BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara agraris, pertanian merupakan salah satu sektor yang penting hal ini terlihat dari peranan sektor pertanian terhadap penyediaan
lapangan kerja, penyediaan pangan, serta penyumbang devisa melalui ekspor dan sebagainya. Sebagai negara agraris, sektor pertanian menjadi penting di Indonesia,
hal ini dapat dilihat dari dominasi persentase penduduk yang tinggal di daerah pertanian dan berprofesi sebagai petani. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
BPS Indonesia tahun 2011 sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebesar 40,50 persen.
Tambunan menuliskan analisa klasik dari Kuznets 1964 bahwa pertanian di negara-negara sedang berkembang merupakan sektor ekonomi yang
sangat potensial dalam empat kontribusinya terhadap pembangunan dan pertumbuhan nasional, yaitu: 1 kontribusi produk yaitu ekspansi dari sektor-
sektor ekonomi nonpertanian sangat bergantung pada produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan pertumbuhan suplai makanan, tetapi
juga untuk penyediaan bahan-bahan baku untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor nonpertanian tersebut, terutama di industri pengolahan; 2 kontribusi
pasar yaitu karena kuatnya bias agraris dari ekonomi selama tahap-tahap awal pembangunan, maka populasi di sektor pertanian daerah pedesaan membentuk
suatu bagian yang sangat besar dari pasar permintaan domestik terhadap produk- produk dari industri dan sektor-sektor lain di dalam negeri, baik untuk barang-
Universitas Sumatera Utara
barang produsen maupun barang-barang konsumen; 3 kontribusi faktor-faktor produksi yaitu karena relatif pentingnya pertanian dilihat dari sumbangan output-
nya terhadap pembentukan produk domestik bruto PDB dan andilnya terhadap penyerapan tenaga kerja tanpa bisa dihindari menurun dengan pertumbuhan atau
semakin tingginya tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini dilihat sebagai suatu sumber modal untuk investasi di dalam ekonomi; 4 Kontribusi Devisa yaitu
sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran sumber devisa, baik lewat ekspor
hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditi-komoditi pertanian menggantikan impor substitusi impor.
Seiring perkembangan jaman telah terjadi peningkatan pengalihan sektor pertanian ke sektor industri, pendirian perusahaan atau perluasan pemukiman
penduduk pada setiap negara sehingga terjadi penyempitan lahan dalam sektor pertanian. Pengalihan fungsi lahan pada negara maju lebih cepat terjadi
dibandingkan di negara berkembang, Hal ini disebabkan karena perkembangan sektor industri, jasa, atau sektor manufaktur di negara maju lebih cepat
berkembang di negara berkembang. Besarnya tingkat pengalihan lahan menyebabkan kekurangan terhadap ketersediaan pangan. Dengan kondisi seperti
ini negara-negara agraris yang umumnya merupakan negara berkembang termasuk Indonesia memiliki peluang untuk memasarkan hasil pertaniannya ke
pasar internasional baik dalam bentuk primer atau dalam bentuk produk turunan pertanian. Kehadiran pasar ekspor bagi petani yang terkait langsung dengan
Universitas Sumatera Utara
produksi produk pertanian juga membuka peluang untuk meraih pasar yang lebih luas dan meningkatkan pendapatan petani.
Pengalihan lahan pertanian yang telah terjadi di dunia menyebabkan terjadinya krisis pangan. Pada hakikatnya krisis pangan akibat pengalihan lahan
dapat diatasi apabila diiringi oleh peningkatan ilmu pengetahuan pertanian dan peningkatan penggunaan teknologi oleh petani. Sehingga meskipun terjadi
pengurangan lahan pertanian, petani mampu mengelola lahan pertanian secara efisien dan mampu meningkatkan produktivitasnya seiring peningkatan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Di Indonesia telah terjadi pengalihan lahan-lahan pertanian khususnya di pinggiran kota-kota besar. Sehingga daerah-daerah
pertanian yang masih ada harus dipertahankan. Seperti Kabupaten Karo yang merupakan salah satu daerah dataran tinggi yang memiliki kesuburan tanah yang
cocok dengan kegiatan pertanian dan memiliki potensi untuk memproduksi hasil- hasil pertanian. Pengalihan lahan pertanian di kabupaten karo tidak terjadi secara
signifikan sehingga kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pertanian dapat diitingkatkan.
Pada umumnya yang menjadi masalah pembangunan pertanian di dunia adalah perubahan iklim dan pemanasan global yang telah menyebabkan kegagalan
panen dan peningkatan harga panen, sedangkan selain hal tersebut di Indonesia yang menjadi masalah pertanian adalah penurunan kualitas dan kuantitas sumber
daya lahan pertanian, terbatasnya aspek ketersediaan infrastruktur penunjang pertanian, adanya kelemahan dalam sistem alih teknologi, terbatasnya layanan
Universitas Sumatera Utara
usaha terutama di permodalan dan masih panjangnya mata rantai tata niaga pertanian.
Pada era 1960-an sampai 1996 Indonesia telah mampu menjadi negara agraris yang melakukan swasembada pangan sehingga mampu mengekspor hasil-
hasil pertaniannya ke negara lain. Krisis ekonomi pada tahun 1998 memiliki pengaruh negatif terhadap kegiatan ekonomi di bidang pertanian. Krisis tersebut
juga memberi pengaruh buruk terhadap pertanian dan pemasaran hasil pertanian di Kabupaten Karo. Krisis ekonomi menghambat perdagangan luar negeri
Kabupaten Karo dalam bidang pertanian sehingga terjadi penurunan pendapatan petani di Kabupaten Karo.
Produksi hortikultura Kabupaten Karo telah masuk pasar Malaysia sejak awal tahun 1950-an dan Berjaya sekitar 50 tahun sejak tahun itu. Hal tersebut
tentu sangat menguntungkan bagi masyrakat di Kabupaten Karo dan di Indonesia karena menambah devisa negara melalui ekspor. Pada saat iru sekitar 70 eksportir
Karo pernah memenuhi kebutuhan sayur di Malaysia dan Singapura, dan 13 tahun terakhir tercatat hanya ada sembilan eksportir Karo yang mampu melakukan
perdagangan internasional. Redupnya ekspor hortikultura kabupaten Karodiperkirakan karena adanya rumor tentang penggunaan pestisida berlebihan
oleh petani Karo, lemahnya pelayanan pelabuhan pengiriman dan gagal bayar pihak pembeli importir yang membuat petani pengekspor dirugikan. Masalah
penggunaan pestisida dan lemahnya pelaayanan pelabuhan merupakan masalah internal Sumatera Utara untuk meningkatkan ekspornya. Sehingga apabila hal
tersebut dapat diperbaiki maka tidak menutup kemungkinan untuk
Universitas Sumatera Utara
mengembalikan kejayaan Kabupaten Karo dalam pengeksporan hasil-hasil pertanian. Kompas, 2010
Dalam bidang ekspor hasil-hasil pertanian Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian melakukan telaah mengenai daerah
yang menjadi potensi sayuran dan buah untuk tujuan ekspor dan menentukan komoditas buah dan sayuran yang menjadi fokus ekspor. Ada enam provinsi yang
menjadi fokus pembinaan yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, jawa Timur, Kepulauan Riau dan Sulawesi Selatan.
Dari sektor nonmigas besar ekspor pertanian Indonesia pada tahun 2010 periode Januari-November sebesar US 4.534,6 Juta dan pada tahun 2011 periode
Januari-November sebesar US 4.692,4 juta dengan perubahan sebesar 3.48 serta menyumbang PDB Indonesia sebesar 2.52. Sedangkan untuk provinsi
Sumatera Utara pada tahun 2006 dan 2007 masing-masing sektor pertanian menyumbang sebesar 24.34 dan 23.91. dengan nilai ekspor pertaniannya pada
2006 dan 2007 masing-masing sebesar US 35.111.176 dan US 26.816.507. Dari sektor pertanian Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi sebagai
penyumbang PDB Indonesia terbesar melalui sektor pertanian di pulau Sumatera. Singapura merupakan salah satu negara maju yang tidak memiliki sumber
pangan sehingga memiliki permintaan terbesar akan hasil-hasil pertanian pada Indonesia dibandingkan negara lain. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan
permintaan Singapura akan hasil pertanian Indonesia sebesar minimal 20 pada tahun 2014. Dan pada tahun 2011 Indonesia masih mengekspor sebesar 8.
Universitas Sumatera Utara
Selain Singapura, hasil pertanian Indonesia juga diekspor Jepang, Malaysia, Taiwan, Hongkong, India dan negara lainnya.
Secara geografis Kabupaten Karo berada di Provinsi Sumatera Utara yang lokasinya dekat dengan Singapura dan Malaysia. Selain memiliki peluang ekspor,
Kabupaten Karo yang berada di daerah dataran tinggi memilliki tanah yang subur sehingga memiliki potensi untuk menghasilkan hasil-hasil pertanian secara baik
dari segi kualitas dan kuantitas. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan produksi pertanian setiap tahunnya. Pada tahun 2009 sebesar 60.46 sektor pertanian
memberi kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Karo. Besarnya produksi pertanian menjadikan peluang bagi Kabupaten Karo untuk melakukan ekspor hasil
pertanian, hal ini dapat dilihat dari realisasi ekspor pertanian Karo pada Tahun 2009 dengan volume ekspor 87.719.998Kg dengan nilai US 39.018.065.
1.2 Perumusan Masalah