang dikeluarkan oleh Setiap
Lembaga Tataniaga 37
5.4 Sebaran Harga (Price Spread), Share Margin, dan Margin Tataniaga pada setiap Rantai Tataniaga Kubis Ekspor
di Daerah Penelitian 39
5.5 Efisiensi Tataniaga Kubis Ekspor di Daerah Penelitian 40
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 42
6.1 Kesimpulan 42
6.2 Saran 42
DAFTAR PUSTAKA
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Hal
1 Luas Panen, Produksi, dan Rata-rata Produksi Sayur-sayuran Menurut Jenis Tanaman Sumatera Utara 2011
3
2 Volume dan Nilai FOB Ekspor Sayuran dari Sumatera Utara ke Singapura dari Januari sampai Juni 2010-2011
3
3 Luas Panen Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran Menurut Kecamatan di Kabupaten Simalungun (Ha) 2011
19
4 Produksi Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran Menurut Kecamatan di Kabupaten Simalungun (Ton) 2011
20
5 Penduduk Menurut Desa/Kelurahan dan Jenis Kelamin di Kecamatan Silimakuta 2012
27
6 Sarana Pendukung Agribisnis di Desa Saribudolok 2012 29
7 Sarana Angkutan di Desa Saribudolok 2012 29
8 Karakteristik Petani Sampel di Daerah Penelitian 30 9 Fungsi Tataniaga yang Dilakukan Setiap Lembaga Tataniaga
2S012
36
10 Biaya Produksi dan Keuntungan Petani Kubis di Daerah Penelitian 2012
37
11 Biaya Tataniaga dan Keuntungan Gapoktan di Daerah Penelitian 2012
37
12 Biaya Tataniaga dan Keuntungan Eksportir di Daerah Penelitian
38
13 Sebaran Harga (Price Spread), Share Margin, dan Margin Tataniaga Kubis Ekspor di Daerah Penelitian 2012
39
14 Rekapitulasi Share Margin pada Saluran Tataniaga Kubis Ekspor di Daerah Penelitian
40
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Hal
1 Skema Kerangka Pemikiran 18
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul
1 Umur Petani (Tahun), Lama Bertani (Tahun), Luas Lahan (Ha), Produksi Per Musim Tanam (Kg), Jumlah Bibit (Batang), dan Harga Bibit Per Batang (Rp)
2 Karakteristik Petani Sampel di Daerah Penelitian
3 Total Biaya Penggunaan Pupuk dan Obat-obatan Petani Sampel di Daerah Penelitian (Rp)
4 Total Biaya Penyusutan Peralatan Per Musim Tanam 3 Bulan (Rp) 5 Total Biaya Produksi Petani Sampel Per Musim Tanam (Rp) di
Daerah Penelitian
6 Volume Penjualan (Kg) dan Penerimaan Petani Sampel (Rp) di Daerah Penelitian
7 Pendapatan Petani Sampel Per Musim Tanam di Daerah Penelitian (Rp)
8 Biaya Tataniaga Gapoktan Selama Satu Minggu di Daerah Penelitian (Rp)
9 Penerimaan Gapoktan Selama Satu Minggu di Daerah Penelitian (Rp) 10 Pendapatan Gapoktan Selama Satu Minggu di Daerah Penelitian (Rp) 11 Biaya Tataniaga Eksportir Selama Satu Minggu (Rp)
12 Penerimaan Eksportir Selama Satu Minggu (Rp) 13 Pendapatan Eksportir Selama Satu Minggu (Rp)
14 Price Spread dan Share Margin Lembaga Tataniaga Kubis Ekspor di Daerah Penelitian
(12)
ABSTRAK
ROMA KASIHTA SINAGA (090304055) dengan judul skripsi Analisis Tataniaga Sayuran Kubis Ekspor di Desa Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun. Penulisan skripsi ini dibimbing oleh Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si dan Bapak Ir. M. Jufri, M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis jumlah saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian, (2) menganalisis fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing lembaga yang terlibat dalam tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian, (3) menganalisis biaya tataniaga, Price Spread, dan Share Margin masing-masing lembaga tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian, dan (4) menganalisis tingkat efisiensi tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan menghitung Margin tataniaga (price spread), share margin, dan efisiensi tataniaga.
Hasil penelitian diperoleh (1) Terdapat satu saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian, yaitu Petani – Gapoktan – Eksportir; (2) Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga, antara lain pembelian, penjualan, pengangkutan, pengemasan, penanggungan resiko, pembiayaan, standarisasi, dan informasi pasar. Lembaga tataniaga yang paling banyak melakukan fungsi tataniaga adalah Gapoktan; (3) Besarnya biaya tataniaga pada masing-masing lembaga, antara lain biaya produksi petani sebesar Rp 527.27/Kg, biaya tataniaga Gapoktan Rp 350.00/Kg, dan biaya tataniaga Eksportir Rp 442.00/Kg. Sebaran harga (price spread) dan share margin untuk setiap lembaga tataniaga, antara lain biaya produksi petani Rp 527.27/kg (17.58%), harga jual petani Rp 1,200.00/kg (40%), dan keuntungan petani Rp 672.73/kg (22.42%); biaya tataniaga Gapoktan Rp 350.00/kg (11.67%), harga jual Gapoktan Rp 1,800.00/kg (60%), dan keuntungan yang diperoleh Gapoktan Rp 250.00/kg (8.33%); dan biaya tataniaga eksportir Rp 442.00/kg (5.00%), harga jual Rp 3,000.00/kg (100%), dan keuntungan eksportir Rp 758.00 (25.27%); dan (4) Tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian efisien, karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil daripada nilai produk yang dipasarkan, nilai Efisiensi tataniaga kubis ekspor sebesar 13.20%
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi
perekonomian nasional. Sektor pertanian juga mampu memperoleh keuntungan
yang menghasilkan devisa negara. Selain itu, pertanian juga merupakan salah satu
sektor yang dipersiapkan untuk menghasilkan produk yang memiliki kualitas dan
nilai ekonomis sehingga dapat bersaing pada era pasar bebas. Salah satu
komoditas pertanian adalah hortikultura karena menempati posisi yang penting
sebagai produk pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan (Tarigan, 2009).
Produk hortikultura di Sumatera Utara tumbuh subur. Komoditas hortikultura,
seperti sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan obat-obatan banyak
diusahakan yang hasilnya selain memenuhi kebutuhan lokal juga diekspor ke luar
negeri (BPS, 2011).
Produk hortikultura yang sering dijadikan sumber pendapatan petani adalah
produk sayuran. Keunggulan sayuran dibandingkan dengan tanaman lainnya
adalah mempunyai produktivitas yang tinggi, pemasaran mudah, dan mempunyai
harga yang relatif stabil, sehingga dari ekonomi menguntungkan. Namun, dari
segi pengelolaan terhadap sayuran, pengetahuan dan kemampuan petani dalam
pengelolaan sayuran yang ramah lingkungan dan lebih efisien sangat rendah
sehingga dampak yang ditimbulkan adalah kualitas sayuran rendah/ kurang sehat,
(14)
Produksi sayuran terbesar di Sumatera Utara adalah tanaman kubis.
Perkembangan produksi kubis selama empat tahun terakhir cenderung megalami
peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 8,42 persen per tahun. Pada
tahun 2010, produksi kubis terbesar 196.718 ton (BPS, 2011).
Selain itu, kubis merupakan salah satu jenis sayuran komersial yang mendapat
prioritas dalam pengembangannya dan mempunyai nilai ekonomi dan sosial yang
cukup tinggi karena dijadikan salah satu andalan sumber pendapatan petani.
Tanaman ini banyak ditanam di dataran tinggi, relatif cepat dipanen, yaitu usia 3
sampai 4 bulan dan dapat tumbuh di berbagai jenis tanah. Hal ini yang menjadi
alasan petani memilih menanam kubis.
Bila ditinjau dari segi harga, sayuran kubis memiliki harga yang cukup tinggi
untuk dipasarkan. Sayuran ini memang tidak terlepas dari setiap hidangan yang
ada di Indonesia karena hampir semua rumah makan menggunakan sayuran kubis
sebagai bahan baku, seperti masakan mie, nasi goreng, dan berbagai jenis
masakan lainnya.
Permintaan sayuran kubis semakin berkembang, oleh sebab itu, diharapkan
kepada para petani kubis untuk meningkatkan produksinya agar tetap
terpenuhinya kebutuhan terhadap kubis. Kesadaran masyarakat tentang
pentingnya mutu makanan, termasuk sayuran semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat. Hal ini terlihat jelas pada
masyarakat kota yang sebagian besar memang mampu membelinya. Dengan
demikian mutu dan kesegaran sayur sangat menentukan harganya.
(15)
Berikut Tabel mengenai luas panen, produksi, dan rata-rata produksi sayuran
menurut jenis tanaman di Provinsi Sumatera Utara 2011 yang diperoleh dari data
Badan Pusat Statistik.
Tabel 1.Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Sayur-Sayuran Menurut Jenis Tanaman Sumatera Utara 2011
Dan berikut data volume dan FOB ekspor sayuran dari Indonesia ke luar negeri
2010-2011 yang diperoleh dari data Badan Pusat Statistik.
Tabel 2. Volume dan Nilai FOB Ekspor Sayuran dari Sumatera Utara ke Singapura dari Januari sampai Juni 2010-2011
Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia, BPS Catatan: Angka dari Januari sampai dengan juni 2010-2011
Jenis Tanaman Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Rata-rata Produksi (Kw/Ha)
(1) (2) (3) (4)
1. Kentang 7,203 123,078 170.87
2. Kubis 7,906 173,565 219.54
3. Petsai/Sawi 6,092 60,471 99.26
4. Wortel 1,505 28,178 187.23
5. Tomat 4,142 93,387 225.46
6. Terung 3,721 67,831 182.29
7. Buncis 3,323 51,046 153.61
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara 2012
Jenis Komoditi
Volume (Kg) Nilai FOB (US$)
2010 2011 Perubahan
(%) 2010 2011
Perubahan (%)
(1) (2) (3) (4) (5)
Kentang 2,036,897 1,473,133 -27.68 821,273 772,709 -5.91
Kubis 4,193,615 3,602,310 -14.10 1,466,122 1,262,995 -13.85
Timun 16,365 18,703 14.29 13,466 20,867 54.96
Tomat 235,789 299,159 26.80 190,972 281,376 47.34
Bayam 60,711 70,200 15.63 49,793 85,976 72.67
(16)
Pada tabel 1 dan 2, dapat dilihat bahwa sayuran kubis Provinsi Sumatera Utara
2011 memiliki luas panen, produksi, dan produksi rata-rata tertinggi. Dan volume
ekspor tertinggi juga pada sayuran kubis, yaitu sebesar 3,602,310 kg pada tahun
2011. Selain mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, kubis merupakan salah satu
sayuran daun yang digemari banyak orang. Menurut data dari Badan Pusat
Statistik Sumatera Utara, produksi sayuran tertinggi adalah Kabupaten
Simalungun.
Di daerah Simalungun, produksi sayuran kubis yang dihasilkan sebagian ada yang
dipasarkan ke luar negeri, yaitu ke Singapura dan sebagian lagi dipasarkan ke
pasar lokal. Produk sayuran kubis yang diekspor tidak langsung dikirim ke luar
negeri, akan tetapi dijual melalui eksportir.
Seperti yang kita ketahui bahwa produk hortikultura seperti sayuran sangat mudah
rusak dan membusuk dalam waktu yang relatif singkat sehingga mutunya
menurun atau bahkan tidak dapat dikonsumsi sama sekali. Sementara sayuran
segar harus dipasok setiap hari. Agar sayuran yang dipasarkan tetap segar sampai
ke tangan konsumen, maka perlu dilakukan pengemasan yang baik. Selain itu,
distributor atau perantara juga berperan dalam menyalurkan produknya agar
produk cepat sampai ke tangan konsumen dan harga tidak jatuh.
Aspek tataniaga memang disadari sebagai aspek yang sangat penting. Bila
mekanisme pemasaran berjalan baik, maka semua pihak yang terlibat akan
diuntungkan. Oleh karena itu, peranan lembaga tataniaga yang terdiri dari
produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, eksportir, importir, menjadi amat
(17)
Lembaga tataniaga kubis ekspor di Simalungun, yaitu Petani, Pedagang
Pengumpul (Gapoktan), dan Eksportir. Pedagang pengumpul sayuran kubis di
daerah Simalungun tersebut adalah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) itu
sendiri. Setelah kubis dari kelompok tani terkumpul, maka kubis akan dibawa ke
tempat pengepakan (packing house) untuk disortir terlebih dahulu dan dikemas. Lalu setelah dikemas, eksportir lah yang akan menjemput kubis langsung ke
tempat pengepakan tersebut.
Adapun eksportir yang telah terjalin kerjasama dengan Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) di daerah Simalungun adalah PT. Alamanda Sejati Utama yang
berpusat di Kota Bandung, sedangkan cabangnya terletak di Kabupaten Karo.
Kerja sama antara Gapoktan dengan eksportir memiliki ketentuan atau kontrak
kerja, seperti berat kubis yang layak untuk diekspor 1.5 kg-2 kg, harga jualnya
sebesar Rp 1,800.00/kg, dan volume penjualan ke eksportir sebanyak 15 ton per
minggu. Namun, antara petani dengan eksportir sering terjadi kesenjangan.
Kesepakatan harga yang telah ditentukan antara Gapoktan dan ekportir tidak
berpengaruh pada fluktuasi harga kubis. Apabila harga kubis di pasaran lokal
meningkat, misalnya Rp 2,800.00/kg, maka harga ke ekportir akan tetap dengan
harga kontrak yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu Rp 1,800.00/kg. Inilah
yang menyebabkan petani merugi. Sementara kubis harus dipasok setiap
minggunya.
Kelemahan dalam sistem pertanian di negara berkembang termasuk Indonesia
adalah kurangnya perhatian dalam bidang pemasaran. Fungsi-fungsi tataniaga,
(18)
sering tidak berjalan seperti yang diharapkan, sehingga efisiensi tataniaga menjadi
lemah. Keterampilan untuk melaksanakan efisiensi tataniaga memang terbatas,
sementara keterampilan mempraktekkan unsur-unsur manajemen juga demikian.
Belum lagi dari segi kurangnya penguasaan informasi pasar sehingga
kesempatan-kesempatan ekonomi menjadi sulit untuk dicapai (Soekartawi, 2002).
Dari permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih
lanjut dalam menganalisis efisiensi tataniaga kubis ekpor di daerah penelitian.
1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
beberapa masalah penelitian sebagai berikut:
1. Berapa saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian?
2. Fungsi-fungsi tataniaga apa saja yang dilakukan oleh masing-masing lembaga
yang telibat dalam tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian?
3. Bagaimana biaya tataniaga, price spread, dan share margin masing-masing lembaga tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian?
4. Bagaimana tingkat efisiensi tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis jumlah saluran tataniaga kubis ekspor di daerah
penelitian.
(19)
2. Untuk menganalisis fungsi-fungsi tataniaga apa saja yang dilakukan oleh
masing-masing lembaga yang telibat dalam tataniaga kubis ekspor di daerah
penelitian.
3. Untuk menganalisis biaya tataniaga, price spread, dan share margin masing-masing lembaga tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian.
4. Untuk menganalisis tingkat efisiensi tataniaga kubis ekspor di daerah
penelitian.
1.4.Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan informasi bagi para petani dalam meningkatkan efisiensi
tataniaga sayuran kubis.
2. Sebagai bahan masukan kepada pemerintah dalam melakukan pembinaan
pemasaran sayuran kubis.
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
Nama kubis diduga berasal dari bahasa Inggris yaitu cabbage. Sedangkan di beberapa daerah, kubis juga sering disebut kol. Kata kol ini konon berasal dari
bahasa Belanda yaitu kool. Kubis sebagai sayuran mempunyai peranan penting
untuk kesehatan manusia. Kubis banyak mengandung vitamin dan mineral yang
sangat dibutuhkan tubuh manusia. Sebagai sayuran, kubis dapat membantu
pencernaan, menetralkan zat-zat asam, dan memperlancar buang air besar
(Pracaya, 2001).
Kubis (Brassica oleracia) atau biasa disebut kol merupakan tanaman sayuran yang termasuk dalam keluarga Brassica seperti brokoli, kembang kol, dan kecambah brussels. Di Indonesia, kubis mudah ditemui di berbagai rumah makan
khususnya yang menyediakan menu pecel, atau disajikan sebagai lalapan. Namun,
sering juga kita lihat banyak orang yang tidak tertarik mengkonsumsi lalapan yang
mengandung kubis mentah. Hal ini patut disayangkan, karena sebenarnya kubis
mengandung berbagai zat yang berguna bagi kesehatan tubuh. Manfaat positif dari
tanaman sayur kubis, yakni: mencegah pertumbuhan kanker,meningkatkan sistem
imun, mengatasi radang lambung, mengurangi resiko katarak, merawat kulit, dan mencegah sembelit. Kubis memiliki kandungan serat yang tergolong tinggi yang
berfungsi sebagai perangsang sistem pencernaan dan mencegah terjadinya
(21)
Pada awalnya kubis di Indonesia hanya ditanam di daerah berhawa dingin.
Namun, seiring dengan ditemukannya varietas-varietas baru yang sesuai untuk
daerah dataran rendah, kubis mulai ditanam di daerah sejuk (dataran tinggi)
sampai dataran rendah. Sebagai sayuran, kubis dapat membantu pencernaan,
menetralkan zat-zat asam, dan memperlancar buang air besar (Pracaya, 2003).
Kubis (Brassica olaracea) adalah jenis sayuran yang mempunyai peran penting untuk kesehatan karena mengandung mineral dan vitamin yang sangat dibutuhkan
tubuh manusia. Mineral yang terkandung dalam kubis antara lain adalah kalsium,
besi, fosfor, dan sulfur. Sedangkan vitamin yang terkandung dalam kubis
diantaranya adalah vitamin C, B1, B2, dan provitamin A. vitamin-vitamin tersebut
berperan sebagai zat pengatur dan pelindung yang sangat penting dalam tubuh
serta menjaga kesehatan badan (Sunarjono, 2004).
Sebagaimana telah diketahui, bahwa harga produk hortikultura, baik sayuran,
buah-buahan, maupun tanaman hias sangat ditentukan oleh mutunya. Penilaian
terhadap mutu sesungguhnya sangat bersifat kualitatif dan sulit untuk
dikuantifikasi. Pada sayuran, mutu ditentukan oleh kesegaran, warna daun, dan
ada/tidaknya lubang-lubang bekas serangan hama (Zulkarnain, 2009).
Kerugian yang ditimbulkan oleh gangguan hama penyakit sangat besar nilainya.
Terkadang karena serangannya hebat, sehingga terjadi kegagalan panen. Oleh
sebab itu, pengendalian terhadap hama penyakit pada tanaman kubis sangat
(22)
Namun, dengan meningkatnya penggunaan senyawa-senyawa kimia, baik sebagai
pestisida maupun sebagai pupuk, telah membangkitkan kekhawatiran sejumlah
pihak akan keamanan konsumsi produk-produk hortikultura. Hal ini sangat nyata
pada produk sayuran, karena umumnya sayuran dikonsumsi dalam bentuk segar.
Produk sayuran merupakan komoditas yang sensitif dan mudah rusak dengan
resiko kerusakan yang tinggi, maka diperlukan penanganan khusus dan cepat
terhadap produk-produk yang sudah dipanen agar kualitasnya tetap tinggi. Sejalan
dengan itu, pengawasan mutu dalam setiap tahapan penanganan pasca panen
(seperti pengkelasan, pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan) perlu
dilakukan dengan ketat (Zulkarnain, 2009).
2.2. Landasan Teori
Pemasaran atau Tataniaga
Produksi yang dihasilkan akan dijual atau dipasarkan. Pemasaran ada dua jenis,
yaitu pemasaran lokal dan pemasaran non lokal (ekspor). Ekspor adalah
pemasaran produk ke luar negeri.
Apabila suatu negara akan melakukan perdagangan dalam negara lain (ekspor dan
impor) maka ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Salah satu diantaranya
adalah harga dari barang yang akan diperdagangkan karena harga akan
menentukan besar kecilnya jumlah barang yang akan diperdagangkan. Teori
permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan
harga barang yang merupakan suatu hipotesa yang menerangkan “Makin rendah
harga suatu barang, makin banyak permintaan terhadap barang tersebut,
(23)
sebaliknya makin tinggi harga suatu barang makin rendah permintaan terhadap
barang tersebut (cateris paribus)” (Sukirno, 2003).
Daniel (2002) menyatakan pemasaran merupakan hal-hal yang sangat penting
setelah selesainya produksi pertanian. Kondisi pemasaran menimbulkan suatu
siklus atau lingkaran pasar suatu komoditas. Bila pemasarannya tidak lancar dan
tidak memberikan harga yang layak bagi petani maka kondisi ini akan
mempengaruhi motivasi petani akibatnya penawaran berkurang. Kurangnya
penawaran akan menaikkan harga. Setelah harga naik, motivasi petani akan
bangkit lagi. Hasilnya penawaran meningkat, menyebabkan harga akan jatuh
kembali (cateris paribus).
Istilah tataniaga diartikan sama dengan pemasaran, yaitu semacam kegiatan
ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke
konsumen (Mubyarto, 1989). Sistem tataniaga adalah kumpulan lembaga-lembaga
yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam kegiatan pemasaran
barang dan jasa, yang saling mempengaruhi dengan tujuan mengalokasikan
sumber daya langka secara efisien guna memenuhi kebutuhan manusia
sebanyak-banyaknya. Komponen sistem tataniaga tersebut adalah produsen, penyalur, dan
lembaga-lembaga pemerintah, rumah tangga, perorangan, dan lembaga-lembaga
lainnya yang secara langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam proses
(24)
Saluran dan Lembaga Tataniaga
Saluran tataniaga yaitu kelompok semua perusahaan dan individu-individu yang
bekerja sama untuk memproduksi, mendistribusikan, dab mengkonsumsikan
barang atau jasa khusus yang diproduksi oleh produsen tertentu. Perantara
pemasaran merupakan lembaga yang memberikan kemudahan pendistribusian
komoditi ke pasaran terakhir. Peranan lembaga inilah yang pada umumnya
menentukan bentuk dari saluran tataniaga (Winardi, 1989).
Saluran pemasaran/saluran distribusi terdiri dari seperangkat lembaga yang
melakukan semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produk
dan status pemilikannya dari produsen ke konsumen (Kotler, 2001).
Lembaga tataniaga juga memegang peranan penting dan juga menentukan saluran
pemasaran. Fungsi lembaga ini berbeda satu sama lain, dicirikan oleh aktivitas
yang dilakukan dan skala usaha (Soekartawi, 1989).
Lembaga pemasaran ini pada akhirnya juga melakukan kegiatan fungsi pemasaran
yang meliputi kegiatan: Pembelian, Sorting atau grading (membedakan barang berdasarkan ukuran atau kualitasnya), Penyimpanan, Pengangkutan, dan
Processing (pengolahan). Masing-masing lembaga pemasaran, sesuai dengan kemampuan dimiliki, akan melakukan fungsi pemasaran ini secara berbeda-beda.
Karena perbedaan kegiatan (dan biaya) yang dilakukan, maka tidak semua
kegiatan dalam fungsi kegiatan pemasaran dilakukan oleh lembaga pemasaran.
Karena perbedaan inilah, maka biaya dan keuntungan pemasaran menjadi berbeda
di tiap tingkat lembaga pemasaran (Soekartawi, 1989).
(25)
Stanton (1993) dalam Sudiyono (2004) menjelaskan bahwa lembaga tataniaga
adalah badan atau usaha atau individu yang menyalurkan jasa dan komoditi dari
produsen kepada konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan
usaha atau individu lainnya. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan
fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal
mungkin.
Fungsi Tataniaga
Ada tiga tipe fungsi tataniaga, yakni: fungsi pertukaran, fungsi fisis, dan fungsi
penyediaan sarana. Fungsi pertukaran, yaitu produk harus dijual dan dibeli
sekurang-kurangnya sekali selama proses pemasaran. Fungsi fisis, seperti
pengangkutan, penggudangan/ penyimpanan, dan pemrosesan produk. Fungsi
penyediaan sarana, meliputi: informasi pasar, penanggungan resiko, standarisasi
dan pengolahan mutu, serta pembiayaan selama proses pemasaran berlangsung
(Downey dan Erickson, 1992).
Menurut Kohls et al. (1985), fungsi tataniaga dikelompokkan tiga fungsi utama, yaitu:
1. Fungsi Pertukaran, meliputi:
a) Fungsi Pembelian : sebagian besar adalah pencarian sumber persediaan
bahan baku, perakitan produk, serta segala aktivitas yang berhubungan
dengan pembelian.
b) Fungsi Penjualan Produk : segala sesuatu yang berhubungan dengan
(26)
2. Fungsi Fisik, meliputi:
a) Fungsi Penyimpanan : fokus utama pada membuat kondisi barang tetap
baik sampai waktu yang diinginkan.
b) Fungsi Pengangkutan : fokus utama pada menjadikan barang berada pada
tempat yang tepat.
c) Fungsi Pengolahan Produk : segala sesuatu yang berhubungan pada
aktivitas mmanufaktur yang mebgubah bahan mentah menjadi produk
yang diinginkan.
d) Fungsi Fasilitas : berperan dalam memudahkan terjadinya fungsi
pertukaran dan pertukaran fisik.
e) Fsungsi Standarisasi : keseragaman dalam penentuan dan perawatan
produk. Ukuran termasuk dalam kuantitas dan kualitas.
3. Fungsi Pelancar, meliputi:
a) Fungsi Permodalan : melibatkan penggunaan uang untuk melakukan
berbagai aspek dalam tataniaga.
b) Fungsi Penanggung Resiko : penerimaan kemungkinan-kemungkinan
yang ada dalam pemasaran produk.
c) Fungsi Informasi Pasar : pekerjaan dalam mengumpulkan,
menginterpretasikan, dan memilah variasi data penting dalam pelaksanaan
produk pemasaran.
Biaya tataniaga terjadi sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan fungsi-fungsi
tataniaga. Biaya tataniaga menjadi bagian tambahan harga pada barang-barang
yang harus ditanggung oleh konsumen. Komponen biaya tataniaga petani terdiri
(27)
tataniaga yang berperan secara langsung dan tidak langsung dalam proses
perpindahan barang, dan keuntungan yang diambil oleh perantara atas jasa
modalnya (Gultom, 1996).
Daniel (2002) menyatakan bahwa besarnya biaya tataniaga berbeda satu sama
lain, tergantung pada:
a. Macam komoditas yang dipasarkan
Komoditas yang bobotnya besar, tetapi nilainya kecil sehingga membutuhkan
biaya tataniaga yang besar.
b. Lokasi/ daerah produsen
Bila lokasi produsen jauh dari pasar atau lokasi konsumen, maka biaya
transportasi menjadi besar pula.
c. Macam dan peranan lembaga niaga
Semakin banyak lembaga niaga yang terlibat dan semakin panjang rantai
tataniaga, maka semakin besar biaya tataniaganya.
Efisiensi Tataniaga
Efisiensi tataniaga merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem
pemasaran. Efisiensi tataniaga dapat terjadi jika sistem tersebut dapat memberikan
kepuasan kepada pihak-pihak yang terlibat, yaitu produsen, konsumen akhir, dan
lembaga-lembaga pemasaran. Menurut Mubyarto dalam Sihombing (2011),
syarat-syarat tataniaga yang efisien adalah (1) mampu menyampaikan hasil-hasil
dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan (2)
(28)
konsumen akhir kepada semua pihak yang telah ikut serta dalam kegiatan
produksi dan pemasaran berang tersebut.
Margin tataniaga adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar
konsumen dengan harga yang diterima petani produsen. Margin pemasaran pada
suatu saluran pemasaran tertentu dapat dinyatakan sebagai jumlah dari margin
pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Rendahnya biaya
tataniaga suatu komoditi belum tentu mencerminkan efisiensi yang tinggi.
Salah satu indikator efisiensi kegiatan tataniaga adalah membandingkan
persentase atau bagian harga yang diterima petani terhadap harga yang dibayar
konsumen akhir (Prassojo, 2012).
Margin pemasaran atau marketing margin terdiri dari biaya-biaya untuk melakukan fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga-lembaga pemasaran.
Setiap lembaga pemasaran biasanya melaksanakan fungsi-fungsinya yang berbeda
sehingga share margin diperoleh pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat akan berbeda (Sudiyono, 2004). Marketing margin terdiri dari berbagai macam ongkos-ongkos dalam menyalurkan barang dari produsen ke konsumen.
Marketing margin sama dengan ongkos tataniaga (marketing loss) dan sama artinya dengan price spread dan marketing charge (Sihombing, 2011).
Salah satu kegunaan dari perhitungan marketing margin (price spread) dan share margin adalah mengetahui tingkat efisiensi pemasaran. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi marketing margin suatu komoditi, maka semakin rendah tingkat efisiensi sistem tataniaga (Gultom, 1996).
(29)
2.3.Kerangka Pemikiran
Dalam tataniaga kubis di daerah penelitian ada beberapa pihak yang terlibat di
dalamnya. Pelaku tataniaga kubis ekspor, yaitu petani, gapoktan, dan eksportir.
Petani menjual kubis ke gapoktan, lalu gapoktan akan menjual kubis ke eksportir.
Setiap lembaga dalam tataniaga kubis akan melakukan fungsi-fungsi tataniaga,
fungsi-fungsi itu antara lain adalah fungsi penjualan, pembelian, pengangkutan,
penyimpanan, standarisasi, pengambilan resiko, pmbiayaan, dan informasi pasar.
Fungsi-fungsi tataniaga yang terjadi pada setiap lembaga tidaklah selalu sama.
Semakin panjang rantai tataniaga, maka semakin banyak fungsi tataniaga yang
terjadi di dalamnya dan akan mengakibatkan harga kubis semakin tinggi karena
biaya yang dikeluarkan untuk melakukan fungsi-fungsi itu semakin besar,
demikian juga sebaliknya.
Biaya tataniaga akan menentukan harga yang diterima oleh setiap lembaga. Biaya
tataniaga dapat diukur secara kasar dengan Price Spread dan Share Margin. Apabila nilai share margin telah diketahui, maka akan didapat pula nilai efisiensi tataniaga.
(30)
Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
2.4.Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Ada satu saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian.
2. Sistem tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian efisien. Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Fungsi-fungsi tataniga: 1. Pembelian
2. Penjualan 3. Pengangkutan 4. Penyimpanan 5. Pengemasan
6. Penanggungan Resiko 7. Pembiayaan
8. Standarisasi 9. Informasi Pasar
Tataniaga Kubis Ekspor di Daerah Penelitian
Petani
Gapoktan
Eksportir
Biaya Tataniaga
Harga
Price Spread
Share Margin
Efisiensi
Keterangan:
= Ada Hubungan
(31)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Saribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten
Simalungun, Sumatera Utara. Metode penentuan daerah penelitian dilakukan
secara purposive (sengaja), dengan pertimbangan Kabupaten Simalungun merupakan salah satu sentra produksi sayuran terbesar khususnya tanaman kubis
di Sumatera Utara.
Tabel 3. Luas Panen Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran Menurut Kecamatan di Kabupaten Simalungun (Ha) 2011
Kecamatan Luas Panen Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran (Ha)
Kentang Kubis Wortel Terong Tomat Sawi Buncis
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Silimakuta 650 854 16 9 49 105 23
Pematang Silimakuta 717 837 32 5 58 85 42
Haranggaol Horison 4 - - - 7 - -
Dolok Pardamean 20 14 8 18 34 32 19
Sidamanik - - - - 8 - -
Pematang Sidamanik 14 - - 29 - - 11
Tanah Jawa - - - -
Hatonduhan - - - 5 - - -
Dolok Panribuan - - - 4 - - 8
Jorlang Hataran - - - 2 - - -
Panei - - - 4
Panombein Panei - - - 16 55 - 35
Raya - 17 - 50 18 19 18
Dolok Silau 70 42 10 39 24 44 -
Silau Kahean - - - 24 - - -
Raya Kahean - - - 15 - - -
Tapian Dolok - - - 9 - 106 -
Dolok Batu Nanggar - - - 25 - 3 -
Siantar - - - 15 - 19 -
Gunung Malela - - - 3 - 2 -
Gunung Maligas - - - 18 - 20 -
Hutabayu Raja - - - -
Jawa Maraja Bah Jambi - - - 15 - - -
Pematang Bandar - - - 17 - - 1
Bandar Huluan - - - 8 - - -
Bandar - - - 12 - 1 -
Bandar Masilam - - - -
Bosar Maligas - - - 13 5 - -
(32)
Tabel 4. Produksi Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran Menurut Kecamatan di Kabupaten Simalungun (Ton) 2011
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun 2012
Berdasarkan tabel 3 dan 4, dapat dilihat bahwa produksi sayuran terbesar adalah
tanaman kubis di Kecamatan Silimakuta, yaitu sebesar 22,225.35 ton dengan luas
panen 854 ha.
Kecamatan Produksi Sayuran dan Jenis Sayuran (Ton)
Kentang Kubis Wortel Terong Tomat Sawi Buncis
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Silimakuta 13,293.15 22,225.35 281.41 184.79 996.12 1,519.98 394.66 Pematang
Silimakuta 14,664.08 21,622.22 562.14 102.77 1,181.23 1,231.40 722.36 Haranggaol
Horison 80.48 - - - 142.14 - -
Dolok
Pardamean 408.56 362.74 140.42 369.67 690.95 463.68 326.14
Sidamanik - - - - 162.41 - -
Pematang
Sidamanik 285.38 - - 595.78 - - 189.05
Tanah Jawa - - - -
Hatonduhan - - - 102.51 - - -
Dolok
Panribuan - - - 82.60 - - 137.22
Jorlang Hataran - - - 41.00 - - -
Panei - - - 68.50
Panombein
Panei - - - 328.94 1,116.56 - -
Raya - 440.50 - 1,027.05 366.37 274.91 601.27
Dolok Silau 1,433.11 1,082.76 175.67 799.85 488.28 637.03 308.99
Silau Kahean - - - 495.58 - - -
Raya Kahean - - - 307.83 - - -
Tapian Dolok - - - 184.56 - 1,533.71 -
Dolok Batu
Nanggar - - - 513.93 - 43.23 -
Siantar - - - 308.01 - 275.10 -
Gunung Malela - - - 61.56 - 28.80 -
Gunung
Maligas - - - 369.36 - 288.10 -
Hutabayu Raja - - - -
Jawa Maraja
Bah Jambi - - - 307.59 - - -
Pematang
Bandar - - - 348.99 - - 17.10
Bandar Huluan - - - 164.21 - - -
Bandar - - - 246.65 - 14.40 -
Bandar
Masilam - - - -
Bosar Maligas - - - 266.67 101.50 - -
Ujung Pandang - - - 348.93 - - -
Kab.
Simalungun 16,871.61 23,508.22 878.23 7,374.04 4,249.44 4,790.36 2,370.63 20
(33)
3.2.Metode Penentuan Sampel Petani
Berdasarkan data dari ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Desa
Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun terdapat 11 kelompok
tani, masing-masing kelompok tani berjumlah 20 petani sehingga total jumlah
petani yang tergabung dalam kelompok tani ada 220 orang petani. Namun, petani
yang menanam kubis hanya berkisar 60% dari jumlah petani yang ada atau sekitar
132 petani. Hampir setiap petani kubis memiliki tanaman tumpang sari, seperti
tomat dan cabai.
Jumlah sampel yang digunakan peneliti sebanyak 30 orang. Roscoe dalam
Sugiyono (2010) memberikan saran tentang penelitian, salah satunya adalah
ukuran sampel yang layak dalam penelitian minimal 30 sampel. Jumlah sampel
sebanyak 30 orang juga didasari oleh pernyataan Walpole RE (1995) yang
menyatakan bahwa jumlah sampel sebanyak 30 orang telah menyebar normal.
Penentuan sampel minimal 30 orang secara empiris sudah memiliki distribusi
peluang rata-rata yang akan mengikuti distribusi normal dan sampel tersebut
sudah besar.
Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul di Desa Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten
Simalungun adalah Gapoktan itu sendiri. Gapoktan akan memanen kubis
langsung di kebun petani lalu membawa kubis ke tempat pengepakan sayur
(packing house) yang ada di desa tersebut. Setelah sampai di tempat pengepakan, sayuran kubis tersebut akan dibersihkan terlebih dahulu lalu disortir dan dikemas.
(34)
Eksportir
Eksportir adalah pengekspor/perusahaan yang menjalin kerjasama dengan
Gapoktan di Simalungun. Eksportir membeli kubis dari Gapoktan sesuai dengan
volume dan harga yang telah disepakati sebelumnya. Oleh sebab itu, Gapoktan
harus bisa memasok sayuran kubis sesuai dengan volume yang telah ditentukan.
Kubis yang dibeli dari Gapoktan tersebut akan dijual ke Singapura. Untuk sampel
eksportir kubis diambil satu perusahaan saja, yaitu PT. Alamanda yang berlokasi
di Brastagi, Kabupaten Karo.
3.3.Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data skunder.
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan
petani sampel melalui kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.
Sedangkan data skunder hanya sebagai data pelengkap yang diperoleh dari Badan
Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Sumatera Utara, dan literatur-literatur yang berhubungan dengan
penelitian ini.
3.4.Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan ini terlebih dahulu ditabulasi kemudian diolah
secara manual, lalu dijabarkan, dan dianalisis dengan metode analisis yang sesuai.
Untuk identifikasi masalah 1 dan 2, metode analisis yang digunakan adalah
analisis deskriptif, yaitu melalui survey langsung di lapangan.
(35)
Untuk identifikasi masalah 3, metode analisis yang digunakan adalah analisis
deskriptif dengan bantuan rumus sebagai berikut:
a. Menghitung Margin tataniaga (Price Spread) Mji = Psi – Pbi atau Mji = bti + i Keterangan:
Mji = Margin pada lembaga tataniaga tingkat ke-i
Psi = Harga jual pada pemasaran tingkat ke-i
Pbi = Harga beli pada pemasaran tingkat ke-i
bti = Biaya pemasaran tingkat ke-i
i = Keuntungan pemasaran tingkat ke-i
b. Menghitung Persentase Margin (Share Margin)
��= ��
�� ����%
Keterangan:
Sm = Persentase margin (Share Margin) dihitung dalam persen (%) Pp = Harga yang diterima produsen dan pedagang
Pk = Harga yang dibayar oleh konsumen akhir
Untuk identifikasi masalah 4, metode analisis yang digunakan adalah analisis
deskriptif dengan bantuan rumus sebagai berikut:
��= ��������������
������������������������� ����%
Keterangan:
(36)
Menurut Soekartawi (1997), efisiensi pemasaran yang efisien adalah jika biaya
pemasaran lebih rendah daripada nilai produk yang dipasarkan, maka semakin
efisien melaksanakan pemasaran.
Kriteria efisiensi tataniaga menurut Soekartawi (2002), adalah sebagai berikut:
Efisiensi tataniaga tidak terjadi jika:
- Biaya pemasaran semakin besar
- Nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar
Dan efisiensi tataniaga akan terjadi jika:
- Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan tataniaga dapat lebih
tinggi
- Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen
tidak terlalu tinggi
3.5.Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam menafsirkan
penelitian, maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:
3.5.1. Definisi
1. Petani dalam penelitian adalah sampel penelitian sayuran kubis yang
diekspor.
2. Pedagang pengumpul dalam penelitian adalah Gapoktan yang ada di daerah
penelitian.
3. Eksportir dalam penelitian adalah perusahaan yang membeli sayuran kubis
dari Gapoktan yang ada di daerah penelitian.
(37)
4. Tataniaga adalah kegiatan ekonomi yang berfungsi menyampaikan barang
dari produsen ke konsumen melalui perantara atau lembaga tataniaga.
5. Lembaga tataniaga adalah orang atau badan usaha yang terlibat dalam proses
tataniaga kubis. Lembaga tataniaga kubis yang terlibat adalah gapoktan dan
eksportir.
6. Saluran tataniaga adalah penjualan barang-barang dan volume arus barang
pada setiap saluran dari petani/produsen ke konsumen. Terdapat satu saluran
tataniaga di daerah penelitian, yaitu Petani – Gapoktan – Eksportir.
7. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga
dalam menyalurkan kubis dari produsen ke konsumen yang dinyatakan dalam
rupiah.
8. Margin tataniaga diperoleh dari selisih antara harga jual di tingkat produsen
dengan Harga beli di tingkat lembaga pemasaran.
9. Share Margin adalah rasio antara harga yang diterima produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir yang dinyatakan dalam persen.
10. Price Spread atau sebaran harga adalah sekelompok harga beli dan harga jual juga biaya-biaya pemasaran menurut fungsi tataniaga dan margin keuntungan
dari tiap lembaga tataniaga.
11. Efisiensi tataniaga adalah pembagian antara biaya yang dikeluarkan untuk
memasarkan tiap unit produk dengan nilai produk yang dipasarkan dan
(38)
3.5.2. Batasan Operasional
1. Penelitian dilakukan di Desa Saribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten
Simalungun.
2. Sampel penelitian adalah petani kubis, Gapoktan, dan eksportir kubis di
daerah penelitian.
3. Waktu penelitian Juni 2013.
(39)
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1.Letak Geografis dan Batasan Wilayah
Desa Saribudolok berada di Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun,
Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Silimakuta terletak pada ketinggian
±1,400m di atas permukaan laut dengan jarak ±34 km dari Ibukota Kabupaten
Simalungun. Luas wilayah Desa Saribudolok 2,400.4 km2 dengan kepadatan
penduduk rata-rata 285 / Km2.
Kecamatan Silimakuta berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Kecamatan Dolok Silou
Sebelah Selatan : Kecamatan Pematang Silimakuta
Sebelah Barat : Kabupaten Karo
Sebelah Timur : Kecamatan Purba
4.2.Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk di Kecamatan Silimakuta sebanyak 14,793 jiwa yang terdiri dari
7,622 jiwa laki-laki dan 7,171 jiwa perempuan.
Tabel 5. Penduduk Menurut Desa/ Kelurahan dan Jenis Kelamin di Kecamatan Silimakuta 2012
No Desa/ Kelurahan Laki-laki (Jiwa)
Perempuan (Jiwa)
Jumlah (Jiwa)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Sibangun Meriah 1,142 1,092 2,234
2 Saribu Dolok 4,297 3,988 8,285
3 Purba Sinombah 421 374 795
4 Purba Tua 380 359 739
5 Purba Tua Baru 956 919 1,875
(40)
Jumlah penduduk Desa Saribudolok sebanyak 8,285 jiwa yang terdiri dari 4,297
jiwa laki-laki dan 3,988 jiwa perempuan. Jumlah rumah tangga di Desa
Saribudolok sebanyak 1,945 kepala keluarga. Penduduk desa terdiri dari berbagai
macam suku, yaitu suku Simalungun, Karo, Tapanuli, Jawa, China, dan lain-lain.
Ada 3 agama yang terdapat di Desa Saribudolok, yaitu agama Islam 13%, Kristen
85%, dan Budha 2% dari jumlah penduduk.
Mata pencaharian penduduk Desa Saribudolok, yaitu sebagai berikut:
- Sektor Pertanian = 67%
- PNS/ TNI/ Polri = 14%
- Sektor Perdagangan = 12%
- Sektor Jasa = 5%
- Pensiun/ Karyawan = 2%
4.3.Sarana Pendukung Agribisnis
Berikut ini sarana pendukung agribisnis di daerah penelitian, yaitu Desa
Saribudolok Kecamatan Silimakuta.
(41)
Tabel 6. Sarana Pendukung Agribisnis di Desa Saribudolok 2012
No Jenis Sarana Jumlah (Unit)
1 Bangunan
- Gudang Pertanian - Pabrik Kilang Padi - Perbengkelan - Rumah Makan
22 3 27 19 2 Lembaga Financial @1 Unit
(Bri, Mandiri, Bank Sumut, Danamon, BPR Agribisnis, dan BPR NBP)
6
3 Pasar
- Pasar Umum - Pasar Sayuran
1 1 4 Koperasi Unit Desa
(KUD Harapan Tani)
1
Total 80
Sumber: Kantor Kepala Desa Saribudolok Kecamatan Silimakuta, 2013
Dari tabel 6, dapat dilihat bahwa sarana pendukung agribisnis di Desa
Saribudolok sudah cukup lengkap karena tersedia gudang pertanian yang
digunakan sebagai tempat pengumpulan produk-produk pertanian, pabrik kilang
padi, pasar, dan lembaga-lembaga pendukung agribisnis, seperti bank dan KUD.
4.4.Sarana Angkutan Desa
Berikut sarana angkutan desa di daerah penelitian, yaitu Desa Saribudolok
Kecamatan Silimakuta.
Tabel 7. Sarana Angkutan di Desa Saribudolok 2012
No Jenis Sarana Jumlah (Unit)
1 Bus 185
2 Becak Bermotor 112
3 Truk 98
Total 395
(42)
Dari tabel 7, dapat dilihat bahwa sarana angkutan di Desa Saribudolok sudah
termasuk lengkap karena tersedia bus dan becak bermotor sebagai angkutan
umum masyarakat desa, serta truk yang digunakan untuk mengangkut
produk-produk pertanian.
4.5.Karakteristik Petani Sampel
Sampel petani dalam penelitian adalah petani kubis yang ada di daerah penelitian,
yaitu di Desa Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun.
Karakteristik sampel meliputi: umur, pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman
bertani, dan luas lahan petani. Karakteristik sampel dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 8. Karakteristik Petani Sampel di Daerah Penelitian
Sumber: Data diolah dari Data Lampiran 2
Dari tabel 8, dapat diketahui bahwa umur rata-rata petani sampel adalah 42.50
tahun, lama pendidikan rata-rata 10.69 tahun menunjukkan tingkat pendidikan
petani rata-rata tamatan SMA/sederajat, pengalaman bertani 17.75 tahun, jumlah
tanggungan petani sampel rata-rata 2 jiwa, dan rata-rata luas lahan petani sampel
adalah 0.64 Ha.
No Uraian Rentang Rata-rata
1 Umur (Tahun) 31 – 62 42.50
2 Pendidikan (Tahun) 6 – 22 10.69
3 Jumlah Tanggungan (Jiwa) 0 – 4 2.00
4 Lama Bertani (Tahun) 7 – 35 17.75
5 Luas Lahan (Ha) 0.3 – 1 0.64
(43)
4.6.Karakteristik Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul di daerah penelitian adalah Gapoktan yang ada di desa
tersebut, yaitu Gapoktan Dolok Mariah. Gapoktan tersebut terbentuk pada tahun
2008 dengan jumlah anggota sebanyak 11 kelompok tani, satu kelompok tani ada
sebanyak 20 orang petani. Produksi kubis per musim tanam yang tergabung dalam
Gapoktan adalah ± 9 ton. Gapoktan akan memanen langsung kubis di kebun
petani. Setelah itu, kubis akan di bawa ke tempat pengepakan sayur (packing house).
Gudang atau tempat pengepakan sayur (Packing house) dibangun pada tahun 2010. Tempat pengepakan sayur tersebut dipimpin oleh manager yang
bertanggung jawab penuh terhadap segala sesuatu yang terjadi di dalam gudang
tersebut. Jumlah tenaga kerja yang ada di packing house tersebut ada 12 orang. Kegiatan yang ada di packing house, yaitu pengangkutan kubis ke Gapoktan, pembersihan, sortasi, dan pengemasan.
Seperti pada umumnya masalah yang sering terjadi pada produk pertanian adalah
mengenai harga produk. Harga kontrak dengan eksportir tidak ada fluktuasi harga,
sehingga harga di eksportir terkadang lebih rendah daripada harga di pasaran
lokal.
Pada awal Maret 2011, Kabupaten Simalungun melalui Gapoktan Dolok Mariah
Kecamatan Silimakuta mengekspor sebanyak 15 ton kubis ke Singapura. Volume
berat kubis tersebut harus terpenuhi setiap minggunya untuk dipasok ke eksportir.
(44)
mengisinya dengan sayuran lain, seperti labu, kentang, wortel, dan lain
sebagainya sampai volume kubis mencapai sebanyak 15 ton.
Kriteria standar kubis yang dijual ke eksportir, yaitu seberat 1,5-2 kg per satu
buah kubis. Selain berat kubis, Kriteria yang harus dipenuhi, yakni kesegaran dan
keamanan pangan pada kubis.
4.7.Karakteristik Eskportir
Eksportir yang menjalin kerjasama dengan Gapoktan Dolok Mariah di
Simalungun adalah PT. Alamanda Sejati Utama. PT. Alamanda Sejati Utama
merupakan salah satu perusahaan eksportir buah dan sayuran terbesar di Indonesia
yang berdiri pada tahun 2002 yang berlokasi di Jl. Raya Banjaran Km. 20.5 No.
486 Kab. Bandung.
Perusahaan ini telah berhasil mendapatkan kepercayaan dan pengakuan dari para
pelanggannya. PT Alamanda Sejati Utama memiliki visi dan misi perusahaan
guna meningkatkan kinerja usaha dalam melakukan ekspor ke luar negeri. Visi
dari perusahaan tersebut adalah untuk menjadi eskportir terkemuka dalam
mengekspor sayuran, buah-buahan, dan bunga yang menempatkan kepuasan
pelanggan sebagai prioritas utama. Misi dari perusahaan tersebut adalah
bekerjasama dengan semua pemangku kepentingan petani untuk memajukan
ekspor hortikultura Indonesia terhadap Negara-negara seluruh dunia.
Peluang ekspor sayur dan buah Indonesia ke Singapura terbuka lebar. Pemerintah
Indonesia dan Singapura sepakat, pada 2014 ada peningkatan pangsa pasar ekspor
buah dan sayur Indonesia ke Singapura sebesar 30 persen. Untuk memenuhi target
(45)
peningkatan itu, diperlukan produksi yang berkesinambungan dalam kualitas,
kuantitas, penerapan praktik pertanian yang baik, keamanan pangan, dan rantai
pasok yang memadai (Kompas, 2011).
Menteri Pertanian Suswono menyampaikan itu disela peluncuran ekspor buah dan
sayur ke Singapura oleh PT. Alamanda Sejati Utama selaku perusahaan eksportir
yang bermitra dengan petani sayur dan buah di Sumatera Utara. Selain itu, juga
dilakukan penandatanganan kontrak dagang pemasaran sayuran untuk ekspor ke
Singapura antara Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Dolok Mariah.
Suswono menyatakan peningkatan ekspor melalui kerja sama pemasaran antara
petani dan eksportir merupakan bentuk terobosan pemerintah dalam
meningkatkan pendapatan petani. Hal itu juga merupakan upaya menjaga harga di
tingkat petani agar tidak terlalu fluktuatif. Suswono berharap kepada petani dan
perusahaan eksportir untuk menjaga kerjasama yang telah dirintis.
PT Alamanda juga bekerjasama dengan kelompok tani (Gapoktan) untuk menjaga
stabilisasi pasokan sehingga dapat melakukan ekspor selama bertahun-tahun. Pada
tahun 2011, produk hortikultura yang diekspor meningkat lebih besar, sehingga
diperluas kembali cabang perusahaan di Sumatera Utara tepatnya di lokasi
Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Perusahaan ini
melakukan ekspor ke Negara-negara asing, seperti Singapura, Thailand,
Hongkong, Brunei Darussalam, Saudi Arabia, dan Malaysia. Perusahaan eksportir
(46)
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Saluran Tataniaga
Saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian hanya terdapat satu saluran
saja. Jumlah petani yang di daerah penelitian ada 220 petani dan tergabung dalam
kelompok tani binaan di daerah penelitian. Jumlah kelompok tani ada 11
kelompok, masing-masing kelompok ada 20 orang petani. Dari jumlah petani
yang ada, hanya 60% yang menanam kubis (132 orang petani). Hampir semua
petani memiliki tanaman tumpang sari, seperti tomat, cabai, dan lain-lain.
Petani menjual kubisnya ke pedagang pengumpul, yaitu Gapoktan itu sendiri.
Gapoktan tersebut akan mengumpulkan hasil produksi semua petani. Jika semua
hasil produksi petani telah terkumpul, maka pihak yang ada di tempat pengepakan
sayur (packing house) akan menjemputnya ke tempat ketua gapoktan tersebut. Lalu setelah itu, sayuran akan dibawa ke tempat pengepakan (packing house). Di tempat tersebut, sayuran akan dibersihkan, lalu dikeringkan terlebih dahulu
selama ± 1 hari, setelah itu, kubis akan disortasi dan dikemas. Pengemasan kubis
dibuat dalam jaring rajut, satu jaring rajut berisi kubis sebanyak 18 kg. Setelah
semua sayuran dikemas, eksportir akan menjemputnya langsung ke tempat
(47)
Berikut skema rantai tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian:
Gambar 2. Skema Rantai Tataniaga Kubis Ekspor di Daerah Penelitian
Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa saluran tataniaga kubis ekspor di daerah
penelitian hanya terdapat satu saluran, yaitu Petani – Gapoktan – Eksportir. Dari
penjelasan tersebut Hipotesis 1 terjawab. Petani menjual kubis ke pedagang pengumpul (Gapoktan) dengan harga Rp 1,200.00/kg. Sedangkan kontrak harga
antara gapoktan dengan eksportir, yaitu Rp 1,800.00/kg. Volume kubis yang telah
disepakati untuk dijual ke eksportir, yaitu 15 ton/minggu.
5.2. Fungsi Tataniaga yang Dilakukan Oleh Lembaga Tataniaga
Fungsi-fungsi tataniaga merupakan unsur penting dalam proses tataniaga kubis
ekspor di daerah penelitian. Fungsi tataniaga dilakukan oleh masing-masing
lembaga tataniaga untuk memperlancar kegiatan pemasaran. Setiap lembaga akan
melakukan fungsi tataniaga mulai dari fungsi pembelian hingga ke fungsi
penjualan. Akibat yang ditimbulkan dari pelaksanaan fungsi tataniaga ini adalah
semakin besar biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga, maka akan
semakin tinggi pula harga yang ditimbulkan.
Berikut tabel fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing lembaga
tataniaga di daerah penelitian
Petani Kubis
Gapoktan
(48)
Tabel 9. Fungsi Tataniaga yang dilakukan Setiap Lembaga Tataniaga 2012 Fungsi Tataniaga Petani Kubis Gapoktan Eksportir
Pembelian √ √ √
Penjualan √ √ √
Pengangkutan - √ √
Penyimpanan - √ -
Pengemasan - √ -
Penanggungan Resiko - √ √
Pembiayaan √ √ √
Standarisasi - √ √
Informasi Pasar √ √ √
Sumber : Data Primer, Survey Lapangan 2013
Keterangan: √ = Melakukan fungsi
- = Tidak melakukan fungsi tersebut
Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa masing-masing saluran tataniaga melakukan
fungsi-fungsi tataniaga yang bervariasi. Fungsi tataniaga yang paling sedikit
dilakukan oleh petani. Fungsi pengangkutan tidak dilakukan oleh petani karena
kubis yang sudah siap panen langsung dipanen oleh Gapoktan di kebun petani itu
sendiri. Oleh karena itu, fungsi pengemasan, penanggungan resiko, dan
standarisasi juga tidak dilakukan oleh petani karena fungsi tersebut sudah
dilakukan oleh Gapoktan.
Gapoktan melakukan fungsi pengangkutan, penyimpanan, pengemasan,
penanggungan resiko, dan standarisasi. Gapoktan melakukan fungsi penyimpanan
selama ±1 hari untuk mengurangi resiko kerusakan lebih besar pada saat dikirim
ke eksportir. Pengemasan dilakukan di tempat pengepakan sayur (packing house). Kubis yang dijual ke eksportir memiliki standarisasi, yaitu berat kubis harus
berkisar 1,5-2 kg. Apabila kubis yang telah dipanen dikebun petani tidak
memenuhi kriteria, maka resiko itu akan ditanggung oleh Gapoktan itu sendiri.
(49)
Eksportir melakukan semua fungsi tataniaga, kecuali penyimpanan dan
pengemasan karena sudah dilakukan oleh Gapoktan.
5.3. Biaya Tataniaga yang dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Tataniaga
Berikut tabel biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh petani kubis di daerah
penelitian.
Tabel 10. Biaya Produksi dan Keuntungan Petani Kubis di Daerah Penelitian 2012
No Uraian Rp/kg
1 Biaya Produksi 527.27
2 Harga Jual 1,200.00
3 Keuntungan 672.73
Sumber: Data Primer diolah dari Lampiran 5, 6, dan 7
Dari tabel 10, diketahui bahwa total biaya Produksi rata-rata petani kubis di
daerah penelitian adalah Rp 527.27/kg. Biaya Produksi rata-rata per kg di peroleh
dari pembagian antara total biaya produksi dari 30 sampel petani dengan total
produksinya. Harga jual rata-rata petani kubis ke Gapoktan di daerah penelitian,
yaitu sebesar Rp 1,200.00/Kg. Jadi, penerimaan rata-rata petani kubis di daerah
penelitian sebesar harga jualnya, sehingga diperoleh keuntungan rata-rata petani
kubis di daerah penelitian sebesar Rp 672.73/Kg.
Tabel 11. Biaya Tataniaga dan Keuntungan Gapoktan di Daerah Penelitian 2012
No Uraian Rp/kg
1 Harga Beli 1,200.00
2 Biaya Tataniaga 350.00
3 Harga Jual 1,800.00
4 Keuntungan 250.00
(50)
Dari tabel 11, diketahui bahwa harga beli kubis Gapoktan dari petani di daerah
penelitian sebesar Rp 1,200.00/kg dengan total biaya tataniaga sebesar Rp
350.00/kg. Harga jual Gapoktan ke eksportir, yaitu sebesar Rp 1,800.00/Kg. Jadi,
penerimaan Gapoktan di daerah penelitian sebesar harga jualnya, sehingga
diperoleh keuntungan gapoktan di daerah penelitian sebesar Rp 250.00/Kg.
Tabel 12. Biaya Tataniaga dan Keuntungan Eksportir di Daerah Penelitian 2012
No Uraian Rp/kg
1 Harga Beli Kubis 1,800.00
2 Biaya Tataniaga 442.00
3 Harga Jual 3,000.00
4 Keuntungan 758.00
Sumber: Data Primer diolah dari Lampiran 11, 12, dan 13
Dari tabel 12, diketahui harga beli kubis dari gapoktan, yaitu Rp 1,800.00/kg
dengan total biaya tataniaga eksportir adalah Rp 442.00/kg. Harga jual eksportir
ke Singapura, yaitu sebesar Rp 3,000.00/Kg. Jadi, penerimaan eksportir sebesar
harga jualnya, sehingga diperoleh keuntungan eksportir di daerah penelitian
sebesar Rp 758.00/Kg.
5.4. Sebaran Harga (Price Spread), Share Margin, dan Margin Tataniaga pada setiap Rantai Tataniaga Kubis Ekspor di Daerah Penelitian
Berikut tabel analisis tentang price spread, share margin, dan margin tataniaga.
(51)
Tabel 13. Sebaran Harga (Price Spread), Share Margin, dan Margin Tataniaga Kubis Ekspor di Daerah Penelitian 2012
No Uraian Price Spread
(Rp/Kg)
Share Margin (%)
1 PETANI
Biaya Produksi 527.27 17.58
Harga Bibit 265.24 8.84
Pupuk 200.72 6.69
Obat-obatan 59.05 1.97
Penyusutan Peralatan 2.26 0.08
Harga Jual 1,200.00 40.00
Profit/Keuntungan 672.73 22.42
Nisbah Margin Keuntungan 0.78
2 GAPOKTAN
Harga Beli 1,200.00 40.00
Biaya Tataniaga 350.00 11.67
Pemanenan 100.00 3.33
Pembersihan 50.00 1.67
Sortasi 50.00 1.67
Penggunaan Peralatan 50.00 1.67
Pengangkutan 100.00 3.33
Harga Jual 1,800.00 60.00
Profit/Keuntungan 250.00 8.33
Nisbah Margin Keuntungan 1.40
3 EKSPORTIR
Harga Beli 1,800.00 60.00
Biaya Tataniaga 442.00 14.73
Pengangkutan dari Gapoktan 150.00 5.00
Pengemasan 50.00 1.67
Pengangkutan ke Pelabuhan 200.00 6.67
Pemindahan Barang ke Kapal 34.00 1.13
Listrik sampai Singapura 8.00 0.27
Harga Jual Ke Singapura 3,000.00 100.00
Profit/Keuntungan 758.00 25.27
Nisbah Margin Keuntungan 0.58
Harga Jual Eksportir 3,000.00 100.00
Sumber: Data Primer dari Lampiran 14
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada rantai tataniaga kubis ekspor di daerah
penelitian, petani menjual kubisnya ke gapoktan, lalu gapoktan menjualnya ke
eksportir. Harga jual di tingkat eksportir dianggap harga jual akhir tataniaga.
(52)
sebesar Rp 250.00/kg dengan Share Margin sebesar 8.33%. Keuntungan yang diperoleh eksportir sebesar Rp 758.00/kg dengan Share Margin sebesar 25.27%.
Dari tabel 13 tersebut, dapat dibuat rekapitulasi share margin yang diterima lembaga tataniaga pada saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian.
Tabel 14. Rekapitulasi Share Margin pada Saluran Tataniaga Kubis Ekspor di Daerah Penelitian
No Uraian Share Margin (%)
1 Profit Petani 21.28
2 Biaya Produksi Petani 18.72
3 Profit Gapoktan 8.33
4 Biaya Tataniaga Gapoktan 11.67
5 Profit Eksportir 25.27
6 Biaya Tataniaga Eksportir 14.73
Total 100.00
Sumber: Data Primer diolah dari lampiran 14
5.5. Efisiensi Tataniaga Kubis di Daerah Penelitian
Ukuran efisiensi yang digunakan oleh peneliti adalah perbandingan antara biaya
tataniaga dengan nilai produk yang dipasarkan kepada pelaku tataniaga terakhir,
yaitu eksportir. Berikut rumus efisiensi tataniaga secara matematik:
��= ��������������
���������������������������������%
Semakin kecil biaya tataniaga daripada nilai produk yang dipasarkan, maka akan
semakin efisien rantai tataniaga tersebut (Soekartawi, 1997).
Efisiensi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga kubis ekspor di
daerah penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
(53)
Tabel 15. Efisiensi Tataniaga Kubis Ekspor di Daerah Penelitian, 2012
No Lembaga
Tataniaga
Total Nilai Produk yang dipasarkan
(Rp/Kg)
Total Biaya Tataniaga (Rp/Kg)
Efisiensi Lembaga Tataniaga (%)
1 Petani 1,200.00 - -
2 Gapoktan 1,800.00 350.00 19.44
3 Eksportir 3,000.00 442.00 14.73
Total 6,000.00 792.00 13.20
Sumber: Data Primer diolah dari Lampiran 15
Berdasarkan tabel 15, dapat diketahui bahwa efisiensi tataniaga kubis ekspor di
Desa Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun adalah 13.20%
dengan total biaya tataniaga sebesar Rp 792.00/kg dan total nilai produk yang
dipasarkan sebesar Rp 6,000.00/kg
Dari uraian tabel 15 tersebut, dapat disimpulkan bahwa tataniaga kubis ekspor di
daerah penelitian efisien karena biaya tataniaga yang dikeluarkan lebih kecil
daripada nilai produk yang dipasarkan (Soekartawi, 1997). Berdasarkan
(54)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian hanya terdapat satu
saluran, yaitu Petani – Gapoktan – Eksportir.
2. Setiap lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran tataniaga kubis ekspor
di daerah penelitian melakukan fungsi tataniaga yang berbeda.
3. Lembaga tataniaga yang paling banyak mengeluarkan biaya tataniaga
adalah eksportir, yaitu sebesar Rp 442.00/kg. Margin keuntungan yang
paling besar ada pada eksportir, yaitu sebesar 758.00/kg dengan nisbah
margin keuntungan sebesar 0.58%.
4. Pada saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian efisien karena
biaya tataniaga yang dikeluarkan lebih kecil dari nilai produk yang
dipasarkan.
6.2. Saran
1. Kepada Petani
Petani diharapkan untuk menjaga kualitas dan kuantitas produksi kubis
agar harga di pasar ekspor meningkat, sehingga harga ditingkat petani
juga meningkat.
2. Kepada Lembaga Tataniaga
- Kepada Gapoktan diharapkan menjaga harga produk pertanian agar
(55)
- Kepada pihak eksportir diharapkan untuk mengayomi petani.
Walaupun kontrak harga dengan Gapoktan tidak ada fluktuatif harga
yang terlalu bervariasi, namun sebaiknya eksportir berbagi informasi
dan keuntungan. Jika harga di pasar ekspor bagus, maka harga di
tingkat petani juga harus ditingkatkan agar bisa makmur bersama.
3. Kepada Pemerintah
Pemerintah hendaknya membentuk wadah yang dapat menampung
kubis yang diekspor dengan jaminan harga yang stabil. Apabila harga
kubis dipasar ekspor meningkat, maka Pemerintah harus meningkatkan
harga kubis di tingkat petani agar petani tidak selalu dirugikan.
4. Kepada Peneliti Selanjutnya
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar meneliti tentang strategi
pengembangan pemasaran produk pertanian ekspor di daerah
(56)
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2011. Kecamatan dalam Angka. Medan
Daniel, Moehar. 2002. Metode dan Penelitian Sosial Ekonomi. PT Bumi Aksara. Jakarta
Downey, W.D dan Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis. Erlangga. Jakarta Gultom, H. 1996. Tataniaga Pertanian. USU Press. Medan
Kohls, R.L. dan Uhl J.N. 1985. Marketing of Agriculture Products.Sixth Edition. McMillan Publishing Company. New Tork
Kompas. 2011. Ekspor Sayur ke Singapura di Genjot. Diakses tanggal 01 Oktober 2013, Pukul 14.20 Wib. Sumber: Api.or.id>Aliansi Petani Indonesia>Hortikultur.
Kotler, P. 2001. Manajemen Pemasaran. Edisi Millenium Prehallindo. Jakarta Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi ke-3. LP3ES. Jakarta Pracaya. 2001. Kol alias Kubis. Penebar Swadaya. Jakarta
______. 2003. Kol alias Kubis. Penebar Swadaya. Jakarta
Prassoj
Radiosunu. 1995. Konsep Sistem dan Fungsi Manajemen Pemasaran. FE-UGM. Yogyakarta
Sihombing, L. 2011. Tataniaga Hasil Pertanian. USU Press. Medan
Soekartawi. 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Teori dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta
_________. 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada. Jakarta
_________. 1997. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada. Jakarta
(57)
Suara Merdeka. 2012. Inilah manfaat Kubis. Diakses Tanggal 8 Januari 2013.
Sudiyono. 2004. Pemasaran Pertanian. UMM Press. Malang
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Ketujuh. CV Alfabeta. Bandung
________. 2010. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan ke sebelas. CV Alfabeta, Bandung
Sukirno, Sadono. 2003. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Rajawali Pers, Jakarta Sunarjono, H. 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta
Tarigan, E. 2009. Analisis Perbandingan Pemasaran Bawang Daun/ Prei dan Kol/ Kubis. Skripsi Sarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan
Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika. PT. Gramedia Utama. Jakarta
Winardi. 1989. Aspek-aspek Bauran Pemasaran (Marketting Mix). Mandar Maju. Bandung.
(58)
Lampiran 1. Umur Petani (Tahun), Lama Bertani (Tahun), Luas Lahan (Ha), Produksi Per Musim Tanam (Kg), Jumlah Bibit (Batang), dan Harga Bibit Per Batang (Rp)
No Sampel Umur (tahun) Lama Bertani (tahun) Luas Lahan (Ha) Produksi Per musim tanam (kg)
Jumlah Bibit (batang)
Harga bibit
(Rp/Batang) Total (Rp)
1 40 15 0.5 15,000 8,000 450 3,600,000
2 51 20 1 35,000 25,000 450 11,250,000
3 52 17 1 28,000 17,000 450 7,650,000
4 44 17 1 30,000 22,000 450 9,900,000
5 41 15 0.5 18,000 10,000 450 4,500,000
6 55 25 0.5 18,000 10,000 450 4,500,000
7 38 10 0.3 12,000 8,000 450 3,600,000
8 55 30 0.3 13,000 7,000 450 3,150,000
9 35 10 0.3 12,000 7,000 450 3,150,000
10 54 20 0.3 11,500 7,000 450 3,150,000
11 50 25 0.6 17,000 10,000 450 4,500,000
12 37 15 1 28,000 17,000 450 7,650,000
13 60 35 0.5 17,000 10,000 450 4,500,000
14 42 17 0.6 18,000 10,000 450 4,500,000
15 41 18 1 27,000 17,000 450 7,650,000
16 31 8 0.3 12,000 7,000 450 3,150,000
17 54 30 1 40,000 27,000 450 12,150,000
18 49 15 1 25,000 17,000 450 7,650,000
19 38 15 0.7 20,000 10,000 450 4,500,000
20 34 7 1 32,000 20,000 450 9,000,000
21 52 30 1 35,000 25,000 450 11,250,000
22 52 35 1 35,000 25,000 450 11,250,000
(59)
Lanjutan Lampiran 1. Umur Petani (Tahun), Lama Bertani (Tahun), Luas Lahan (Ha), Produksi Per Musim Tanam (Kg), Jumlah Bibit (Batang), dan Harga Bibit Per Batang (Rp)
No Sampel Umur (tahun) Lama Bertani (tahun) Luas Lahan (Ha) Produksi Per musim tanam (kg) Jumlah Bibit (batang) (Rp/Batang) Harga bibit Total (Rp)
27 48 22 1 35,000 20,000 450 9,000,000
28 36 11 0.5 17,000 12,000 450 5,400,000
29 45 20 0.5 15,000 10,000 450 4,500,000
30 57 30 0.5 15,000 10,000 450 4,500,000
Total 1,360.00 568.00 20.40 681,500.00 435,500.00 13,500.00 195,975,000.00
(60)
Lampiran 2. Karakteristik Petani Sampel di Daerah Penelitian No Sampel Umur (tahun) Pendidikan (tahun) Jumlah Tanggungan
(Jiwa) Lama Bertani (tahun)
Luas Lahan (Ha)
1 40 12 3 15 0.5
2 51 12 3 20 1.0
3 52 12 3 17 1.0
4 44 16 2 17 1.0
5 41 12 2 15 0.5
6 55 9 4 25 0.5
7 38 12 2 10 0.3
8 55 9 4 30 0.3
9 35 9 2 10 0.3
10 54 9 2 20 0.3
11 50 12 2 25 0.6
12 37 12 2 15 1.0
13 60 0 1 35 0.5
14 42 12 3 17 0.6
15 41 12 2 18 1.0
16 31 12 0 8 0.3
17 54 12 1 30 1.0
18 49 12 3 15 1.0
19 38 12 2 15 0.7
20 34 16 1 7 1.0
21 52 12 3 30 1.0
22 52 16 3 35 1.0
23 62 9 3 30 1.0
(61)
Lanjutan Lampiran 2. Karakteristik Petani Sampel di Daerah Penelitian No Sampel Umur (tahun) Pendidikan (tahun) Jumlah Tanggungan
(Jiwa) Lama Bertani (tahun)
Luas Lahan (Ha)
27 48 12 3 22 1.0
28 36 12 1 11 0.5
29 45 12 3 20 0.5
30 57 9 1 30 0.5
Total 1,360.00 342.00 64.00 568.00 20.40
(62)
Lampiran 3. Total Biaya Penggunaan Pupuk dan Obat-obatan Petani Sampel di Daerah Penelitian (Rp) No Sampel Luas Lahan (Ha)
Biaya Penggunaan Pupuk Per musim Tanam 3 Bulan (Rp)
Total Biaya Pupuk (Rp)
Biaya Obat-obatan (Rp)
ZA SS NPK Kompos
Unit (Kg) Harga per kg
Total Harga (Rp) Unit (Kg) Harga Per Kg Total Harga (Rp) Unit (Kg) Harga Per Kg Total Harga (Rp) Unit (Kg) Harga Per Kg Total Harga (Rp)
1 0.5 300 2,200 660,000 200 5,500 1,100,000 100 8,500 850,000 2,000 600 1,200,000 3,810,000 1,300,000 2 1.0 400 2,200 880,000 300 5,500 1,650,000 200 8,000 1,600,000 4,000 600 2,400,000 6,530,000 2,000,000 3 1.0 400 2,200 880,000 300 5,500 1,650,000 300 8,000 2,400,000 3,500 600 2,100,000 7,030,000 2,000,000 4 1.0 400 2,200 880,000 300 5,500 1,650,000 200 8,000 1,600,000 3,000 600 1,800,000 5,930,000 2,000,000 5 0.5 300 2,200 660,000 200 5,500 1,100,000 150 8,000 1,200,000 2,500 600 1,500,000 4,460,000 1,600,000 6 0.5 300 2,200 660,000 200 5,500 1,100,000 150 8,000 1,200,000 2,000 600 1,200,000 4,160,000 1,500,000
7 0.3 150 2,200 330,000 100 5,500 550,000 50 8,000 400,000 2,000 600 1,200,000 2,480,000 800,000
8 0.3 200 2,200 440,000 100 5,500 550,000 50 8,000 400,000 2,000 600 1,200,000 2,590,000 1,200,000
9 0.3 200 2,200 440,000 150 5,500 825,000 50 8,000 400,000 2,000 600 1,200,000 2,865,000 900,000
10 0.3 200 2,200 440,000 100 5,500 550,000 50 8,000 400,000 2,000 600 1,200,000 2,590,000 800,000
11 0.6 300 2,200 660,000 150 5,500 825,000 100 8,000 800,000 2,500 600 1,500,000 3,785,000 1,200,000 12 1.0 400 2,200 880,000 300 5,500 1,650,000 200 8,500 1,700,000 4,000 600 2,400,000 6,630,000 2,200,000 13 0.5 300 2,200 660,000 150 5,500 825,000 100 8,500 850,000 2,000 600 1,200,000 3,535,000 1,200,000 14 0.6 200 2,200 440,000 150 5,500 825,000 100 8,000 800,000 3,000 600 1,800,000 3,865,000 1,500,000 15 1.0 400 2,200 880,000 300 5,500 1,650,000 200 8,000 1,600,000 3,000 600 1,800,000 5,930,000 2,000,000
16 0.3 200 2,200 440,000 100 5,500 550,000 50 8,500 425,000 2,000 600 1,200,000 2,615,000 800,000
17 1.0 400 2,200 880,000 200 5,200 1,040,000 200 8,500 1,700,000 6,000 600 3,600,000 7,220,000 1,800,000 18 1.0 300 2,200 660,000 150 5,500 825,000 150 8,500 1,275,000 3,000 600 1,800,000 4,560,000 1,500,000 19 0.7 300 2,200 660,000 200 5,500 1,100,000 150 8,500 1,275,000 3,000 600 1,800,000 4,835,000 1,500,000 20 1.0 400 2,200 880,000 300 5,500 1,650,000 300 8,000 2,400,000 5,000 600 3,000,000 7,930,000 2,000,000 21 1.0 400 2,200 880,000 300 5,500 1,650,000 300 8,000 2,400,000 4,000 600 2,400,000 7,330,000 2,000,000 22 1.0 400 2,200 880,000 300 5,500 1,650,000 200 8,000 1,600,000 3,000 600 1,800,000 5,930,000 1,800,000
(1)
Lanjutan Lampiran 7. Pendapatan Petani Sampel Per Musim Tanam di Daerah Penelitian (Rp)
No Sampel Biaya Produksi (Rp) Penerimaan (Rp) Pendapatan (Rp)
28 8,603,000.00 10,200,000.00 1,597,000.00
29 7,432,000.00 9,000,000.00 1,568,000.00
30 8,679,333.33 9,000,000.00 320,666.67
Total 384,455,761.90 408,900,000.00 24,444,238.10
(2)
Lampiran 8. Biaya Tataniaga Gapoktan Selama Satu Minggu di Daerah Penelitian (Rp)
No. Uraian Biaya Tataniaga (Rp)
1 Nilai Total Pembelian (15 Ton @1200/Kg) 18,000,000.00
2 Pemanenan 15 Ton @100/Kg 1,500,000.00
3 Pembersihan 15 Ton @50/Kg 750,000.00
4 Sortasi 15 ton @50/Kg 750,000.00
5 Penggunaan Peralatan 15 ton @50/Kg 750,000.00
6 Pengangkutan 15 Ton @100/Kg 1,500,000.00
Total Biaya Pemasaran 23,250,000.00
Lampiran 9. Penerimaan Gapoktan Selama Satu Minggu di Daerah Penelitian (Rp)
No Volume Penjualan (Kg) Harga Jual (Rp/Kg) Penerimaan (Rp)
1 15,000.00 1,800.00 27,000,000.00
Lampiran 10. Pendapatan Gapoktan Selama Satu Minggu di Daerah Penelitian (Rp)
No Biaya Pemasaran (Rp) Penerimaan (Rp) Pendapatan
(3)
Lampiran 11. Biaya Tataniaga Eksportir Selama Satu Minggu (Rp)
No Uraian Biaya Tataniaga (Rp)
1 Biaya Pembelian 15 ton @1800/kg 27,000,000.00
2 Pengangkutan dari Gapoktan 15 ton @Rp 50/kg 2,250,000.00
3 Pengemasan 15 ton @Rp 50/kg 750,000.00
4 Pengangkutan Ke Pelabuhan @50/kg 3,000,000.00
5 Biaya Pemindahan Barang Ke Kapal 1 Kontiner (25 Kg)
@Rp 850,000.00 850,000.00
6 Biaya Listrik sampai Ke Singapura 950,000.00
Total Biaya Tataniaga Eksportir (Rp) 34,800,000.00
Lampiran 12. Penerimaan Eksportir Selama Satu Minggu (Rp)
No Volume Penjualan (Kg) Harga Jual (Rp/Kg) Penerimaan (Rp)
1 15,000.00 3,000.00 45,000,000.00
Lampiran 13. Pendapatan Eksportir Selama Satu Minggu (Rp)
No Biaya Pemasaran (Rp) Penerimaan (Rp) Pendapatan
(4)
No Lembaga Tataniaga dan Komponen Tataniaga Price Spread (Rp/Kg) Share Margin (%)
1 PETANI
Biaya Produksi 527.27 17.58
Harga Bibit 265.24 8.84
Pupuk 200.72 6.69
Obat-obatan 59.05 1.97
Penyusutan Peralatan 2.26 0.08
Harga Jual 1,200.00 40.00
Profit/Keuntungan 672.73 22.42
Nisbah Margin Keuntungan 0.78
2 GAPOKTAN
Harga Beli 1,200.00 40.00
Biaya Tataniaga 350.00 11.67
Pemanenan 100.00 3.33
Pembersihan 50.00 1.67
Sortasi 50.00 1.67
Penggunaan Peralatan 50.00 1.67
Pengangkutan 100.00 3.33
Harga Jual 1,800.00 60.00
Profit/Keuntungan 250.00 8.33
(5)
Lanjutan Lampiran 14. Price Spread dan Share Margin Lembaga Tataniaga Kubis Ekspor di Daerah Penelitian
No Lembaga Tataniaga dan Komponen Tataniaga Price Spread (Rp/Kg) Share Margin (%)
3 EKSPORTIR
Harga Beli 1,800.00 60.00
Biaya Tataniaga 442.00 14.73
Pengangkutan dari Gapoktan 150.00 5.00
Pengemasan 50.00 1.67
Pengangkutan ke Pelabuhan 200.00 6.67
Pemindahan Barang ke Kapal 34.00 1.13
Listrik sampai Singapura 8.00 0.27
Harga Jual Ke Singapura 3,000.00 100.00
Profit/Keuntungan 758.00 25.27
Nisbah Margin Keuntungan 0.58
(6)
Lampiran 15. Efisiensi Tataniaga Kubis Ekspor di Daerah Penelitian No Saluran Tataniaga Total Nilai Produk yang
dipasarkan (Rp/Kg)
Total Biaya Tataniaga (Rp/Kg)
Efisiensi Lembaga Tataniaga (%)
1 Petani 1,200.00 - -
2 Gapoktan 1,800.00 350.00 19.44
3 Eksportir 3,000.00 442.00 14.73