BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu jenis transportasi yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam pemenuhan kebutuhannya adalah transportasi udara. Transportasi udara merupakan
alat transportasi yang mutakhir dan tercepat dengan jangkauan yang luas karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu antara lain :
1. Faktor kecepatan, hal ini karena pada transportasi udara menggunakan pesawat
terbang yang memiliki kecepatan; 2.
Keuntungan kedua dari angkutan udara adalah bahwa jasanya dapat diberikan untuk daerah-daerah yang tidak ada permukaan jalannya seperti daerah-daerah
penggunungan, berjurang-jurang; 3.
Untuk angkutan yang jaraknya jauh maka lebih menguntungkan dengan angkutan udara;
4. Adanya keteraturan jadwal dan frekuensi penerbangan.
2
Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk suatu perjalanan
atau lebih dari suatu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.
3
Penerbangan Niaga di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat dengan melihat besarnya potensial jumlah penumpang dan banyaknya
2
Rustian Kamaluddin, Ekonomi Transportasi : Karekteristik, Teori dan Kebijakan, Jakarta:Ghalia Indonesia,2003, hal. 75.
3
Alifieka Karuniati. Transportasi Udara dan Keselamatan Transportasi.
Universitas Sumatera Utara
maskapai penerbangan yang ada baik domestik maupun internasional melayani jasa penerbangan ke berbagai rute penerbangan. Sampai dengan tahun 2011
terdapat 50 perusahaan atau maskapai penerbangan niaga yang beroperasi dengan menggunakan pesawat terbang. Perusahaan-perusahaan yang melayani jasa
penerbangan niaga diantaranya Garuda, Merpati, Batavia, Mandala, Lion Air, dan lain-lain.
4
Ada beberapa alasan konsumen menggunakan jasa transportasi udara, diantaranya untuk kepentingan bisnis, kepentingan pariwisata, dan berbagai
urusan lainnya. Dilihat dari aspek penyelenggaraan penerbangan terdapat dua bentuk kegiatan penerbangan, yaitu penerbangan komersil dan penerbangan bukan
komersil. Penerbangan komersil atau niaga merupakan bentuk transportasi udara yang mengenakan biaya bagi penggunanya. Jenis penerbangan ini dibedakan lagi
menjadi dua bentuk, yaitu penerbangan niaga berjadwal dan penerbangan niaga tidak berjadwal.
Perkembangan jumlah perusahaan penerbangan di satu sisi menguntungkan bagi para pengguna jasa transporatsi udara karena akan banyak
pilihan. Sebagian besar maskapai penerbangan yang ada merupakan sistem LCC low cost carrier yakni biaya operasional yang kecil dimana maskapai
penerbangan memakai biaya operasional yang dikeluarkan dan melakukan efisiensi.
Perusahaan-perusahaan penerbangan tersebut telah menciptakan iklim yang kompetitif antara satu maskapai penerbangan dengan maskapai penerbangan
4
http:hubud.dephub.go.id id_maskapai_armada_detail_berjadwal diunggah Mei 2012.
Universitas Sumatera Utara
lainnya tersebut bersaing untuk menarik penumpang sebanyak-banyaknya dengan menawarkan tarif yang lebih murah atau menawarkan berbagai bonus yang diburu
masyarakat secara antusias. Di sisi lain, dengan tarif yang murah tersebut sering menurunkan kualitas pelayanan service, bahkan yang lebih mengkhawatirkan
lagi adalah akan menyebabkan berkurangnya kualitas pemeliharaan maintenance dan perawatan pesawat sehingga rawan terhadap keselamatan penerbangan dan akan
berdampak kurang baik terhadap keamanan, kenyamanan dan perlindungan konsumen.
5
Kekhawatiran akan muncul akibatnya sering terjadinya kecelakaan pesawat terbang. Mulai dari pecah ban, tergelincir di landasan, tersesat karena kerusakan
navigasi, hingga terjatuh. Banyaknya hal-hal lain yang membuat penumpang merasa dirugikan seperti keterlambatan jadwal penerbangan, kehilangan dan
kerusakan barang yang diangkut dengan pesawat terbang dan sebagainya.
6
Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua pihak, yaitu pengangkut dalam hal ini adalah perusahaan atau maskapai
penerbangan dan pihak pengguna jasa atau konsumen. Para pihak tersebut terikat oleh suatu perjanjian, yaitu perjanjian pengangkutan. Sebagaimana layaknya
suatu perjanjian yang merupakan manisfestasi dari hubungan hukum yang bersifat keperdataan maka di dalamnya terkandung hak dan kewajiban yang
harus dilaksanakan dan dipenuhi, yang biasa dikenal dengan istilah “prestasi”.
7
5
E. Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Penumpang Menurut Hukum Udara Indonesia Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis Vol. 25,2006, hal.
5-6.
6
Wagiman, Refleksi dan Implemantasi Hukum Udara: Studi Kasus Pesawat Adam Air, Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis Vol. 25,2006, hal. 13
7
Prestasi dalam hukum perjanjian adalah pelaksanaan dari isi perjanjian yang telah diperjanjikan menurut tata cara yang telah disepakati bersama. Menurut hukum di Indonesia ada
beberapa model prestasi antara lain : memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
Bagian Ordonasi Pengangkutan Udara II 1939 mengatur tentang hak dan kewajiban pengangkut dan penumpang yang membawa bagasi. Kewajiban pengangkut
dapat berupa membayar ganti rugi apabila terjadi kehilangan atau kerusakan bagasi, sedangkan hak penumpang adalah menerima pembayaran ganti rugi
apabila terjadi kerusakan atau kehilangan bagasi.
8
Terjadinya kerusakan dan kehilangan bagasi tidak dengan sendirinya merupakan tanggung jawab dari pengangkut, tetapi harus memenuhi persyaratan-persyaratan.
Dokumen pengangkutan dalam pengangkutan udara terdiri dari : a.
Tiket penumpang pesawat udara; b.
Pas masuk pesawat udara boarding pass; c.
Tanda pengenal bagasi baggage identificationclaim tag; dan d.
Surat muatan udara airways bill.
9
Penumpang sekaligus sebagai konsumen jasa penerbangan mempuyai hak-hak yang dilindungi oleh undang-undang baik dalam UUP maupun dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam Pidato Pembukaan Seminar Hukum Pengangkutan Udara yang diselenggarakan
di Jakarta dalam tahun 1977, Emil Salim mengemukakan pendapat sebagai berikut : “Pemakai jasa angkutan udara perlu memperoleh perlindungan hukum
untuk tiga hal yang utama yaitu keselamatan penerbangan, perkembangan tarif atau harga dari jasa angkutan udara itu dan kwalitas dari pelayanan pengangkutan
udara”
10
8
Ordinasi Pengangkutan Udara, Ketentuan-Ketentuan Tentang Pengangkutan Udara Dalam Negeri, Pasal 24 ayat 1.
. Sistem perlindungan hukum bagi konsumen jasa angkutan udara,
9
Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Pasal 150.
10
“Seminar Hukum Pengangkutan Udara”, Penerbit Binacipta, 1980, hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
khususnya penumpang, masih ada hal-hal lain yang merupakan unsur-unsur dalam perlindungan konsumen, yang lengkapnya adalah keselamatan, keamanan,
kenyamanan, pelayanan, pentarifan, dan perjanjian angkutan udara. Suatu sistem perlindungan hukum total akan memberikan perlindungan
pada penumpang mulai dari taraf pembuatan pesawat udara sampai saat ia telah sampai di tempat tujuan, atau kalau ia mengalami kecelakaan, sampai ia atau
ahli warisnya yang berhak memperoleh ganti rugi dengan cara yang mudah, murah dan cepat.
11
Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan apabila terjadi peristiwa atau keadaan yang menimbulkan kerugian bagi penumpang maka pengangkut atau
maskapai bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang dialami penumpang, akan tetapi dalam pelaksanaanya konsumen atau penumpang mengalami kesulitan
untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai konsumen. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu adanya upaya pemberdayaan konsumen yang menggunakan
jasa transportasi udara oleh berbagai pihak yang kompeten. Pada prinsipnya kegiatan pengangkutan udara merupakan hubungan hukum
yang bersifat perdata akan tetapi mengingat transportasi udara telah menjadi kebutuhan masyarakat secara luas maka diperlukan campur tangan pemerintah
dalam kegiatan pengangkutan udara yaitu menentukan kebijakan-kebijakan atau regulasi yang berhubungan dengan kegiatan pengangkutan udara sehingga
kepentingan konsumen pengguna jasa transportasi udara terlidungi. Meskipun perjanjian pengangkutan pada hakekatnya sudah harus tunduk pada pasal-pasal
11
Seminar Akademi Angkutan Udara Niaga Trisakti, Jakarta, 1983, hal. 112.
Universitas Sumatera Utara
dari bagian umum dari hukum perjanjian KUH Perdata, akan tetapi oleh undang-undang telah ditetapkan berbagai peraturan khusus yang bertujuan
untuk kepentingan umum membatasi kebebasan dalam hal membuat perjanjian pengangkutan yaitu meletakkan kewajiban khusus kepada pihaknya pengangkut
yang tidak boleh disingkirkan dalam perjanjian.
12
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak semata-mata memberikan perlindungan kepada konsumen saja tetapi
memberikan perlindungan masyarakat publik pada umumnya, mengingat setiap orang adalah konsumen.
Secara teoritis hubungan hukum menghendaki adanya kesetaraan diantara para pihak, akan tetapi dalam prakteknya hubungan hukum tersebut sering
berjalan tidak seimbang terutama dalam hubungan hukum antara produsen dan konsumen, hal ini pun terjadi dalam hubungan hukum antara konsumen atau
penumpang tidak mendapatkan hak-haknya dengan baik. Sehubungan dengan itu, diperlukan suatu perlindungan hukum bagi konsumen dalam kegiatan penerbangan
khususnya terhadap bagasi. Unsur terpenting dalam perlindungan hukum bagi pemakai jasa angkutan udara serta jenis-jenis angkutan lainnya adalah unsur
keselamatan angkutan dan tanggung jawab pengangkut.
13
Pengangkut produsen bertanggung jawab untuk kerugian yang terjadi antara lain akibat kehilangan dan kerusakan bagasi selama pengangkutan
berlangsung. Untuk penggantian kerugian tersebut menimbulkan tidak adanya kepastian hukum untuk melindungi penumpang konsumen.
12
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung : PT.Citra Aditya. 1995, hal. 71.
13
E. Suherman, Wilayah Udara dan Wilayah Dirgantara, Bandung : Penerbit Alumni,1984, hal. 163.
Universitas Sumatera Utara
Berlatar belakang dari hal-hal tersebut di atas, maka penulis merasa perlu melakukan penulisan skripsi mengenai masalah PERLINDUNGAN
KONSUMEN ATAS KERUSAKAN DAN KEHILANGAN BAGASI PENUMPANG PESAWAT UDARA OLEH MASKAPAI PENERBANGAN
Studi Kasus : PT. METRO BATAVIA CABANG MEDAN.
B. Permasalahan