Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perpindahan penduduk migrasi pada dasarnya dapat dikatakan sebagai gerak pindah penduduk dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk mengadu nasib. Menurut Everett S. Lee, ada dua faktor yang terdapat di daerah asal maupun tujuan yang terkait dengan perpindahan penduduk, yaitu faktor positif dan negatif. Faktor positif yaitu faktor yang menarik seseorang untuk tidak meninggalkan daerah tersebut dan memberi nilai yang menguntungkan, misalnya daerah tersebut terdapat sekolah, kesempatan kerja, iklim yang baik. Sedangkan faktor negatif yaitu faktor yang menyebabkan seseorang meninggalkan daerah tersebut yang sudah ada pada nilai yang negatif, sehingga seseorang ingin pindah dari tempat tersebut. Perbedaan nilai kumulatif antara kedua tempat tersebut cenderung menimbulkan arus migrasi penduduk. 1 - Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan pada daerah asal sehingga menyebabkan migrasi ke daerah yang memiliki sumber-sumber kehidupan yang lebih memadai. Terjadinya migrasi dapat disebabkan dengan beberapa hal yaitu : - Berkurangnya lapangan pekerjaan di daerah asal misalnya tanah untuk pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit, sehingga 1 Everett S.Lee, A Theory Of Migration, Analisa Migrasi Indonesia, Tanpa Tempat dan Penerbit, 1976, hal. 15. Universitas Sumatera Utara kebanyakan para migran beralih ke daerah yang mempunyai lapangan pekerjaan yang lebih luas. - Adanya tekanan-tekanan pada bidang politik yang melanggar hak asasi penduduk di daerah asal. Contohnya : kerusuhan dan demonstrasi besar- besaran pada era orde baru yang menuntut lengsernya kepempimpinan pemerintahan Soeharto sehingga menyebabkan kurangnya rasa aman bagi para penduduk setempat khususnya penduduk keturunan bangsa oriental berelokasi atau migrasi ke daerah yang lebih aman seperti di daerah Jawa Barat. - Adanya tekanan pada perbedaan suku. Karena tidak adanya rasa saling menghormati dan menghargai perbedaan kebudayaan antar suku maka mengakibatkan perselisihan antar suku yang kemudian menyebabkan terpecahnya integrasi sosial diantara dua suku. - Alasan pendidikan dan perkawinan. Sama halnya dengan lapangan pekerjaan, pendidikan dan perkawinan juga memegang peranan penting sebagai faktor penyebab terjadinya migrasi. Contohnya : dalam bidang pendidikan, kurangnya pendidikan di daerah terpencil yang sulit dijangkau menyebabkan sebagian orangtua menyekolahkan anaknya di kota besar yang tingkat dan fasilitas pendidikannya lebih maju dan memadai, dengan harapan anaknya mendapatkan masa depan yang lebih cerah. Sedangkan dalam faktor Universitas Sumatera Utara perkawinan, ada anggapan bahwa seorang istri yang memiliki suami dari luar daerah harus ikut tinggal bersama dengan suami di daerah asal suaminya. - Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit. 2 Begitu juga dengan proses migrasi masyarakat Batak Toba ke Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Serdang berasal dari Samosir, Dolok Sanggul, Parapat, Pangururan dan Porsea. Mereka bermigrasi ke Desa Serdang karena faktor keadaan lahan yang tidak mendukung di daerah asalnya. Selain itu jumlah penduduk yang semakin meningkat tidak sesuai dengan luasnya lahan yang tersedia, yang mana lahan mereka digunakan untuk mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal mereka. Hal ini membuat masyarakat Batak Toba berusaha mencari lahan baru yang lebih luas dan subur untuk dapat memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya. Sehingga pada akhirnya orang Batak Toba melakukan perpindahan ke daerah lain, salah satunya ke Desa Serdang. Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang merupakan sebuah desa dengan keadaan alam yang menjanjikan. Banyaknya lahan dan ditambah dengan kondisi tanah yang sangat subur menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat luar untuk datang bahkan menetap di desa tersebut. Sebelum kedatangan masyarakat Batak Toba, Desa Serdang sudah terlebih dahulu dihuni oleh masyarakat suku 2 O.H.S Purba dan Elvis F. Purba, Migrasi Spontan Batak TobaMarserak: sebab, motif dan akibat perpindahan dari dataran tinggi Toba, Medan: Monora, 1997, hal. 20. Universitas Sumatera Utara Melayu. Mereka bertahan di desa ini dengan memanfaatkan lahan yang subur dan menjadikannya sebagai tempat untuk bercocok tanam. Pada tahun 1930 telah terjadi bencana alam besar yang menimpa Desa Serdang, yaitu banjir bandang yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat desa. Rumah- rumah rusak dan tanaman yang mereka tanami terutama padi menjadi hancur serta gagal panen akibat banjir bandang tersebut. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat tidak hanya itu, lahan yang biasanya digunakan untuk tempat bercocok tanam tidak bisa digunakan untuk sementara waktu. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak mempunyai penghasilan seperti biasanya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari- sehari. Lambat laun keadaan ini membuat masyarakat suku Melayu yang mendiami Desa Serdang mulai meninggalkan desa mereka dan pindah ke daerah lain untuk memulai hidup baru. Sebagian besar masyarakat ada yang pindah ke Percut Sei Tuan, Pantai Labu, Pantai Cermin, Lubuk Pakam, Tembung, Perbaungan, dan Tanjung Morawa. Ada juga sebagian masyarakat yang tetap memilih tinggal di Desa Serdang tersebut. 3 Sepeninggalan masyarakat suku Melayu, Desa Serdang mulai terbengkalai dan menjadi hutan belantara. Bencana alam yang menimpa Desa Serdang dalam jangka waktu yang cukup lama, terutama karena tidak adanya sistem irigasi yang memadai mengakibatkan surutnya debit air akibat banjir bandang semakin lama. Kemudian 3 Wawancara, Haji Hasan, Desa Serdang, 20 September 2012. Universitas Sumatera Utara muncullah inisiatif dari pemerintah dalam menanggulangi bencana ini dengan membuat galian tanah menjadi sebuah aliran sungai yang saat ini dikenal orang dengan nama Sungai Serdang. Dengan dibuatnya Sungai Serdang, intensitas air di daerah ini semakin berkurang bahkan surut dan banjir pun tidak ada lagi. Ketika banjir bandang telah surut, orang-orang Melayu yang sudah terlebih dahulu pergi meninggalkan desa tetap tidak berkeinginan datang kembali ke desa tersebut. Pada tahun 1954, dua orang warga asal Batak Toba yang bermarga Samosir dan Nainggolan datang ke Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Mereka adalah orang Batak Toba pertama yang melakukan migrasi dan kemudian menetap di desa tersebut bersama istri dan anaknya. Tersedianya lahan yang cukup luas dan lahan ini tidak diolah atau dimanfaatkan masyarakat sekitar desa menjadi salah satu faktor menarik sebagai daerah tujuan para migran. Namun kedatangan pertama kali orang Batak Toba ke Desa Serdang ini mendapatkan kendala terutama soal keyakinan agama dengan orang Melayu. Sebagian masyarakat Melayu yang masih tetap memilih tinggal di desa tersebut menganut keyakinan agama Islam, sedangkan orang Batak Toba yang menjadi pendatang menganut keyakinan agama Kristen. Orang Batak Toba terkenal dengan pintar berpolitik. Mereka kemudian memikirkan bagaimana cara untuk dapat tinggal di Desa Serdang yang lahannya subur tersebut. Salah satu cara yang dilakukan yang dilakukan itu ialah berpindah Universitas Sumatera Utara keyakinan mereka, dari agama Kristen menjadi beragama Islam untuk mengikuti keyakinan orang Melayu yang menghuni desa itu. Dengan berpindahnya keyakinan orang Batak Toba yang bermarga Samosir dan Nainggolan membuat mereka dengan mudah berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat di Desa Serdang. Setelah mereka berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat Melayu dengan baik, akhirnya mereka menetap di Desa Serdang dan memulai kehidupan baru mereka menjadi warga Desa Serdang dengan bercocok tanam sebagai mata pencahariannya. Seiring berjalannya waktu, orang Batak Toba yang bermarga Samosir dan Nainggolan beranggapan bahwa Desa Serdang cocok dijadikan tempat tinggal mereka. Dengan giat dan penuh semangat orang Batak Toba bermarga Samosir dan Nainggolan mengelola lahan subur di Desa Serdang yang telah menjadi hutan belantara ini menjadi tempat untuk bercocok tanam sehingga akhirnya mereka menanam padi dengan hasil yang memuaskan. Berita keberhasilan mereka di tanah rantau kemudian di dengar oleh keluarga dan sanak saudara yang ada di kampung mereka masing-masing. Sehingga berdatanganlah saudara-saudara mereka dari kampung ke Desa Serdang bahkan memilih untuk tinggal juga di desa tersebut. Mereka secara bersama-sama membangun Desa Serdang tersebut dan setelah masuknya masyarakat Batak Toba ke Desa Serdang ini, ada hal baru yang mereka baik orang Melayu maupun Batak dapatkan yaitu menjalin komunikasi dengan yang lain. Universitas Sumatera Utara Sebelumnya dapat diketahui bahwa orang Melayu sangat mudah menjual tanahnya kepada orang Batak Toba tanpa adanya perdebatan ataupun perkelahian. Hal ini dikarenakan orang Melayu tidak mau tinggal ditempat yang sunyi, kebanyakan orang Melayu sangat suka tinggal ditempat yang ramai. Lalu akhirnya orang-orang Melayu banyak menjual tanahnya kepada para pendatang orang Batak Toba. Dalam masyarakat agraris, tanah merupakan salah satu faktor produksi yang penting. Dalam sistem nilai Batak Toba, memiliki tanah terutama persawahan memberi status yang tinggi bagi mereka. Tanah merupakan lambang kekayaan dan kerajaan. 4 Dari peristiwa tersebut akhirnya orang Batak Toba ini komunikasinya kurang baik dengan masyarakat yang lainnya di Desa Serdang. Perlu diketahui juga bahwa transportasi ke Desa Serdang ini sangat jarang, sehingga dahulu masyarakat Batak Setelah beberapa tahun, ternyata jumlah penduduk masyarakat Batak Toba yang tinggal di Desa Serdang semakin meningkat, sehingga ada julukan “kampung orang-orang Batak”. Masyarakat Batak Toba yang tinggal di Desa Serdang ini banyak sekali memelihara ternak hewan seperti : babi, anjing dan ayam. Akan tetapi ternak yang mereka pelihara ini sering sekali keluar dari kandangnya seperti babi, sehingga orang luar yang datang ke Desa Serdang tersebut menjadi ketakutan dan akhirnya pergi. 4 Elvis F. Purba, op. cit., hal. 27. Universitas Sumatera Utara Toba yang berdomisili di Desa Serdang ketika melakukan perjalanan ke Batang Kuis pekan harus berjalan kaki. Jarak antara Desa Serdang ke Batang Kuis Pekan ± 6 km. Masyarakat Batak Toba yang tinggal di Desa Serdang bermata pencaharian di bidang pertanian yaitu dengan bercocok tanam. Mereka menanami lahan mereka dengan aneka tanaman pangan seperti ubi, jagung, sayur-sayuran dan yang paling dominan ialah padi. Hasil yang mereka peroleh dari menanam padi dan juga yang lainnya mereka jual ke pasar. Kehidupan mereka selalu serba cepat karena orang Batak Toba itu identik dengan kerja keras, sehingga mereka ingin berusaha melakukan yang terbaik termasuk bagi anak-anaknya. Pada tahun 1990-an sudah mulai ada perkembangan yang terjadi di Desa Serdang, termasuk itu ialah mulai adanya televisi, perbaikan jalan dan lainnya, sehingga Desa Serdang ini mulai dikenal oleh masyarakat lain. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. 5 Dari sejumlah permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat di Desa Serdang, penulis membatasi waktu dalam penulisan skripsi ini, agar penulis dapat fokus terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul. Maka penulis memulai dari tahun 1954. Dimana pada tahun tersebut masyarakat Batak Toba sudah 5 Muhammad Abduh, SH., Pengantar sosiologi, Medan : Fakultas Hukum USU, 1984, hal. 128. Universitas Sumatera Utara ada di Desa Serdang dan menjadikan corak kehidupan bagi masyarakat tersebut. Sedangkan penulis mengakhiri tahun 1990, karena pada tahun ini Desa Serdang sudah berkembang dan suku Batak Toba sudah menyebar ke Sungai Tuan, Batang Kuis dan lain sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah