SEMUT, BURUNG HUD HUD, DAN NABI SULAIMAN
11. SEMUT, BURUNG HUD HUD, DAN NABI SULAIMAN
Di dalam kerajaan Saba —yang terletak di bagian selatan Yaman—kesenangan manusia menjadi sangat mahal. Mereka berada dalam ketakutan yang sangat besar. Tidak ada seorang pun yang berani berbicara kecuali dengan berbisik. Ketenangan dan keamanan sepertinya telah hilang dan tidak kembali lagi. Hal itu disebabkan karena raja mereka adalah seorang manusia yang zalim. Hatinya seolah-olah terbuat dari karang dan batu, keras tidak mengenal kasih sayang. Ia menempatkan bangsanya dalam kerendahan dan kehinaan, sehingga ia suka dengan pertumpahan darah dan selalu bersenang-senang di tengah-tengah suara kesakitan dan jeritan orang-orang yang lemah.
Di sebuah sudut negeri yang jauh, duduklah seorang wanita cantik yang bernama Bilqis. Ia ikut merasakan kepahitan hidup yang muncul setelah terbunuhnya raja Saba yang adil. Raja tersebut dibunuh oleh raja zalim yang kemudian menempati kedudukannya pada singgasana kerajaan Saba yang agung. Bilqis teringat pada hari-hari yang penuh keadilan dan kasih sayang yang telah lalu. Ia merasa sakit atas penderitaan yang dialami oleh bangsa Saba yang sebelumnya merasa tenang, tidak pernah mendapatkan aniaya dan siksaan dari rajanya.
Tiba-tiba dalam hatinya terlintas sebuah pemikiran. Lalu ia memutuskan untuk melakukannya demi membebaskan negeri dari aniaya sang raja yang zalim dan mengembalikan ketenangan ke negeri Saba dan bangsanya. Dengan segera ia menghadap ke istana raja zalim itu, yang jika orang melihatnya akan merasa gemetar hatinya, memalingkan matanya dan tidak akan bisa menguasai dirinya. Namun ketika Bilqis datang, ia tersenyum kagum terhadap kecantikan Bilqis. Bilqis datang sambil menyembunyikan suatu rencana dalam hatinya. Lalu ia menceritakannya dan kemudian kembali pulang.
Kunjungannya terhadap raja itu terus berulang. Maka kecintaan sang raja semakin bertambah, sehingga gambaran tubuhnya tidak bisa hilang dari ingatannya. Setiap kali ia pergi, sang raja sangat merindukannya. Maka sang raja memutuskan untuk menikahinya. Lalu ia meminta kesediaan Bilqis untuk menjadi istrinya dan seketika itu juga Bilqis menyetujuinya.
Perayaan pun diselenggarakan di negeri Saba. Semuanya bersiap-siap untuk memberangkatkan Bilqis yang cantik, seorang anak raja yang kekuasaannya berpindah kepada raja mereka sekarang.
Tibalah waktu keberangkatan calon pengantin wanita ke rumah calon pengantin pria. Bilqis datang dengan berpakaian pengantin. Ia tampak cantik melebihi indahnya bunga. Ia bagaikan bagian dari rembulan. Raja pun menyambutnya dan mengumumkan ke seluruh negeri Saba bahwa Bilqis telah menjadi istri raja.
Berbagai upacara dan perayaan telah berakhir. Para undangan telah kembali ke tempatnya masing-masing dan istana telah dipenuhi dengan ketenangan yang mengagungkan. Sang raja membawa istrinya ke kamar. Dengan segera, Bilqis menghidangkan secangkir arak kepadanya. Ia pun meminumnya. Lalu ditambah lagi dan dengan tak sabar ia kembali meminumnya, ditambah lagi dan terus ditambah hingga akhirnya ia memasuki malam hari dalam keadaan sangat mabuk dan akalnya pun hilang. Setelah itu, Bilqis perlahan mendekatinya untuk melakukan apa yang telah ia pikirkan sebelumnya. Ketenangannya sudah hilang, seketika ia memotong leher raja zalim tersebut. Kemudian ia memberikan isyarat kepada para pembantunya. Tatkala mereka mendekat, diberikanlah kepala raja zalim itu kepada mereka, lalu mereka pergi Berbagai upacara dan perayaan telah berakhir. Para undangan telah kembali ke tempatnya masing-masing dan istana telah dipenuhi dengan ketenangan yang mengagungkan. Sang raja membawa istrinya ke kamar. Dengan segera, Bilqis menghidangkan secangkir arak kepadanya. Ia pun meminumnya. Lalu ditambah lagi dan dengan tak sabar ia kembali meminumnya, ditambah lagi dan terus ditambah hingga akhirnya ia memasuki malam hari dalam keadaan sangat mabuk dan akalnya pun hilang. Setelah itu, Bilqis perlahan mendekatinya untuk melakukan apa yang telah ia pikirkan sebelumnya. Ketenangannya sudah hilang, seketika ia memotong leher raja zalim tersebut. Kemudian ia memberikan isyarat kepada para pembantunya. Tatkala mereka mendekat, diberikanlah kepala raja zalim itu kepada mereka, lalu mereka pergi
Diumumkanlah tentang kedudukan ratu Bilqis sebagai pemerintah negeri tersebut dan yang menduduki singgasana agung yang telah ia hias menjadi sebuah singgasana yang sangat indah dan mempesona.
Di tempat lain, Nabi Sulaiman sedang berdoa kepada Tuhannya, ―Wahai Tuhanku ampunilah aku dan berilah aku kerajaan yang tidak patut dimiliki seorang pun
setelah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.‖ Allah mengabulkan doanya itu. Maka Dia memberi Sulaiman angin yang mampu membawanya dari suatu tempat ke tempat lain dengan sekejap mata. Angin itu selalu mentaatinya jika diperintah.
Ketika jin dan setan semuanya melayani Sulaiman, di antara mereka ada yang menyelam kedalam lautan dan kembali membawa harta simpanan, yang lainnya membangun istana dan tempat-tempat salat dan ada juga yang membangun sebuah tempat yang dilengkapi dengan kuali besar untuk memasak makan bagi para tentara dan orang-orang kafir.
Di samping itu, Allah mengajarkan kepada Sulaiman bahasa burung, hewan- hewan dan binatang kecil. Ia dapat berbicara dengan mereka dan mereka pun dapat berbicara dengannya. Ketika ia merasakan nikmat Allah tersebut ia mensyukuri-Nya, tidak mendurhakai-Nya, dan mempersembahkan nikmat-nikmat tersebut dalam kebaikan.
Keluarlah tentara Sulaiman dalam jumlah yang banyak, yang terdiri dari burung, binatang liar, manusia dan jin serta udara, yang semuanya diperintahkan oleh Sulaiman. Debu pun bertebaran ke atas langit, suara kaki terdengar keras dan Sulaiman berada di bagian depan tentaranya yang besar itu. Di tengah-tengah suara gemuruh ini nabi Sulaiman memberikan isyarat kepada tentaranya untuk diam dan berhenti. Nabi Sulaiman mendengarkan suara yang pelan dari seekor semut kecil yang sedang berdiri di permukaan lembah semut, memberikan perhatian kepada umatnya atas kedatangan tentara tersebut. Ia berkata, ―Wahai semut-semut masuklah ke dalam sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya. Mereka tidak merasakannya.‖
Semut tersebut merasa khawatir terhadap saudara-saudaranya yang akan terbunuh dan hancur terinjak kaki-kaki tentara Sulaiman yang banyak. Namun semut tersebut telah mengetahui adilnya nabi Sulaiman. Sesungguhnya dia dan tentaranya tidak akan membunuh semut atau yang lainnya kecuali jika mereka tidak merasakannya atau tanpa sengaja.
Seketika itu, Sulaiman tersenyum gembira karena mendengar perkataan semut yang menggambarkan jiwa tentara yang ikhlas dalam berbuat, memperingatkan kaumnya dan memutuskan segala urusan kaumnya dengan adil dan penuh kasih sayang. Kemudian ia bersyukur atas nikmat Allah tersebut dengan berdoa:
―Wahai tuhanku jadikanlah aku sebagai orang yang mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku dan agar aku
mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba- Mu yang saleh.‖
Tentara itu terdiam sampai semut dan saudara-saudaranya masuk. Kemudian Sulaiman menyuruh tentaranya untuk melanjutkan perjalanan. Tentara Sulaiman merasakan kelelahan. Ia melihat sebidang tanah putih dan Tentara itu terdiam sampai semut dan saudara-saudaranya masuk. Kemudian Sulaiman menyuruh tentaranya untuk melanjutkan perjalanan. Tentara Sulaiman merasakan kelelahan. Ia melihat sebidang tanah putih dan
menemukannya. Ia berkata, ―Mengapa aku tidak melihat Hud Hud, ataukah memang dia tidak ada di sini?‖
Burung-burung yang lain mencari Hud Hud ke setiap tempat, namun mereka juga tidak menemukannya. Burung-burung itu pun memberitahukan berita itu kepada Sulaiman. Sulaiman marah dan berkata, ―Akan aku hukum ia dengan hukuman yang berat atau aku sembelih ia, kecuali jika ia datang kepadaku dengan alasan yang jelas.‖
Di tanah Allah yang luas dan di bawah langit-Nya, Hud Hud sedang berputar- putar dengan kedua sayapnya. ia dibawa oleh angin seolah sedang berenang di udara sebagaimana ikan-ikan berenang di air. Pertama kalinya ia merapatkan kedua sayapnya dan menghimpunnya, lalu mengembangkannya kembali setelah itu ia memasukkan kepalanya ke dalam tubuhnya dan terakhir membalikkan kedua sayapnya seperti orang yang sedang melakukan atraksi dengan baik dan tidak takut jatuh dari ketinggian.
Hud Hud menyerahkan kendali sayapnya kepada angin sehingga tidak disadari, ia sudah sampai ke negeri Saba, jauh dari tentara Sulaiman yang ia tinggalkan sejak beberapa jam yang lalu ketika ia berada di udara. Ia sangat berduka ketika teringat bahwa ia tidak meminta izin kepada Sulaiman dalam perjalan yang jauh tersebut. Perasaan bersalahnya sama seperti seorang tentara yang bersalah ketika melanggar perintah panglimanya.
Kesedihan dan rasa takutnya itu hampir saja membunuhnya. Ketika dalam kedaan seperti itu tiba-tiba ia melihat suatu keadaan yang mengagetkan. Seorang ratu sedang duduk di atas singgasana, dan bukan seorang raja. Orang-orang sedang bersujud kepada selain Allah pencipta bumi dan langit, Hud Hud tidak yakin bahwa manusia yang berakal dan berfikir mempersembahkan dirinya kepada selain Allah. Namun lama- kelamaan ia merasa yakin tentang keadaan itu dan ia segera kembali untuk memberitahu Sulaiman tentang apa yang dilihatnya.
Di tempat yang lain, burung-burung sedang mencari Hud Hud khawatir ia tertimpa hukuman atau dibunuh setelah ia keluar tanpa izin. Secara samar-samar, dari kejauhan burung-burung itu melihat Hud Hud telah datang dengan mahkotanya yang tetap menghiasi kepalanya dan dengan paruhnya yang panjang yang sering digunakannya mengeluarkan ulat dan mencari air. Lalu burung-burung itu menghampiri dan memberitahunya tentang apa yang terjadi pada Sulaiman. Ia terbang bersama mereka dengan penuh ketenangan dan disertai hati yang riang hingga sampai ke majlis nabi Sulaiman. Di hadapan Sulaiman, Hud Hud mengangkat kepalanya, menurunkan ekornya, dan merendahkan sayapnya di atas tanah sebagai tanda hormat. Sulaiman mengarahkan tangannya ke arah kepala Hud Hud lalu bertanya:
―Kemana saja engkau pergi?‖ ―Tenanglah wahai nabi Allah, aku telah mengetahui sesuatu yang tidak engkau
ketahui, aku baru datang dari negeri Saba membawa berita yang meyakinkan,‖ jawab Hud Hud dalam keadaan meminta belas kasihan.
Nabi Sulaiman merasa heran atas berita Hud Hud, begitu juga orang-orang yang ada di sekitarnya. Ceritanya sekarang adalah antara Hud Hud dan manusia. Hud Hud melanjutkan perkataanya:
“Sungguh kudapati seorang perempuan yang memerintah mereka (kaumnya) dan ia dianugra hi segala sesutu serta memiliki singgasana yang besar,” (QS Al-Naml
[27]: 23). Nabi Sulaiman bertanya lagi, ― Benarkah itu?‖ “Aku dapati dia dan kaumnya menyembah matahari, bukan kepada Allah,” (QS
Al-Naml [27]: 24). Inilah yang membuat Hud Hud sedih melihat manusia bersujud kepada matahari dan menyembahnya, bukan kepada Allah. Mereka tidak bersujud kepada Allah yang telah menciptakan matahari dan bulan, langit dan bumi serta isinya. Kemarahan Nabi Sulaiman pun hilang dan berkata:
“Akan kami lihat apakah kamu benar atau termasuk yang berdusta,” (QS Al- Naml [27]: 27).
Lalu Hud Hud pergi menjadi petunjuk bagi orang-orang untuk mencari air. Keberangkatannya berbarengan dengan nabi Sulaiman menulis surat untuk Bilqis ratu Saba. Lalu ia memanggil Hud Hud dan meletakkan surat itu pada paruhnya sambil berkata:
“Pergilah engkau dengan membawa suratku ini, lalu jatuhkanlah kepada mereka, kemudian pergilah dari mereka, lalu perhatikan apa yang mereka bicarakan,” (QS Al-Naml [27]: 28).
Hud Hud pergi ke Saba disertai oleh burung-burung yang lainnya. Lalu burung- burung itu membiarkan Hud Hud pergi sendiri membawa surat Nabi Sulaiman kepada ratu Bilqis dan kaumnya yang menyembah matahari.
Bilqis sudah masuk ke kamar tidurnya. Ia menutup pintu kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas ranajang untuk beristirahat dari kepayahan di siang hari, di mana ia mengatur segala urusan kerajaannya. Ia menatap atap kamarnya sambil terus memikirkan tentang sebagian masalah negeri Saba. Ketika ia hanyut dalam pikirannya itu tiba-tiba ia melihat sebuah bayangan. Lalu ia mengawasinya untuk meyakinkan apa yang dilihatnya itu. Tiba-tiba ia melihat seekor burung Hud Hud telah menghampirinya. Burung itu masuk lewat salah satu lubang tempat masuknya sinar matahari ke dalam kamar tidur sang ratu. Ia melemparkan suratnya ke atas tempat tidur sang ratu. Sebelum buyar rasa herannya, ratu Bilqis membuka surat itu. Semerbak harum minyak kesturi dari surat itu menusuk hidungnya. Ia melihat tulisan Sulaiman lalu membacanya. Hud Hud memperhatikannya dengan mencuri-curi pandang sambil menghela nafas dengan tenang dan menakjubkan, sebagaimana yang diperintahkan Sulaiman. Bilqis bergumam:
‖Utusan raja itu seekor burung Hud Hud, sungguh ia merupakan raja yang menakjubkan‖. Ia tidak menunggu sampai subuh tiba, tetapi langsung memanggil para menterinya, para pembesar kerajaan yang terdiri dari ahli pikir, ahli pengetahuan, dan penelitian, serta para dewan permusyawaratan. Semuanya datang dengan berjalan cepat sambil saling bertanya tentang apa yang terjadi. Ketika mereka sudah berkumpul lengkap, Bilqis berkata:
“Wahai para pembesar! Sesungguhnya telah disampaikan kepadaku sebuah surat yang mulia. Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman yang isinya, „Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, janganlah engkau berlaku sombong kepadaku dan datanglah kepadaku sebagai orang- orang muslim (yang berserah diri),” (QS Al-Naml [27]: 29-31).
Ia terdiam sejenak dan memandang wajah-wajah orang yang hadir. Ia melihat
”Wahai para pembesar berilah aku pertimbangan dalam perkaraku ini. Aku tidak pernah memutuskan suatu perkara sebelum kamu hadir dalam majlisku,” (QS Al- Naml [27]: 32).
Salah seorang di antara mereka menjawab, “Kita memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa (untuk berperang), tetapi keputusan berada di tanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang engkau perintahkan,” (QS Al-Naml [27]: 33).
Pendapat untuk berperang tidak mengagumkan Bilqis, sebab di dalam perang akan terjadi kebinasaan, kerugian, pertumpahan darah, dan pembunuhan. “Sesungguhnya raja-raja apabila menaklukan suatu negeri, mereka tentu membinasakannya dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian yang akan mereka perbuat. Sungguh, aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan membawa hadiah, dan aku akan menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh para utusan itu,” (QS Al-Naml [27]: 34-35).
Bilqis meminta dipanggilkan salah seorang pembesar yang paling mulia di kerajaan Saba. Ia telah mengumpulkan barang-barang berharga, harta benda baru dan hadiah yang pantas untuk raja Sulaiman yang nampak dari suratnya bahwa ia mempunyai kekuatan, kemewahan dan kemajuan. Kemudian ia menyuruhnya pergi ke tempat Sulaiman untuk menyerahkan hadiah kepadanya dan kembali dengan membawa balasan. Pembesar itu bersiap-siap untuk pergi menuju Sulaiman, ia tidak mengetahui bahwa Hud Hud berada di tempat yang dekat untuk menyaksikan kejadian-kejadian yang akan ia sampaikan secara keseluruhan kepada nabi Sulaiman. Bahkan ia mendahului sang menteri pembesar terbang menuju nabi Sulaiman di Syam.
Ini merupakan yang ke empat kalinya perjalan Hud Hud dalam waktu sehari semalam. Ia telah melakukan perjalanannya menuju Saba, pulang pergi sebanyak dua kali. Kali ini ia datang membawa berita yang diperintahkan, untuk didengar Sulaiman. Ia menyampaikan kejadian dan perbincangan antara Bilqis dan para menterinya. Ia memberitahu nabi Sulaiman bahwa akan datang seorang laki-laki dari para pembesar Saba yang paling mulia dengan membawa hadiah. Jika ia menerimanya maka mereka akan tahu bahwa Sulaiman hanyalah seorang raja dan jika ia menolaknya berarti ia adalah seorang nabi yang ingin mengislamkan mereka karena Allah Swt. Nabi Sulaiman menyuruhya untuk berpaling dan menunggu kedatangan utusan dari ratu Saba beserta hadiahnya. Ketika utusan itu tiba, nabi Sulaiman mengizinkannya untuk masuk. Dan pada saat masuk inilah, tubuhnya mendadak gemetar dan takut. Tapi manis muka Sulaiman dan senyumannya menjadikan ia kembai tenang.
Laki-laki itu melihat ke sekitarnya dengan penuh kekaguman. Harumnya minyak kesturi telah memenuhi ruangan istana. Terlihat olehnya tentara dari jenis burung, hewan, dan binatang buas sedang bercakap-cakap. Ada juga yang membawa barang- barang dengan suara-suaranya yang terdengar namun tidak dapat dilihat yang memegangnya, yaitu jin, dan barang-barang berharga serta mutiara. Di samping itu, keajaiban lautan terlihat memenuhi tempat itu. Demikian juga bangunan-bangunan yang tinggi yang tak bisa dicapai oleh manusia semuanya terdapat di sini. Seketika itu juga ia menyadari bahwa hadiah yang ia bawa dari ratu Saba tidak ada harganya. Namun ia tetap mengeluarkannya untuk dipersembahkan kepada Sulaiman sekedar melaksanakan tugas dari ratunya.
Ketika nabi Sulaiman melihatnya, ia pun berkata, “Apakah kamu akan memberikan harta kepadaku? Apa yang Allah berikan kepadaku lebih baik daripada apa yang Allah berikan kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu,”
‖Tuanku!‖ kata utusan Bilqis. “Kembalilah kepada mereka, sesungguhnya kami pasti akan mendatangi
mereka dengan bala tentara yang mereka tidak akan mampu melawannya, dan akan kami usir mereka dari negeri itu (Saba) secara terhina dan mereka akan menjadi (tawanan) yang hina dina,” (QS Al-Naml [27]: 37).
Utusan itu membawa hadiahnya dan kembali ke negeri Saba dengan dipenuhi rasa takjub. Ia menceritakan segala yang ia lihat dari kerajaan Sulaiman yang kaya raya lalu menyampaikan penolakan Sulaiman dan ancamannya dengan pengiriman tentara kepada ratu Bilqis. Sang ratu berkata:
―Demi Allah, ini bukan seorang raja. Kita tidak akan bisa memeranginya dan mesti harus beriman kepadanya‖.
Ia pun bersiap-siap untuk pergi dari kerajaannya menuju kerajaan Sulaiman. Namun ia khawatir dengan singgasananya sehingga ia mengunci pintu-pintunya dan menempatkan para penjaga yang keras lagi kuat. Setelah segalanya siap, ia mengumumkan keberangkatannya. Lalu keluarlah ratu yang cantik, Bilqis dengan menggunakan tunggangan kerajaan yang pantas baginya untuk melakukan perjalanan yang paling menakjubkan selama hidupnya.
Dari kejauhan, sudah nampak ada orang yang bertugas melihat dan mendengar kabar kedatangan Bilqis yang cantik menuju kerajaan yang kaya raya, untuk diberitahukan kepada nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman menunggunya untuk menanti kabar keimanannya beserta kaumnya terhadap Allah.
Adapun Hud Hud, ia telah menyampaikan ciri-ciri singgasana Bilqis kepada Sulaiman yang pembuatannya telah dilakukan oleh para pekerja dan artsitek yang ahli. Ia ingin mendatangkannya kehadapan nabi Sulaiman untuk menjadi bukti atas kenabiannya dan menjadi petunjuk atas adanya kekuasaan Allah. Nabi Sulaiman berkata kepada orang-orang yang ada disekitarnya:
―Wahai para pembesar! Siapakah diantara kamu yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku dalam keadaan muslim
(berserah diri),” (QS Al-Naml [27]: 38). Iprit dari golongan jin berkata : ”Aku yang akan membawanya kepadamu sebelum engkau berdiri dari tempat dudukmu; dan sungguh aku kuat melakukannya dan dapat diperc aya,” (QS Al-Naml [27]: 39).
Seorang yang mempunyai ilmu dan iman berkata: ‖Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip,” (QS Al-Naml [27]: 40). Nabi Suliman berkata:‖ Benarkah? ‖ Ia berkata: ―Lihatlah di sebelah kanan, wahai Nabi!‖
Ia melihatnya, dan tiba-tiba singgasana itu sudah berada sebagaimana ciri-ciri yang dijelaskan oleh Hud Hud, pada singgasana itu terdapat emas dan perak, yakut merah dan hijau dan mutiara. Singgasana itu benar-benar indah. Ia bersyukur lalu menundukkan kepalanya penuh dengan ketawadhuan. Ia berkata: “…ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat- Nya). Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk kebaikan sendiri, dan barangsiapa ingkar, maka sesun gguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia,” (QS Al-Naml [27]: 40).
Ia berkata kepada orang disekitarnya: “Ubahlah untuknya singgasananya; kita akan melihat apakah ia (Bilqis) mengenal atau tidak mengenalnya lagi,” (QS. Al-Naml
Sulaiman menyuruh tentaranya dari kalangan manusia dan jin untuk membangun istana yang tinggi —yang terbuat dari kaca—agar menjadi hal baru yang menakjubkan di dalam kerajaannya. Mereka pun bangkit membangunnya. Maka bangunan itu selesai dalam waktu yang sangat singkat dan dengan bentuk yang sangat elok.
Hari demi hari dan malam demi malam telah berlalu, sampailah tunggangan ratu Bilqis di kerajaan sulaiman dan ia pun melihatnya. Ia cantik sebagaimana yang disebut- sebut oleh mereka. Sulaiman menyambutnya dengan muka yang manis dan senyum yang menawan. Lalu menundukkan pandangannya darinya. Sementara sang ratu melihat segala keajaiban yang belum ia lihat bandingannya. Hampir saja kesadarannya hilang dan hatinya sangat heran. Kemudian Nabi Sulaiman mengajaknya ke tempat dimana ia meletakkan singgasananya setelah ia merubah sebagian penampilannya. Lalu ia berkata:
“Seperti inikah singgasanamu?” (QS Al-Naml [27]: 42). Ia pun membalikkan pandangannya ke arah itu. Singgasana tersebut mirip kepunyaannya, tapi bagaimana mungkin? Ia telah menutup pintu-pintunya? Ia berkata
dengan sangat cerdik: ―Sepertinya ini singgasanaku!!‖ ―Benar, ini adalah singgasanamu,‖ Kata Sulaiman.
Maka Bilqis semakin bertambah takjub. Keimanan pun sudah memasuki hatinya. Bagaimana mungkin singgasana yang sangat kuat bisa dibawa oleh seorang nabi, kalau bukan dengan kekuasaan Allah? Bagaimana perjalanan yang jauh itu bisa dipersingkat menjadi sekejap mata dan singgasana yang berat dapat dibawa? Ini tiada lain merupakan bantuan angin yang telah ditundukkan Allah bagi Sulaiman.
Setelah itu, Sulaiman mengajaknya ke istana yang telah dibangun untuk diperlihatkan kepadanya. Tatkala Bilqis melihat air yang mengalir di bawah istana, ia tidak tahu bahwa air itu mengalir di bawah kaca. Ia mengira kedua kakinya akan hanyut ke dalam air dan kotor kena tanah. Maka ketika masuk, ia langsung mengangkat bajunya hingga kelihatan kedua betisnya. Nabi Sulaiman berkata:
“Sesungguhnya ini hanyalah lantai istana yang dilapisi kaca,” (QS Al-Naml [27]: 44). Maka seketika itu jiwanya semakin kuat dengan iman. Ia berada di dalam kerajaan Sulaiman selama berhari-hari. Di dalamnya, ia melihat keajaiban-keajaiban, rahasia-rahasia dan hal-hal yang membuat ia heran. Maka akhirnya ia beriman kepada Allah, menetapkan kenabian Sulaiman dan menengadahkan kepalanya ke langit, seraya berkata:
“Ya Tuhanku, sungguh aku telah berbuat zalim terhadap diriku. Aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan seluruh alam,” (QS Al-Naml [27]: 44).