18
2.7 Frekuensi Rotor
Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor sama  seperti  frekuensi  masukan    sumber  .  Tetapi  ketika  rotor  akan  berputar,
maka    frekuensi  rotor  akan  bergantung  kepada  kecepatan  relatif  atau  bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar
f yaitu,
Kecepatan slip =
r s
n n
 = P
120f , diketahui bahwa n
s
= p
120f
Dengan membagikan dengan salah satu, maka didapatkan s
n n
n f
f
s r
s
 
Maka f =
s.f
2.3
Telah  diketahui  bahwa  arus  rotor  dipengaruhi  frekuensi  rotor f =
sf
dan ketika  arus  ini  mengalir  pada  masing  –  masing  phasa  di  belitan  rotor,  akan
memberikan  reaksi  medan  magnet.  Biasanya  medan  magnet  pada  rotor  akan menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya tergantung atau relatif
terhadap putaran rotor sebesar sn
s
. Pada  keadaan  tertentu,  arus  rotor  dan  arus  stator  menghasilkan  distribusi
medan  magnet  yang  sinusoidal  dimana  medan  magnet  ini  memiliki  magnetudo yang  konstan  dan  kecepatan  medan  putar  n
s
yang  konstan.  Kedua  Hal  ini merupakan  medan  magnetik  yang    berputar  secara  sinkron.  kenyataannya  tidak
seperti ini karena pada stator akan ada arus magnetisasi pada kumparannya.
Universitas Sumatera Utara
19
2.8 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi
Untuk mempermudah analisis motor induksi, digunakan metoda rangkaian ekivalen per  – fasa. Motor induksi dapat dianggap sebagai transformator  dengan
rangkaian  sekunder  berputar.  Rangkaian  ekivalen  statornya  dapat  digambarkan sebagai berikut :
1
V
1
R
1
X
1
I
c
R
m
X I
m
I
2
I
1
E
Gambar 2.11 Rangkaian ekivalen stator motor induksi
dimana : I
= arus eksitasi Amper V
1
= tegangan terminal stator  Volt E
1
= ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan  Volt I
1
= arus stator  Ampere R
1
= tahanan efektif stator  Ohm X
1
= reaktansi bocor stator  Ohm Arus  stator  terbagi  atas  2  komponen,  yaitu  komponen  arus  beban  dan
komponen  arus  penguat  I .  Komponen  arus  penguat  I
merupakan  arus  stator tambahan  yang  diperlukan  untuk  menghasilkan  fluksi  celah  udara  resultan,  dan
merupakan fungsi ggm E
1
. Komponen arus penguat I
terbagi atas komponen rugi – rugi inti I
C
yang sefasa  dengan  E
1
dan  komponen  magnetisasi  I
M
yang  tertinggal  90 dari  E
1
.
Universitas Sumatera Utara
20 Hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor sebenarnya  E
rotor
dan tegangan yang diinduksikan pada rotor ekivalen  E
2S
adalah :
rotor 2S
E E
=
2 1
N N
= a                                                                       2.4 atau
E
2S
= a E
rotor
2.5 dimana a adalah jumlah lilitan efektif tiap fasa pada lilitan stator yang banyaknya
a kali jumlah lilitan rotor. Bila rotor diganti secara magnetik, lilitan – ampere masing – masing harus
sama,  dan  hubungan  antara  arus  rotor  sebenarnya  I
rotor
dan  arus  I
2S
pada  rotor ekivalen adalah:
I
2S
= a
I
rotor
2.6 sehingga hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip Z
2S
dari rotor ekivalen dan impedansi bocor frekuensi slip Z
rotor
dari rotor sebenarnya adalah : Z
2S
=
2S 2S
I E
rotor rotor
2
I E
a
rotor 2
Z a
2.7 Nilai tegangan, arus dan impedansi tersebut diatas didefinisikan sebagai nilai yang
referensinya ke stator. Selanjutnya persamaan 2.7 dapat dituliskan :
2S 2S
I E
2S
Z =
2
R
+
2
jsX
2.8 dimana :
E
2s
=  Tegangan induksi rotor ekivalen Volt I
2s
=  Arus rotor ekivalen Amper
Universitas Sumatera Utara
21 Z
2S
=  impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap fasa dengan referensi ke stator   Ohm
R
2
=  tahanan efektif referensi Ohm sX
2
=  reaktansi  bocor  referensi  pada  frekuensi  slip  X
2
didefinisikan sebagai  harga  reaktansi  bocor  rotor  dengan  referensi  frekuensi
stator Ohm.
Reaktansi yang didapat pada persamaan 2.8 dinyatakan dalam cara yang demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi
2
X
didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan
pada frekuensi stator. Pada  stator  ada  gelombang  fluks  yang  berputar  pada  kecepatan  sinkron.
Gelombang  fluks  ini  akan  mengimbaskan  tegangan  pada  rotor  dengan  frekuensi slip  sebesar
s
E
2
dan  ggl  lawan  stator
1
E
.  Bila  bukan  karena  efek  kecepatan, tegangan  rotor  akan  sama  dengan  tegangan  stator,  karena  lilitan  rotor  identik
dengan  lilitan  stator.  Karena  kecepatan  relatif  gelombang  fluks  terhadap  rotor adalah  s  kali  kecepatan  terhadap  stator,  hubungan  antara  ggl  efektif  pada  stator
dan rotor adalah:
s
E
2
=
1
sE
2.9 Gelombang  fluks  magnetik  pada  rotor  dilawan  oleh  fluks  magnetik  yang
dihasilkan    komponen  beban
2
I
dari  arus  stator,  dan  karenanya,  untuk  harga efektif
s
I
2
=
2
I
2.10
Universitas Sumatera Utara
22 Dengan membagi persamaan 2.9 dengan persamaan 2.10 didapatkan:
S S
I E
2 2
2 1
I sE
2.11
Didapat hubungan antara persamaan 2.10 dengan persamaan 2.11, yaitu
S S
I E
2 2
2 1
I sE
=
2
R
+
2
jsX
2.12 Dengan membagi persamaan 2.12 dengan s, maka didapat
2 1
I E
= s
R
2
+
2
jX
2.13 Dari  persamaan  2.7  ,  2.8  dan  2.13  maka  dapat  digambarkan  rangkaian
ekivalen pada rotor sebagai berikut :
s
E
2 1
E
2
R
2
sX
2
X
s R
2 2
R
1 1
2
 s
R
2
I
2
I
2
X
2
I
1
E
Gambar 2.12 Rangkaian ekivalen pada rotor motor induksi.
s R
2
= s
R
2
+
2
R
-
2
R
s R
2
=
2
R
+ 1
1
2
 s
R 2.14
Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka  dapat  dibuat  rangkaian  ekivalen  motor  induksi  tiga  fasa  pada  masing  –
masing fasanya. Perhatikan gambar di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
23
1
V
1
R
1
X
1
I
c
R
m
X
I
c
I
m
I
2
I
1
E
2
sX
2
I
2
R
2
sE
Gambar 2.13 Rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa
Untuk mempermudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada Gambar 2.13 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa
akan dapat digambarkan sebagai berikut.
1
V
1
R
1
X
c
R
m
X
2
X
1
E
1
I I
c
I
m
I
2
I
s R
2
Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen dilihat dari sisi stator motor induksi
dimana:
2
X
=
2 2
X a
2
R
=
2 2
R a
Dalam  teori  transformator-statika,  analisis  rangkaian  ekivalen  sering disederhanakan  dengan  mengabaikan  seluruh  cabang  penalaran  atau  melakukan
pendekatan  dengan  memindahkan  langsung  ke  terminal  primer.  Pendekatan
Universitas Sumatera Utara
24 demikian  tidak  dibenarkan  dalam  motor  induksi  yang  bekerja  dalam  keadaan
normal,  karena  adanya  celah  udara  yang  menjadikan  perlunya  suatu  arus penguatan yang sangat besar 30 sampai 40 dari arus beban penuh dan karena
reaktansi  bocor  juga  perlu  lebih  tinggi.  Untuk  itu  dalam  rangkaian  ekivalen
c
R dapat dihilangkan diabaikan. Rangkaian ekivalen menjadi Gambar 2.15 berikut.
1
V
1
R
1
X
m
X
2
R
2
X
1 1
2
 s
R
1
E
1
I I
2
I
Gambar 2.15
Rangkaian ekivalen lain dari motor induksi
Universitas Sumatera Utara
25
BAB III EFISIENSI MOTOR INDUKSI TIGA FASA DALAM KEADAAN
TAHANAN ROTOR TIDAK SEIMBANG DAN SATU FASA ROTOR TERBUKA
3.1 Parameter Motor Induksi Tiga Fasa
Parameter  rangkaian  ekivalen  dapat  dicari  dengan  melakukan  pengukuran pada  percobaan  tahanan  DC,  percobaan  beban  nol,  dan  percobaan  rotor  tertahan
block-  rotor.  Dengan  penyelidikan  pada  setiap  rangkaian  ekivalen,  percobaan beban  nol  motor  induksi  dapat  disimulasikan  dengan  memaksimalkan  tahanan
rotor s
R
2
. Hal  ini  bisa  terjadi  pada  keadaan  normal  jika  slip  dalam  nilai  yang
minimum.  Slip  yang  mendekati  nol  terjadi  ketika  tidak  ada  beban  mekanis,  dan mesin dikatakan dalam keadaan berbeban ringan.