Analisis Komparasi Efisiensi Tataniaga Kubis Secara Ekspor dan Lokal (Kasus:Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

(1)

ANALISIS KOMPARASI EFISIENSI TATANIAGA KUBIS

SECARA EKSPOR DAN LOKAL

(Kasus:Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

SKRIPSI

Oleh:

DORMIAN EVA GRASYA S

080304048

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS KOMPARASI EFISIENSI TATANIAGA KUBIS

SECARA EKSPOR DAN LOKAL

(Kasus:Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

SKRIPSI

Oleh:

DORMIAN EVA GRASYA S

080304048

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MSi) (Ir. Yusak Maryunianta, MSi) NIP. 196309281998031001 NIP. 196206241986031001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

Dormian Eva Grasya Simanjuntak (080304048) dengan judul skripsi

“Analisis Komparasi Efisiensi Tataniaga Kubis Secara Ekspor dan Lokal”. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Yusak Maryunianta, MSi selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya tataniaga, price spread, share margin masing-masing lembaga tataniaga kubis dan tingkat efisiensi tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian, menganalisis biaya tataniaga, price spread, share margin masing-masing lembaga tataniaga kubis dan tingkat efisiensi tataniaga kubis jalur pemasaran lokal di daerah penelitian, menjelaskan perbandingan efisiensi tataniaga kubis secara ekspor dan lokal di daerah penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bangun, Kabupaten Simalungun yang ditentukan secara purposive. Untuk pengambilan sampel petani digunakan metode sensus yaitu sebanyak 23 petani dan sampel pedagang pengecer sebanyak 5 pedagang diambil menggunakan metode snowball. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis efisiensi tataniaga dan uji t-test.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) analisis biaya tataniaga,

price spread, dan share margin terhadap sistem tataniaga kubis secara ekspor menunjukkan eksportir adalah lembaga tataniaga yang memiliki biaya, margin keuntungan dan share margin paling besar dan analisis efisiensi tataniaga menujukkan bahwa tataniaga kubis secara ekspor sudah efisien. (2) Hasil analisis biaya tataniaga, price spread, dan share margin terhadap sistem tataniaga kubis secara lokal menunjukkan bahwa lembaga tataniaga yang paling banyak mengeluarkan biaya adalah petani, margin keuntungan dan share margin yang paling besar ada pada kelompok tani dan analisis efisiensi tataniaga menujukkan bahwa tataniaga kubis secara lokal sudah efisien. (3) Tataniaga kubis secara ekspor lebih efisien daripada tataniaga kubis secara lokal.

Kata Kunci : Kubis, Efisiensi Tataniaga, Komparasi,, Ekspor,price spread, share margin


(4)

RIWAYAT HIDUP

Dormian Eva Grasya Simanjuntak lahir di Samosir pada tanggal 29 September 1990. Anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Alm. Drs. Haratua Simanjuntak dan Ibu Dasmawati Situmorang, STh.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1996 masuk Sekolah Dasar di SD Santo Thomas 3 Palipi dan tamat 2002

2. Tahun 2002 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMP RK. Bintang Samosir Palipi dan tamat tahun 2005

3. Tahun 2005 masuk Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Tebing Tinggi dan tamat tahun 2008.

4. Tahun 2008 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui Ujian Masuk Bersama (UMB).

5. Bulan Juni hingga Juli 2012 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Rawang Panca Pasar 6 Kabupaten Asahan.

6. Bulan Januari 2015 melakukan penelitian skripsi di Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun.

Pengalaman Organisasi

1. Anggota Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonmi Pertanian (IMASEP) USU tahun 2008


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Tritunggal atas kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini yang berjudul “Analisis Komparasi Efisiensi Tataniaga Kubis Secara Ekspor dan Lokal”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat memperoleh gelar sarjana pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan pengerjaan skripsi ini, tentunya banyak pihak yang terlibat membantu penulis dengan adanya dukungan dalam doa, motivasi, bimbingan, pengarahan dan kritik disampaikan utuk kesempurnaan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis dengan setulus hati dan secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Yusak Mryunianta, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran untuk membimbing, memberikan ilmu baru yang bermanfaat, mengarahkan dan memotivasi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Salmiah M.S selaku ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Agribisnis yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama masa pendidikan dan juga kepada


(6)

pegawai Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Orang tua saya yang tercinta Bapak Alm. Drs. Haratua Simanjuntak dan Ibu Dasmawati Situmorang, STh yang selalu mendukung dalam doa, motivasi, dukungan materi, bimbingan dan nasihat. Adik-adik tersayang Magda Dwi Hartati Simanjuntak, SPd, Lastri Afrina Simanjuntak dan Romasta Uli Simanjuntak untuk dukungan doa, semangat, nasihat sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Universitas Sumatera Utara.

4. Kelompok Tumbuh Bersama dalam Tuhan Netanya Krisopras Glory yaitu Kak Ulima Sihombing, SP, Putri Handayani Sirait, SP, Christy July Artha Sitepu, SP, Ester Basa Agustina, SP, Marthin Pasaribu, SP, dan Hermanto William Siagian, SP yang selalu mendukung dalam doa, nasihat, semangat dan memotivasi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh responden yang terkait dalam penelitian yang telah bersedia membantu dan memberi informasi yang diperlukan untuk penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu demi kesempurnaan ini, penulis menerima saran, kritik dan masukan yang membangun dari pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, Desember 2015


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelilian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 8

2.1.1 Tinjauan Agronomis ... 8

2.1.2 Tinjauan Ekonomis ... 9

2.2 Landasan Teori ... 11

2.2.1 Pemasaran atau Tataniaga ... 11

2.2.2 Saluran atau Lembaga Tataniaga ... 13

2.2.3 Efisiensi Tataniaga ... 15

2.3 Penelitian Terdahulu ... ... 16

2.4 Kerangka Pemikiran ... 18

2.5 Hipotesis Penelitian ... 20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 21

3.2 Metode Penelitian Sampel ... 22

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 24


(8)

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional ... 27

3.5.1 Defenisi ... 27

3.5.2 Batasan Operasional ... 28

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 30

4.1.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah ... 30

4.1.2 Keadaan Penduduk ... 30

4.1.3 Sarana Pendukung Agribisnis ... 32

4.2 Karakteristik Petani Sampel ... 34

4.3 Karakteristik Pedagang Pengumpul ... 34

4.4 Karakteristik Eksportir ... 36

4.5 Karakteristik Pedagang Pengecer ... 38

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Saluran Tataniaga ... 40

5.2 Fungsi Tataniaga yang Dilakukan oleh Lembaga Tataniaga ... 42

5.3 Biaya Tataniaga dan Keuntungan Lembaga Tataniaga Jalur Ekspor dan Lokal ... 47

5.4 Sebaran Harga (Price Spread), Share Margin, dan Efisiensi Tataniaga Kubis Jalur Ekspor... 51

5.5 Sebaran Harga (Price Spread), Share Margin, dan Efisiensi Tataniaga Kubis Jalur Pemasaran Lokal ... 55

5.6 Perbandingan Efisiensi Tataniaga Kubis Secara Ekspor dan Lokal di Daerah Penelitian ... 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 60

6.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Luas Panen Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran Menurut Kecamatan di Kabupaten Simalungun

2

2. Produksi Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran Menurut Kecamatan Kabupaten Simalungun

3

3. Perkembangan Ekspor Sumatera Utara Komoditi Kubis dan Negara Tujuan Ekspor 2010-2011

10

4. Volume dan Nilai FOB Ekspor Sayuran dari Sumatera Utara ke Singapura dari Januari sampai Juni 2010-2013

11

5. Produksi Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran Menurut Kecamatan Kabupaten Simalungun

21

6. Penduduk Menurut Desa/Kelurahan dan Jenis Kelamin di Kecamatan Purba Tahun 2013

31

7. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun

32

8. Sarana Pendukung Agribisnis di Kecamatan Purba 2012 33

9. Karakteristik Petani Sampel 34

10. Karakteristik Pedagang Pengecer 38

11. Fungsi Tataniaga yang Dilakukan Setiap Lembaga Tataniaga

44

12. Biaya Produksi dan Keuntungan Petani Kubis di Daerah Penelitian

47

13. Biaya Tataniaga dan Keuntungan Kelompok Tani di Daerah Penelitian (Tataniaga Jalur Ekspor)

48

14. Biaya Tataniaga dan Keuntungan Kelompok Tani di Daerah Penelitian (Tataniaga Jalur Lokal)

48

15. Biaya Tataniaga dan Keuntungan Eksportir di Daerah Penelitian

49

16. Biaya Tataniaga dan Keuntungan Pedagang Pengecer di Daerah Penelitian

50

17. Sebaran Harga (Price Spread), Share Margin dan Nisbah Margin Keuntungan Tataniaga Kubis Jalur Ekspor di Daerah Penelitian

52

18. Rekapitulasi Share Margin Tataniaga Kubis Jalur Ekspor di Daerah Penelitian

53

19. Sebaran Harga (Price Spread), Share Margin dan Nisbah Margin Keuntungan Tataniaga Kubis Jalur Pemasaran Lokal di Daerah Penelitian

55

20. Rekapitulasi Share Margin Tataniaga Kubis Jalur Pemasaran Lokal di Daerah Penelitian

56

21. Perbandingan Nilai Efisiensi Tataniaga Kubis Secara Ekspor dan Lokal

58

22 Rekapitulasi Nisbah Margin Keuntungan Setiap Lembaga Kubis Jalur Ekspor dan Lokal

60

23 Rekapitulasi share Margin Keuntungan Setiap Lembaga Kubis Jalur Ekspor dan Lokal


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal

1 Skema Kerangka Pemikiran 19

2 Skema Rantai Tataniaga Kubis Secara Ekspor di Daerah

Penelitian 41

3 Skema Rantai Tataniaga Kubis Secara Lokal di Daerah


(11)

DAFTAR LAMPIRAN No. Judul

1. Karakteristik Konsumen Pembeli Sayuran di Pasar Tradisional 2. Karakteristik Pedagang Pengecer

3. Biaya Bibit 4. Biaya Pupuk 5. Biaya Obat-obatan 6. Biaya Penyusutan

7. Biaya Tenaga Kerja Petani 8. Total Biaya Produksi 9. Penerimaan Petani 10. Pendapatan Petani

11. Biaya Tataniaga Kelompok Tani Jalur Pemasaran Ekspor 12. Penerimaan Kelompok Tani Jalur Pemasaran Ekspor 13. Pendapatan Kelompok Tani Jalur Pemasaran Ekspor 14. Biaya Tataniaga Kelompok Tani Jalur Pemasaran Lokal 15. Penerimaan Kelompok Tani Jalur Pemasaran Ekspor 16. Pendapatan Kelompok Tani Jalur Pemasaran Ekspor 17. Biaya Tataniaga Eksportir

18. Penerimaan Eksportir 19. Pendapatan Eksportir

20. Biaya Tataniaga Pedagang Pengecer 21. Penerimaan Pedagang Pengecer 22. Pendapatan Pedagang Pengecer

23. Price Spread Tataniaga Kubis Jalur Ekspor 24. Price Spread Tataniaga Kubis Jalur Lokal


(12)

ABSTRAK

Dormian Eva Grasya Simanjuntak (080304048) dengan judul skripsi

“Analisis Komparasi Efisiensi Tataniaga Kubis Secara Ekspor dan Lokal”. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Yusak Maryunianta, MSi selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya tataniaga, price spread, share margin masing-masing lembaga tataniaga kubis dan tingkat efisiensi tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian, menganalisis biaya tataniaga, price spread, share margin masing-masing lembaga tataniaga kubis dan tingkat efisiensi tataniaga kubis jalur pemasaran lokal di daerah penelitian, menjelaskan perbandingan efisiensi tataniaga kubis secara ekspor dan lokal di daerah penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bangun, Kabupaten Simalungun yang ditentukan secara purposive. Untuk pengambilan sampel petani digunakan metode sensus yaitu sebanyak 23 petani dan sampel pedagang pengecer sebanyak 5 pedagang diambil menggunakan metode snowball. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis efisiensi tataniaga dan uji t-test.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) analisis biaya tataniaga,

price spread, dan share margin terhadap sistem tataniaga kubis secara ekspor menunjukkan eksportir adalah lembaga tataniaga yang memiliki biaya, margin keuntungan dan share margin paling besar dan analisis efisiensi tataniaga menujukkan bahwa tataniaga kubis secara ekspor sudah efisien. (2) Hasil analisis biaya tataniaga, price spread, dan share margin terhadap sistem tataniaga kubis secara lokal menunjukkan bahwa lembaga tataniaga yang paling banyak mengeluarkan biaya adalah petani, margin keuntungan dan share margin yang paling besar ada pada kelompok tani dan analisis efisiensi tataniaga menujukkan bahwa tataniaga kubis secara lokal sudah efisien. (3) Tataniaga kubis secara ekspor lebih efisien daripada tataniaga kubis secara lokal.

Kata Kunci : Kubis, Efisiensi Tataniaga, Komparasi,, Ekspor,price spread, share margin


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Peranan sektor pertanian masih diandalkan oleh negara kita karena sektor ini mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis yang terjadi. Keadaan inilah yang membuat sektor pertanian tersebut mempunyai potensi besar sebagai pemicu pemulihan ekonomi nasional (Husodo, 2004).

Dalam pembangunan ekonomi Sumatera Utara sendiri, sektor pertanian merupakan sektor prioritas disusul sektor industri dan pariwisata. Sektor pertanian adalah sektor yang relatif dapat bertahan terhadap krisis ekonomi dan memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Sumatera Utara sebesar 31,53% tahun 1999, 30,52% pada tahun 2000 serta 31,00% pada tahun 2001. Selain itu, sektor pertanian menyerap angka kerja sekitar 52,34% (Simamora, 2003).

Dari sekian banyak komoditas pertanian yang diusahakan di Sumatera Utara, hortikultura merupakan salah satu sub sektor dalam pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Komoditas hortikultura di Sumatera Utara seperti sayur, buah, tanaman hias, dan tanaman obat banyak diusahakan yang hasilnya selain memenuhi kebutuhan lokal, juga diekspor ke luar negeri (BPS, 2012).

Kabupaten di Sumatera Utara yang banyak mengusahakan pertanian sub sektor holtikultura khususnya untuk komoditas sayuran adalah kabupaten


(14)

Simalungun. Luas panen sayuran dan jenis sayuran di Kabupaten Simalungun dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel 1. Luas Panen Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran Menurut Kecamatan Di Kabupaten Simalungun 2013 (Ha)

No Kecamatan Luas Panen Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran (Ha)

Bawang Merah

Bawang Putih

Cabe Kentang Kubis Wortel Terung

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1 Silimakuta - - 173 747 1.112 22 30

2 Pematang Silimahuta 31 - 56 171 135 14 -

3 Purba - - 428 1.224 1.415 - 21

4 Haranggaol Horison 37 - 1 - - - -

5 Dolok Pardamean 24 - 69 13 11 - 18

6 Sidamanik - - - -

7 Pematang Sidamanik 35 6 64 9 - - 29

8 Girsang

Sipanganbolon

- - 17 8 - - -

9 Tanah Jawa - - 32 - - - -

10 Hatonduhon - - 2 - - - -

11 Dolok Panribuan - - 6 - - - -

12 Jorlang Hataran - - - -

13 Panei - - 22 - - - 6

14 Panombeian Panei - - 51 - - - 4

15 Raya - - 18 - 16 - 22

16 Dolok Silou 21 - 237 37 80 3 35

17 Silou Kahean - - 18 - - 167 1

18 Raja Kahean - - - 12 2

19 Tapian Dolok - - - 2 -

20 Dolok Batu Nanggar - - - 1

21 Siantar - - - 3

22 Gunung Malela - - 4 - - 33 4

23 Gunung Maligas - - 6 - - 13 12

24 Hutabayu Raja - - - -

25 Jawa Maraja Bah

Jambi

- - 16 - - 24 28

26 Pematang Bandar - - 180 - - 252 32

27 Bandar Huluan - - 314 - - 379 17

28 Bandar - - 11 - - 9 9

29 Bandar Masilam - - - 11 4

30 Bosar Maligas - - - 8 -

31 Ujung Pandang - - - -

Kab. Simalungun 148 6 1.725 2.209 2.769 39 278

Sumber: BPS Kabupaten Simalungun 2014

Dari luas panen di Kabupaten Simalungun yang cukup besar, tentunya dapat menghasilkan jumlah produksi yang cukup besar. Dari luas panen yang ada maka dapat dilihat jumlah produksi dari tanaman sayuran di Kabupaten Simalungun tiap kecamatan pada Tabel 2.


(15)

Tabel 2. Produksi Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran Menurut Kecamatan Kabupaten Simalungun (Ton) 2013

No Kecamatan Produksi Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran (Ton)

Bawang Merah

Bawang Putih

Cabe Kentang Kubis Wortel Terung

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1 Silimakuta - - 2.520 12.776 25.910 334 213

2 Pematang Silimahuta 398 - 816 2.925 3.145 213 -

3 Purba - - 6.234 20.935 32.969 - 149

4 Haranggaol Horison 475 - 14 - - - -

5 Dolok Pardamean 308 - 1.005 222 256 - 128

6 Sidamanik - - - -

7 Pematang Sidamanik 449 46 932 154 - - 206

8 Girsang

Sipanganbolon

- - 248 137 - - -

9 Tanah Jawa - - 466 - - - -

10 Hatonduhon - - - -

11 Dolok Panribuan - - 87 - - - -

12 Jorlang Hataran - - - -

13 Panei - - 320 - - - 43

14 Panombeian Panei - - 743 - - - 28

15 Raya 270 - 262 - 373 - 156

16 Dolok Silou - - 3.452 633 1.864 46 248

17 Silou Kahean - - 262 - - - 7

18 Raja Kahean - - - 14

19 Tapian Dolok - - - -

20 Dolok Batu Nanggar - - - 7

21 Siantar - - - 21

22 Gunung Malela - - 58 - - - 28

23 Gunung Maligas - - 87 - - - 85

24 Hutabayu Raja - - - -

25 Jawa Maraja Bah

Jambi

- - 233 - - - 199

26 Pematang Bandar - - 2.622 - - - 227

27 Bandar Huluan - - 4.573 - - - 121

28 Bandar - - 160 - - - 64

29 Bandar Masilam - - - 28

30 Bosar Maligas - - - -

31 Ujung Pandang - - - -

Kab. Simalungun 1.900 46 25.094 37.782 64.517 593 1.972

Sumber: BPS Kabupaten Simalungun 2014

Dari Tabel 2 jika dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Simalungun, Kecamatan Purba merupakan kecamatan yang memiliki produksi sayuran terbesar khususnya sayuran kubis yaitu sebesar 32.969 ton. Besarnya produksi tersebut diharapkan dapat memberi dampak positif terhadap pendapatan petani.


(16)

Besarnya pendapatan atau keuntungan yang dapat diperoleh dari usaha tani selain dipengaruhi oleh faktor teknik bercocok tanam, juga sangat ditentukan oleh cara pemasaran. Untuk mendapatkan nilai jual yang tinggi, perlu adanya suatu penyusunan strategi pemasaran. Untuk memasarkan hasil-hasil pertanian yang dalam hal ini adalah kubis, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan agar dapat diperoleh keuntungan yang maksimal, yakni penentuan harga dan pengenalan lembaga pemasaran (tataniaga) yang berperan dalam menyampaikan arus barang dari produsen/petani hingga sampai kepada konsumen (Cahyono, 2001).

Menurut Abu Haenah (1979) dalam Ginting (2006), produksi dan pemasaran mempunyai hubungan ketergantungan yang sangat erat. Produksi yang meningkat tanpa didukung oleh sistem pemasaran yang dapat menampung hasil dengan tingkat harga yang layak tidak akan berlangsung lama, malah pada waktunya ia akan menurun karena pertimbangan untung rugi usaha tani.

Aspek tataniaga memang disadari sebagai aspek yang sangat penting. Bila mekanisme pemasaran berjalan baik, maka semua pihak yang terlibat akan diuntungkan. Oleh karena itu, peranan lembaga tataniaga yang terdiri dari produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, eksportir, importir, menjadi amat penting (Soekartawi, 1991).

Dalam pemasaran sayur kubis di daerah Simalungun, produksi sayuran kubis yang dihasilkan sebagian ada yang dipasarkan ke luar negeri, yaitu ke Singapura dan sebagian lagi dipasarkan ke pasar lokal. Produk sayuran kubis yang diekspor tidak langsung dikirim ke luar negeri, akan tetapi dijual melalui eksportir. Di Kecamatan Purba sendiri, petani kubis memiliki strategi pemasaran


(17)

yang cukup berbeda dengan petani lainnya di Kabupaten Simalungun. Jika petani lainnya hanya memilih salah satu jalur pemasaran yaitu hanya memasarkan kubis secara lokal atau ekspor saja, maka petani kubis di kecamatan ini memilih keduanya yaitu memasarkan tanaman kubisnya di pasar lokal dan ekspor.

Untuk pasar lokal, petani kubis di Kecamatan Purba menjual hasil panen kubisnya ke pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul sayuran kubis tersebut adalah Kelompok Tani (Poktan). Dari pedagang pengumpul kubis selanjutnya dipasarkan ke pedagang pengecer di pasar Simalungun dan Karo hingga akhirnya sampai ke konsumen.

Lembaga tataniaga kubis ekspor di Kecamatan Purba, yaitu Petani, Pedagang Pengumpul (Poktan), dan Eksportir. Pedagang pengumpul sayuran kubis di Kecamatan Purba tersebut adalah Kelompok Tani (Poktan) itu sendiri. Setelah kubis dari kelompok tani terkumpul, maka kubis akan dibawa ke tempat pengepakan (packing house) untuk disortir terlebih dahulu, dibersihkan dan dikemas. Lalu setelah dikemas, eksportir akan menjemput kubis langsung ke tempat pengepakan tersebut.

Adapun eksportir yang telah terjalin kerjasama dengan kelompok tani (Poktan) di daerah Simalungun adalah PT. Rama Putra yang berpusat di Jakarta, sedangkan cabangnya terletak di Kabupaten Karo. Kerja sama antara poktan dengan eksportir memiliki ketentuan atau kontrak kerja, seperti berat kubis yang layak untuk diekspor 1.5 kg - 2 kg, harga jualnya berkisar Rp. 1500/kg - Rp 2.000/kg, dan volume penjualan ke eksportir sebanyak 20 ton per minggu.


(18)

Kedua jalur tataniaga ini (lokal dan ekspor) memiliki lembaga pemasaran, biaya tataniaga, price spread, share margin yang berbeda sehingga memiliki efisiensi tataniaga yang berbeda juga. Perbedaan efisiensi tataniaga inilah yang akan diteliti oleh peneliti. Dengan mengomparasikan efisiensi kedua jalur tataniaga tersebut, dapat dilihat jalur tataniaga mana yang lebih efisien. Inilah yang menjadi latar belakang peneliti melakukan penilitian ini.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana biaya tataniaga, price spread, share margin masing-masing lembaga tataniaga kubis dan tingkat efisiensi tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian?

2. Bagaimana biaya tataniaga, price spread, share margin masing-masing lembaga tataniaga kubis dan tingkat efisiensi tataniaga kubis secara lokal di daerah penelitian?

3. Bagaimana komparasi efisiensi tataniaga kubis secara ekspor dan lokal di daerah penelitian?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:


(19)

1. Untuk menganalisis biaya tataniaga, price spread, share margin masing-masing lembaga tataniaga kubis dan tingkat efisiensi tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian.

2. Untuk menganalisis biaya tataniaga, price spread, share margin masing-masing lembaga tataniaga kubis dan tingkat efisiensi tataniaga kubis secara lokal di daerah penelitian.

3. Untuk menjelaskan perbandingan efisiensi tataniaga kubis secara ekspor dan lokal di daerah penelitian.

1.4.Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi para petani dalam meningkatkan efisiensi tataniaga sayuran kubis.

2. Sebagai sumber informasi yang bisa menjadi bahan pertimbangan dan pemikiran bagi lembaga pemerintahan yang terkait dalam rangka perencanaan pembangunan di sektor pertanian.

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Tinjauan Agronomis

Nama kubis diduga berasal dari bahasa Inggris yaitu cabbage. Sedangkan di beberapa daerah, kubis juga disebut kol. Kata kol ini konon berasal dari bahasa Belanda yaitu kool . Secara taksonomi, kubis budi daya yang masuk dalam spesies Brassica oleracea dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub-Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Famili : Cruciferae Genus : Brassica

Spesies : Brassica oleracea (Pracaya, 2001).

Kubis akan tumbuh baik bila ditanam di daerah berhawa dingin. Temperatur optimum yang dikehendaki antara 15°-20° C. Sedangkan kelembapan yang baik pada kisaran antara 60-90%. Kalau temperatur melebihi 25° C, pertumbuhan akan terlambat. Kubis menghisap air cukup banyak. Tanaman yang masih muda membutuhkan air sebanyak 300cc per hari. Sedangkan kubis dewasa memerlukan air sebanyak 400-500 cc per hari. Agar tumbuh optimum, kol


(21)

memerlukan persentase kandungan air dari kapasitas lapangan 60-100 % atau rata-rata kurang 80 % (Pracaya, 2001).

Sebelum dibudidayakan, kubis tumbuh liar di sepanjang pantai Laut Tengah, Inggris, Denmark, dan Pantai barat Perancis sebelah utara. Kubis yang tumbuh liar ini sering dianggap sebagai gulma. Tetapi oleh orang Mesir dan Yunani kuno, tanaman kubis sangat dipuja dan dimuliakan. Dalam perkembangan selanjutnya, kubis dibudidayakan di Eropa sekitar abad ke-9 Masehi. Di Amerika, kubis mulai ditanam ketika para imigran Eropa menetap di benua itu. Pada abad ke-16 atau ke-17, kubis mulai ditanam di Indonesia. Pada abad tersebut orang Eropa mulai berdagang dan menetap di Indonesia (Sunarjono, 2004).

2.1.2. Tinjauan Ekonomis

Kubis merupakan salah satu jenis sayuran komersial yang mendapat prioritas dalam pengembangannya dan mempunyai nilai ekonomi dan sosial yang cukup tinggi karena dijadikan salah satu andalan sumber pendapatan petani. Tanaman ini relatif cepat dipanen, yaitu usia 3 sampai 4 bulan dan dapat tumbuh di berbagai jenis tanah. Permintaan sayuran kubis pun semakin berkembang. Tidak hanya permintaan dalam lokal, permintaan luar negeri juga tak kalah meningkatnya. Produksi yang dihasilkan akan dijual atau dipasarkan. Pemasaran ada dua jenis, yaitu pemasaran lokal dan pemasaran non lokal (ekspor). Ekspor adalah pemasaran produk ke luar negeri (Pracaya, 2001).

Apabila suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain (ekspor dan impor) maka ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Salah satu diantaranya adalah harga dari barang yang akan diperdagangkan karena harga


(22)

akan menentukan besar kecilnya jumlah barang yang akan diperdagangkan. Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga barang yang merupakan suatu hipotesa yang menerangkan “Makin rendah harga suatu barang, makin banyak permintaan terhadap barang tersebut, sebaliknya makin tinggi harga suatu barang makin rendah permintaan terhadap barang tersebut (cateris paribus)” (Sukirno, 2003).

Terbukti dari besarnya ekspor kubis ke luar negeri. Di Sumatera Utara, ekspor kubis sangat menjanjikan bagi peningkatan ekonomi petani kubis. Berikut tabel perkembangan ekspor kubis Sumatera Utara dan Negara tujuan ekspor. Tabel 3. Perkembangan Ekspor Sumatera Utara Komoditi Kubis dan

Negara Tujuan Ekspor 2010-2011

Kode HS Negara

Berat Bersih (Kg) Nilai FOB (US$)

Jan-Juni'10

Jan- Juni'11

Perub (%)

Jan-

Juni'10 Jan- Juni'11 Perub (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

704901000 Jepang 12.362 - -100,00 8.532 - -100,00

Korea Selatan - 803.291 0,00 - 203.439 0,00

Singapura 4.193.615 3.602.310 -14,10 1.466.122 1.262.995 -13,85

Malaysia 4.062.483 4.977.048 22,51 996.615 873.376 -12,37

Pakistan - 24.000 0,00 - 4.597 0,00

Subtotal 8.268.460 9.406.649 -91.59 1.308.102 1.082.679.95 -126,22


(23)

Tabel 4. Volume dan Nilai FOB Ekspor Sayuran dari Sumatera Utara ke Singapura dari Januari sampai Juni 2010-2013

Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia, BPS Catatan: Angka dari Januari sampai dengan juni 2010-2013

Dari kedua tabel di atas, dapat dilihat bahwa komoditi kubis memiliki nilai ekonomi yang cukup besar dan menjanjikan bagi peningkatan pendapatan ekonomi petani.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pemasaran atau Tataniaga

Istilah tataniaga diartikan sama dengan pemasaran, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Sistem tataniaga adalah kumpulan lembaga-lembaga yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam kegiatan pemasaran barang dan jasa yang saling mempengaruhi dengan tujuan mengalokasikan sumber daya langka secara efisien guna memenuhi kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya. Komponen sistem tataniaga tersebut adalah produsen, penyalur, dan lembaga-lembaga pemerintah, rumah tangga, perorangan, dan lembaga-lembaga-lembaga-lembaga lainnya yang secara langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam proses pertukaran barang dan jasa (Radiosunu, 1995).

Jenis Komoditi

Volume (Kg) Nilai FOB (US$) 2010 2013 Perubahan

(%) 2010 2013

Perubahan (%)

(1) (2) (3) (4) (5)

Kentang 2,036,897 1,473,133 -27.68 821,273 772,709 -5.91 Kubis 4,193,615 3,602,310 -14.10 1,466,122 1,262,995 -13.85 Timun 16,365 18,703 14.29 13,466 20,867 54.96 Tomat 235,789 299,159 26.80 190,972 281,376 47.34 Bayam 60,711 70,200 15.63 49,793 85,976 72.67 Terung 77,584 13,436 -82.68 16,925 5,497 -67.52


(24)

Secara umum tataniaga atau pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang terjadi dalam pasar. Dalam pemasaran ini barang mengalir dari produsen sampai kepada konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses pengolahan, guna tempat melalui proses pengangkutan dan guna waktu melalui proses penyimpanan. Pemasaran komoditi pertanian dari proses konsentrasi yaitu pengumpulan produk-produk pertanian dari petani ke tengkulak, pedagang pengumpul dan pedagang besar serta diakhiri proses distribusi yaitu penjualan dari pedagang ke agen, pengecer dan konsumen (Sudiyono, 2004).

Kegunaan pemasaran komoditas pertanian terdiri atas kegunaan bentuk (form utility), kegunaan tempat (place utility), kegunaan waktu (time utility), dan kegunaan kepemilikan (possessing utility). Fungsi-fungsi pemasaran komoditas pertanian yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemasaran pada prinsipnya terdapat tiga tipe fungsi pemasaran antara lain fungsi pertukaran, yaitu mengalihkan barang kepada pihak pembeli, fungsi pengadaan fisik, yaitu pengangkutan, dan fungsi fasilitas/pelancar terdiri atas permodalan (pembiayaan) (Rahim dan Hastuti, 2008).

Fungsi pertukaran menyangkut pengalihan hal pemilikan yang terdiri atas fungsi penjualan dan pembelian. Fungsi pengadaan fisik meliputi kegiatan-kegiatan yang secara langsung diberlakukan terhadap komoditi pertanian sehingga komoditi pertanian tersebut mengalami tambahan guna tempat dan waktu. Fungsi pengangkutan meliputi pengangkutan dan penyimpanan komoditi pertanian. Fungsi penyediaan fasilitas pada hakekatnya untuk memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Standarisasi yaitu menetapkan grade (tingkatan) kriteria kualitas komoditi tertentu (Sudiyono, 2004).


(25)

2.2.2. Saluran atau Lembaga Tataniaga

Lembaga tataniaga merupakan badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditas mulai dari produsen sampai ke konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Dengan kata lain, saluran tataniaga / saluran distribusi terdiri dari seperangkat lembaga yang melakukan semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status pemilikannya dari produsen ke konsumen (Kotler, 2001).

Lembaga tataniaga juga memegang peranan penting dan juga menentukan saluran pemasaran. Fungsi lembaga ini berbeda satu sama lain, dicirikan oleh aktivitas yang dilakukan dan skala usaha (Soekartawi, 1989).

Lembaga tataniaga ini melakukan kegiatan fungsi pemasaran yang meliputi kegiatan: Pembelian, Sorting atau grading (membedakan barang berdasarkan ukuran atau kualitasnya), Penyimpanan, Pengangkutan, dan Processing (pengolahan). Masing-masing lembaga tataniaga, sesuai dengan kemampuan dimiliki, akan melakukan fungsi pemasaran ini secara berbeda-beda. Karena perbedaan kegiatan (dan biaya) yang dilakukan, maka tidak semua kegiatan dalam fungsi kegiatan pemasaran dilakukan oleh lembaga tataniaga. Karena perbedaan inilah, maka biaya dan keuntungan pemasaran menjadi berbeda di tiap tingkat lembaga pemasaran (Soekartawi, 1989).

Biaya pemasaran komoditas pertanian merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha pemasaran komoditas pertanian meliputi; biaya transportasi, biaya pungutan retribusi dan lain-lain. Besarnya biaya pemasaran berbeda satu


(26)

sama lain, hal ini diakibatkan lokasi pemasaran, macam lembaga pemasaran, efektivitas pemasaran yang dilakukan serta macam komoditasnya. Keuntungan pemasaran komoditas pertanian merupakan selisih antara harga yang dibayar ke produsen (petani) dan harga yang dibayarkan konsumen akhir. Keuntungan pemasaran dapat pula disebut margin pemasaran (Rahim dan Hastuti, 2008).

Margin tataniaga adalah selisih harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Margin ini akan diterima oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses tataniaga tersebut. Semakin panjang pemasaran (semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat) maka semakin besar margin pemasaran (Daniel, 2002).

Margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga-lembaga pemasaran. Setiap lembaga pemasaran biasanya melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda sehingga share margin yang diperoleh pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat akan berbeda pula (Sudiyono, 2004).

Daniel (2002) menyatakan bahwa besarnya biaya tataniaga berbeda satu sama lain, tergantung pada:

a. Macam komoditas yang dipasarkan

Komoditas yang bobotnya besar, tetapi nilainya kecil sehingga membutuhkan biaya tataniaga yang besar.

b. Lokasi/ daerah produsen

Bila lokasi produsen jauh dari pasar atau lokasi konsumen, maka biaya transportasi menjadi besar pula.


(27)

c. Macam dan peranan lembaga niaga

Semakin banyak lembaga niaga yang terlibat dan semakin panjang rantai tataniaga, maka semakin besar biaya tataniaganya.

2.2.3. Efisiensi Tataniaga

Menurut Mubyarto (1986) dalam Rahim dan Hastuti (2008), efisiensi pemasaran untuk komoditas pertanian dalam suatu sistem pemasaran dianggap efisien apabila mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan pemasaran.

Efisiensi tataniaga merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Efisiensi tataniaga dapat terjadi jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan kepada pihak-pihak yang terlibat, yaitu produsen, konsumen akhir, dan lembaga-lembaga pemasaran.

Margin tataniaga adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen. Margin pemasaran atau marketing margin terdiri dari biaya-biaya untuk melakukan fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga-lembaga pemasaran. Setiap lembaga pemasaran biasanya melaksanakan fungsi-fungsinya yang berbeda sehingga share margin diperoleh pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat akan berbeda. Salah satu kegunaan dari perhitungan marketing margin (price spread) dan share margin adalah mengetahui tingkat efisiensi pemasaran. Secara umum dapat dikatakan


(28)

bahwa semakin tinggi marketing margin suatu komoditi, maka semakin rendah tingkat efisiensi sistem tataniaga (Gultom, 1996).

Pasar yang tidak efisien akan terjadi bila biaya pemasaran semakin besar dengan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Sedangkan efisiensi pemasaran akan terjadi jika:

1. Harga pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran lebih tinggi

2. Elastisitas transmisi harga atau Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi

3. Adanya kompetisi pasar yang sehat (Soekartawi, 2002).

Elastisitas transmisi harga adalah perbandingan persentase perubahan harga di tingkat konsumen dengan persentase perubahan harga di tingkat produsen. Analisis transmisi ini memberikan gambaran bagaimana harga yang dibayar konsumen akhir ditransmisikan kepada petani produsen. Pada umumnya nilai elastisitas tranmisi ini lebih kecil dari satu, artinya pada volume dan harga input konstan maka perubahan nisbi harga di tingkat petani pengecer tidak akan melebihi perubahan nisbi harga di tingkat petani (Sudiyono, 2004).

2.3. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sihaloho (2011) dengan judul skripsi “Analisis Pemasaran Kentang dan Kubis untuk Tujuan Ekspor pada Tingkat Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kabupaten Karo” menyatakan bahwa lembaga pemasaran kubis untuk tujuan ekspor terdiri dari petani, pedagang pengumpul untuk petani yang tidak bermitra atau gapoktan untuk petani yang


(29)

bermitra, dan eksportir. Saluran pemasaran kubis tujuan ekspor tersebut dinilai sudah efisien baik yang bermitra maupun yang tidak bermitra. Nilai efisiensi tataniaga jalur ekspor untuk petani kubis yang bermitra dengan gapoktan sebesar 38,41% dan jalur ekspor untuk petani yang tidak bermitra sebesar 46,37%.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2013) dengan judul skripsi “Analisis Tataniaga Kubis (Brasicca Oleracea l) di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat” menyatakan bahwa untuk pemasaran kubis secara lokal terdapat tiga saluran tataniaga kubis. Saluran pertama terdiri dari petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Saluran tataniaga kedua terdiri dari petani, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Untuk saluran ketiga terdiri dari petani dan pedagang pengecer. Ketiga saluran tataniaga tersebut dinilai efisien dan mampu memberi keuntungan bagi setiap lebaga tataniaga.

Dalam penelitian Sinaga (2013) dengan judul skripsi “ Analisis Tataniaga Sayuran Kubis Ekspor di Desa Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun” menyimpulkan bahwa Saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian hanya terdapat satu saluran, yaitu Petani – Gapoktan – Eksportir. Lembaga tataniaga yang paling banyak mengeluarkan Biaya tataniaga eksportir, yaitu sebesar Rp 442.00/kg. Margin keuntungan yang paling besar ada pada eksportir, yaitu sebesar 758.00/kg dengan nisbah margin keuntungan sebesar 1.71. Pada saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian efisien karena biaya tataniaga yang dikeluarkan lebih kecil dari nilai produk yang dipasarkan.


(30)

2.4. Kerangka Pemikiran

Di daerah penelitian, komoditi kubis dipasarkan melalui jalur tataniaga ekspor dan jalur tataniaga lokal. Dalam tataniaga kubis secara lokal, ada beberapa pihak yang terlibat. Antara lain petani kubis, pedagang pengumpul yang dalam hal ini adalah gapoktan, pedagang pengecer, hingga akhirnya sampai ke konsumen. Untuk jalur tataniaga ekspor, pihak yang terlibat antara lain petani, kelompok tani, dan eksportir. Setiap pihak yang terlibat adalah lembaga tataniaga.

Setiap lembaga tataniaga melakukan fungsi-fungsi tataniaga seperti fungsi pembelian, penjualan, pengangkutan, penyimpanan, pengepakan, standarisasi, pembiayaan, dan informasi pasar. Masing-masing lembaga tataniaga, sesuai dengan kemampuan dimiliki, akan melakukan fungsi pemasaran ini secara berbeda-beda. Karena perbedaan kegiatan yang dilakukan, maka tidak semua kegiatan dalam fungsi kegiatan pemasaran dilakukan oleh lembaga tataniaga. Karena perbedaan inilah, maka biaya tataniaga menjadi berbeda di tiap tingkat lembaga pemasaran, dan begitu juga tingkat harga, share margin di setiap lembaga pemasaran. Apabila nilai share margin telah diketahui, maka akan didapat nilai efisiensi tataniaga. Setelah efisiensi tataniaga lokal dan ekspor didapat, maka dapat dikomparasikan jalur tataniaga yang paling efisien antara lokal dan ekspor.


(31)

Tataniaga Kubis

Fungsi Tataniaga Petani Fungsi Tataniaga 1.Pembelian Poktan 1.Pembelian

2.Penjualan 2.Penjualan

3.Pengangkutan 3.Pengangkutan 4. Penyimpanan 4.Penyimpanan 5. Pengemasan Pedagang Pengecer Eksportir 5.Pengemasan 6.Standarisasi 6.Standarisasi 7.Pembiayaan Konsumen dalam negeri Kosumen luar negeri 7.Pembiayaan

Biaya Tataniaga Biaya Tataniaga

Harga Harga

Price Spread Price Spread

Share Margin Share Margin

Efisiensi Efisiensi

Komparasi

Keterangan: : Ada Hubungan


(32)

2.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Sistem tataniaga ekspor kubis di daerah penelitian efisien 2. Sistem tataniaga lokal kubis di daerah penelitian efisien

3. Tataniaga ekspor kubis di daerah penelitian lebih efisien dari tataniaga kobis secara lokal.


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun. Penentuan daerah ini dilakukan secara Purvosive (Purvosive Sampling) atau Purposial Sampling yaitu sampel yang disengaja ditetapkan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan bahwa Kecamatan Purba merupakan daerah penghasil kubis terbesar di Kabupaten Simalungun dan terdapat petani kubis yang menjual produksi kubisnya dengan jalur tataniaga secara lokal maupun internasional.

Tabel 5. Produksi Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran Menurut Kecamatan Kabupaten Simalungun (Ton) 2013

No Kecamatan Produksi Tanaman Sayuran dan Jenis Sayuran(ton)

Bawang Merah Bawang Putih Cabe Kentang Kubis Wortel

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 Silimakuta - - 2.293 10.416 23.440 212

2 Pematang Silimahuta 1.475 - 1.353 5.866 17.125 121

3 Purba - 46 14.896 27.296 36.907 -

4 Haranggaol Horison 1.373 23 322 - - -

5 Dolok Pardamean 705 - 1.935 445 489 137

6 Sidamanik - 92 - - - -

7 Pematang Sidamanik 629 - 522 103 - -

8 Girsang Sipanganbolon - - 190 154 - -

9 Tanah Jawa - - 468 - - -

10 Hatonduhon - - - -

11 Dolok Panribuan - - 305 - - -

12 Jorlang Hataran - - - -

13 Panei - - 44 - - -

14 Panombeian Panei - - - -

15 Raya - - 704 - 559 -

16 Dolok Silou 1.501 - 8.555 2.753 2.516 502

17 Silou Kahean - - 2.415 - - 15

18 Raja Kahean - - 172 - - -

19 Tapian Dolok - - 29 - - -

20 Dolok Batu Nanggar - - - -

21 Siantar - - - -

22 Gunung Malela - - 482 - - -

23 Gunung Maligas - - 190 - - -

24 Hutabayu Raja - - - -

25 Jawa Maraja Bah

Jambi

- - 346 - - -

26 Pematang Bandar - - 3.669 - - -

27 Bandar Huluan - - 5.519 - - -

28 Bandar - - 130 - - -

29 Bandar Masilam - - 159 - - -

30 Bosar Maligas - - 115 - - 14

31 Ujung Pandang - - - - -

Kab. Simalungun 5.683 161 44.813 47.033 81.036 1.001


(34)

3.2. Metode Penentuan Sampel Petani

Berdasarkan data dari ketua Kelompok Tani (Poktan) di Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun yaitu Kelompok Tani Bunga Sampang, terdapat 23 petani yang bergabung menjadi anggota kelompok tani dan masing-masing petani tersebut menanam kubis sebagai salah satu komoditi usaha tani yang diusahakannya.

Sampel yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah petani kubis yang tergabung dalam Kelompok Tani Bunga Sampang. Penentuan pemilihan sampel penelitian ini dilakukan dengan metode sensus, artinya seluruh petani yang ada di Kelompok Tani Bunga Sampang menjadi objek dalam penelitian ini. Jadi jumlah sampel yang diteliti adalah 23 petani.

Pedagang Pengumpul

Sampel pedagang pengumpul yang diteliti di Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun adalah Kelompok Tani Bunga Sampang. Menjelang panen, petani kubis yang masuk dalam anggota kelompok tani menjual produksi kubisnya ke kelopok tani. Kelompok tani akan memanen kubis langsung di kebun petani lalu membawa kubis ke tempat pengepakan sayur (packing house) yang ada di desa tersebut. Setelah sampai di tempat pengepakan, sayuran kubis tersebut akan dibersihkan terlebih dahulu lalu disortir dan dikemas untuk kemudian dijual kembali.


(35)

Eksportir

Eksportir adalah pengekspor/perusahaan yang menjalin kerjasama dengan Poktan di Kecamatan Purba Simalungun. Eksportir membeli kubis dari Poktan sesuai dengan volume dan harga yang telah disepakati sebelumnya. Oleh sebab itu, Poktan harus bisa memasok sayuran kubis sesuai dengan volume yang telah ditentukan. Kubis yang dibeli dari Poktan tersebut akan dijual ke Luar Negeri. Untuk sampel eksportir kubis diambil satu perusahaan saja karena hanya satu perusahaan yang menjalin kemitraan dengan Poktan Bunga Sampang yaitu PD. Rama Putra yang berlokasi di Jalan Udara Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo.

Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer yang dimaksud dalam hal ini adalah orang-orang atau lembaga yang terlibat dalam memasarkan kubis dari pedagang pengumpul (Poktan) sampai kepada konsumen akhir dalam ruang lingkup perdagangan lokal (dalam negeri).

Dalam menentukan sampel pedagang pengecer ini, digunakan teknik pengumpulan sampel Snowball Sampling yaitu teknik penentuan sampel dimana kondisi populasi yang akan diteliti tidak diketahui. Pengambilan sampel dengan teknik Snowball Sampling dilakukan secara berantai dengan mewawancarai seorang sampel dan sampel tersebut diminta untuk menunjuk sampel lain.


(36)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data skunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan petani sampel dan pedagang serta eksportir kubis melalui kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data skunder hanya sebagai data pelengkap yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara, dan literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4.

Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari lapangan ini terlebih dahulu ditabulasi kemudian diolah secara manual, lalu dijabarkan, dan dianalisis dengan metode analisis yang sesuai.

Untuk identifikasi masalah 1 dan 2, metode analisis yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Menghitung Margin tataniaga (Price Spread) Mji = Psi – Pbi atau Mji = bti + i Keterangan:

Mji = Margin pada lembaga tataniaga tingkat ke-i Psi = Harga jual pada pemasaran tingkat ke-i Pbi = Harga beli pada pemasaran tingkat ke-i bti = Biaya pemasaran tingkat ke-i


(37)

Untuk menghitung nisbah margin keuntungan digunakan rumus:

Keterangan: I = Keuntungan masing-masing lembaga tataniaga bti = Biaya tataniaga masing-masing lembaga b. Menghitung Persentase Margin (Share Margin)

Keterangan:

Sm = Persentase margin (Share Margin) dihitung dalam persen (%) Pp = Harga yang diterima produsen dan pedagang

Pk = Harga yang dibayar oleh konsumen akhir

c. Menghitung Efisiensi Tataniaga

e =

Keterangan:

e = Efisiensi Tataniaga

Z = Keuntungan Pedagang Perantara (Rp) Zm = Keuntungan Petani (Rp)

C = Biaya Tataniaga Cm = Biaya Produksi Petani


(38)

dengan asumsi:

(H0) : tidak efisien (e ≤ 1)

(H1) : efisien (e > 1) .

Jika e ≤ 1 maka Ho diterima dan H1 ditolak. Artinya pemasaran melalui jalur tataniaga yang diteliti tidak efisien. Bila e > 1 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya pemasaran melalui jalur tataniaga yang diteliti efisien.

Menurut Soekartawi (2002), efisiensi pemasaran yang efisien adalah jika biaya pemasaran lebih rendah daripada nilai produk yang dipasarkan, maka semakin efisien melaksanakan pemasaran. Kriteria efisiensi tataniaga adalah sebagai berikut:

Efisiensi tataniaga tidak terjadi jika:

- Biaya pemasaran semakin besar

- Nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar

Dan efisiensi tataniaga akan terjadi jika:

- Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan tataniaga dapat lebih tinggi

- Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi

Untuk identifikasi masalah 3 dihitung dengan membandingkan nilai nisbah margin keuntungan dan share margin keuntungan setiap lembaga tataniaga kubis antara jalur ekspor dan lokal serta membandingkan nilai efisiensi tataniaga kubis antara jalur pemasaran ekspor dan lokal. perbandingan antara margin keuntungan


(39)

dan share margin keuntungan jalur ekspor dan lokal dianalisis dengan menggunakan uji t- test.

t =

Dengan db = n1+n2-2 dan α = 0.05

Dimana

S =

Keterangan:

� : Nilai Rata-rata S : Simpangan Baku t : Nilai t – hitung

db : Derajat Kebebasan (Sugiono, 2006)

Kemudian nilai t-hitung yang didapat dibandingkan dengan nilai t-tabel sesuai dengan besar derajat kebebasannya. Jika t-hit < t-tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya terdapat perbedaan yang signifikan nisbah margin

keuntungan dan share margin keuntungan tataniaga kubis antara jalur ekspor dan lokal. Sedangkan untuk menganalisis perbedaan nilai efisiensi tataniaga kubis antara jalur ekspor dan lokal digunakan perhitungan menggunakan analisis tabulasi sederhana yaitu dengan mendaftarkan efisiensi tataniga secara ekspor dan lokal ke dalam suatu tabel sederhana dan melihat perbandingan besar efisiensinya. Setelah efisiensi tataniaga kubis secara ekspor dan lokal ditabulasi, akan dilihat saluran tataniaga mana yang memiliki nilai efisiensi paling besar. Saluran yang memiliki nilai efisiensi terbesar merupakan saluran tataniaga yang paling efisien.


(40)

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam menafsirkan penelitian, maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1. Definisi

1. Petani dalam penelitian adalah petani kubis yang memasarkan hasil panen kubisnya secara lokal dan ekspor .

2. Pedagang pengumpul dalam penelitian adalah Kelompok Tani Bunga Sampang yang ada di daerah penelitian.

3. Eksportir dalam penelitian adalah perusahaan dagang yang membeli sayuran kubis dari pedagang pengumpul yaitu kelompok tani yang ada di daerah penelitian dan menjual kubis tersebut ke Luar Negeri..

4. Tataniaga adalah kegiatan ekonomi yang berfungsi menyampaikan barang dari produsen ke konsumen melalui perantara atau lembaga tataniaga.

5. Lembaga tataniaga adalah orang atau badan usaha yang terlibat dalam proses tataniaga kubis. Lembaga tataniaga kubis yang terlibat adalah gapoktan, pedagang pengecer dan eksportir.

6. Saluran tataniaga adalah penjualan barang-barang dan volume arus barang pada setiap saluran dari petani/produsen ke konsumen.

7. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan kubis dari produsen ke konsumen yang dinyatakan dalam rupiah.

8. Margin tataniaga diperoleh dari selisih antara harga jual di tingkat produsen dengan Harga beli di tingkat lembaga pemasaran.


(41)

9. Share Margin adalah rasio antara harga yang diterima produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir yang dinyatakan dalam persen.

10. Price Spread atau sebaran harga adalah sekelompok harga beli dan harga jual juga biaya-biaya pemasaran menurut fungsi tataniaga dan margin keuntungan dari tiap lembaga tataniaga.

11. Efisiensi tataniaga adalah pembagian antara biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan tiap unit produk dengan nilai produk yang dipasarkan dan dinyatakan dalam persen.

Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Kecamatan Bangun, Kabupaten Simalungun.

2. Sampel penelitian adalah petani kubis anggota Kelompok Tani Bunga Sampang, pedagang pengumpul yaitu Kelompok Tani Bunga Sampang, pedagang pengecer yang berada di Kabupaten Simalungun, dan eksportir kubis di daerah penelitian yaitu PD Rama Putra.

3. Ruang lingkup atau batasan saluran tataniaga kubis secara lokal adalah kubis yang dipasarkan antar kota dalam provinsi dimulai dari petani, kelompok tani sebagai pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan konsumen lokal

4. Ruang lingkup atau batasan saluran tataniaga kubis secara ekspor adalah kubis yang dipasarkan luar negeri dimulai dari petani, kelompok tani sebagai pedagang pengumpul dan eksportir


(42)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1. Letak Geografis dan Batasan Wilayah

4.1.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah

Kecamatan Purba berada di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Purba terletak pada ketinggian 751-1.400 meter di atas permukaan laut dengan jarak ±19 km dari Ibukota Kabupaten Simalungun. Luas wilayah kecamatan Purba adalah 170,51 km2 dengan kepadatan penduduk rata-rata 140 Jiwa / Km2.

Kecamatan Purba berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Kecamatan Dolok Silou

Sebelah Selatan : Kecamatan Dolok Pardamean

Sebelah Barat : Kabupaten Silimakuta

Sebelah Timur : Kecamatan Raya

4.1.2. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk di Kecamatan Silimakuta sebanyak 23.833 jiwa yang terdiri dari 12.301 jiwa laki-laki dan 11.365 jiwa perempuan.


(43)

Tabel 6. Penduduk Menurut Desa/ Kelurahan dan Jenis Kelamin di Kecamatan Purba tahun 2013

No Desa/ Kelurahan Laki-laki (Jiwa)

Perempuan (Jiwa)

Jumlah (Jiwa)

(1) (2) (3) (4) (5)

1 Hinalang 1,110 1,094 2,204

2 Tiga Runggu 2,440 1,621 4,061

3 Purba Tongah 742 727 1,469

4 Pematang Purba 1,199 1,195 2,394

5 Purba Sipinggan 1,002 1,006 2,008

6 Urung Purba 816 804 1,620

7 Tanoh Tinggir 582 578 1,160

8 Porba Dolog 621 630 1,251

9 Saribu Jandi 664 633 1,297

10 Huta Raja 481 444 925

11 Bunga Sampang 309 282 591

12 Bandar Sauhur 317 334 651

13 Urung Pane 950 1,100 2,050

14 Nagori Tongah 1,068 917 1,985

Total 12,301 11,365 23,833

Jumlah penduduk Kecamatan Purba sebanyak 23,833 jiwa yang terdiri dari 12,301 jiwa laki-laki dan 11,365 jiwa perempuan. Penduduk Kecamatan terdiri dari berbagai macam suku, yaitu suku Simalungun, Karo, Tapanuli, Jawa, China, dan lain-lain. Ada 3 agama yang terdapat di Kecamatan Purba, yaitu agama Islam 13%, Kristen 85%, dan Budha 2% dari jumlah penduduk.

Menurut kelompok umur dan jenis kelamin, penduduk Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun dapat dilihat pada tabel berikut:


(44)

Tabel 7. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Purba tahun 2013

No Kelompok Umur Laki-laki (Jiwa)

Perempuan (Jiwa)

Jumlah (Jiwa)

(1) (2) (3) (4) (5)

1 00 - 04 1,651 1,497 3, 148

2 05 - 09 1,439 1,422 2,861

3 10 - 14 1,246 1,145 2,391

4 15 - 19 784 707 1,491

5 20 - 24 672 563 1,235

6 25 - 29 824 789 1,613

7 30 - 34 869 870 1,739

8 35 - 39 960 822 1,782

9 40 - 44 758 775 1,533

10 45 - 49 562 647 1,209

11 50 - 54 549 595 1,144

12 55 - 59 448 503 951

13 60 - 64 313 393 706

14 65 - 69 204 241 445

15 70 - 74 92 133 225

16 75 + 104 196 300

Total 11,475 11,298 23,773

Sumber: BPS Simalungun Kecamatan dalam Angka 2014

4.1.3 Sarana Pendukung Agribisnis

Berikut ini sarana pendukung agribisnis di daerah penelitian, yaitu Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun


(45)

Tabel 8. Sarana Pendukung Agribisnis di Kecamatan Purba 2012

No Jenis Sarana Jumlah (Unit)

1 Bangunan

- Gudang Pertanian - Pabrik Kilang Padi - Perbengkelan - Rumah Makan

22 3 27 39 2 Lembaga Financial @1 Unit

(Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank,)

12

3 Pasar

- Pasar Umum - Pasar Sayuran

5 3

4 Koperasi Unit Desa 1

Total 112

Sumber: Kantor Kecamatan, 2013

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa sarana pendukung agribisnis di Kecamatan Purba sudah cukup lengkap karena tersedia gudang pertanian yang digunakan sebagai tempat pengumpulan produk-produk pertanian, pabrik kilang padi, pasar, dan lembaga-lembaga pendukung agribisnis, seperti bank dan KUD.


(46)

4.2.Karakteristik Petani Sampel

Sampel petani dalam penelitian ini adalah petani kubis yang ada di daerah penelitian, yaitu di Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun. Jumlah petani yang dijadikan sebagai sampel atau responden dalam penelitian adalah sebanyak 23 orang. Karakteristik sampel meliputi: umur, pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman bertani, dan luas lahan yang ditanami kubis. Karakteristik sampel dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 9. Karakteristik Petani Sampel di Daerah Penelitian

Sumber: Data diolah dari Data Lampiran 1

Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa umur rata-rata petani sampel adalah 46,65 tahun, lama pendidikan rata-rata 11,87 tahun menunjukkan tingkat pendidikan petani rata-rata tamatan SMA/sederajat, pengalaman bertani 19,43 tahun, jumlah tanggungan petani sampel rata-rata 2 jiwa, dan rata-rata luas lahan petani sampel adalah 0,73 Ha.

4.3.Karakteristik Pedagang Pengumpul

Dalam penelitian ini sampel pedagang pengumpul kubis adalah kelompok tani Bunga Sampang. Kelompok tani tersebut terbentuk tahun 2011. Jumlah

No Uraian Rentang Rata-rata

1 Umur (Tahun) 32 – 61 46,65

2 Pendidikan (Tahun) 6 – 16 11,87

3 Jumlah Tanggungan (Jiwa) 0 – 4 2.391

4 Lama Bertani (Tahun) 5 – 35 19,43


(47)

anggota kelompok tani Buga Sampang adalah sebanyak 23 petani dimana petani-petani tersebut merupakan warga Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun.

Kelompok tani Bunga Sampang membeli sayuran hasil panen dari anggota kelompok tani dan petani sekitar yang mau menjual hasil panen sayurannya. Sayuran yang dibeli antara lain kubis, wortel, tomat, dan lain-lain. Menjelang panen, petani menghubungi kelompok tani Bunga Sampang apabila hendak menjual sayurannya. Sehingga pada saat panen, kelompok tani Bunga Sampang akan mendatangi lahan panen untuk memanen dan mengangkut sayuran hasil panen yang akan dijual.

Kelompok tani Bunga Sampang memiliki gudang pengumpulan dan pengepakan yang terletak di Jalan Simpang Gaja Pokki. Gudang ini merupakan bantuan yang diterima dari pemerintah. Yang bertanggung jawab untuk mengelola gudang adalah ketua kelompok tani yaitu Bapak Simson Munthe dibantu oleh 8 orang tenaga kerja. Kegiatan yang ada di gudang pengumpulan anatara lain pembersihan sayuran, sortasi, dan pengemasan.

Setelah sayuran yang dalam penelitian ini adalah kubis dibersihkan, disortasi, dan dikemas di gudang pengumpulan, selanjutnya kubis tersebut di jual kembali. Dari Kelompok Tani Bunga Sampang kubis dijual ke eksportir dan ke pedagang pengecer.

Saat ini Kelompok Tani Bunga Sampang menjalin kemitraan dengan perusahaan eksportir PD Rama Putra. Sebelumnya, pernah menjalin kemitraan dengan PT Alamanda Sejati Utama. Dalam kerjasama kemitraan ini, ada kriteria


(48)

atau standar kubis yang harus dipenuhi oleh Kelompok Tani Bunga Sampang. kriteria tersebut adalah kelompok tani harus mampu memenuhi minimal 20 ton kubis setiap kali menjual dan kubis yang dijual memiliki bobot 1,5 – 2 kg per satu buah kubis. Artinya, kubis tidak boleh terlalu kecil dan tidak boleh terlalu besar. Selain itu, kondisi kubis juga harus segar dan bersih dari hama. Penjualan kubis ke eksportir biasanya dilakukan satu kali dalam seminggu. Kubis yang tidak memenuhi standar ekspor akan dijual ke pedagang pengecer yang ada di daerah Kabupaten Simalungun.

4.4.Karakteristik Eksportir

Indonesia tercatat sebagai salah satu negara pemasok buah dan sayuran ke Singapura selama periode tahun 80 an. Namun pada lima tahun terahir, kontribusi Indonesia dalam memasok kebutuhan buah dan sayuran Singapura menurun. Pada tahun 2010 kontribusi Indonesia terhadap kebutuhan buah dan sayuran Singapura kurang dari 10% saja. Keadaan ini menjadi sangat ironis mengingat potensi agronomis untuk buah dan sayur tropis Indonesia sangat besar.

Untuk menindaklanjuti hal tersebut, pemerintah melakukan akselerasi ekspor hortikultura khususnya ke Singapura. Bagian dari kegiatan ini adalah pembinaan Kelompok Tani (Poktan). Pemerintah juga menghadirkan pihak swasta yang akan menjadi mitra petani anggota Poktan yang akan bertindak sebagai eksportir, dengan kata lain dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas produk hortikultura ekspor pemerintah memfasilitasi petani melalui Poktan dengan eksportir dalam sebuah sistem kemitraan agribisnis.


(49)

Daerah Sumatera Utara sudah ada beberapa Gapoktan dan kelompok tani yang melakukan kegiatan kemitraan dengan perusahaan – perusahaan eksportir baik yang dilakukan secara formal atau informal.

Di Simalungun sendiri khususnya di Kecamatan Purba terdapat kelompok tani yang telah menjalin kerjasama dengan perusahaan eksportir, yaitu kelompok tani Bunga Sampang.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, eksportir yang menjalin kemitraan dengan kelompok tani Bunga Sampang adalah PD Rama Putra. Kerjasama kemitraan ini telah terjalin sejak tahun 2013, namun kerjasama kemitraan ini masih kerjasama informal. PD Rama Putra merupakan salah satu perusahaan eksportir yang menjadi mitra petani dalam kegiatan ekspor hortikultura ke Singapura, Malasya, Taiwan, dan Korea Selatan. Perusahaan ini mendapat kepercayaan dan pengakuan dari pelanggannya, bahkan perusahaan ini adalah salah satu perusahaan eksportir yang direkomendasikan oleh pemerintah untuk menjalin kerjasama dengan kelompok tani.

Dalam Penelitian ini, kubis yang dibeli PD Rama Putra dari Kelompok Tani Bunga Sampang dijual ke Singapura. Pengangkutan Kubis tersebut menggunakan jalur transportasi laut, yaitu melalui Pelabuhan Belawan di Indonesia menuju ke Pelabuhan Pasar Panjang di Singapura. Pengiriman jalur laut ini menggunakan jasa Pengiriman Ekspedisi.

Setelah kubis sampai di pelabuhan Singapura, Kubis tersebut akan diterima oleh Perusahaan dagang Singapura kemudian dijual untuk ke konsumen Luar


(50)

Negeri. Karena keterbatasan dalam penelitian ini, ruang lingkup yang diteliti oleh peneliti hanya sampai pada tingkat eksportir.

4.5.Karakteristik Pedagang Pengecer

Pedagang yang dijadikan responden yaitu sebanyak 5 orang yang ditentukan dengan teknik pengambilan sampel secara snowball. Dalam penelitian ini, pedagang pengecer yang diteliti adalah pedagang pengecer yang menjual kubis dalam ruang lingkup lokal, yaitu di daerah Kabupaten Simalungun. Semua pedagang responden berjenis kelamin perempuan. Pedagang responden dikategorikan berdasarkan beberapa karakteristik meliputi: kelompok umur, tingkat pendidikan dan tingkat pengalaman. Karakteristik sampel dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 10. Karakteristik Pedagang Pengecer Sampel di Daerah Penelitian

Sumber: Data diolah dari Data Lampiran 2

Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa umur rata-rata pedagang pengecer sampel adalah 36,2 tahun, lama pendidikan rata-rata 9,6 tahun menunjukkan tingkat pendidikan petani rata-rata tamatan SMA/sederajat, dan pengalaman berdagang 5,2 tahun.

No Uraian Rentang Rata-rata

1 Umur (Tahun) 29 – 45 36,2

2 Pendidikan (Tahun) 6 – 12 9,6


(51)

Pedagang pengecer membeli kubis dari kelompok tani Bunga Sampang dan kemudian menjualnya ke pasar lokal yang ada di Kecamatan Purba dan Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun.


(52)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Saluran Tataniaga

Kubis yang berasal dari Kecamatan Purba dipasarkan ke luar negeri dan juga ke pasar lokal yaitu di Kabupaten Simalungun. Tataniaga kubis di Kecamatan Purba yang dimulai dari produsen (petani) ke konsumen melibatkan beberapa lembaga tataniaga. Lembaga-lembaga tataniaga tersebut yaitu petani kubis sebagai produsen, kelompok tani Bunga Sampang yang bertindak sebagai pedagang pengumpul, perusahaan ekspor yaitu PD Rama Putra untuk pemasaran ke luar negeri dan pedagang pengecer di Kabupaten Simalungun untuk pemasaran lokal hingga akhirnya sampai ke konsumen baik konsumen dalam negeri maupun konsumen luar negeri. Perjalanan pemasaran kubis melalui lembaga-lembaga tersebut membentuk suatu saluran tataniaga. Saluran tataniaga adalah serangkaian lembaga tataniaga yang membantu dalam penyaluran barang (pengalihan hak atas barang) dari produsen ke konsumen. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, terdapat dua pola saluran tataniaga kubis di Kecamatan Purba. Adapun pola saluran tataniaga yang terbentuk yaitu:

1. Petani kubis– Kelompok Tani Bunga Sampang – Eksportir PD Rama Putra – Konsumen luar negeri

2. Petani kubis– Kelompok Tani Bunga Sampang – Pedagang Pengecer – Konsumen dalam nengeri

Saat menjelang panen petani menghubungi kelompok tani Bunga Sampang apabila hendak menjual sayurannya. Harga kubis ditentukan sesuai dengan harga pasar saat petani menghubungi kelompok tani tersebut. Kemudian saat waktu


(53)

panen tiba, Kelompok Tani Bunga Sampang akan mendatangi lahan panen untuk memanen langsung dan mengangkut sayuran hasil panen ke gudang pengumpul. Jika semua hasil produksi telah terkumpul, maka proses selanjutnya adalah pembersihan kubis. Setelah kubis dibersihkan, kubis tersebut dikeringkan terlebih dahulu selama ± 1 hari. Kemudian kubis akan disortasi. Proses sortasi ini merupakan proses pemisahan kubis berdasarkan kualitasnya. Kubis yang berkualitas baik dan memenuhi kriteria untuk diekspor dipisahkan dengan kubis yang tidak memenuhi kriteria. Setelah itu, kubis yang sudah disortir dikemas. Pengemasan kubis yag akan di ekspor dibungkus dengan kertas minyak dan dimasukkan ke dalam jaring rajut. Satu jaring rajut berisi kubis sebanyak 20 kg. setelah semua sayuran dikemas, eksportir akan menjemput langsung kubis yang akan diekspor, sementara kubis yang tidak memenuhi standar ekspor dijual kepada pedagang pengecer.

Berikut skema rantai tataniaga kubis secara ekspor dan local di daerah penelitian:

Konsumen Luar Negeri

Gambar 2. Skema Rantai Tataniaga Kubis Secara Ekspor di Daerah Penelitian

Petani Kubis

Kelompok Tani Bunga Sampang


(54)

Konsumen Dalam Negeri (Kabupaten Simalungun)

Gambar 3. Skema Rantai Tataniaga Kubis Secara Lokal di Daerah Penelitian

5.2. Fungsi Tataniaga yang Dilakukan Oleh Lembaga Tataniaga

Fungsi-fungsi tataniaga merupakan hal yang penting dalam proses tataniaga kubis baik secara ekspor maupun secara lokal. Fungsi tataniaga dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga untuk memperlancar kegiatan pemasaran. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga akan sangat berpengaruh pada peningkatan nilai guna suatu komoditi. Lembaga tataniaga kubis mulai dari petani, pedagang pengumpul, eksportir, maupun pedagang pengecer (lokal) menjalankan fungsi-fungsi tataniaga. Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran yang berbeda memungkinkan untuk menjalankan fungsi-fungsi tataniaga yang berbeda pula.

Fungsi-fungsi tataniaga diantaranya fungsi pertukaran (exchange function), fungsi fisik (function of physical), dan fungsi penyediaan sarana atau fasilitas (facilitating function). Fungsi pertukaran menyangkut pengalihan hak kepemilikan dari satu pihak ke pihak lainnya dalam sistem pemasaran. Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi fisik merupakan suatu

Petani Kubis

Kelompok Tani (Bunga Sampang


(55)

perlakuan fisik terhadap suatu komoditi yang berhubungan dengan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu. Fungsi fisik meliputi pengangkutan, penyimpanan/pergudangan, pengemasan, dan pemrosesan. Fungsi penyediaan fasilitas membantu sistem pemasaran agar mampu beroperasi dengan lancer. Fungsi ini meliputi informasi pasar, penanggungan resiko, standarisasi, grading, dan pembiayaan.


(56)

Fungsi-fungsi tataniaga yang dijalankan oleh lembaga-lembaga tataniaga kubis mulai dari petani di daerah penelitian dapat dilihat pada tabael berikut: Tabel 11. Fungsi Tataniaga yang dilakukan Setiap Lembaga Tataniaga

Fungsi Tataniaga

Petani Kubis

Poktan Eksportir Pedagang Pengecer

Pembelian - √ √ √

Penjualan √ √ √ √

Pengangkutan - √ √ √

Penyimpanan - √ √ -

Pengemasan - √ - -

Penanggungan Resiko

- √ √ √

Pembiayaan √ √ √ √

Standarisasi - √ √ -

Informasi Pasar √ √ √ √

Sumber: Data Primer Diolah

Keterangan: √ = Melakukan fungsi

- = Tidak melakukan fungsi tersebut

Dari Tabel 11. dapat dilihat bahwa masing-masing saluran tataniaga melakukan fungsi tataniaga yang bervariasi. Fungsi tataniaga yang paling sedikit dilakukan adalah oleh petani dan fungsi tataniaga yang paling banyak dilakukan oleh kelompok tani sebagai pedagang pengumpul.

Di daerah penelitian, petani melakukan fungsi pertukaran yaitu fungsi penjualan karena petani menjual kubis yang dipanennya ke kelompok tani. Sedangkan untuk fungsi fisik seperti fungsi pengemesan dan pengangkutan, tidak dilakukan oleh petani. Sebab, mulai dari pemanenan sampai pengangkutan ke gudang pengumpul, semua dilakukan oleh kelompok tani. Untuk fungsi fasilitas yang dilakukan petani berupa fungsi pembiayaan, dan informasi pasar. Fungsi


(57)

pembiayaan yang dilakukan oleh petani berupa penyediaan modal untuk memproduksi kubis. Namun terkadang modal yang digunakan petani tidak hanya berupa modal sendiri melainkan pinjaman dari pihak lain seperti koperasi, bank, atau tengkulak. Selain melakukan fungsi pembiayaan petani juga melakukan fungsi informasi pasar. Fungsi ini berupa perkembangan harga jual kubis yang diperoleh dari pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul pasar luar kota (non-lokal), atau informasi dari pedagang pengecer (lokal).

Kelompok tani Bunga Sampang di daerah penelitian melakukan semua fungsi tataniaga. Fungsi pertukaran yang dilakukan kelompok tani adalah fungsi pembelian dan penjualan. Kelompok tani membeli kubis hasil panen petani dan menjualnya kembali ke eksportir dan ke pedagang pengecer. Fungsi fisik yang dilakukan kelompok tani adalah fungsi pengangkutan, fungsi penyimpanan dan fungsi pengemasan. Kubis yang dibeli dari petani dipanen langsung dan diangkut dengan menggunakan mobil pick up ke gudang pengumpulan oleh kelompok tani. Di gudang pengumpulan ini dilakukaan fungsi pengemasan dan penyimpanan yaitu setelah kubis dibersihkan, dikeringkan dan disortasi. Untuk fungsi penyediaan fasilitas , kelompok tani melakukan fungsi pembiayaan, standarisasi, penanggungan risiko, dan informasi pasar. Fungsi pembiayaan yang dilakukan berupa penyediaan modal untuk melakukan pembelian kubis dari petani dan biaya-biaya yang diperlukan selama distribusi kubis, termasuk upah tenaga kerja. Fungsi penanggungan risiko yang dihadapi oleh kelompok tani yaitu adanya penyusutan kubis setelah dibersihkan dan selama penyimpanan. Fungsi informasi pasar berupa informasi yang diperoleh dari kelompok tani lain, pedagang


(58)

pengumpul pasar luar kota (non-lokal), eksportir dan pedagang pengecer dalam dan luar kota (non-lokal) mengenai perkembangan harga jual kubis.

Eksportir di daerah penelitian yaitu PD Rama Putra melakukan fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi penyediaan fasilitas. Untuk fungsi pertukaran, PD Rama Putra melakukn fungsi pembelian dan penjualan. Kubis dibeli dari kelompok tani Bunga Sampang dan kemudian menjualnya ke luar negeri seperti Singapura, Hongkog dan Malasya. Penjualan kubis ekspor dipengaruhi musim di Negara tujuan ekspor. Fungsi fisik juga dilakukan oleh eksportir. Fungsi fisik yang dilakukan diantaranya fungsi pengangkutan. Kubis yang dibeli dari kelompok tani bunga sampan diangkut dari gudang pengumpulan ke luar negeri melalui jalur laut. Untuk fungsi penyediaan fasilitas, fungsi yang dilakukan oleh PD Rama Putra sebagai eksportir adalah fungsi pembiayaan yaitu berupa penyediaan modal untuk melakukan pembelian kubis dari kelompok serta biaya-biaya yang diperlukan selama distribusi kubis. Fungsi penanggungan risiko yang dihadapi yaitu penyusutan kubis selama dalam perjalanan. Distribusi kubis ke luar negeri membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga risiko kerusakan menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Fungsi informasi pasar berupa informasi yang diperoleh dari eksportir lain dan informasi perkembangan harga di website perdagangan internasional dan pemerintah melalui dinas perindustrian dan perdagangan.

Pedagang pengecer di daerah penelitian melakukan fungsi tataniaga berupa fungsi pertukaran yaitu fungsi penjualan dan pembelian. Pedagang pengecer membeli kubis dari kelompok tani untuk kemudian dijual kembali di pasar lokal. Fungsi fisik yang dilakukan adalah fungsi pengangkutan. Pengangkutan Kubis yang dibeli dari kelompok tani ke pasar lokal menjadi tanggung jawab pedagang pengecer itu sendiri.


(59)

Fungsi penyediaan fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pembiayaan yaitu penyediaan modal untuk distribusi kubis secara lokal dan fungsi informasi pasar yang didapat dari penjual pengecer lainnya dan dari kelompok tani.

5.3. Biaya Tataniaga yang Dikeluarkan oleh Lembaga Tataniaga jalur Ekspor dan Lokal

Berikut tabel biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh petani kubis di derah penelitian.

Tabel 12. Biaya Produksi dan Keuntungan Petani Kubis di Daerah Penelitian

No Uraian Rp/Kg

1 Biaya Produksi 359.53

2 Harga Jual 800.00

3 Keuntungan 440.47

Sumber : Data Lampiran 7, 8, 9, 10

Dari tabel 12. diketahui bahwa total biaya produksi rata-rata petani kubis di Kecamatan Purba adalah Rp. 359.53/Kg. total biaya produksi petani kubis ini merupakan penjumlahan dari biaya bibit, biaya pupuk dan obat-obatan, biaya tenaga kerja, serta biaya penyusutan alat dan mesin pertanian dari 23 sampel petani yang diteliti, yaitu dengan menghitung biaya produksi rata-rata per kilogram kubis yang dihasilkan. Harga jual kubis rata-rata adalah sebesar Rp. 800/Kg. sehingga diperoleh keuntungan rata-rata petani kubis sebesar Rp. 440.47/Kg.


(1)

Lampiran 11. Biaya Tataniaga Kelompok Tani Jalur Pemasaran Ekspor

No Uraian Biaya Tataniaga (Rp)

1 Pemanenan (20.000 Kg X Rp 100/Kg)

2,000,000

2 Pembersihan (20.000 Kg X Rp. 50/Kg)

1,000,000

3 Sortasi (20.000 Kg X Rp. 50 /Kg)

1,000,000

4 Penggunaan Peralatan (Rp. 20.000 X Rp 50 Kg)

1,000,000

5 Pengangkutan (20.000 Kg X Rp 100/Kg)

2,000,000

6 Biaya penyusutan (20.000 X Rp 100/Kg)

2,000,000

Total Biaya Tataniaga 9,000,000

Biaya Tataniaga per Kg Kubis 450

Lampiran 12. Penerimaan Kelompok Tani Jalur Pemasaran Ekspor No Volume Penjualan (Kg) Harga Jual

(Rp/Kg)

Penerimaan (Rp)

1 20,000 1,800 36,000,000

Lampiran 13. Pendapatan Kelompok Tani Jalur Pemasaran Ekspor

No Biaya Pembelian Biaya Pemasaran (Rp) Penerimaan (Rp) Pendapatan (Rp)


(2)

Lampiran 14. Biaya Tataniaga Kelompok Tani Jalur Pemasaran Lokal

No Uraian Biaya Tataniaga (Rp)

1 Pemanenan (200 Kg X Rp 100/Kg) 20,000

2 Sortasi (200 Kg X Rp. 50 /Kg) 10,000

3 Pengangkutan (200 Kg X Rp 100/Kg) 20,000

4 Biaya penyusutan (200 X Rp 100/Kg) 20,000

Total Biaya Tataniaga 70,000

Biaya Tataniaga per Kg Kubis 350

Lampiran 15. Penerimaan Kelompok Tani Jalur Pemasaran Lokal

No Volume Penjualan (Kg) Harga Jual (Rp/Kg) Penerimaan (Rp)

1 200 1,600 320,000

Lampiran 16. Pendapatan Kelompok Tani Jalur Pemasaran Lokal

No Biaya Pembelian Biaya Pemasaran (Rp) Penerimaan (Rp) Pendapatan (Rp)

1 160,000 70,000 320,000 90,000

Lampiran 17. Biaya Tataniaga Eksportir

No Uraian Biaya Tataniaga

(Rp) 1 Pengangkutan ke pelabuhan (20.000 Kg x Rp. 200) 6,000,000 2 Biaya ekspedisi (Pengiriman ke Singapura) (20.000Kg x Rp.1.100) 22,000,000

3 BiayaPenyusutan 1,000,000


(3)

Lampiran 18. Penerimaan Eksportir No Volume Penjualan

(Kg)

Harga Jual (Rp/Kg) Penerimaan (Rp)

1

20,000

5,000

100,000,000

Lampiran 19. Pendapatan Esportir

No Biaya Pembelian Biaya Pemasaran (Rp) Penerimaan (Rp)

Pendapatan (Rp)

1 36,000,000 27,000,000 100,000,000 37,000,000

Lampiran 20. Biaya Tataniaga Pedagang Pengecer

No Uraian Biaya Tataniaga (Rp)

1 Nilai Total pembelian 320,000

2 Pengangkutan 20,000

3 Tenaga Kerja Angkut 10,000

4 Kantong Plastik 10,000

5 Retribusi Pasar 3,000

Jumlah Biaya Tataniaga 363,000

Volume Penjualan 200 Kg


(4)

Lampiran 21. Penerimaan Pedagang Pengecer

No Volume Penjualan (Kg) Harga Jual (Rp/Kg) Penerimaan (Rp)

1 200 2,500 500,000

Lampiran 22. Pendapatan Pedagang Pengecer

No Biaya Pemasaran (Rp) Penerimaan (Rp) Pendapatan (Rp)


(5)

Lampiran 23. Price Spread Tataniaga Kubis Jalur Ekspor

No Uraian Price Spread

(Rp/Kg)

Share Margin (100 %) 1 Petani

- Biaya Produksi 359.53 7.19

a. Biaya Bibit 54.91 1.1

b. Biaya Pupuk 188.37 3.77

c. Biaya Obat-Obatan 53.25 1.07 d. Biaya Tenaga Kerja 58.01 1.16 e. Biaya Penyusutan 4.99 0.1

- Harga Jual 800 16

- Keuntungan 440.47 8.81

- Nisbah Margin Keuntungan 1.23

2 Kelompok Tani

- Harga Beli 800 16

- Biaya Tataniaga 450 9

a. Biaya Pemanenan 100 2

b. Biaya Pembersihan 50 1

c. Biaya Sortasi 50 1

d. Biaya Penggunaan Peralatan

50 1

e. Biaya Pengangkutan 100 2

f. Biaya Penyusutan 100 2

- Harga Jual 1800 36

- Keuntungan 550 11

- Nisbah Margin Keuntungan 1.22

3 Eksportir

- Harga Beli 1800 36

- Biaya Tataniaga 1250 25

a. Biaya Pengangkutan ke Pelabuhan

200 4

b. Biaya ekspedisi (Pengiriman ke Singapura)

1100 22

c. Biaya Penyusutan 50 1

- Harga Jual 5000 100

- Keuntungan 1950 39


(6)

Lampiran 24. Price Spread Tataniaga Kubis Jalur Lokal

No Uraian Price Spread

(Rp/Kg)

Share Margin (100 %) 1 Petani

- Biaya Produksi 359.53 17.12

a. Biaya Bibit 54.91 2.61

b. Biaya Pupuk 188.37 8.97

c. Biaya Obat-Obatan 53.25 2.54 d. Biaya Tenaga Kerja 58.01 0.28 e. Biaya Penyusutan 4.99 0.24

- Harga Jual 800 38.10

- Keuntungan 440.47 20.97

- Nisbah Margin Keuntungan 1.23

2 Kelompok Tani

- Harga Beli 800 38.10

- Biaya Tataniaga 350 16.67

a. Biaya Pemanenan 100 4.76

b. Biaya Sortasi 50 2.38

c. Biaya Pengangkutan 100 4.76

d. Biaya Penyusutan 100 4.76

- Harga Jual 1600 76.19

- Keuntungan 450 21.43

- Nisbah Margin Keuntungan 1.28

3 Pedagang Pengecer

- Harga Beli 1600 76.19

- Biaya Tataniaga 215 10.24

a. Biaya Pengangkutan 100 4.76

b. Biaya Tenaga Kerja Angkut

50 2.38

c. Biaya Plastik 50 2.38

d. Biaya Retribusi Pasar 15 0.71

- Harga Jual 2100 100.00

- Keuntungan 285 13.57

- Nisbah Keuntungan 1.33